Oleh:
Carollius P Putra, S.Ked
04064881517002
Pembimbing:
Dr.Hj.Novia Diana Roza M.Kes
BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Makalah:
TUBERCULOSIS PARU KASUS BARU DALAM FASE PENGOBATAN
INTENSIF
Oleh:
Carollius P Putra, S.Ked
04064881517002
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 11
Januari 2016 21 Maret 2016
Palembang, Februari 2016
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulisan makalah yang berjudul Tuberculosis Paru Kasus Baru
dalam Fase Pengobatan Intensif ini dapat diselesaikan.
Laporan makalah ini diajukan untuk memenuhi syarat guna mengikuti
Kepaniteraan Klinik Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat
dan
kepada
yang
terhormat
bimbingan dan arahan yang telah diberikan dalam pembuatan makalah. Serta
pembimbing-pembimbing lain dr. Sari, Ibu Ismi, Kak Rendi. Serta teman-teman
yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak
disebutkan namanya dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan. Akhir kata, semoga makalah referat ini membawa manfaat bagi
banyak pihak dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Palembang,
Penulis
iii
Februari 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................
ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................
iii
DAFTAR ISI...............................................................................................................
iv
BAB I
KASUS
1.1 Identifikasi Pasien dan Keluarga.....................................................
1
1.2 Anamnesis
1
1.3 Pemeriksaan Fisik
4
1.4 Pemeriksaan Penunjang
6
1.5 Diagnosa Banding
6
1.6 Diagnosa Kerja
6
1.7 Tatalaksana
6
1.8 Komplikasi
7
1.9 Prognosis
7
iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Paru...........................................................................8
2.1.1 Definisi......................................................................8
2.1.2 Epidemiologi......................................................................8
2.1.3
Penemuan
Kasus
TB
..............................................................................................................10
2.1.4 Klasifikasi........................................................................12
2.1.5 Patogenesis..............................................................13
2.1.5.1 TB Primer..............................................................13
2.1.5.2 TB Sekunder..........................................................15
2.1.6
Penegakkan
Diagnosis
..............................................................................................................16
2.1.6.1 Anamnesis. ............................................................16
2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik .................................................17
2.1.6.3 Pemeriksaan Radiologis........................................18
2.1.6.4 Sputum..................................................................20
2.1.6.5 Uji Kepekaan Obat TB..........................................21
2.1.7 Penatalaksanan.................................................................22
2.1.6.3 Medikamentosa.....................................................22
2.1.6.4 Non-medikamentosa .............................................24
2.1.8 Komplikasi..............................................................24
2.1.9 Prognosis..........................................................................25
2.2 Rumah Sederhana Sehat..............................................................25
2.2.1 Definisi....................................................................25
2.2.2 Kriteria.............................................................................25
2.2.2.1 Kebutuhan Minimal dan Ruang. ...........................25
2.2.2.2 Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan...............26
BAB III
PEMBAHASAN
vi
BAB I
KASUS
1.1
b.
1.2
Identifikasi Pasien
Nama
: Yenni Oktarina
Umur
: 20 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Karyawan swasta
Pendidikan terakhir
: SMK
Agama
: Islam
Alamat
: 28 Ilir RT 13
Kebangsaan
: Indonesia
: Saudi
Umur
: 42 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Tukang Becak
Pendidikan terakhir
: SD
Agama
: Islam
Alamat
: 28 Ilir RT 13
Anamnesis
(Autoanamnesis dengan penderita pada tanggal 19 Februari 2016 pukul 10.00
WIB)
Keluhan Utama
: Batuk lama
Keluhan tambahan
Sekitar 2 bulan yang lalu, pasien mulai mengeluh batuk, batuk saat itu
tidak berhenti walaupun pasien mengkonsumsi obat batuk dari warung. Batuk
disertai tenggorokan yang gatal dan dahak berwarna putih dengan jumlah 1
sendok makan tiap kali batuk. Pasien merasa batuknya mulai sangat
mengganggu terutama pada malam hari. Selain itu, pasien juga mengeluh
demam yang tidak terlalu tinggi selama 1 minggu pada awal batuk, demam
tidak disertai dengan menggigil dan tidak hilang timbul. Riwayat berkeringat
malam disangkal. Pasien berobat ke mantri dan diberikan obat pelega batuk
dan parasetamol.
Satu bulan kemudian batuk tidak menghilang. Riwayat batuk darah
disangkal. Pasien mengaku berat badan pasien juga mulai turun drastis dari 46
kg menjadi 37 kg. Pasien kemudian berobat ke mantri lalu dianjurkan untuk
ke rumah sakit paru. Pasien datang ke puskesmas Makrayu untuk rujukan ke
rs. paru. Pada tanggal 5 januari dilakukan foto thoraks dan pada tanggal 6
januari dilakukan pemeriksaan BTA, lalu dinyatakan positif TB. Mulai 8
januari 2016 pasien teratur minum Obat TB sebanyak 2 tablet sehari dan tidak
lagi bekerja. Pada tanggal 13 januari 2016 Pasien kembali diperiksa dahaknya
di Puskesmas. Satu bulan setelah mengkonsumsi obat TB, pasien kembali ke
Puskesmas untuk mengambil obat lagi, setelah ditimbang
berat badan
penderita naik menjadi 39 kg dan batuk (-) sehingga dosis obat TB dinaikkan
menjadi 3 tablet/hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asthma (-), keganasan (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama dalam keluarga (-)
Keluhan yang sama di sekitar rumah (-)
Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asthma (-), keganasan (-).
