Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional dianggap
sebagai norma dasar yang melindungi hubungan dokter dengan pasien. Rahasia
kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti tertulis dalam
United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang intinya
menyatakan Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati sebagai manusia
dan diperlakukan secara manusiawi, sesuia dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan. Oleh karena itu pasien dalam menyampaikan keluhan
jasmani dan rohani kepada dokter yang merawat, tidak boleh merasa khawatir
bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaannya akan disampaikan
kepada orang lain oleh dokter yang merawat ataupun oleh petugas kesehatan
yang bekerjasama dengan dokter tersebut.
Sumpah Dokter Indonesia salah satunya berbunyi : Saya akan
merahasiakan

segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya,

sedangkan Kode Etik Kedokteran Indonesia merumuskannya sebagai Setiap


dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib
simpan rahasia kedokteran mewajibkan seluruh
menyimpan

tenaga kesehatan

untuk

segala sesuatu yang diketahuinya selama melakukan pekerjaan

dibidang kedokteran sebagai rahasia kedokteran. Namun Peraturan Pemerintah


tersebut memberikan pengecualian, sebagaimana terdapat dalam pasal 2, yaitu
apabila terdapat peraturan perundang-undangan yang sederajat (PP) atau yang
lebih tinggi (UU) yang mengaturnya lain.
Pengungkapan rahasia medis saat ini menjadi isu yang cukup kontroversial
dikalangan masyarakat, bahkan di lingkup medis sendiri. Seringkali kewajiban
untuk merahasiakan catatan medis seseorang bertabrakan dengan kepentingan
umum. Dokter sangat perlu memperhatikan batasan-batasan dalam merahasiakan

dan mengungkapkan rahasia medis kepada umum, dimana hal yang dimaksud
diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam karya tulis ini
kami akan membahas sisi hukum yang berkaitan dengan kewajiban menyimpan
rahasia medis, sanksi yang berlaku dan kaitannya dengan pembukaan rahasia
kedokteran dalam beberapa hal yang berkaitan dengan tanggungjawab dokter itu
sendiri.
Harus disadari bahwa tanggung jawab dari profesi kedokteran ini sangat
besar dan harus sesuai dengan hukum yang berlaku termasuk kode etik kedokteran
dan kondisi masyarakat.
Oleh karena itu akan dibahas mengenai rahasia kedokteran ditinjau dari
segi etik dan hukum serta permasalahan yang dapat muncul akibat pembocoran
rahasia kedokteran, dengan harapan bahwa nantinya dapat bermanfaat dalam
menjalankan tugas sebagai seorang dokter.
1.2 Permasalahan
Berdarsarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam
kajian di atas adalah:
1. Apa arti dari Rahasia kedokteran dinjau dari kode etik dan hukum?
2. Siapa yang wajib menyimpan Rahasia Kedokteran?
3. Hal-hal apa saja yang Perlu Dirahasiakan dalam Rahasia Kedokteran?
4. Kapan rahasia kedokteran dapat dibuka?
5. Apa sanksi yang di dapatkan jika seorang dokter membuka rahasia
kedokteran?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Memberi penjelasan pada klinisi maupun masyarakat umum tentang
rahasia kedokteran ditinjau dari segi etik dan hukum.
Tujuan Khusus
1. Memberi penjelasan mengenai rahasia kedokteran
2. Memberi penjelasan mengenai siapa saja yang wajib menyimpan rahasia
kedokteran
2

3. Memberi penjelasan tentang Hal-hal yang Perlu Dirahasiakan dalam


Rahasia Kedokteran
4. Memberi penjelasan mengenai sanksi yang akan didapatkan jika seorang
dokter membuka rahasia kedokteran
5. Memberi penjelasan mengenai kapan rahasia kedokteran dapat dibuka

