Anda di halaman 1dari 37

SISTEM EKSKRESI HEWAN VERTEBRATA

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Fisiologi Hewan
Dosen: Risda Arba Ulfah, M.Si.

Oleh:
Nama :
NIM :
Kelas :

Yuni Maryeti
1147020077
B

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang mana
atas rahmat serta karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini hingga
batas waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, para
sahabatnya. Serta kepada kita semua selaku umatnya hingga akhir jaman.
Makalah

ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Praktikum Fisiologi Hewan. Semoga dengan disusunnya makalah tentang


antibiotik gentamisin ini dapat memberikan pengetahuan-pengetahuan yang baru
dan bermanfaat bagi pembacanya kelak. Khususnya dapat memberikan manfaat
yang berarti bagi penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Risda
Arba Ulfah, M.Si. atas bimbingannya selaku dosen pengampu mata kuliah
Praktikum Fisiologi Hewan. Dan penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak lain yang terlibat dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah keragaman morfogenetik kucing ini saya
rasa masih banyak kekurangan, baik dalam penyusunan kata-kata maupun isi dari
makalah ini. Maka dari itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya atas
kesalahan penulisan ataupun kesalahan lainnya yang tidak disengaja. Penulis juga
mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan pelajaran di kemudian hari.
Akhir kata atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Bandung, Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................1
C. Tujuan...................................................................................... 2
D. Manfaat.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................3
A. Pengertian dan Fungsi Sistem Ekskresi.............................................3
B. Sistem Ekskresi Pada Pisces...........................................................5
C. Sistem Ekskresi Pada Amphibi......................................................13
D. Sistem Ekskresi Pada Reptil.........................................................15
E. Sistem Ekskresi Pada Aves...........................................................16
F.

Sistem Ekskresi Pada Mammalia...................................................17

BAB III PENUTUP................................................................................ 32


Kesimpulan................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 33

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai reaksi kimia terjadi di dalam sel-sel tubuh kita untuk
menjaga kita tetap hidup. Reaksi kimia tersebut menghasilkan beberapa zat
sisa yang bersifat racun dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Sebagai
contoh, pemexahan glukosa dalam sistem pernafasan menghasilkan zat sisa
berupa karbon dioksida. Karbon dioksida bersifat racun bagi tubuh sehingga
dikeluarkan dari dalam darah melalui paru-paru (Astuti, dkk., 2012).
Tubuh melakukan begitu banyak proses metabolisme, seperti
pencernaan, respirasi dan sebagainya. Proses-proses seperti itu pada akhirnya
akan menghasilkan limbah yang tidak dikeluarkan jika tidak dikeluarkan akan
menyebabkan penyakit. Limbah yang dihasilkan beraneka ragam bentuknya,
mulai dari gas, cair, sampai padat. Untuk itu, kita memerlukan organ
pengeluaran

yang

berbeda-beda

pula.

Proses

pembebasan

sisa-sisa

metabolisme dari tubuh disebut ekskresi. Kelebihan air, gas, garam-garam dan
material-material organik (termasuk sisa-sisa metabolisme) diekskresikan
keluar tetapi substan yang esensial untuk fungsi-fungsi tubuh disimpan.
Material-material yang dikeluarkan ini biasanya terdapat dalam bentuk
terlarut dan ekskresinya melalui suatu proses filterisasi selektif. Alat-alat
tubuh yang berfungsi dalam hal ekskresi secara bersama-sama disebut sistem
ekskresi. Manusia dan hewan memiliki sistem ekskresi yang berbeda
(Kartono dan Moeljanto, 2008).
Karena setiap spesies tidak sama proses metabolisme dan adaptasinya
terhadap lingkungan sehingga sistem ekskresi tubuhnya pun berbeda. Pada
makalah ini akan dibahas mengenai anatomi perbandingan sistem ekskresi
pada hewan yang menitik beratkan pada ekskresi pada subfilum vertebrata
yaitu pisces, amphibi, reptil, aves, dan mamalia.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan sistem ekresi dan fungsi sistem ekskresi?

2. Bagaimanakah sistem ekskresi pada pisces?


3. Bagaimanakah sistem ekskresi pada amphibi?
4. Bagaimanakah sistem ekskresi pada reptil?
5. Bagaimanakah sistem ekskresi pada aves?
6. Bagaimanakah sistem ekskresi pada mamalia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sistem ekskresi dan fungsinya.
2. Untuk mengetahui sistem ekskresi pada pisces.
3. Untuk mengetahui sistem ekskresi pada amphibi.
4. Untuk mengetahui sistem ekskresi pada reptil.
5. Untuk mengetahui sistem ekskresi pada aves.
6. Untuk mengetahui sistem ekskresi pada mamalia.

D. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah menambah wawasan
mahasiswa dalam perbandingan sistem ekskresi hewan vertebrata,
memahami mekanisme osmoregulasi pada hewan vertebrata, dan
memahami pentingnya sistem ekskresi dalam mengatur osmoregulasi dan
metabolise tubuh.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Fungsi Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi merupakan hal pokok dalam homeostasis karena
sistem tersebut membuang limbah metabolisme dan merespon terhadap
ketidakseimbangan cairan tubuh dengan cara mengekskresikan ion-ion
tertentu sesuai kebutuhan. Sistem ekskresi sangat beraneka ragam, tetapi
semuanya memiliki kemiripan fungsional. Secara umum, sistem ekskresi
menghasilkan urin melalui dua proses utama yaitu filtrasi cairan tubuh dan
penyulingan larutan cairan yang dihasilkan dari filtrasi itu (Campbell, dkk,
2004).
Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme tubuh,
seperti CO2, H2O, NH3, zat warna empedu dan asam urat. Zat hasil
metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh akan dikeluarkan melalui
alat ekskresi. Alatekskresi yang dimiliki oleh mahluk hidup berbeda-beda.
Semakin tinggi tingkatan mahluk hidup, semakin kompleks alat
ekskresinya. Beberapa istilah yang erat kaitannya dengan ekskresi
(Sugiarti, 2010) :

defekasi : yaitu proses pengeluaran sisa pencernaan makanan


yang disebut feses. Zat yang dikeluarkan belum pernah
mengalami metabolisme didalam jaringan. Zat yang dikeluarkan
meliputi zat yang tidak diserap usus, sel epitel usus yang rusak,

dan mikroba usus.


ekskresi : yaitu pengeluaran zat sampah sisa metabolisme yang

tidakberguna lagi bagi tubuh.


sekresi : yaitu pengeluaran getah oleh kelenjar pencernaan ke
dalam saluran pencernaan. Getah yang dikeluarkan masih berguna

bagi tubuh dan umumnya mengandung enzim.


eliminasi : yaitu proses pengeluaran zat dari rongga tubuh, baik
dari rongga yang kecil (saluran air mata) maupun dari rongga
yang besar (usus).

Sistem ekskresi membantu memelihara homeostasis dengan tiga


cara, yaitu melakukan osmoregulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, dan
mengatur konsentrasi sebagian besar penyusun cairan tubuh. Zat sisa
metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul
kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa
metabolisme antara lain, CO2, HO2, NHS, zat warna empedu, dan asam
urat (Lantu, 2010).
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa
pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein.
Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan.
Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai
sebagai buffer (penjaga kestabilan pH) dalam darah. Demikian juga H 2O
dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut.
Amonia (NH3), hasil pembongkaran atau pemecahan protein, merupakan
zat yang beracun bagi sel.
Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun
demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan
dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat
warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang
dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah
yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada
tinja dan urin. Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung
nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah
dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah. Tugas
pokok alat ekskresi ialah membuang sisa metabolisme tersebut di atas
walaupun alat pengeluarannya berbeda-beda (Balqis, dkk., 2013). Dari
uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa tugas pokok sistem ekskresi
adalah sebagai sistem yang berfungsi dalam pembuangan limbah nitrogen
dan CO2 serta menjaga keseimbangan air, garam, dan ion-ion organik.
Dengan kata lain fungsi sistem ekskresi adalah :
1.
Membuang limbah yang tidak berguna dan beracun dari dalam
tubuh.