Riwayat Pengobatan
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat Kontak
Tn. Saudi (ayah) : Pemeriksaan dahak dan foto thoraks negatif.
Ny. Ningsih (ibu) : Pemeriksaan dahak dan foto thoraks negatif.
Bayu Saputra (saudara) : Pemeriksaan dahak dan foto thoraks negatif.
Feni Juliata (saudara) : Pemeriksaan dahak dan foto thoraks negatif.
Profil Keluarga
No
1.
Tn. Saudi
Kedudukan
dalam
Keluarga
Ayah
2.
3.
Ny. Ningsih
Ibu
39
Bayu
Saputra
Reni Juliata
Yenni
Oktaria
Anak
12
Anak
Anak
P
P
17
20
SMK
SMK
4
5
Nama
Sex
Umur
(tahun)
42
SD
Keterangan:
Pedidikan
Pekerjaan
Keteran
gan
Sehat
SD
Tukang
Becak
PRT
SD
siswa
Sehat
Siswi
Karyawati
swasta
Sehat
Sakit
Sehat
: Pasien
: Perempuan
: Laki - laki
Pemeriksaan Fisik
Tanggal pemeriksaan: 19 Februari 2016
Keadaan Umum
Kesadaran
: Kompos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 22x/menit
Suhu
: 37,0oC
Berat Badan
: 39 kg
Tinggi Badan
: 153 cm
IMT
: 16, 6
Status Gizi
: Kurang
Keadaan Spesifik
Kepala
Kulit
Rambut
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
: Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-).
Thorak
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
bising (-)
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Punggung
: Gibbus (-)
Ekstremitas
Pemeriksaan Penunjang
costophrenicus tajam
Kesan : TB Paru aktif dd pneumonia
1.5
BTA
6 Januari 2016
: +, +, +
13 Januari 2016
: -, +,-
Diagnosis Banding
1. Pneumonia
1.6
Diagnosis Kerja
TB Paru BTA positif kasus baru dalam fase pengobatan
intensif
1.7
Tatalaksana
1. Nonmedikamentosa
penyakit
yang
diderita
pasien,
Evaluasi
1.9
Komplikasi
-
Hemoptisis
Pneumotoraks
Gagal napas
Gagal jantung
Efusi pleura
Prognosis
Tergantung pada luas proses, saat mulai pengobatan, kepatuhan penderita
mengikuti aturan penggunaan dan cara pengobatan yang digunakan.
Pada pasien ini
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad functionam
: Bonam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis Paru
2.1.1.
Definisi
Epidemiologi
Tuberkulosis PARU (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting di dunia ini. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta
adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah
terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB
di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per
100.000 penduduk.
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan
penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992
disebutkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua,
sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab
kematian pertama pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil
laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,
2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah
perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15
49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul
115 orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap
00.000 penduduk.
Saat ini Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan
beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah
sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000
kematian per tahunnya. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa
jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000
orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka
mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana
prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus
TB yang muncul.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru
(lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari
kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300
kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB
yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden
Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai
target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun
2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah
ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213
diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate
untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata
pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah
sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target
global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB
nasional yang utama.
Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di
seluruh dunia
10
2.1.3.
Penemuan Kasus TB
11
Klasifikasi
I.
b.
c.
d.
12
b.
c.
d.
b.
c.
13
c)
2.1.5.
Patogenesis
2.1.5.1. Tb Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman yang dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 - 2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembapan. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berharihari sampai buerbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang
sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel
dapat masuk ke alveoolar bila ukurannya <5 mikrometer. Kuman akan
dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan makrofag dan keluar
dari percabangan trakeobronkial bersamaan dengan gerakan silia dan
sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer atau fokus Ghon.
Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian paru. Bila menjalar sampai
ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastro intestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi
limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan
menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal
+ limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
14
menjadi:
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat ini yang banyak
terjadi
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hillus, keadaan ini terdapat pada lesi
pneumonia yang luasnya >5mm dan 10% diantaranya dapat
terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
Berkomplikasi dan menyebar secara a). Perkontinuantum, yakni
menyebar kesekitarnya b). Secara bronkogen pada paru yang
bersangkitan maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga
tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus
d). Secara limfogen dan hematogen ke organ tubuh lainnya.