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etika Kedokteran


Seperti yang telah diketahui,bahwa dalam transaksi terapeutik terdapat hak
dan kewajiban kepada masing-masing pihak secara timbal balik. Adapun salah
satu kewajiban dokter adalah berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran yang
dimiliki pasiennya. Di bidang Etik Kedokteran, sepanjang dapat ditelusuri
masalah rahasia kedoteran mulai diatur dalam Sumpah Hipocrates pada abad 469399 SM yang berbunyi,Apa yang saya melihat atau mendengar sewaktu
menjalankan praktek atau tidak, tentang kehidupan seseorang yang seharusnya
tidak diungkapkan, akan saya perlakukan sebagai rahasia.
Selain di dalam Sumpah Hipocrates, kewajiban menyimpan rahasia
kedokteran juga terdapat pada:
1. Declaration of Geneva
Declaration of Geneva ini adalah versi Sumpah Hipocrates yang di
modernisasi yang diintroduksikan oleh World Medical Association.
Khusus yang mengenai rahasia kedokteran berbunyi: I will respect the
secrets which are confided in me, even after the patient has died.
2. International Code of Medical Ethics
Pada tahun 1968 di Sydney diadakan perubahan pada declaration of
Geneva yang kemudian menjadi pedoman dasar untuk terbitnya
International Code of Medical Ethics ini. Khusus yang mengenai rahasia
kedokteran berbunyi:A doctor shall preserve absolutte secrecy on all he
knows about his patients becouse the confidence entrusted in him
3. Declaration of Lisbon 1981
Deklarasi ini menetapkan pula bahwa pasien berhak untuk meminta
kepada dokternya agar mengindahkan sifat rahasia dari segala data medik
dan data pribadinya.
4. Peraturan pemerintah Nomor 26 Tahun 1966 yang memuat Lafal Sumpah
Dokteran Indonesia. Dalam Sumpah ini khusunya di dalam Penjelasan
Pasal 1 Kode Etik Kedokeran berbunyi:Saya akan merahasiakan segala
sesuatau yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan
saya sebagai dokter
5. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Pasal 12 tercantum kalimat sebagai berikut:

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya


tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal
dunia.
Sumpah dalam hubungan dengan rahasia kedokteran ini jika
ditinjau secara yuridis tidak mempunyai arti. Sumpah hanyalah merupakan
suatu ikrar, suatu pernyataan kehendak secara sepihak yang pelaksaannya
tergantung kepadan hati nurani si pelaku itu sendiri. Oleh karena itu suatu
sumpah tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum untuk penuntutan.
Demikian pula Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang
termasuk bidang etik yang sifatnya self imposed regulations. Suatu kode
etik ini bersifat intern dimana sanksi hanya dapat dijatuhkan dalam kaitan
organisasi dan oleh organisasi itu sendiri.
Undang-Undang praktek kedokteran RI no 29 thn 24 mengatur hak dan kewajiban
dokter dan pasien:
Pasal 50 ( Hak dokter )
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
hak :
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standart profesi dan standar prosedur operasional
2. Memberikan pelayanan medis menurut standart profesi dan standart
prosedur operasional
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya
4. Menerima imbalan jasa

Pasal 51 ( Kewajiban dokter )


Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standart profesi dan standart


prosedure operasional
2. Merujuk pasien kedokter yang mempunyai keahlian atau kemampuan
lebih baik apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan
3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
setelah pasien meninggal dunia
4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melaksanakannya dan
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran
Pasal 52 ( Hak Pasien )
Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak :
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
2. Meminta pendapat dokter lain
3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
4. menolak tindakan medis
5. mendapatkan isi rekam medis

Pasal 53 ( Kewajiban Pasien )


Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban :
1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya

2. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter


3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima3
2.1.1 KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
a. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut
Penjelasan : Dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut
adalah dokter yang mempunyai kompetensi keahlian di bidang tertentu
menurut dokter yang waktu itu sedang menangani pasien.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar
senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam
beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal
dunia.
Penjelasan : Kewajiban ini sering disebut sebagai kewajiban memegang
teguh rahasia jabatan yang mempunyai aspek hukum dan tidak bersifat
mutlak.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan


mampu memberikannya.
Penjelasan : kewajiban ini tidak dilaksanakan apabila dokter tersebut
terancam jiwanya.
b. Hak Pasien Terhadap Rahasia Kedokteran
Setiap pasien yang meminta pertolongan kepada dokter harus
merasa aman dan bebas.Pasien harus dapat menceritakan dengan hati
terbuka segala keluhan yang mengganggu keadaan jasmani dan
rohaninya,

dengan

keyakinan

bahwa

hak

itu

berguna

untuk

menyembuhkan dirinya. Pasien tidak boleh merasa khawatir bahwa


segala sesuatu mengenai keadaan dirinya akan disampaikan kepada
orang lain, baik oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Hal tersebut
merupakan syarat utama terjadinya hubungan baik antara dokter atau
tenaga kesehatan lainnya dengan pasien.Oleh karena itu dalam hukum
kesehatan seorang pasien diberi hak-hak tertentu. Salah satu dari
beberapa hak pasien yang dimaksud adalah hak atas rahasia kedokteran.
Adapun yang dimaksud dengan rahasia kedokteran menurut ketentuan
Pasal 1 PP nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan Rahasia
kedokteran adalah Segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam Pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya
dalam lapangan kedokteran.
Di dalam penjelasan Pasal 1 tentang kata-kata segala sesuatu
yang diketahui maksudnya adalah segala fakta yang didapat dalam
pemeriksaan pasien, intepretasinya untuk menegakkan diagnose dan
melakukan pengobatan: dari anamnesa, pemeriksaan jasmaniah,
pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan sebagainya. Juga termasuk
fakta yang dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya.Seorang ahli obat
dan mereka yang bekerja dalam apotik harus pula merahasiakan obat
dan khasiatnya yang diberikan dokter kepada pasiennya.
Selanjutnya rahasia kedokteran menurut J. Guwandi diartikan sebagai
rahasia di bidang kedokteran.

