Anda di halaman 1dari 5

Listrik Harapan

Karya : Siti Nurjanah Faonah


Ranting-ranting basah, embun-embun menari didedaunan, udara dingin menghembus
dengan lembut, namun penuh dengan goresan. Mentari belum rela menampakan wajah
hangatnya untuk dilihat oleh semua orang, ia masih bersembunyi dibalik bukit Hijau Mancak.
Seorang gadis bermata teduh menjadi penikmat ketenangan udara subuh di desa. Langkah
kakinya menghangatkan tanah-tanah merah. Setiap habis shalat subuh ia menembus
dinginnya embun. Mengajaknya berdamai agar tidak terlalu membuat tubuhnya kedinginan.
Kakinya terus melangkah tanpa lelah meski kadang membuatnya lemah, namun
langkahnya terlihat lillah mencari setiap berkah. Bersama gadis seumurannya, ia melangkah
untuk sebuah perubahan baru di desa. Menggendong sebuah tas berisi buku-buku pencakar
dunia, tangan kanan mereka membawa patromak minyak. Bau minyak dan kotor tak mereka
hiraukan, mereka fokus melangkah untuk sebuah cita dan impian.
Berjalan puluhan kilometer dalam keadaan geap sudah biasa di lewati para warga
Pasir Waru, begitu pula dengan gadis bermata teduh itu dan teman-temannya. Mereka rela
berjalan puluhan kilometer untuk bisa sampai disekolah dekat kecamatan.
Ranti, tunggu!! Teriakan seorang lelaki menghentikan langkah gadis bermata teduh
tersebut-- seuntai senyuman Ranti rangkai untuk membalas sapaan lelaki yang baru saja
memanggilnya, disusul dengan sebuah anggukan anggun.
Tidak apa-apa kan aku berjalan disamping mu? Ujar lelaki yang baru saja
menyapanya.
Iya ka, mari...
Mereka berjalan dengan menenteng lampu petromak masing-masing, di desa Pasir
waru para warganya harus bisa menghemat pemakaiana listrik dengan sangat hemat. Ini
terjadi karena pendistribusian listrik yang belum menyeluruh di desa, malah di sebagain desa
masih ada yang belum tersetuh oleh listrik. Listrik baru bisa dipakai jika sudah adzan magrib
dan akan dimatikan setelah shalat subuh, ini dilakukan untuk menghemat pemakaina listrik di
desa.
Kalau saja desa kita sudah punya pesedian listrik yang cukup banyak, pastinya kita
tidak akan berjalan dengan keadaan seperti ini, Ujar lelaki disamping Ranti
1

Iyah ka, kita bisa melihat bukit Hijau Mancak yang tenang, pohon-pohon jati yang
damai. Uh... kapan itu terjadi yah ka?!, Jawab Ranti sambil menerawang pohon-pohon jati.
itu akan tejadi sebentar lagi de, saat kita berani mengubah dan memberikan buah
pemikiran dan karya kita untuk desa yang kita cintai ini, Dengan seuntas senyuman penuh
harapan ia rangkai.
Iya ka Fahmi, aku akan berusaha untuk itu, Ranti membalas senyuman penuh
harapan itu.
Merekapun melanjutkan langkah penuh artinya, mereka berbincang kesana-kemari.
Fahmi menceritakan rencana-rencana hebatnya setelah lulus SMA nanti, tentang rencananya
masuk Institut paling favorit di Bandung, tentang pembangunan desa mereka. Ranti
mendengarkan dengan penuh kagum, matanya memancarkan beribu doa untuk mengaminkan harapan dan cita Fahmi. Cerita tentang rencana dan harapan Fahmi terhenti saat
mereka sampai di sekolah, merekapun berpisah dengan saling menguntai senyuman indah.
Ranti melangkah menuju ruang kelas dua belas, sedangkan Fahmi berjalan menuju
ruang kelas tiga belas. Umur mereka hanya terpaut satu tahun, Fahmi merupakan salah satu
siswa berprestasi di sekolah hampir tiap tahun ia mendapat juara umum untuk kelas tiga
belas, begitu pula dengan Ranti. Rumah mereka saling berdekatan, hampir tiap hari mereka
pergi sekolah bersama. Tidak hanya itu, terkadang mereka juga menghabiskan waktu bersama
menikmati indahnya senja di saung dekat sawah milih Abah Ranti.
***
Mata Fahmi menyipit saat mengerjakan soal fisika, soal tentang arus dan tegangan
listrik bolak-balik. Otaknya memutar memecahkan setiap soal yang ada, memasukan rumusrumus yang telah ia pelajari semalam. Hari ini ujian fisika yang akan dilanjutkan dengan
ujian prakek fisika, jika soal di depan Fahmi selesai dan lulus maka ia bisa melanjutkan ke
ujian praktek. Ingatannya terus dipertajam, sesekali ia menoleh ke arah jendela mencari
sebuah pencerahan. Seuntai senyuman menguntai di bibirnya saat membayangkan ia bisa
membangun pembangkit listrik di desa.
Setengah jam Fahmi menyelesaikan soal fisika, iapun dapat meninggalkann kelas dan
bergegas pulang. Fahmi menunggu Ranti di koridor kelas dua belas, alat visualnya melirik
kesana kemari, mencari sang pemilik untaian manis. Gadis pemilik untaian manispun datang,
2