2.
3.

Mengatur konsentrasi dan volume cairan tubuh (osmoregulasi).


Mempertahankan temperatur tubuh dalam kisaran normal

4.

(termoregulasi).
Homeostasis.
Alat ekskresi yang utama pada vertebrata adalah ginjal. Struktur

ginjal yang paling primitiv adalah akrinefros atau holonefros. Pada


prinsipnya, terdapa tbeberapa ginjal pada vertebrata, yaitu pronefros,
opistonefros, mesonefros, dan metanefros. Pronefros adalah ginjal yang
berkembang pada fase embrio atau larva. Selanjutnya pronefros akan
berubah menjadi mesonefros, kemudian setelah hewan dewasa berubah
lagi menjadi metanefros. Opistonefros terdapat pada kelompok hewan
Anamniota (Cyclostoma, Pisces, Amphibi), sedangkan mesonefros
terdapat pada fase embrio Amniota (Reptil, Aves, dan Manusia). Namun,
setelah dewasa mesonefros itu berubah menjadi metanefros (Fraser, 1950).
B. Sistem Ekskresi Pada Pisces
Ikan merupakan vertebrata yang hidup di air sehingga zat sisa
metabolismenya berupa cairan. Alat pengeluaran pada ikan adalah
sepasang ginjal yang berbentuk memanjang dan berwarna coklat. Pada
ikan bertulang sejati(misal: ikan mas), saluran ginjal dan saluran kelamin
bermuara di satu tempat yang disebut lubang urogenital yang terletak di
belakang anus. Sebagian ikan bertulang rawan memiliki kelenjar pada
permukaan kulitnya. Kelenjar tersebut berfungsi untuk menghasilkan
lendir untuk melicinkan tubuh ikan sehinggamemudahkan gerakan ikan di
dalam air (Randall dan Wright, 1987).
Secara umum, alat ekskresi pada ikan dapat dikelompokkan menjadi:

Insang yang mengeluarkan CO2 dan HO.


Kulit, kelenjar kulit mengeluarkan lendir sehingga tubuhnya licin

untuk memudahkan gerak di dalam air.


Sepasang ginjal (sebagian besar) yang mengeluarkan urine.
Insang yang berfungsi untuk mengeluarkan CO2 dan HO. sebagian

besar ikan memiliki 4 buah insang pada setiap sisinya. insang berbentuk

lembaran lembarantipis berwarna merah muda dan selalu berada dalam


keadaan lembab.bagian terluar dari insang berhubungan erat dengan
kapiler-kapiler darah. Setiap insang terdiri atas beberapa bagian, antara
lain:
a) Filamen insang (hemibranchia = gill filament), terdiri atas jaringan
lunak, berbentuk seperti sisir berwarna merah. Terletak melekat pada
lengkung insang. Pada bagian filamen

insang ini banyak

mengandung kapiler darah sebagai cabang dari arteri branchialis dan


merupakan tempat terjadinya pengikatan oksigen terlarut dari dalam
air.
b) Tulang lengkung insang (arcus branchialis = gill arch), memiliki
warna putih. Bagian ini berfungsi sebagai tempat melekatnya
filamen dan tapis insang. pada tulang lengkung insang terdapat
saluran

darah

(arteri

afferent

dan

arteri

efferent)

yang

memungkinkan darah dapat keluar masuk ke dalam insang


c) Tapis insang (gill rakers),berupa sepasang deretan batang tulang
rawan yang pendek dan sedikit bergerigi, terletak melekat pada
bagian depan dari lengkung insang. tapis insang memiliki fungsi
untuk menyaring air pernapasan yang berkaitan dengan fungsi
insang sebagai alat ekskresi. i\Ikan-ikan herbivora, memiliki tapis
insang yang rapat dan berukuran panjang yang berkaitan dengan
fungsinya sebagai penyaring makanan, berbeda dengan ikan-ikan
karnivora yang memiliki tapis insang jarang-jarang dan berukuran
pendek.

Pada larva, insangnya berupa insang luar yang merupakan


penjuluran seperti benang yang keluar dari sisi kepala dekat lubang celahcelah insang. Ikan dewasa memiliki insang dalam yang terletak di dalam
ruang insang. Pada spesies ikan bertulang sejati, ruang insang tersebut
tertutup oleh lipatan tubuh yang disebut operkulum, yang membentuk
ruang operkulum di sebelah lateral insang. Operkulum ini bekerja dengan
cara membuka dan menutup ke arah posterior sehingga air dapat mengalir
keluar. Fungsi insang sebagai alat ekskresi berkaitan dengan mekanisme
ekspirasi pada sistem pernapasan ikan, yaitu saat ikan mengeluarkan
karbondioksida. Karbondioksida yang dibawa darah dari jaringan akan
bemuara ke insang. Karbondiokasida akan dikeluarkan bersama air yang
dikeluarkan ikan saat mekanisme ekspirasi tersebut berlangsung. Saat
ekspirasi, mulut ikan akan menutup, operkulum mengempis, rongga faring
menyempit dan membran brankiostega melonggar. Adanya kontraksi
faring dan ruang operkulum menyebabkan tekanan di dalamnya lebih
tinggi daripada air di sekitarnya sehingga air yang mengandung
karbondioksida keluar melalui celah dari operkulum (Hoar, dkk., 2001).
Alat ekskresi pada ikan berupa sepasang ginjal yang memanjang
(opistonefros) dan berwarna kemerah-merahan. Pada beberapa jenis ikan,
seperti ikan mas saluran ginjal (kemih) menyatu dengan saluran kelenjar
kelamin yang disebut saluran urogenital. Saluran urogenital terletak

dibelakang anus, sedangkan pada beberapa jenis ikan yang lain memiliki
kloaka (Romansah, 2012).
Sistem ekskresi pada ikan seperti halnya pada hewan kelas vertebrata
yang lain, yaitu berfungsi untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme,
terutama yang mengandung nitrogen yang berasal dari metabolisme
protein di dalam tubuh ikan.alat ekskresi yang utama pada ikan adalah
ginjal (ren). pada ikan berkembang dua tipe ginjal, yakni :
1.

Pronefros, merupakan tipe ginjal yang paling primitif. ginjal ini


terdapat pada perkembangan embrional sebagian besar ikan,
tetapi saat berkembang menjadi ikan dewasa, ginjal ini menjadi

2.

tidak fungsional dan fungsinya digantikan mesonefros.


Mesonefros, memiliki fungsi fungsi seperti opistonefros yang
terdapatpada embrio amniota.

Ginjal ikan terdiri atas dua bagian, yaitu ginjal dan saluran-salurannya:
1. Ginjal (ren), yang merupakan tipe ginjal mesonefros. Berjumlah
sepasang,

memiliki bentuk yang tidak begitu jelas. Ginjal

terletak di luar ruang peritoneum, menempel di bawah tulang


punggung dan memanjang dari dekat anus menuju ke arah depan
hingga mencapai ujung rongga perut.
2. Saluran-saluran ginjal,
a. Ureter (ductus mesonephridicus

= saluran Wolffian),

merupakan saluran yang mengalirkan urin yang berasal dari


ginjal. terletak di bagian pinggir dorsal rongga tubuh dan
menuju ke belakang. Pada ikan jantan, kedua saluran ini
tampak berupa tabung (tubulus) yang pendek, terentang dari
ujung belakang ginjal sampai kantong urin, sedangkan pada
ikan betina, saluran ini menuju ke sinus urogenitalia.
b. Vesica urinaria, atau disebut juga dengan kantong urin yang
merupakan lanjutan dari ureter kiri dan kanan, terletak di
dekat anus dan berbentuk seperti kantong kecil. Kantong urin
ini berfungsi sebagai tempat penampungan urin sebelum
dikeluarkan.

c. Urethra, berupa saluran pendek yang berasal dari vesica


urinaria dan menuju ke porus urogenitalia. Urethra berfungsi
sebagai saluran keluarnya urin dari dalam tubuh.
Ginjal ikan berjumlah sepasang yang memanjang sepanjang dinding
dorsal abdomen, kanan dan kiri linea mediana. Tubulus ginjal pada ikan
jantan telah mengalami modifikasi menjadi duktus eferen yang
menghubungkan testis dengan duktus mesonefridikus. Kemudian, duktus
mesonefridikus ini menjadi duktus deferens yang berfungsi untuk
mengangkut sperma dan urin yang bermuara di kloaka.