Rumusan lain tentang rahasia kedokteran seperti yang tercantum


dalam beberapa literatur, ialah segala rahasia yang oleh pasien secara
disadari atau tidak disadari disampaikan kepada dokter dan segala
sesuatu yang oleh dokter telah diketahuinya sewaktu mengobati dan
merawat pasien.
Berdasarkan rumusan-rumusan tentang rahasia kedokteran
tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan hak atas rahasia
kedokteran adalah suatu hak yang dimiliki oleh pasien tentang semua
fakta/keadaan pasien yang telah disampaikan dan diketahui dokter atau
tenaga kesehatan lainnya termasuk para pembantunya atas dasar
kepercayaan.
Rahasia kedokteran tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah
berkas yang disebut dengan Rekam Medik/Kesehatan.Dengan demikian
pemilik rahasia kedokteran dan isi rekam medik/kesehatan adalah
pasien, sedangkan dokter mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi
rekam medis tersebut terhadap pihak-pihak lain selain pasien.
Hak atas rahasia kedokteran ini bertujuan untuk melindungi
hubungan baik antara dokter dengan pasiennya, sebab rahasia
merupakan hak dasar manusia.
c. Kewajiban Dokter untuk Menyimpan Rahasia Kedokteran
Salah satu di antara beberapa kewajiban dokter adalah
menyimpan rahasia kedokteran. Kewajiban menyimpan rahasia
kedokteran tersebut adalah merupakan rahasia jabatan yang harus
dipegang teguh oleh dokter dan merupakan syarat yang senantiasa harus
dipenuhi untuk menciptakan suasana saling mempercayai yang mutlak
dibutuhkan dalam hubungan dokter dengan pasien.Rahasia jabatan
dokter dimaksudkan untuk rnelindungi rahasia penyakit pasien sehingga
tetap terpelihara kepercayaan pasien terhadap dokternya.
Kewajiban para dokter untuk merahasiakan hal-hal yang
diketahui karena jabatannya atau pekerjaannya adalah berpijak pada
norma-norma kesusilaan, yang pada hakekatnya merupakan suatu
9

kewajiban moral, dan norma hukum.


Norma-norma kesusilaan tersebut tidak mencukupi karena
banyak tergantung sifat dan kelakuan perseorangan yang tentunya
berbeda beda dan tidak selalu baik. Selain daripada itu apabil terjadi
pelanggaran norma kesusilaan sanksinya tidak tegas yaitu sanksi sosial
dari masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu norma hukum,
sehingga dapat lebih melindungi kepentingan manusia dan sanksinya
lebih tegas jika terjadi pelanggaran.
Norma-norma kesusilaan dan norma hukum tadi dicantumkan
dalam berbagai peraturan dan undang-undang yang merupakan
pedoman seorang dokter dalam menjalankan tugas dan profesinya.
2.2. Rahasia Kedokteran
Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan
mengenai apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek
lapangan kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun masa
yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup maupun sudah meninggal.
Rahasia kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu :
1. Rahasia pekerjaan
2. Rahasia jabatan.
Rahasia pekerjaan
Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan
lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter.
Rahasia jabatan
Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan
lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri,
yang berbunyi : Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut sifat
atau menurut perintah harus saya rahasiakan,
Yang termasuk dalam rahasia kedokteran mencakup aspek moril dan
yuridis, tidak hanya mencakup segala sesuatu yang diketahui karena
pekerjaannya atau keilmuannya mengenai hal-hal yang diceritakan atau
dipercayakan kepada seorang dokter secara eksplisit (permintaan khusus

10

untuk dirahasiakan), tetapi juga meliputi hal-hal yang disampaikan secara


implisit (tanpa permintaan khusus), termasuk dalam hal ini segala fakta yang
didapatkan dari pemeriksaan penderita, interpretasi untuk menegakkan
diagnosa dan melakukan pengobatan, dari anamnesa dan pemeriksaan dengan
alat-alat kedokteran.
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib
simpan rahasia kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk
menyimpan segala sesuatu yang diketahuinya selama melakukan pekerjaan
dibidang kedokteran sebagai rahasia kedokteran.
Ketentuan ini juga diatur dalam PERMENKES No. 36 tahun 2012
pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Rahasia kedokteran adalah data dan informasi
tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu
menjalankan pekerjaan atau profesinya dan pasal 1 ayat (3) yang berbunyi
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Serta PERMENKES No. 36
tahun 2012 Pasal :
(1) Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:
a. identitas pasien.
b. kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan
kedokteran.
c. hal lain yang berkenaan dengan pasien.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber
dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi
atau rujukan, atau sumber lainnya.
2.2.1. Pihak-pihak yang Diwajibkan Menyimpan Rahasia Kedokteran
Menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia Nomor 36
tahun 2012 pasal 4 ayat 1 , yang diwajibkan menyimpan rahasia
kedokteran adalah Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan
kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien
11