2.1.5.2. Tb Sekunder
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis
sekunder. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder
terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit
maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai
dengan sarang dini yang berlikasi di regio atas paru (bagian apikalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru
Sarang dini ini mula-mula juga berebentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel - sel limfosit dan berbagai jaringan
ikat
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensi,
imunitas pasien, sarang dini ini dapat berubah menjadi:
15
16
Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap
dan sempurna; 3). Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang
bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan
terjadinya eksaserbasi balik, sebaiknya diberi pengobatan sempurna juga
2.1.6.
Penegakkan Diagnosis
2.1.6.1. Anamnesis
1.
Sesak nafas
Nyeri dada
Gejala gejala diatas sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi
2.
Malaise
Anoreksia
17
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasiensering tidak menunjukkan suatu
kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi
secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di
dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik, karena
hantaran suara yang lebih dari 4cm ke dalamparu sulit dinilai secara
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik,
TB paru sulit dibedakan dari pneumonia biasa
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah apeks
paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan
juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar dan nyaring. Tetapi
bila infiltrat ini diliputi oleh pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi akan
memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan
suara amforik.
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit
menjadi ciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang
sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih
dari setengah jumlah paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah
paru-paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya cor pulmonale dan gagal jantung
kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda seperti takipneu, takikardi,
sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur graham steel,
bunyi p2 mengeras, tekanan vena jugularis meningkat, asites.
Bila tuberkulosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura. Paru
yang sakit terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan
suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai
tidak terdengar sama sekali.
18
terlihat
bayangan
yang
bergaris-garis.
Pada
kalsifikasi
19
20
21
Penatalaksanaan
2.1.7.1. Medikamentosa
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan
lanjutan;
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap
semua OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu sebagian besar
penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namum dalam jangka waktu yang lebih lama, pengawasan ketat
dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya
22
sakit berat
b.
23
c.
24
Komplikasi
Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan
komplikasi
seperti:
pleuritis,
efusi
pleura,
empiema,
f)
2.1.9.
Prognosis
25
Definisi
Tempat kediaman yang layak dihuni dan harganya terjangkau oleh
Kriteria
ruang
tidur
yang
memnuhi
persyaratan
dinding
pencahayaan
dan
yang
atap
serta
cukup
memiliki
berdasarkan
ruang
kelengkapan
serbaguna
rumah
merupakan
dimana
ruang
didalamnya
sehingga
merupakan
ruang
terbuka
26
tersebut
dapat
berfungsi
atau
tidak,
cuaca
dalam
keadaan
cerah
dan
tidak
berawan,
ruangan
kegiatan
mendapatkan
cukup
banyak cahaya,
ruang
kegiatan
mendapatkan
distribusi
kegiatan
yang
membutuhkan
daya
penglihatan (mata),
lamanya
waktu
kegiatan
yang
27
tata
letak
perabotan
rumah
tangga,
seperti
tirai masif.
b) Penghawaan
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk
bernafas
sepanjang
hidupnya.
Udara
akan sangat
kenyamanan pada
bangunan
akan
rumah.
Kenyamanan
memberikan
Udara
yang
mengalir
masuk
sama
dengan
28
keseimbangan
penghawaan
antara
volume
menghindari
perabotan
yang
menutupi
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Penegakkan diagnosis
Dari anamnesis Pasien YO mengeluh batuk kronis lebih kurang
1 bulan, berat badan menurun, dan mengalami demam yang tidak terlalu
tinggi sekitar 7 hari pertama sakit. Dari gejala diatas dapat dikatakan YO
merupakan suspek TB dan dirujuk ke RS Paru. Pada tanggal 5 januari
2016 pasien YO melakukan foto rontgen, dari situ dilihat bahwa terdapat
29
infiltrat diseluruh lapang paru sebelah kiri hal ini mirip dengan
pneumonia. Lalu pada tanggal 6 januari 2016 dilakukan pemeriksaan
dahak SPS yang hasilnya +, +, +. Dari pemeriksaan dahak SPS dapat
disimpulkan YO menderita TB.
Dari kasus diatas juga dapat dilihat RS paru tidak mengikuti
strategi DOTS yang disepakati. Seharusnya pasien yang dirujuk dengan
suspek TB langsung dilakukan pemeriksaan sputum SPS. Pada pasien ini
(+,+,+)
Tatalaksana
Pasien YO berdasarkan diagnosisnya yaitu TB paru BTA positif
kasus baru dalam fase pengobatan intensif ditatalaksana dengan
pengobatan OAT berupa 4 FDC selama 1 bulan lagi sebanyak 3 tablet
30
Aspek Kesling
Berdasarkan kriteria yang ada dalam Keputusan Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002
tempat tinggal pasien YO belum memenuhi standart, hal ini bisa
dilihat dari Aspek:
31
Home Visite
1.
2.
32
3.
33
DAFTAR PUSTAKA
CDC. 2013. Tuberculosis. (http://www.cdc.gov/tb/). Diakses tanggal 29 Juli 2015
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI, 2011
34
dan
35