Ginjal mesonefros pada ikan terdiri atas sekumpulan tubulus yang di


awal perkembangannya memiliki susunan yang bersegmen dan di akhir
perkembangannya tidak lagi bersegmen. Setiap tubulus, baik proksimal
maupun distal berupa susunan yang menggulung dan mengumpul arah
longitudinal yang disebut dengan duktus arkinefridikus. Setelah keluar
melewati kantung penampungan sisa hasil sistem pencernaan atau sistem
urogenital, bagian proksimal yang berupa beberapa tubulus mengumpul di
kapsul hemisfer sebagai kapsula Bowman pada glomerolus yang kemudian
kapsula dan glomerolus akan membentuk kapsula renalis. Proses
pengeluaran air, garam, dan sisa hasil metabolisme yaitu mengikuti aliran
darah masuk ke dalam kapsula dan mengalir ke dalam tubulus kemudian
ke duktus arkinefridikus dan berakhir ke luar tubuh di bagian kloaka.
Sistem ini tidak terjadi pada semua ikan, ada yang mengalami perubahan
sesuai kebutuhan hidup ikan, contohnya pada ikan hiu di mana fungsi

duktus gonad dan ginjal telah berkembang yang dilengkapi dengan duktus
urinari (Permatasari, 2013).
Ikan beradaptasi terhadap lingkungannya dengan cara khusus.
Terdapat perbedaan adaptasi antara ikan air laut dan ikan air tawar dalam
proses ekskresi. Keduanya memiliki cara yang berlawanan dalam
mempertahankan keseimbangan kadar garam di dalam tubuhnya.
Air garam cenderung menyebabkan tubuh terdehidrasi, sedangkan
pada kadar garam rendah dapat menyebabkan naiknya konsentrasi garam
tubuh. Ginjal ikan harus berperan besar untuk menjaga keseimbangan
garam tubuh. Beberapa ikan laut memiliki kelenjar eksresi garam pada
insang, yang berperan dalam mengeliminasi kelebihan garam. Ginjal
berfungsi untuk menyaring sesuatu yang terlarut dalam air darah dan
hasilnya akan dikeluarkan lewat korpus renalis. Tubulus yang bergulung
berperan penting dalam menjaga keseimbangan air. Hasil yang hilang pada
bagian tubulus nefron, termasuk air dan yang lain, diabsorpsi lagi ke dalam
aliran darah. Korpus renalis lebih besar pada ikan air tawar daripada ikan
air laut, sehingga cairan tubuh tidak banyak keluar karena penting untuk
menjaga

over

difusi

(agar

cairan

tubuh

tidak

terlalu

encer).

Elasmobranchii, tidak seperti kebanyakan ikan air laut, memiliki korpus


renalis yang besar dan mengeluarkan air relatif banyak, seperti pada ikan
air tawar (Fraser, 1950).
Untuk mempertahankan homeostasis tubuhnya ikan melakukan
osmoregulasi. Sistem Osmoregulasi ialah sistem pengaturan keseimbangan
tekanan osmotik cairan tubuh (air dan darah) dengan tekanan osmotik
habitat (perairan). Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan pada
larutan yang dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke
dalam larutan melalui membran semi permeabel (proses osmosis)
(Wahyuningtyas, 2012).
Osmoregulasi dilakukan dengan berbagai cara melalui (Fraser, 1950)
:
Ginjal

10

Kulit
Membran mulut
Pada ikan air tawar konsentrasi zat terlarut pada cairan tubuhnya
sangat berbeda dengan konsentrasi zat terlarut yang ada di lingkungannya.
Di dalam cairan tubuh ikan, konsentrasi zat-zat terlarut lebih tinggi
daripada konsentrasi zat terlarut yang ada di lingkungan. Hal tersebut
menyebabkan masalah osmotik bagi ikan-ikan air tawar, karena secara
osmosis air berpindah dari larutan yang konsentrasi zat terlarutnya rendah
ke larutan yang konsentrasi zat telarutnya lebih tinggi, sehingga secara
konstan tubuh ikan akan kemasukan air dari lingkungannya. Oleh karena
itu, tubuh ikan diselimuti lendir untuk mencegah masuknya air ke dalam
tubuh ikan secara berlebihan. Namun, tidak menutup kemungkinan juga
jika tubuh ikan masih dapat kemasukan air dari lingkungan dan ion-ion di
dalam tubuhnya keluar melalui insang. Ikan air tawar memperoleh
kelebihan air melalui permukaan tubuhnya, khususnya melalui insang dan
air yang terkandung di dalam makanannya, sehingga ikan air tawar tidak
banyak minum kecuali yang terkandung dalam makanan. Selain kelebihan
air, ikan air tawar juga mengalami kehilangan zat-zat terlarut yang ada di
dalam urinnya (urin merupakan sampah yang dihasilkan melalui sistem
ekskresi). Demi menjaga kestabilan tekanan osmotik cairan di dalam
tubuhnya, ikan air tawar secara terus menerus mengekskresikan air dalam
jumlah besar. dalam usaha mempertahankan keadaan tersebut, di dalam
tubuh ikan air tawar melibatkan kerja tiga sistem organ, antara lain sistem
pencernaan untuk mengambil ion-ion dari makanan;sistem respirasi yakni
menggunakan insang untuk mengambil ion-ion garam,khususnya Na + dan
Cl-; serta ginjal yang merupakan organ utama dalam sistem ekskresi yang
bekerja secara konstan menghasilkan urin encer dalam jumlah banyak
(kadar zat terlarut pada urin lebih rendah dibandingkan dengan yang ada
pada cairan tubuh). Dengan cara tersebut, maka ikan air tawar membuang
kelebihan air dan mempertahankan zat-zat terlarut yang dibutuhkan oleh
tubuh. Hal ini dapat dilakukan ikan air tawar karena ikan air tawar

11

memiliki ginjal dengan glomerulinya yang berkembang dengan baik untuk


melakukan filtrasi dengan cara memproduksi urin yang bersifat encer serta
reabsorpsi selektif terhadap zat-zat terlarut kembali ke kapiler tubuler
(Permatasari, 2013).

Gambar: Osmoregulasi ikan air tawar


Mekanisme osmoregulasi pada ikan air laut berkebalikan dengan
ikan air tawar. Cairan tubuh ikan air laut bersifat hipoosmotik terhadap
lingkungannya, yaitu memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah
daripada yang ada di lingkungannya. Ikan air laut ini kehilangan air karena
proses osmosis yang terjadi melalui permukaan tubuhnya. Untuk
mengganti air yang hilang tersebut maka ikan air laut meminum banyak air
laut (Permatasari, 2013). Urine yang dihasilkan mengandung konsentrasi
air yang tinggi. Ikan air laut memiliki konsentrasi garam yang tinggi di
dalam darahnya. Ikan air laut cenderung untuk kehilangan air di dalam selsel tubuhnya karena proses osmosis melalui kulit. Untuk itu, insang ikan
air laut aktif mengeluarkan garam dari tubuhnya. Untuk mengatasi
kehilangan air, ikan =minumair laut sebanyak-banyaknya. Dengan
demikian berarti pula kandungan garam akan meningkat dalam cairan
tubuh. Organ dalam tubuh ikan menyerap ion-ion garam seperti Na+, K+
dan Cl-, serta air masuk kedalam darah dan selanjutnya disirkulasi.
Kemudian insang ikan akan mengeluarkan kembali ion-ion tersebut dari
darah ke lingkungan luar. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik
untuk mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan
dengan ikan air tawar. Tubuli ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air.