saat mengetahui Fahmi menunggunya di koridor ia melempar untaian manisnya. Merekapun


melangkah menuju gerbang untuk pulang bersama. Selalu ada perasan nyaman dan bahagia
saat Fahmi berbagi sepotong ceritanya kepada Ranti. Ranti selalu menjadi pendengar yang
baik, menanggapi dengan tanggapan yang menyenangkan dan mengomentari dengan penuh
motivasi.
Ka, kita mampir dulu ke balai desa yu, liat para warga yang sedang belajar internet,
Ujar Ranti setelah mendengar cerita Fahmi.
Ayo.. udah seminggu ini kaka jarang kesana,
Sejak didirikannya CTC (Community Technology Center) untuk belajar komputer
digagas oleh Microsoft yang bekerjasama dengan Mentri Komunikasi dan Informatika, para
warga rutin mengikuti pelatihan komputer di gedung yang begitu sederhana. Para petani
saling bergantian belajar komputer dan mencari informasi tentang pengembangan padi dan
pengembangan hewan ternak.
Mereka begitu bersemangat yah ka, Ranti memecah sunyi diantra kekagumam
mereka.
Iya de, tetapi kasian disaat mereka sedang bersemangat-semangatnya kadang listrik
mati karena ketersedian listriknya masih kurang, dokan ya de jika nanti kaka sudah pulang
dari rantauan. Akan kaka bangun pembangkit-pembangkit listrik di desa kita agar tidak ada
pemadaman listrik yang tiba-tiba, Senyumnya mengembang.
Pasti ka, Rantipun menjawab dengan untaian manisnya.
Merekapun melihat-lihat dan membantu para pemandu yang sedang mengajarkan para
warga untuk belajar komputer, mereka sibuk membantu para pemandu menjelaskan cara ini
dan itu kepada para warga yang kebanyakan para petani, hal-hal lucu dilakukan oleh para
petani. Kadang para petani ragu-ragu untu menggerakkan mouse, kikuk saat sedang dielaskan
cara akses internet. Namun, semangat para petani tak pernah habis. Langit jingga bergerak
dengan lembut, menutupi langit biru yang sejak tadi menemani hari. Ranti dan Fahmipun
berpisah di kelokan.
***

Waktu yang dutunggu-tungguh oleh Fahmipun tiba, ujian nasional sudah di depan.
Dengan persiapan yang matang dan semangat yang tak kalah, Fahmi optimis dengan ujian
nasionalnya. Sementara Ranti sibuk menulis novel impiannya, sesekali ia juga datang ke balai
CCT untuk membantu para pemandu mengajarkan komputer. Fahmi sibuk dengan rangkaian
mimpi-mumpinya yang sebentar lagi tergambar dengan jelas dan Ranti sibuk dengan kegitan
sosialnya. Mereka sudah jarang menikmati senja di saung dekat sawah Abah Ranti.
Tiga bulan tanpa kabar, sejak acara perpisahan kelas tiga belas di sekolah. Ranti sudah
jarang melihat Fahmi. Hatinya mulai merasa ada sesuatu yang hilang, seperti ada molekulmolekul yang hilang. Saat Ranti merasa hampa, sebuah surat dengan amlop coklat datang.
Sebuah surat dari sang pemilik semangt yang membaraFahmi. Ia meminta maaf karena
baru memberi kabar tentang kepergiannya ke Bandung, kepergian yang penuh dengan
harapan dan cita, harapan untuk sebuah cahaya di desa.
Fahmi memberi tahu, bahwa ia diterima di Institut impiannya. Sebuah surat yang
penuh dengan aroma optimis dan kritis, Fahmi berjanji akan cepat pulang jika kuliahnya
sudah selesai, dan akan segera membangun sebuah pembeharuan di desa mereka. Sebuah
listrik yang menjadi idaman semua warga. Diakhir suratnya ia berjajnji akan menemani
menikmati senja bersama meski mereka berjauhan.
Ranti tersenyum indah saat membaca akhir surat dari Fahmi Pergi saja kamu de
ketempat kita menikmati seluite jingga itu, meski kita berjauhan. Namun langit yang kita
lihat sama-- langit yang menyediakan panorama indah untuk kita, langit yang bisa
menyimpan mimpi dan cita, Matanya menerawang langit mencoba melukiskan guntaian
senyum manis Fahmi, beribu doaa terpancar dari cahaya matanaya. Mendoakan agar listrik
harapan itu cepat terbangun.

Siti Fatonah nama pena dari seorang remaja pencinta leterasi, lahir pada tanggal 26
April 1996. Saat ini sedang menempuh sebuah perjuangan akademik di sebuah Universitas
Islam Negri di Bandung. Tinggal dengan perasaan bahagia bersama kedua orangtuanya di
Jalan terusan Cibaduyut, tepatnya di Gg. Situtarate II no. 250, bisa di sapa melalui akun fb:
Siti Nurjanah atau melalui e-mail ; Sitin.fatonah@gmail.com atau 089653446637/53EBB290

Anda mungkin juga menyukai