wajib menyimpan rahasia kedokteran. Pihak sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) meliputi:
a. dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki
akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien
b. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
c. tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan
d. tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi
kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan
e. badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan.
f. mahasiswa/siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan,
perawatan, dan/atau manajemen informasi difasilitas pelayanan
kesehatan.
Berdasarkan pasal tersebut orang ( selain daripada tenaga
kesehatan) yang dalam pekerjaanya berurusan dengan orang sakit atau
mengetahui keadaan sisakit, ( baik ) yang tidak maupun yang belum
mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban menjunjung tinggi rahasia
mengenai keadaan si sakit. Dengan demikian para mahasiswa
kedokteran, kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sinar,
bidan, para pegawai, murid para medis dan sebagainya termasuk dalam
golongan yang diwajibkan menyimpan rahasia. Menteri Kesehatan
dapat menetapkan, baik secara umum, maupun secara insedentil, orangorang lain yang wajib menyimpan rahasia kedokteran, misalnya
pegawai tata-usaha pada rumah sakit dan laboratorium-laboratorium.
Menurut KUHAP Pasal 120 yang berhak menyimpan rahasia
kedokteran adalah:
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat
orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) AhIi tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di
muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut
pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan
karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang

12

mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk


memberikan keterangan yang diminta.
KUHP Pasal 170 ayat 1:
Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban
untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Pasal 38 ayat 1:


Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran

Undang-Undang Praktik Kedokteran N0.29 Tahun 2004


Pasal 48 ayat 1:
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran
Pasal 51C:
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia
Berpuluh-puluh abad yang lalu hal tentang wajib simpan rahasia
kedokteran sudah dicanangkan oleh Hippocrates dalam sumpahnya
yang hingga kini tetap dianut dan menjadi dasar dari kode etik
kedokteran di seluruh dunia yang tentunya disesuaikan dengan situasi
dan kondisi masing-masing negara.
Rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang secara intrinsik
bertalian dengan segala pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu
kedokteran secara menyeluruh. Oleh karena itu harus kita sadari bahwa
semua orang yang dalam pekerjaannya bergaul dengan orang sakit atau
sedikitnya mengetahui keadaan orang sakit, tetapi tidak atau belum
mengucapkan sumpah atau janji secara resmi, maka sudah sepantasnya

13

berkewajiban dan menjunjung tinggi rahasia rahasia kedokteran


tersebut.
Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat dalam
lafal sumpah dokter yang berbunyi : Saya bersumpah /berjanji bahwa
saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.
2.2.2. Hal-hal yang Perlu Dirahasiakan dalam Rahasia Kedokteran
Dalam menjalankan keprofesiannya seorang dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya mengenai pasiennya,
hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 pasal
1 dalam Bab penjelasan terdapat kalimat berbunyi:
Segala sesuatu yang diketahuinya, mempunyai arti : segala
fakta yang didapat dalam pemeriksaan penderita, interpretasinya untk
menegakkan diagnose dan melakukan pengobatan, mulai dari
anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran
dan sebagainya, juga termasuk fakta-fakta yang dikumpulkan oleh
pembantu-pembantunya.
Seorang ahli obat dan mereka yang berkerja di Apotek harus pula
merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan kepada pasiennya.
Merahasiakan resep dokter adalah suatu yang penting dari etik pejabat
yang bekerja dalam apotek.
2.2.3.Kapan seorang dokter dapat membuka rahasia kedokteran
Dalam garis besarnya ada 2 aliran atau golongan yang dapat
ditemukan dikalangan kedokteran, yaitu :
1. Pendirian yang mutlak
Golongan yang menganut pendirian mutlak (absolut) berpendapat
bahwa

rahasia

konsekuensinya.

Aliran

ini

tidak

akan

mempertimbangkan apa ada kepentingan lain yang lebih utama.


Dalam segala hal sikapnya mudah dan konsekuen yakni tutup mulut.
Pengikut aliran ini yang terkenal ialah dokter Frouardel (1837-1906),
ia adalah seorang dokter Prancis yang kemudian menjadi guru besar
dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Paris (1879).
Prof. Sutomo Tjokronegoro dalam masalah ini menyatakan :
Bahwa pendirian demikian tidak hanya kaku, malahan mungkin
menyalahi makna rahasia jabatan dokter.
14