12

Jumlah glomeruli ikan laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih
kecil daripada ikan air tawar (Wahyuningtyas, 2012).

Gambar: Osmoregulasi Ikan Laut


Adapun secara ringkas perbedaan osmoregulasi ikan air tawar dan
laut (Wahyuningtyas, 2012) :
Ikan Air Tawar
Sedikit minum air
Pengeluaran urin sedikit, encer
Memertahankan garam dalam tubuh

Ikan Air Laut


Banyak minum air
Pengeluaran urin sedikit, pekat
Aktif mengeluarkan garam
tubuhnya

C. Sistem Ekskresi Pada Amphibi


Hasil Tipe ginjal pada Amphibia adalah tipe ginjal opistonefros.
Katak jantan memiliki saluran ginjal dan saluran kelamin yang bersatu dan
berakhir di kloaka. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada katak betina.
Ginjal pada katak seperti halnya pada ikan, juga menjadi salah satu organ
yang sangat berperan dalam pengaturan kadar air dalam tubuhnya. Kulit
Amphibia yang tipis dapat menyebabkan Amphibia kekurangan cairan jika
terlalu lama berada di darat. Begitu pula jika katak berada terlalu lama
dalam air tawar. Air dengan sangat mudah masuk secara osmosis ke dalam
jaringan tubuh melalui kulitnya (Anonim,2012).

13

dari

Gambar: Alat Ekskresi pada Katak


Secara umum, alat eksresi pada amfibi terdiri dari (Asih, 2010) :
Ginjal.
Paru-paru.
Kulit.
Kulit Amphibia yang tipis dapat menyebabkan Amphibia kekurangan
cairan jika terlalu lama berada di darat. Begitu pula jika katak berada
terlalu lama dalam air tawar. Air dengan sangat mudah masuk secara
osmosis ke dalam jaringan tubuh melalui kulitnya (Wahyuni, dkk., 2016).
Ginjal amphibi sama dengan ginjal ikan air tawar yaitu berfungsi untuk
mengeluarkan air yang berlebih. Karena kulit katak permeable terhadap
air, maka pada saat ia berada di air, banyak air yang masuk ke tubuh katak
secara osmosis. Pada saat ia berada di darat harus melakukan konservasi
air dan tidak membuangnya. Katak menyesuaikan dirinya terhadap
kandungan air sesuai dengan lingkungannya dengan cara mengatur laju
filtrasi yang dilakukan oleh glomerulus, sistem portal renal berfungsi
untuk membuang bahan bahan yang diserap kembali oleh tubuh selama
masa aliran darah melalui glomerulus dibatasi. Katak juga menggunakan
kantung kemih untuk konservasi air. Apabila sedang berada di air, kantung
kemih terisi urine yang encer. Pada saat berada di darat air diserap kembali
ke dalam darah menggantikan air yang hilang melalui evaporasi kulit.
Hormon yang mengendalikan adalah hormon yang sama dengan ADH.
Saat amphibia mengalami metamorfosis, hasil ekskresi amphibia juga

14

berubah. Larva amphibia mengekskresikan amonia, sedangkan berudu dan


hewan dewasa mengekskresikan urea (Kartono dan Moeljanto, 2008).
D. Sistem Ekskresi Pada Reptil
Alat ekskresi pada reptilia adalah sepasang ginjal metanefros.
Metanefros berfungsi setelah pronefros dan mesonefros yang merupakan
alat ekskresi pada stadium embrional menghilang. Ginjal dihubungkan
oleh ureter ke vasika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria bermuara
langsung ke kloaka (Lubis, 2012). Bentuk ureter menyempit ke bagian
posterior, ukurannya kecil, dan permukaannya beruang-ruang. Selain
ginjal, reptil memiliki kelenjar kulit yang menghasilkan asam urat tertentu
yang berguna mengusir musuh. Pada jenis kura-kura tertentu terdapat
vesika urinaria tambahan yang juga bermuara langsung ke kloaka dan
berfungsi sebagai organ respirasi. Vesika urinaria tambahan berfungsi
sebagai organ respirasi. Pada kura-kura betina, organ respirasi tersebut
juga berfungsi membasahi tanah yang dipersiapkan untuk membuat sarang
sehingga tanah menjadi lunak dan mudah digali (Fraser, 1950).

Gambar: Sistem Ekskresi pada Reptil


Hasil ekskresi pada Reptilia adalah asam urat. Asam urat ini tidak
terlalu toksik jika dibandingkan dengan amonia yang dihasilkan oleh
Mammalia. Asam urat dapat juga diekskresikan tanpa disertai air dalam
volume yang besar. Asam urat tersebut dapat diekskresikan dalam bentuk
pasta berwarna putih. Beberapa jenis Reptilia juga menghasilkan amonia.
Misalnya, pada buaya dan kura-kura. Penyu yang hidup di lautan memiliki
kelenjar ekskresi untuk mengeluarkan garam yang dikandung dalam
tubuhnya. Muara kelenjar ini adalah di dekat mata. Hasil ekskresi yang
dihasilkan berupa air yang mengandung garam. Ketika penyu sedang

15

bertelur, kita seringkali melihatnya mengeluarkan semacam air mata.


Namun, yang kita lihat sebenarnya adalah hasil ekskresi garam. Ular,
buaya, dan aligator tidak memiliki kandung kemih sehingga asam urat
yang dihasilkan ginjalnya keluar bersama feses melalui kloaka (Wahyuni,
dkk., 2016).
E. Sistem Ekskresi Pada Aves
Alat ekskresi burung berupa sepasang ginjal metanefros. Burung
tidak memiliki vesika urinaria sehingga hasil ekskresi dari ginjal
disalurkan langsung ke kloaka melalui ureter. Tabung ginjal burung sangat
banyak sehingga metabolisme burung aktif. Tiap 1 ml jaringan korteks
ginjal burung mengandung 100 500 tabung ginjal. Tabung ginjal ini
membentuk lengkung Henle kecil. Air dalam tubuh diperoleh melalui
reabsorpsi di tubulus. Di dalam kloaka juga terjadi reabsorpsi air yang
menambah jumlah air dalam tubuh. Sampah nitrogen dibuang sebagai
asam urat yang dikeluarkan lewat kloaka. Asam urat berbentuk kristal
putih yang bercampur feses (Kartono dan Moeljanto, 2008).

