kelebihan
sistem
hidroponik
dibandingkan
dengan
penanaman di media tanah antara lain adalah: kebersihan lebih mudah terjaga,
tidak ada masalah berat seperti pengolahan tanah dan gulma, pengunaan air
dan pupuk sangat efisien, tanaman dapat diusahakan terus tanpa tergantung
musim, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas yang tinggi, produktivitas
tanaman lebih tinggi, dan dapat di usahakan di lahan yang sempit
(Suhardiyanto 2002).
Hidroponik substrat diartikan metode budidaya tanaman dimana akar
tanaman tumbuh pada media tanam porous selain tanah yang dialiri larutan
nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen
secara cukup. Karakteristik hidroponik substrat adalah: (a) tanaman ditanam
pada media tanam porous dalam wadah atau slab; (b) tanaman dijaga agar
tegak dengan benang, tali atau ajir, (c) larutan nutrisi menetes ke media tanam
dan dibiarkan menyebar dan merembes keluar wadah; (d) penggunaan nutrisi
dan air relatif efisien karena kelebihan nutrisi air ditekan sekecil mungkin atau
didaur ulang (Suhardiyanto 2002).
B. Media Hidroponik
Pada budidaya tanaman dengan media tanah, tanaman memperoleh
unsur hara dari tanah, tetapi pada budidaya tanaman secara hidroponik
tanaman memperoleh unsur hara dari larutan nutrisi yang dipersiapkan khusus.
Larutan nutrisi dapat diberikan dalam bentuk genangan atau dalam keaaan
mengalir. Selain itu, larutan nutrisi juga dapat dialirkan ke media tanam
hidroponik sebagai tempat berkembangnya akar (Suhardiyanto 2010). Media
tanam hidroponik substrat dapat berasal dari media anorganik maupun
organik. Media tanam anorganik adalah media tanam yang sebagian besar
komponennya berasal dari benda-benda mati, tidak menyediakan nutrisi bagi
tanaman, mempunyai pori-pori makro yang seimbang sehingga aerasi cukup
baik, dan tidak mengalami pelapukan dalam jangka pendek. Jenis media
tanam anorganik yaitu pasir, kerikil alam, kerikil sintetik, batu kali, batu
apung, pecahan bata atau genting, perlit, zeolit, spons, dan rockwool
(Suhardiyanto 2002 cit, Israhadi 2009). Media tanam yang termasuk dalam
kategori media organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup,
misalnya bagian dari tanaman seperti seresah daun, batang pakis, bunga, buah,
atau kulit kayu. Penggunaan media organik sebagai media tanam jauh lebih
unggul dibandingkan dengan media anorganik. Hal itu dikarenakan media
organik memiliki pori-pori makro dan mikro yang hamper seimbang sehingga
sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang
tinggi (Tim Penebar Swadaya 2008).
Karakteristik media tanam hidroponik yang baik adalah media tanam
tersebut harus dapat menyerap dan menghantarkan air, tidak mempengaruhi
pH air, tidak berubah warna, dan tidak mudah busuk. Selain itu media tanam
juga harus berfungsi sebagai pegangan akar dan perantara larutan nutrisi
(Susanto 2002). Menurut Gardner et al (1991) kelembaban dan aerasi yang
baik dari suatu media sangat diperlukan untuk pertumbuhan akar yang
maksimal karena efektifitas pemupukan atau pemberian larutan nutrisi
terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dan tidak dapat larut dalam air
(Lavarack 2002).
Bagase memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi, menurut
Hardjo (1989) ampas tebu mengandung protein kasar 3,1%, lemak kasar 1,5%,
abu 8,8%, BETN 51,7% dan serat kasar 34,9%, sehingga ampas tebu dapat
digunakan sebagai medium alternatif pengganti jerami. Menurut penelitian
Yuliani (2009), ampas tebu dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan
jamur merang. Hasil menunjukkan perlakuan dengan menggunakan ampas
tebu menghasilkan berat basah 426,44 gram, sedangkan media campuran
jerami padi dan ampas tebu memiliki berat basah lebih tinggi yaitu 465,00
gram. Hal ini terbukti bahwa bagase dapat digunakan sebagai substrat
hidroponik yang baik. Selain itu, dengan menggunakan bagase sebagai
substrat juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan seperti bau tidak
sedap.