Seperti diketahui bahwa dasar dari rahasia jabatan adalah kewajiban


moril untuk menjamin kesehatan masyarakat.
2. Pendirian yang nisbi atau relatif.
Golongan nisbi atau relatif pada dewasa ini merupakan teori yang
terbanyak diikuti dan dapat dikatakan diikuti umum. Tetapi hal ini
tidak berarti penerapannya dalam praktek dan persesuaian pendapat,
karena teori ini dalam praktek sering sekali mendatangkan konflik
moril dan kesulitan-kesulitan lain dalam masalah yang kompleks.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Profesor Sudarto, SH
mengemukakan bahwa :
perlu dipertimbangkan adanya azas profesional dan azas subsider
dalam menggunakan hak tolaknya.
Azas profesional menghendaki adanya pertimbangan-pertimbangan
mana yang lebih utama. Apakah dokter akan memberikan
kesaksiannya yang berarti membuka rahasia atau pekerjaannya
ataukan ia akan menyimpan rahasia yang lebih diutamakan. Dalam
mengambil keputusan, aliran ini akan selalu mempertimbangkan
setiap persoalan secara kasuistis.
Azas subsider, yakni menyangkut masalah pemilihan tindakan apa
yang harus dilakukan dokter sebelum ia terpaksa melepaskan
kewajiban untuk menyimpan rahasia. Sebab kalau ini yang menjadi
pilihannya, ia harus sudah emperhitungkan resiko yang mungkin
dihadapi yakni berupa sanksi pidana atau lainnya karena
diadukannya ke pengadilan oleh yang merasa dirugikan akibat
dibukanya rahasi oleh dokter. Bila demikian halnya, dokter supaya
siap menghadapinya dengan memberikan alasan-alasan yang dapat
membenarkan perbuatannya (fait justifactier) atau yang dapat
menghapuskan kesalahannya (fait deexcuse).
Seorang dokter boleh membuka rahasia medis atau rahasia
kedokteran tanpa perlu di jatuhi hukuman, apabila dokter membuka
rahasia tersebut berdasarkan ketentuan perundang-undangan seperti
berikut:
Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP):
KUHP Pasal 48 :

15

Tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena


terdorong oleh daya paksa.
Yang dimaksud dengan daya paksa ini biasanya bukanlah daya
paksa mutlak, melainkan daya paksa nisbi. Daya paksa ini terjadi pada
keadaan sebagai berikut :
a. Melindungi kepentingan umum.
Contohnya : seorang guru taman kanak-kanak menderita Koch
Pulmonum aktif, menolak untuk berobat dan cuti, maka dapat
dilaporkan pada pimpinannya.
b. Melindungi kepentingan orang yang tidak bersalah.
Contohnya : seorang pengemudi yang menderita epilepsi, menolak
untuk

berganti

pekerjaan,

maka

dapat

dilaporkan

kepada

majikannya.
c. Melindungi pasien yang mempercayakan rahasianya.
Contohnya : seorang penderita menceritakan kesulitannya dan
bermaksud bunuh diri, apabila dokter tidak dapat mempengaruhi
penderita, maka ia dapat memberitahukan keluarganya supaya dijaga
agar tidak melakukan bunuh diri.
d. Melindungi dokter sendiri
Contohnya : seorang dokter dituduh melakukan abortus provocarus
criminalis, sedangkan sesungguhnya ia hanya menolong penderita
yang datang dengan pendarahan akibat tindakan seorang dukun.
Dalam keadaan demikian dokter dapat memberikan keterang kepada
polisi yang memeriksanya untuk melindungi dirinya terhadap
fitnahan tersebut apabila penderita sendiri menolak memberitahukan
yang sebenarnya.
KUHP Pasal 50
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan kepentingan
Undang-undang, tidak dipidana.
Pasal 50 KUHP sering bersangkutan dengan kewajiban seorang
dokter untuk melaporkan: hal kelahiran, hal kematian, hal penyakit
menular. Kewajiban melaporkan penyakit menular di indonesia diatur
dalam undang-undang tentang wabah tahun 1962 No. 6. dalam hal ini
dipahami, bahwa kepentingan umumlah yang harus diutamakan. Bila
seorang dokter yang menurut pendiriannya untuk memegang rahasia

16

jabatan dalam hal ini maka ia tidak hanya melanggar pasal ini tetapi
juga membahayakan masyarakkat, oleh karena membiarkan penyakit
menular berlangsung tanpa tindakan yang diperlukan.
KUHP Pasal 51
Tidak boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan atau
menjalankan perintah jabatan yang diberikan pembesar yang berhak.
Pasal ini terutama penting bagi seorang dokter yang mempunyai
kedudukan ganda seperti dokter militer dan dokter majelis penguji
kesehatan dokter angkatan bersenjata wajib menyimpan rahasia
jabatannya mengenai para pasiennya sebaliknya pula sebagai seorang
militer ia harus berdiiplin militer dan harus taat pada perintah atasan,
misalnya : melaksanakan tes kesehatan untuk penerimaan anggota TNI.
Undang-Undang Praktik Kedokteran No.29 Tahun 2004
Pasal 48 ayat (2) :
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
Undang-undang RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
Pasal 38 :
(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat

dibuka

untuk

kepentingan

kesehatan

pasien,

untuk

pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka


penegakan

hukum,

atas

persetujuan

pasien

sendiri,

berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.


Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 57:

17

atau

(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang
telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau
e. kepentingan orang tersebut.
Permenkes nomor 36 tahun 2012
Pasal 5:
(1) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terbatas sesuai kebutuhan.
Pasal 6:
(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
a. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan,
dan perawatan pasien; dan
b. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan
pembiayaan kesehatan.
(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dilakukan dengan persetujuan dari pasien.
(3) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan dengan persetujuan dari pasien baik secara
tertulis maupun sistem informasi elektronik.
(4) Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dinyatakan telah diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan.
(5) Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan
oleh keluarga terdekat atau pengampunya.

18

Pasal 7
(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur
penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan.
(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum,
keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis.
(3) Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang
berwenang.
(4) Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar
perintah pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis
seluruhnya dapat diberikan.
Pasal 8
(1) Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar permintaan pasien sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan dengan
pemberian data dan informasi kepada pasien baik secara lisan maupun
tertulis.
(2) Keluarga terdekat pasien dapat memperoleh data dan informasi
kesehatan pasien, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh pasien.
(3) Pernyataan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
pada waktu penerimaan pasien.
Pasal 9
(1) Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan
tanpa persetujuan pasien dalam rangka kepentingan penegakan etik
atau disiplin, serta kepentingan umum.
(2) Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan penegakan
etik atau disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas
permintaan tertulis dari Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

19

(3) Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa membuka
identitas pasien.
(4) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. audit medis;
b. ancaman Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular;
c. penelitian kesehatan untuk kepentingan negara;
d. pendidikan atau penggunaan informasi yang akan berguna di
masa yang akan datang; dan
e. ancaman keselamatan orang

lain

secara

individual

atau

masyarakat.
(5) Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf e, identitas
pasien dapat dibuka kepada institusi atau pihak yang berwenang untuk
melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2.2.4. Sanksi Bila Membuka Rahasia Kedokteran
Seorang dokter di Indonesia tanpa kecuali, dianggap sudah
mengetahui peraturan-peraturn hukum yang berlaku terutama yang
berhubungan dengan ilmu kedokteran pada umumnya dan rahasia
kedokteran pada khususnya. Apabila terjadi pembocoran rahasia jabatan,
si pelaku dapat dikenai sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku. Sanksi-sanksi tersebut adalah :
1. Sanksi pidana, diatur dalam :
KUHP Pasal 112
Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, beritaberita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus
dirahasiakan untuk kepentingan negara atau dengan sengaja
memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, kepada
seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
KUHP Pasal 322
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib
disimpan karena jabatan atau pekerjaannya yang sekarang maupun

20

yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan


bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan pada seorang tertentu maka perbuatannya itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang tersebut.
Berdasarkan ayat pertama pada KUHP Pasal 322 diatas, bukan
hanya dokter melainkan juga seseorang yang berprofesi selain dokter
berlaku terhadap sanksi ini, serta sanksi ini akan tetap terus berlaku
meskipun seorang dokter tersebut telah tidak berpraktik, sudah pensiun,
ataupun pindah pekerjaan. Berdasarkan ayat kedua, apabila dokter
membuka rahasia pasiennya, tidak akan langsung dituntut oleh
pengadilan, melainkan hanya sesudah ada pengaduan atau tuntutan dari
pasiennya.
Sebagai contoh : Seorang pejabat kedokteran berulangkali
mengobrolkan di depan orang banyak tentang keadaan dan tingkah laku
pasien yang diobatinya. Dengan demikian ia telah merendahkan martabat
jabatan kedokteran dan mengurangi kepercayaan orang kepada pejabat
pejabat kedokteran.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 51C undang-undang RI no.29
tahun 2004 tentang praktik kedokteran bahwa Dokter atau dokter gigi
dalam

melaksanakan

praktik

kedokteran

mempunyai

kewajiban

merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan


juga setelah pasien itu meninggal dunia. Apabila seorang dokter atau
dokter gigi melanggar maka akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
pasal 79C undang-undang RI no.29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang: dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
2. Sanksi perdata, diatur dalam :
KUH Perdata Pasal 1365

21

Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat kerugian


bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugia tersebut.
KUH Perdata Pasal 1366
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.
KUH Perdata Pasal 1367
Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan

karena

perbuatan

orang-orang

yang

menjadi

tanggungannya atau disebabkan karena perbuatan orang-orang


yang berada dibawah pengawasannya.
3. Sanksi Administratif.
Diatur dalam peraturan menteri kesehatan republik indonesia
Nomor 36 tahun 2012 Tentang Rahasia kedokteran pasal 15 ayat 2
dan ayat 3:
(2) Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan,
Menteri, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, Kepala Dinas
Kesehatan

Provinsi,

dan

Kepala

Dinas

Kesehatan

Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif


sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan
surat tanda registrasi, izin praktik tenaga kesehatan dan/atau
izin fasilitas pelayanan kesehatan .
4. Sanksi Sosial
Yaitu sanksi yang datangnya dari masyarakat itu sendiri.
Contohnya : Masyarakat enggan berobat ke dokter tersebut.