Gambar: Sistem Ekskresi pada Aves


Burung memiliki sepasang ginjal yang berwarna coklat. Saluran
ekskresi terdiri dari ginjal yang menyatu dengan saluran kelamin pada
bagian akhir usus (kloaka). Ginjal dihubungkan oleh ureter ke kloaka.
Tabung ginjal membentuk lekung Henle kecil. Di dalam kloaka terjadi
reabsopsi air yang menambah jumlah air dalam tubuh. Burung
mengekskresikan zat berupa asam urat dan garam. Jenis burung laut juga

16

memiliki kelenjar ekskresi garam yang bermuara pada ujung matanya. Hal
tersebut untuk mengimbangi pola makannya yang memangsa ikan laut
dengan kadar garam tinggi. Kelebihan kelarutan garam akan mengalir ke
rongga hidung dan keluar melalui nares (lubang hidung). Larutan garam
mengalir ke rongga hidung kemudia keluar lewat nares luar dan akhirnya
garam menetes dari ujung paruh. Burung hampir tidak memiliki kelenjar
kulit, tetapi memiliki kelenjar minyak yang terdapat pada tunggingnya.
Kelenjar minyak berguna untuk meminyaki bulu-bulunya (Romasah,
2012).
F. Sistem Ekskresi Pada Mammalia
Sistem ekskresi pada manusia melibatkan alat ekskresi yang terdiri
atas ginjal, kulit, hati dan paru-paru. Setiap alat ekskresi tersebut berfungsi
mengeluarkan zat sisa metabolisme yang berbeda,kecuali air yang dapat
diekskresikan melalui semua alat ekskresi (Sugiarti, 2010).
Dalam proses ekskresi ada beberapa bagian tubuh yang mempunyai
fungsi penting antara lain :
Alat Ekskresi
Ginjal

Zat yang diekskresikan


Urin (terdiri dari air,

Kulit

mineral, dan senyawa nitrogen)


Keringat (terdiri dari air, garam,

Paru-paru
Hati

mineral, senyawa N)
CO2 dan H2O
Pigmen (bilirubin dan urobilin)

garam,

1. Ginjal
Alat tubuh yang mempunyai fungsi spesifik untuk ekskresi sisa
metabolisme yang mengandung nitrogen adalah ginjal.
a) Struktur ginjal

17

Ginjal atau ren berbentuk seperti biji buah kacang merah


(kara/ercis). Ginjal terletak dikanan dan kiri tulang pinggang yaitu
didalam rongga perut pada dinding tubuh dorsal. Ginjal berjumlah dua
buah and berwarna merah keunguan. Ginjal sebelah kiri terletak agak
lebih tinggi daripada ginjal sbelah kanan. Lapisan ginjal bagian luar
disebut kulit ginjal atau korteks, sedangkan lapisan dalam disebut
sumsum ginjal atau medula. Lapisan paling dalam berupa rongga ginjal
yang disebut pelvis renalis (Kartono dan Moeljanto, 2008).
Saluran structural dan fungsional ginjal yang terkecil disebut
nefron. Tiap nefron terdiri atas badan malpighi yang tersusun dari
kapsul bowman, glomerulus yang terdapat dibagian korteks, serta
tubulus-tubulus yaitu tubulus kontertus proksimal, tubulus kontertus
distal, tubulus pengumpul dan lengkung henle yang terdapat dibagian
medulla. Lengkung henle ialah bagian saluran ginjal yang melengkung
pada daerah medulla dan berhubungan dengan tubulus proksimal
maupun tubulus didaerah korteks. Pada orang dewasa panjang seluruh
tubulus kurang lebih 7,5 sampai 15 km (Uesaka, dkk., 1996).

18

Gambar: Anatomi Ginjal


b) Proses-proses di dalam Ginjal
Cara kerja ginjal sebagai alat ekskresi adalah dengan menyaring
darah sehingga zat-zat sisa yang terdapat di dalam darah dapat
dikeluarkan dalam bentuk air seni (urin). Penyaringan darah hingga
terbentuk urin meliputi tahap penyaringan (filtrasi), penyerapan
kembali (reabsorpsi), dan pengumpulan (augmentasi) sebagai berikut
(Martin, 1958) :
a. Penyaringan (Filtrasi)
Darah yang banyak mengandung zat sisa metabolisme masuk
ke dalam ginjal melalui pembuluh arteri ginjal (arteri renalis).
Cairan tubuh keluar dari pembuluh arteri dan masuk ke dalam
badan malpighi. Membran glomerulus dan kapsul Bowman bersifat
permeabel terhadap air dan zat terlarut berukuran kecil sehingga
dapat menyaring molekul-molekul besar. Hasil saringan (filtrat)
dari glomerulus dan kapsul Bowman disebut filtrat glomerulusatau
urin primer. Dalam urin primer masih terdapat air, glukosa, asam
amino, dan garam mineral.
b. Penyerapan Kembali (Reabsorpsi)
Reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal. Hampir
semua gula, vitamin, asam amino, ion, dan air diserap kembali.
Zat-zat yang masih berguna tadi dimasukkan kembali ke dalam
pembuluh darah yang terdapat di sekitar tubulus. Hasil reabsorpsi
berupa filtrat tubulus atau urin sekunder. Urin sekunder
mengandung air, garam, urea, dan pigmen empedu yang memberi
warna dan bau pada urin.
c. Augmentasi
Di tubulus kontortus distal, beberapa zat sisa seperti asam
urat, ion hidrogen, amonia, kreatin, dan beberapa obat ditambahkan
ke dalam urin sekunder sehingga tubuh terbebas dari zat-zat
berbahaya. Urin sekunder yang telah ditambahkan dengan berbagai

19

zat tersebut disebut urin. Kemudian, urin disalurkan melalui


tubulus kolektivus ke rongga ginjal. Dari rongga ginjal, urin
menuju ke kantung kemih melalui saluran ginjal (ureter).
d. Proses Pengeluaran Urin
Jika kandung kemih penuh dengan urin, dinding kantong
kemih akan tertekan. Kemudian dinging otot kantong kemih
meregang sehingga timbul rasa ingin buang ir kecil. Selanjutnya,
urin keluar melalui saluran kencing (uretra). Pengeluaran air
melalui urin ada hubungannya dengan pengeluaran air melalui
keringat pada kulit. Pada waktu dara dingin, badan kita tidak
berkeringat. Pengeluaran air dari dalam tubuh banyak dikeluarkan
melalui urin sehingga kita sering buang air kecil. Sebaliknya, pada
waktu udara panas, badan kita banyak mengeluarkan keringat dan
jarang buang air kecil.
Urin yang dikeluarkan oleh ginjal sebagian besar teidiri atas
(95%) air dan zat yang terlarut, yaitu urea, asam urat, dan amonia.
yang merupakan sisa-sisa perombakan protein: bermacam-macam
garam terutama garam dapur (NaCl), zat warna empedu yang
menyebabkan warna kuning pada urin, dan zat-zat yang berlebihan
di dalam darah seperti vitamin B, C, obat-obatan, dan hormon.
Urin tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urin
mengandung protein, berarti terjadi gangguan atau kerusakan ginjal
pada glomerulus. Jika urin mengandung gula, berarti tubulus ginjal
tidak menyerap kembali gula dengan sempurna. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya kerusakan pada tubulus ginjal, tetapi dapat
pula disebabkan oleh tingginya kadar gula di dalam darah sehingga
tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali semua gula yang ada
pada filtrat glomerulus. Kadar gula darah yang tinggi disebabkan
oleh terhambatnya proses pengubahan gula menjadi glikogen,
akibatnya produksi hormon insulin terhambat. Kelainan ini dikenal
sebagai penyakit kencing manis (diabetes mellitus).

20

Dilihat dari segi banyaknya zat yang terkandung di urin,


dapat disimpulkan bahwa ginjal merupakan organ yang sangat
penting bagi tubuh. Ginjal berfungsi untuk menyaring darah,
mengeluarkan

sisa

metabolisme,

membuang

zat-zat

yang

berbahaya bagi tubuh, dan mengatur keseimbangan air dan garam


di dalam darah (Martin, 1958).
c) Hal-hal yang mempengaruhi produksi urin
Setiap hari 1500 liter darah melewati ginjal untuk disaring dan
membentuk 15170 liter urin primer. Akan tetapi hanya 1 1.5 liter
urin yang kita keluarkan. Banyak sedikitnya urin seseorang yang
dikeluarkan tiap harinya dipengaruhi oleh hal-hal berikut (Kartono dan
Moeljanto, 2008) :
Zat-zat diuretik
Zat-zat diuretik, misalnya kopi, teh dan alkohol akan
menghambat reabsorpsi ion Na+. Sebagai akibatnya, konsentrasi
ADH berkurang sehingga rebasorpsi air terhambat dan volume urin
meningkat. Itulah sebabnya jika mengkonsumsi teh atau kopi, maka
kita akan sering buang air kecil. Pengeluaran urin secara berlebihan
disebut diuresis.
Suhu
Jika suhu internal dan eksternal naik diatas normal, maka
kecepatan respirasi meningkat. Ini menyebabkan pembuluh
kutaneus melebar sehingga cairan tubuh berdifusi dari kapiler ke
permukaan kulit. Saat volume air menurun, ADH dieksreksikan
sehingga reabsorpsi air meningkat. Disamping itu, peningkatan
suhu merangsang pembuluh abdominal mengerut sehingga aliran
darah di glomerulus dan filtrasi menurun. Meningkatnya reabsorpsi
dan berkurangnya aliran darah di glomerulus mengurangi volume
urin. Itulah sebabnya jika cuaca panas, kita jarang buang air kecil.
Volume larutan