Limbah bagase memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan
organik untuk memperbaiki kesuburan tanah atau sebagai media tanam. Kadar
organik yang terkandung dalam bagase sekitar 90% (Kurniawan dalam
Toharisman 1991), memiliki kandungan hara N (0,30%). P2O5 (0,02%),
K2O(0,14%), Ca (0,06%) dan Mg (0,04%) (Badan Penelitian dan
Pengembangan PT. Gula Putih Mataram 2002). Apabila limbah tersebut
digunakan sebagai kompos atau bahkan media tanaman diharapkan dapat
memperbaiki kesuburan dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian bagase dapat memperbaiki
kesuburan tanah. Ismail (1987) menyatakan pemberian bagase pada media
tanam meningkatkan ketersediaan hara N,P, dan K dalam tanah, kadar bahan
organik, pH tanah, serta kapasitas menahan air. Hasil penelitian Riyanto
(1995) menunjukan bahwa pemberian bagase pada dosis 4-6 ton/ha dapat
mengurangi penggunaan pupuk N,P, dan K sampai 50% dosis standar.
D. Nutrisi dalam Sistem Hidroponik
Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk
fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan.
dan molybdenum
(Mo)
(Pooter et al 1990).
Fungsi dari tiap unsur hara makro N merupakan pembangun asam
amino, asam nukleat, nekleoprotein, dan alkaloid. Defisiensi N akan
membatasi pembelahan dan pembesaran. Fungsi N dalam proses fisiologi dan
biokimia tanaman, yaitu menjaga kapasitas fotosintesis. Kekurangan unsur
hara N berakibat menurunkan laju tumbuh tanaman, laju fotosintesis bersih
dan nisbah luas daun tanaman, sehingga berakibat pada berat kering akar
tanaman. (Poorter et al. 1990).
Unsur hara P penting sebagai komponen struktural esensial ADP,
ATP, NAD, NADPH dan kompone informasi genetic DNA dan RNA. Fungsi
unsur hara P adalah untuk proses fisiologis dan biokimia tanaman, yaitu
mengaktifkan proses metabolism tanaman, mengatur keseimbangan senyawa
pengatur tumbuh endogen atau alami, mengatur pertisi dan translokasi
fotosintat dan keseimbangan antara pati dan sucrose (Heldt et al 1977).
Kekurangan P mengakibatkan terganggunya oksidasi karbohidrat dan
menurunkan resistensi tanaman terhadap kekeringan.
10
11
dan stoknya terbatas. Kailan masuk ke Indonesia sekitar abad ke -17, namun
sayuran ini sudah populer dan diminati di kalangan masyarakat. Kailan
memiliki bentuk seperti sawi atau kembang kol. Sayuran ini masih belum
banyak menyebar di Indonesia. (Rukmana, 2008). Tanaman kailan adalah
salah satu jenis sayuran daun,
kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh manusia, seperti protein, mineral dan
vitamin. Kandungan gizi serta rasanya yang enak, membuat kailan menjadi
salah satu produk pertanian yang diminati masyarakat, sehingga mempunyai
potensi serta nilai komersial tinggi.
Sayuran kailan termasuk keluarga kubis-kubisan dan merupakan
sayuran yang mampu tumbuh pada dataran tinggi dan rendah. Kemasaman
tanah (pH) yang cocok untuk kailan adalah 6-6,5. Temperatur yang optimal
untuk pertumbuhan kailan adalah 15-200C. Namun kailan juga cocok jika
dibudidayakan pada suhu 23-350C dengan ketinggian tempat 1000-3000 m
dpl, curah hujan 1000-1500 mm/tahun dan pH tanah 5-6. Kebutuhan nutrisi
untuk kailan yaitu nitrogen 250 ppm, fosfor 75 ppm, kalium 350 ppm, kalsium
175 ppm dan magnesium 62 ppm. Pemberian nutrisi ini harus tepat agar tidak
berlebih maupun kekurangan (Sutiyoso 2003).
Kailan merupakan salah satu sayuran yang mempunyai banyak
manfaat. Di antaranya merupakan sumber vitamin K yang sangat baik untuk
membantu pembekuan darah. Konsumsi 100 gr kailan dapat memenuhi 141%
kebutuhan tubuh akan vitamin K setiap hari. Kailan kaya berbagai vitamin,
termasuk vitamin A yang baik untuk kesehatan mata, dan mineral khususnya
kalsium dan zat besi. Sayuran berwarna hijau ini juga mengandung
isotiosianat, senyawa penangkal kanker (Okfood 2009).
Kailan merupakan sayuran yang berkhasiat obat sehingga digunakan
dalam terapi berbagai macam penyakit, misalnya untuk mencegah rabun
ayam, memperbaiki dan memperlancar pencernaan makanan, mengobati
prostat dan kandung kemih, memperkuat gigi, mencegah kanker paru-paru dan
jenis kanker lainnya karena kailan banyak mengandung karotenoid atau
senyawa anti kanker (Shanty 2009). Rasa kailan yang enak serta kandungan
12
gizi yang dibutuhkan manusia serta protein, mineral dan vitamin membuat
kailan
penduduk
Indonesia
yang
semakin
bertambah
serta
internasional yang cukup besar bagi kailan, maka kailan layak diusahakan di
tinjau dari aspek ekonomi bisnis (Haryanto et al. 2002).