2.2.5. Hak Undur Diri Dokter

22

Hak ini dapat dipakai oleh seorang dokter apabila dia diminta untuk
memberikan

kesaksian

dipengadilan

yang

menyangkut

rahasia

kedokteran. Seorang dokter sebagai saksi atau ahli mungkin sekali


diharuskan memberikan keterangan tentang seseorang (misalnya
terdakwa) yang sebelumnya telah menjadi penderita yang ditanganinya.
Ini seolah-olah dokter tersebut

diharuskan melanggar rahasia

kedokterannya.
Kejadian yang bertentangan tersebut diatas dapat dihindarkan
karena adanya hak kuat undur diri, dimana seorang dokter mendapatkan
perlindungan hukum berdasarkan :
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik perlu, ia dapat minta pendapat ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka
penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut
pengetahuannya yang sebaik baiknya, kecuali bila disebabkan harkat
dan martabat pekerjaan jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan
rahasia, dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
Pasal 170 KUHAP
(1) Mereka yang pekerjaan, harkat, martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk
memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepadanya.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk
permintaan manusia tersebut.
Pasal diatas dapat dipakai oleh dokter jika diminta sebagai saksi,
ahli atau saksi ahli pada sidang pengadilan, dimana keteranganketerangan yang diminta itu menurut pendapatnya adalah rahasia yang
dipercayakan kepadanya oleh pasien.

23

Salah satu contoh untuk mengatasi pertentangan tersebut, kita


perhatikan perkara yang terjadi dalam dunia kedokteran yaitu perkara
mengenai dokter D, yang terjadi pada tahun 1912 di negara Belanda.
Ceritanya demikian: pada suatu hari datanglah seorang pasien wanita
yang masih muda kepada dokter D. Pasien tersebut mengalami abortus
Provakatus kriminalis yang dilakukan oleh seorang bukan dokter yang
tidak dikenal. Dokter D memeriksa dan mengobatinya. Lantas
kemudian pihak berwajib mengetahuinya, maka dokter D diminta
sebagai saksi untuk memberikan keterangan tentang pasien tersebut.
Dokter D menolak memberikan keterangan karena bila memberi
keterangan, berarti mebocorkan rahasia jabatan. Pihak pengadilan
berpendapat sebaliknya bahwa dokter harus memberikan keterangan.
Dokter D dituduh melanggar hukum dan diancam dengan hukuman
penjara. Dokter D tetap menolak tidak mau memberikan keterangan
kepada hakim dan tidak mau menerima keputusan hakim, dan minta
supaya perkaranya diperiksa oleh pengadilan yang lebih tinggi. Ternyata
keputusan pengadilan yang lebih tinggi tersebut membenarkan pendirian
dokter D, sehingga dokter tersebut bebas dari segala tuduhan.

2.3 Penanganan Kasus Pembocoran Rahasia Kedokteran


Dalam pelayanan kesehatan tidak jarang dokter mengetahui
penyakit pasien yang merupakan aib untuk diri pasien atau rahasia pribadi
pasien yang terpaksa disampaikan oleh pasien tersebut sebagai bagian dari
proses pengobatan penyakit, sehingga dokter berkewajiban menyimpan
rahasia kedokteran dan dituangkan dalam medical record sebagai
kewajiban profesinya. Hal ini sejalan dengan doktrin profesinya bahwa
saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan
saya sebagai dokter. Jika terjadi pelanggaran ini, maka sudah seharusnya
kita sebagai dokter untuk mengetahui jalur jalur apa saja yang dapat
ditempuh oleh pasien untuk menuntut seorang dokter, serta bagaimana
cara kita untuk menanganinya.