21

Volume larutan dalam darah berpengaruh terhadap produksi


urin. Jika kita minum air seharian, maka konsentrasi air di daerah
menjadi rendah. Hal ini merangsang hipofisis mengeluarkan ADH.
Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air di ginjal sehingga volume
urin turun.
Emosi
Emosi

tertentu

dapat

merangsang

peningkatan

atau

penurunan volume urin.


d) Gangguan pada Ginjal
Ginjal manusia dapat mengalami gangguan dan kelainan karena
berbagai hal antara lain : bakteri, tumor, abnormalitas bentuk
ginjal/karena pembentukan batu ginjal. Jenis-jenis kelainan akibat
kerusakan salah satu bagian ginjal adalah (Uesaka, dkk., 1996) :
Nefritis
Nefritis merupakan kerusakan bagian glomerulus ginjal
akibat alergi racun kuman biasanya karena bakteri streptococcus.
Akibat nefritis ini seseorang akan mengalami uremia dan dedema.
Batu ginjal
Terbentuk karena pengendapan garam kalsium didalam
rongga ginjal, saluran ginjal dan kandung kemih. Penyebab
pengendapan garam ini akibat terlalu banyak mengkonsumsi garam
mineral dan sedikit mengkonsumsi air.
Albuminuria
Adalah ditemukan, albumin pada urin. Adanya albumin pada
urin merupakan indikasi adanya kerusakan pada membrane kapsul
endothelium atau karena iritasi sel-sel ginjal akibat masuknya
substansi seperti racun, bakteri, eter, atau logam berat.
Glikosuria
Adalah ditemukan glukosa pada urin. Adanya glukosa pada
urin menunjukkan bahwa terjadi kerusakan pada tabung ginjal
Hematuria

22

Adalah ditemukan sel darah merah dalam urin. Disebabkan


peradangan pada organ urinaria atau karena iritasi akibat gesekan
batu ginjal.
Ketosis
Adalah ditemukan keton didalam darah. Hal ini dapat terjadi
pada orang yang melakukan diet karbohidrat.
Diabetes insipidus
Adalah suatu penyakit penderitanya mengeluarkan urin
terlalu banyak. Penyebab diabetes insipidus adalah kekurangan
hormone ADH, hormone ADH(anti diuretika) ini dihasilkan oleh
kelenjar hipofisis bagian balakang.
e) Komposisi Urin
Komposisi urin berpariasi tergantung jenis makanan serta air yang
diminumnya. Urin normal berwarna jernih transparan sedangkan warna
kuning muda urin berasal dari zat warna empedu. Urin normal pada
manusia mengandug air, urea, asam urat, amoniak, keratin, asam laktat,
asam fospat, asam sulfat, klorida, garam-garam terutama garam dapur,
dan zat-zat yang berlebihan didalam darah misalnya vitamin C dan
obat-obatan.
Dilihat dari banyaknya macam zat yang terkandung dalam urin
tersebut, ginjal merupakan alat pengeluaran utama. Fungsi ginjal antara
lain adalah sebagai berikut (Kartono dan Moeljanto, 2008) :
1) Membuang sisa-sisa metabolisme tubuh
2) Mengatur keseimbangan air dan garam dalam darah
3) Membuat zat-zat yang berbahaya bagi tubuh, seperti obat-obatan,
bakteri dan zat warna.
4) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan
kelebihan zat-zat asam atau basa. Selain itu juga untuk membuang
kelebihan bahan makanan tertentu seperti gula dan vitamin.
2. Kulit

23

Kulit atau integumen mengekskresikan keringat. Tebal kulit pada


manusia dewasa sekitar 0,01 cm hingga 0,5 cm. banyaknya keringat yang
dihasilkan atau dikeluarkan seseorang dipengaruhi antara lain oleh aktifitas
tubuh, suhu, lingkungan, makanan, kondisi kesehatan dan keadaan emosi.
Keringat manusia terdiri dari air, garam-garam, terutama garam dapur
(NaCl), sisa metabolisme sel, urea, serta asam. Kulit (integumen) terdiri
dari dua bagian, yaitu epidermis dan dermis (Kartono dan Moeljanto,

2008).
Gambar : Struktur Kulit Manusia
Kulit adalah organ pelindung yang menutupi seluruh permukaan
tubuh. Kulit merupakan lapisan sangat tipis dan tebalnya hanya beberapa
milimeter. Organ ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu kulit ari atau epidermis,
kulit jangat atau dermis, dan jaringan bawah kulit atau subkutan, (Martin,
1958) :
Kulit ari tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan tanduk (stratum
korneum), lapisan granula (stratum granulosum), dan stratum germinativum. Lapisan tanduk (stratum korneum) berada pada bagian yang

24

paling luar. Lapisan tanduk merupakan jaringan mati dan terdiri atas
berlapis-lapis sel pipih. Lapisan ini sering mengelupas dan digantikan oleh
jaringan di bawahnya. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi sel-sel di
dalamnya dan mencegah masuknya kuman penyakit (Alberts, 2002).
Lapisan granula (stratum granulosum) terletak di bawah lapisan
tanduk. Lapisan ini terdiri atas sel bergranula yang lama-kelamaan akan
mati dan kemudian terdorong ke atas menjadi bagian lapisan tanduk. Pada
lapisan ini terdapat pigmen melanin yang memberikan warna pada kulit
dan melindungi kulit dari sengatan sinar matahari. Warna pigmen kulit
bermacam-macam sehingga ada orang yang berkulit hitam, sawo matang,
atau kuning langsat. Bila lapisan ini tidak mengandung pigmen kulit, orang
tersebut dikenal sebagai orang albino. Stratum germinativum tersusun atas
dua lapisan sel. Lapisan atas (stratum spinosum) mengandung sel-sel baru.
Sel-sel ini akan terdorong ke atas menjadi bagian lapisan granula di
bawahnya terbentuk sel-sel baru yang dibuat oleh sel-sel yang terusmenerus membelah (stratum basal) (Ishida, dkk., 2005).
Kulit jangat terletak di bawah lapisan kulit ari. Di dalam kulit jangat
terdapat pembuluh darah, kelenjar keringat (glandula sudorifera), kelenjar
minyak (glandula sebassea), dan kantung rambut. Selain itu, terdapat juga
ujung-ujung saraf indera yang terdiri atas ujung saraf peraba dingin
(korpuskula krausse), peraba tekanan (korpuskula paccini), peraba panas
(korpuskula ruffinin), peraba sentuhan (korpuskula meissner), dan peraba
nyeri (Toma, dkk., 2001).
Kelenjar minyak menghasilkan minyak yang disebutsebum yang
berguna untuk meminyaki rambut agar tidak kering. Di bagian bawah
kantung rambut terdapat pembuluh kapiler darah yang mengangkut sari
makanan ke akar rambut sehingga rambut terus tumbuh. Di dekat akar
rambut terdapat otot rambut. Pada waktu kita merasa takut atau geli, otot
rambut berkontraksi sehingga rambut menjadi tegak (Pochi dan Strauss,
1974).