24

Skema Jalur Jalur Pasien untuk Mengajukan Tuntutan pada Seorang Dokter

Skema jalur jalur untuk dokter jika mendapat tuntutan dari pasien :

25

26

Sengketa yang terjadi antara pasien dan dokter dapat diselesaikan


melalui sidang peradilan, namun ada pula alternatif penyelesaian sengketa
di luar pengadilan tersebut akan segera diuraikan di bawah ini.
1. Konsultasi
Meskipun konsultasi sebagai alternatif dalam penyelesaian sengketa tetapi
dalam Undang Undang No.30 tahun 1999 tentang arbitrase, tidak ada
satu pasal pun yang menjelaskannya. Menurut Blacks law dictionary,
Gunawan dan Widjaya dan Ahmad yani pada prinsipnya konsultasi
merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu,
yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan
konsultasi, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk
memenuhi keperluan dan kebutuhan klien tersebut. Tidak ada yang
mengharuskan si klien harus mengikuti pendapat yang disampaikan
konsultan. Jadi hal ini konsultan hanyalah memberikan pendapat (hukum),
sebagaimana diminta oleh kliennya yang untuk selanjutnya keputusan
mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para
pihak, tapi kadang konsultan juga diberi kesempatan untuk merumuskan
bentuk bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak
yang bersengketa tersebut.
2. Negosiasi dan perdamaian
Menurut pasal 6 ayat 2 Undang undang No.30 tahun 1999 pada dasarnya
para pihak dapat berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang
timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut
selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh
para pihak. Negoisiasi adalah mirip dengan perdamaian sebagaimana
diatur dalam pasal 1851 s/d 1864 KUH Perdata, dimana perdamaian itu
adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan
menyerahkan, menjajikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu
perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara.
Persetujuan harus dibuat secara tertulis dengan ancaman tidak sah. Namun
ada beberapa hal yang membedakan, yaitu : pada negosisai diberikan
tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan penyelesaian
sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh
27

dan diantara para pihak yang bersengketa. Perbedaan lain adalah negosiasi
merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang
dilaksanakan diluar pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan
baik sebelum proses persidangan pengadilan dilakukan maupun setelah
sidang peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun diluar pengadilan.
3. Mediasi.
Berdasarkan pasal 6 ayat 3 undang undang No.39 tahun 1999, atas
kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan
melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun seorang
mediator. Kesepakatan tertulis wajib didaftarkan di pengadilan negeri
dalam waktu paling lama tiga puluh hari terhitung sejak penandatanganan,
dan wajib dilaksanakan dalam waktu lama 30 hari sejak pendaftaran.
Mediator dapat diberikan :
Mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak
Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbritrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak.
4. Konsiliasi dan perdamaian
Konsiliasipun tidak dirumuskan secara jelas dalam undang undang
No.30 tahun 1999 sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa
diluar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai
perdamaian di luar pengadilan.
5. Pendapat hukum oleh lembaga arbitrase
Pasal 52 Undang undang No.30 tahun 1999 menyatakan bahwa para
pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang
mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu
perjanjian. Ketentuan ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari
pengertian tentang lembaga arbitrase yang diberikan dalam pasal 1 angka
8 undang undang No.30 tahun 1999 : Lembaga arbitrase adalah badan
yan dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dpat memberikan
pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam
hal belum timbul sengketa
6. Arbitrase
Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
28

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Lihat Pasal 1 angka 1 UU
No. 30 Tahun 1999). Dalam undang undang No.14 tahun 1970 ( tentang
pokok kekuasaan kehakiman ) keberadaan abritase dapat dilihat dalam
penjelasan psal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian
perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui artibrase
tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai
kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk
dieksekusi dari pengadilan. Arbitrase diangggap memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan cara litigasi.
Adapun beberapa keunggulannya antara lain:
1. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal procedural
dan administrative
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya
mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang
cukup mengenai maalah yang disengketakan, jujur dan adil.
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan
masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak
dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun
langsung dapat dilaksanakan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut: Dokter wajib memenuhi tanggung jawab dokter tentang rahasia

29

kedokteran. Tanggung jawab dokter tentang rahasia kedokteran telah diatur dalam
KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) dan peraturan perundang-undangan
untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita,
bahkan setelah penderita itu meninggal dunia.
Kewajiban dokter untuk menjaga rahasia kedokteran akan gugur apabila
ada ijin dari pasien, dokter dalam keadaan terpaksa, dokter dalam menjalankan
peraturan perundang-undangan, dokter melakukan perintah jabatan, demi
kepentingan umum, adanya presumed conscent dari pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hoediyanto, A hariadi. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik Dan
Medikolegal Edisi Kedelapan. Surabaya: FKUA 2012
2. Hanafiah, J., Amri amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (4th ed).
Jakarta: EGC. 2009.

30

3. Undang-undang RI No.29 th 2004 tentang praktik kedokteran. Penerbit :


Indonesia Legal Center Publishing. 2009.
4. Veronica komalawati. Hukum dan etika dalam praktek dokter. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan. 2003
5. Ko tjay sing. Rahasia pekerjaan Dokter dan advokat. Jakarta : Gramedia.
2003.
6. Amelyn, F.Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Jakarta : Grafika Tama Jaya.
2004
7. Husein Kerbal. Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan. 2001
8. Guswandi, J. Trilogi Rahasia Kedokteran. Jakarta : FKUI. 2005

31

Anda mungkin juga menyukai