25

Kelenjar keringat berbentuk pipa terpilin, memanjang dari epidermis


hingga masuk ke bagian dermis. Pangkal kelenjarnya menggulung,
dikelilingi oleh kapiler darah dan serabut saraf simpatik. Dari kepiler darah
inilah kelenjar keringat menyerap cairan jaringan yang terdiri atas air,
larutan garam, dan urea. Cairan jaringan tersebut dikeluarkan sebagai
keringat melalui saluran kelenjar keringat dan akhirnya dikeluarkan
melalui pori-pori kulit. Pengeluaran keringat dipengaruhi oleh cuaca
(panas atau dingin), aktivitas, makanan, atau minuman (Sato, dkk., 1989).
Pada jaringan bawah kulit, terdapat jaringan lemak (adiposa).
Jaringan lemak berfungsi untuk menumpuk lemak sebagai cadangan
makanan dan menjaga suhu tubuh agar tetap hangat. Kira-kira 2 juta
kelenjar keringat yang tersebar diseluruh dermis manusia dewasa dapat
menghasilkan keringat 225 ml setiap harinya. Kerja kelenjar keringat
berada dibawah pengaruh pusat pengaturan suhu badan dari sistem saraf
pusat (hipotalamus) dan enzim brandikinin. Pengaturan oleh saraf pusat ini
dirangsang oleh perubahan suhu di pembuluh darah (Zuk, 2001).
Fungsi hipotalamus adalah memonitor dan mengendalikan suhu
darah. Jika darah yang melalui hipotalamus suhunya lebih rendah dari
normal, maka saraf pusat pencapai panas akan mengeluarkan rangsangan
ke kulit untuk menurunkan kecepatan hilangnya panas. Hal itu dilakukan
dengan cara mengurangi aliran darah yang melewati pembuluh darah
permukaan dan mengurangi pembentukan keringat. Sebaliknya, jika darah
yang melewati hipotalamus suhunya lebih tinggi, maka saraf pusat
kehilangan panas dan akan mengurangi kecepatan metabolisme,
menghentikan menggigil, dan meningkatkan kecepatan hilangnya panas
lewat kulit (Mera, dkk., 2014).
Pengeluaran

keringat

yang

berlebihan

pada

pekerja

berat

mengakibatkan banyak garam hilang dalam darah. Hal ini dapat


mengakibatkan kejang dan pingsan. Keluarnya keringat yang berlebohan
akibatnya rangsangan saraf dapat terlihat dengan menjadi merahnya warna
kulit akibat pelebaran pembuluh darah di lapisan dermis. Sebaliknya

26

penyempitan pembuluh darah menyebabkan kulit menjadi pucat, misalnya


pada saat ketakutan (Pochi dan Strauss, 1974).
Selain sebagai alat pengeluaran (ekskresi), kulit juga berfungsi
sebagai pengatur suhu tubuh, tempat penyimpanan cadangan makanan
berupa lemak, pelindung untuk mengurangi hilangnya air dalam tubuh,
melindungi tubuh dari gesekan, penyinaran, panas, zat-zat kimia, dan
kuman-kuman. Julit juga berperan sebagai alat indra peraba (Kartono dan
Moeljanto, 2008).
3. Paru-paru
Selain sebagai alat pernapasan paru-paru juga berungsi sebagai alat
pengeluaran. Zat yang dikeluarkan oleh paru-paru adalah karbon dioksida
(CO2) dan uap air (H2O) yang dihasilkan dari proses pernapasan. Jadi,
tugas paru-paru adalah meneluarkan karbon dioksida dan uap air yang
tidak digunakan lagi oleh tubuh. Jika tidak dikeluarkan, zat-zat tersebut
akan menjadi racun (Martin, 1958).
Paru-paru berada di dalam rongga dada manusia sebelah kanan dan
kiri yang dilindungi oleh tulang-tulang rusuk. Paru-paru terdiri dari dua
bagian, yaitu paru-paru kanan yang mempunyai tiga gelambir dan paruparu kiri yang mempunyai dua gelambir. Paru-paru sebenarnya merupakan
kumpulan alveolus yang terbungkus oleh selaput yang disebut pleura
(Fraser, 1950).

27

Gambar : Anatomi paru-paru manusia


Ekskret paru-paru adalah CO2 dan H2O yang dihasilkan dari proses
pernafasan. Pada prinsipnya, pengangkutan CO2 terjadi melalui tiga cara,
yaitu terlarut dalam plasma darah (7-10%) berkaitan dengan hemoglobin
(20%) dan dalam bentuk ion HCO3-(70%) melalui proses berantai yang
disebut pertukaran klorida.
Mekanisme pertukaran klorida adalah sebagai berikut (Astuti dan
Wina, 2014) :
a) Darah pada alveolus paru-paru mengikat O2 dan mengangkutnya
ke sel-sel jaringan.
b) Dalam jaringan, darah mengikat CO2 untuk dikeluarkan
bersama HO2 yang dikeluarkan dalam bentuk uap air.
Reaksi kimia tersebut secara ringkas dapat kita tuliskan sebagai
berikut:
CO2 + H2O > H2CO3 > HCO3- + H+
Ion H+ yang bersifat racun diikat oleh hamoglobin, sedangkan
HCO3- keluar dari sel darah merah dan masuk ke dalam plasma darah.

28

Sementara itu pula kedudukan HCO3- digantikan oleh ion Cl- (klorida)
dari plasma darah.
Pengangkutan CO2 sebagai hasil zat sisa metabolisme, diangkut oleh
darah dapat melalui 3 cara :
1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam
karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk
karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3)
melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh
CO2).
4. Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan terletak di dalam
rongga perut sebelah kanan di bawah diafragma. Pada orang dewasa
normal beratnya kurang lebih 2 kg dan berwarna merah (Martin, 1958).
Sebagai alat ekskresi hati (hepar) mengeluarkan empedu 1/2 liter setiap
hari. Empedu berupa cairan kehijauan, rasanya pahit, pH sekitar 7-7,6.
mengandung kolesterol, garam-garam mineral, garam empedu, serta
pigmen (zat warna empedu) yang disebut bilirubin dan biliverdin (Uesaka,
dkk., 1996).
Hati mengeluarkan empedu yang berupa cairan kehijauan, rasanya
pahit, pHnya netral, dan mengandung kolesterol, garam-garam mineral,
garam empedu, dan zat warna empedu yang disebut bilirubin dan
biliverdin. Garam-garam empedu berfungsi dalam proses pencernaan
makanan. Zat warna empedu yang berwarna hijau kebiruan berasal dari
perombakan hemoglobin sel darah merah di dalam hati. Zat warna empedu
diubah oleh bakteri usus menjadi urobilin yang berwarna kuning coklat
yang memberikan warna feses dan urin. Sisa-sisa pencernaan protein yang
berupa urea dibentuk juga di dalam hati. Urea kemudian dibawa oleh darah
dan selanjutnya masuk ke dalam ginjal. Akhirnya, dari ginjal dikeluarkan
bersama-sama dengan urin (Martin, 1958).

29

Gambar: anatomi Hati


Empedu yang dihasilkan oleh hati disimpan dalam kantong empedu
(vesika felae) dan dikeluarkan ke usus halus untuk membantu sistem
pencernaan, misalnya (Astuti dan Wina, 2014) :
a) Mencernakan lemak
b) Mengaktifkan lipase
c) Mengubah zat yang larut dalam air menjadi zat yang dapat larut
dalam air.
d) Membantu daya absorpsi lemak pada dinding usus.
Kurang lebih 10 juta sel darah merah yang telah tua dan rusak
dirombak dalam hati oleh sel-sel khusus yang disebut histiosit.
Hemoglobin sel darah merah dipecah menjadi zat besi, globin dan hemin
zat besi diambil dan disimpan dalam hati untuk dikembalikan ke sum-sum
tulang. Globumin digunakan lagi untuk metabolisme protein/ untuk
membentuk Hb baru, sedangkan hemin diubah menjadi zat warna empedu
yang berwarna hijau biru (Uesaka, dkk., 1996). Empedu dikeluarkan ke
usus dua belas jari dan dioksidasi menjadi urobilin. Urobilin berwara
kuning coklat yang berperan memberi warna pada feses dan urin (Astuti
dan Wina, 2014).
Jika pembuluh empedu tersumbat, misalnya oleh kolesterol yang
mengendap dan membentuk batu empedu, maka warna veses akan menjadi
coklat atau abu-abu sedangkan darah akan berwarna kekunig-kuningan

30

karena empedu masuk keperedaran darah (disebut penyakit kuning)


(Uesaka, dkk., 1996). Organ hati merupakan satu-satunya kelenjar yang
menghasilkan enzim arginase yang berfungsi untuk menguraikan asam
amino arginin menjadi asam amino ornitin dan urea. Ornitin yang
terbentuk berfungsi mengikat NH3 dan CO2 yang bersifat racun. Dalam
sel-sel tubuh, ornitin diubah menjadi asam amino sitrulin. Sitrulin berperan
mengikat NH3 menjadi arginin yang dapat diuraikan dalam hati,
sedangkan urea dan hati diangkut ke ginjal untuk dikeluarkan bersama urin
(Astuti dan Wina, 2014).
Selain sebagai alat ekskresi, hati juga mempunyai fungsi lain yang
sangat penting bagi tubuh, yaitu:

Sebagai tempat penyimpanan gula dalam bentuk glikogen.


Sebagai tempat pembentukan dan pembongkaran protein. Hati

membentuk protein akbumin, protrombin, fibrinogen, dan urea.


Sebagai tempat membongkar sel darah merah (eritrosit) yang
telah tua atau rusak. Hemoglobin dalam eritrosit dibongkar
menjadi zat besi, globin, dan hemin. Hemin diurai menjadi

bilirubin dan biliverdin.


Pembentukan dan pengeluaran cairan empedu.
Menetralkan obat dan racun.
Tempat untuk membuat vitamin A dari provitamin A. (Martin,
1958).

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka disimpulkan
sebagai berikut :
1.

Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme tubuh,


seperti CO2, H2O, NH3, zat warna empedu dan asam urat. Tugas
31

pokok sistem ekskresi adalah sebagai sistem yang berfungsi dalam


pembuangan limbah nitrogen dan CO2 serta menjaga keseimbangan
air, garam, dan ion-ion organik.
3. Ikan mempunyai alat ekskresi berupa sepasang ginjal opistonefros
selain itu juga terdapat insang yang mengeluarkan CO2 dan H2O,
dan kelenjar kulit yang mengeluarkan lendir sehingga tubuhnya licin
untuk memudahkan gerak di dalam air.
4. Sistem ekskresi pada amphibia adalah tipe ginjal opistonefros, kulit
yang tipis dan paru-paru.
5. Sistem ekskresi pada reptil terdiri dari ginjal metanefros. Pada saat
embrio, Reptilia memiliki ginjal tipe pronefros. Saat dewasa berubah
menjadi mesonefros hingga metanefros selain itu kelenjar kulit yang
menghasilkan asam urat tertentu sebagai alat pengusir musuh.
6. Sistem ekskresi pada aves terdiri dari ginjal, paru-paru, dan kulit.
Ginjal dengan tipe metanefros.
7. Sistem ekskresi pada mamalia terdiri dari ginjal yang menghasilkan
urine,

kulit

yang

menghasilkan

keringat,

paru-paru

yang

menghasilkan CO2 dan H2O , serta hati yang menghasilkan pigmen.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, W. P., Prasetyo, A. P. B., & Rahayu, E. S. (2012). Pengembangan
Instrumen Asesmen Autentik Berbasis Literasi Sains pada Materi
Sistem Ekskresi. Lembaran Ilmu Kependidikan, 41(1).
Astuti, D. A., & Wina, E. (2014). Pengaruh pakan limbah tempe terhadap
ekskresi derivat purin dan pasokan N-Mikroba pada kambing peranakan
Etawah laktasi. JITV, 19(3).
Wahyuni, S., Jalaluddin, M., & Adnyane, I. K. M. (2016). Studi Histokimia
Sebaran Karbohidrat Usus Biawak Air (Varanus salvator). ACTA
VETERINARIA INDONESIANA-Indonesian Veterinary Journal, 3(2),
77-84.
Kartono, D., & Moeljanto, D. (2008). TOTAL GOITER RATE (TGR),
EKSKRESI IODIUM URINE (EIU) DAN KONSUMSI GARAM
32

BERIODIUM DI PROPINSI JAWA TENGAH. Buletin Penelitian


Kesehatan, 36(2).
Randall, D. J., & Wright, P. A. (1987). Ammonia distribution and excretion in
fish. Fish Physiology and Biochemistry, 3(3), 107-120.
Hoar, W. S., Randall, D. J., Farrell, A. P., Anderson, P., & Wright, P.
(2001).Fish Physiology: Nitrogen Excretion: Nitrogen Excretion (Vol.
20). Academic Press.
Balqis, U., Darmawi, D., Aisyah, S., & Hambal, M. (2013). Perubahan
Patologi Anatomi Hati dan Saluran Empedu Sapi Aceh Yang Terinfeksi
Fasciola gigantica. Jurnal Agripet, 13(1), 53-58.
Lantu, S. (2010). Osmoregulasi pada Hewan Akuatik. JURNAL PERIKANAN
DAN KELAUTAN TROPIS, 6(1), 46-50.
Martin, A. W. (1958). Comparative physiology (excretion). Annual review of
physiology, 20(1), 225-242.
Uesaka, K., Nimura, Y., & Nagino, M. (1996). Changes in hepatic lobar
function after right portal vein embolization. An appraisal by biliary
indocyanine green excretion. Annals of surgery, 223(1), 77.
Fraser, E. A. (1950). The development of the vertebrate excretory
system.Biological Reviews, 25(2), 159-187.
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., & Walter, P. (2002).
Epidermis and Its Renewal by Stem Cells.
Ishida-Yamamoto, A., Deraison, C., Bonnart, C., Bitoun, E., Robinson, R.,
O'Brien, T. J., ... & Dopping-Hepenstal, P. J. (2005). LEKTI is localized
in lamellar granules, separated from KLK5 and KLK7, and is secreted
in

the

extracellular

spaces

of

the

superficial

stratum

granulosum. Journal of investigative dermatology, 124(2), 360-366.


Toma, J. G., Akhavan, M., Fernandes, K. J., Barnab-Heider, F., Sadikot, A.,
Kaplan, D. R., & Miller, F. D. (2001). Isolation of multipotent adult
stem cells from the dermis of mammalian skin. Nature cell
biology, 3(9), 778-784.

33

Pochi, P. E., & Strauss, J. S. (1974). Endocrinologic Control to the


Development and Activity of the Human Sebaceous Gland. Journal of
Investigative Dermatology, 62(3), 191-201.
Sato, K., Kang, W. H., Saga, K., & Sato, K. T. (1989). Biology of sweat
glands and their disorders. I. Normal sweat gland function. Journal of
the American Academy of Dermatology, 20(4), 537-563.
Zuk, P. A., Zhu, M., Mizuno, H., Huang, J., Futrell, J. W., Katz, A. J., ... &
Hedrick, M. H. (2001). Multilineage cells from human adipose tissue:
implications for cell-based therapies. Tissue engineering, 7(2), 211-228.
Mera, P., Mir, J. F., Fabris, G., Casas, J., Costa, A. S., Malandrino, M. I., ...
& Rodrguez-Pea, M. S. (2014). Long-term increased carnitine
palmitoyltransferase 1A expression in ventromedial hypotalamus causes
hyperphagia and alters the hypothalamic lipidomic profile. PloS
one, 9(5), e97195.

34

Anda mungkin juga menyukai