Anda di halaman 1dari 9

4

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Hidroponik Substrat
Hidroponik berasal dari kata hidro yang berarti air dan ponus yang
berarti daya. Dengan demikian, hidroponik berarti memeberdayakan air. Ada
juga yang mendefinisikan hidroponik sebagai siles culture atau budidaya
tanpa tanah (Karsono et al, 2002). Dikalangan umum istilah hidroponik lebih
popular dengan sebutan berkebun tanpa tanah, termasuk dalam hal ini
tanaman dalam pot atau wadah lain yang menggunakan air atau bahan porus
selain tanah. Pada prinsipnya hidroponik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
sistem yang menggunakan media substrat dan sistem yang menggunakan
media air. Jenis media substrat yang dapat digunakan antara lain kerikil, pasir,
serbuk gergaji, sabut kelapa dan arang sekam (Lingga 2002, Susanto 2002).
Subur dan Aziz (1983) mengatakan media kultur agregat mempunyai
kelebihan dari pada media tanah antaralain lebih mudah disterilisasi, lebih
bersih, tidak ada gulma, tidak mudah terkena penyakit akar atau serangga
tanah. Pemilihan media yang tepat dapat meningkatkan produksi sayuran.
Beberapa

kelebihan

sistem

hidroponik

dibandingkan

dengan

penanaman di media tanah antara lain adalah: kebersihan lebih mudah terjaga,
tidak ada masalah berat seperti pengolahan tanah dan gulma, pengunaan air
dan pupuk sangat efisien, tanaman dapat diusahakan terus tanpa tergantung
musim, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas yang tinggi, produktivitas
tanaman lebih tinggi, dan dapat di usahakan di lahan yang sempit
(Suhardiyanto 2002).
Hidroponik substrat diartikan metode budidaya tanaman dimana akar
tanaman tumbuh pada media tanam porous selain tanah yang dialiri larutan
nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen
secara cukup. Karakteristik hidroponik substrat adalah: (a) tanaman ditanam
pada media tanam porous dalam wadah atau slab; (b) tanaman dijaga agar
tegak dengan benang, tali atau ajir, (c) larutan nutrisi menetes ke media tanam
dan dibiarkan menyebar dan merembes keluar wadah; (d) penggunaan nutrisi

dan air relatif efisien karena kelebihan nutrisi air ditekan sekecil mungkin atau
didaur ulang (Suhardiyanto 2002).
B. Media Hidroponik
Pada budidaya tanaman dengan media tanah, tanaman memperoleh
unsur hara dari tanah, tetapi pada budidaya tanaman secara hidroponik
tanaman memperoleh unsur hara dari larutan nutrisi yang dipersiapkan khusus.
Larutan nutrisi dapat diberikan dalam bentuk genangan atau dalam keaaan
mengalir. Selain itu, larutan nutrisi juga dapat dialirkan ke media tanam
hidroponik sebagai tempat berkembangnya akar (Suhardiyanto 2010). Media
tanam hidroponik substrat dapat berasal dari media anorganik maupun
organik. Media tanam anorganik adalah media tanam yang sebagian besar
komponennya berasal dari benda-benda mati, tidak menyediakan nutrisi bagi
tanaman, mempunyai pori-pori makro yang seimbang sehingga aerasi cukup
baik, dan tidak mengalami pelapukan dalam jangka pendek. Jenis media
tanam anorganik yaitu pasir, kerikil alam, kerikil sintetik, batu kali, batu
apung, pecahan bata atau genting, perlit, zeolit, spons, dan rockwool
(Suhardiyanto 2002 cit, Israhadi 2009). Media tanam yang termasuk dalam
kategori media organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup,
misalnya bagian dari tanaman seperti seresah daun, batang pakis, bunga, buah,
atau kulit kayu. Penggunaan media organik sebagai media tanam jauh lebih
unggul dibandingkan dengan media anorganik. Hal itu dikarenakan media
organik memiliki pori-pori makro dan mikro yang hamper seimbang sehingga
sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang
tinggi (Tim Penebar Swadaya 2008).
Karakteristik media tanam hidroponik yang baik adalah media tanam
tersebut harus dapat menyerap dan menghantarkan air, tidak mempengaruhi
pH air, tidak berubah warna, dan tidak mudah busuk. Selain itu media tanam
juga harus berfungsi sebagai pegangan akar dan perantara larutan nutrisi
(Susanto 2002). Menurut Gardner et al (1991) kelembaban dan aerasi yang
baik dari suatu media sangat diperlukan untuk pertumbuhan akar yang
maksimal karena efektifitas pemupukan atau pemberian larutan nutrisi

dipengaruhi oleh media tanam. Terganggunya respirasi akar dapat


menyebabkan akar tidak berkembang dengan baik sehingga akar kurang
mampu menyerap unsur hara yang diberikan. Kurangnya oksigen disekitar
perakaran tanaman dapat mengurangi kemampuan akar dalam menyerap air
dan mineral dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan tanaman serta
dapat menyebabkan terjadinya akumulasi racun (Morgan 2000).
Media tanam mempengaruhi pertumbuhan akar, karena dengan
ketersediaan unsur hara yang cukup akar tanaman dapat berkembang dengan
baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan tanaman untuk tumbuh dan
berkembang. Diharapkan dengan adanya berbagai macam media tanam yang
baik dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Nina 2011).
Pasir digunakan sebagai media tanam karena pasir mempunyai bobot
yang cukup berat sehingga dapat menopang tegaknya tanaman dan
mempunyai pori-pori makro yang banyak. Sifat pasir mudah menjadi basah
tetapi juga cepat kering, namun mampu menciptakan sirkulasi udara yang baik
bagi perakaran tanman (Agoes 1994). Media hidroponik pasir memiliki sifat
berpori beda (pori-pori makro) sehingga pasir menjadi cepat basah dan cepat
kering oleh proses penguapan. Kohesi dan konsistensi (ketahanan terhadap
proses pemisahan) pasir sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau
angin. Dengan demikian, media pasir lebih membutuhkan pengairan dan
pemupukan yang lebih intensif. Penggunaan pasir sering dikombinasikan
dengan campuran media hidroponik yang lain (Tim Karya Tani Mandiri
2010).
C. Limbah Tebu (Bagase)
Bagase merupakan limbah padat hasil samping dari pabrik gula. Pabrik
gula rata-rata menghasilkan bagase sebesar 32% dari bobot tebu yang digiling.
Sebagian besar bagase yang dihasilkan oleh pabrik gula dimanfaatkan sebagai
bahan bakar boiler dan sekitar 1,6% dari bobot bagase tersebut tersisa atau
tidak termanfaatkan (Toharisman 1991). Limbah ini sebagian besar
mengandung bahan-bahan lignoselulosa. Bagase mengandung air 48-52%,
gula rata-rata 3,3%, dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase sebagian besar

terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dan tidak dapat larut dalam air
(Lavarack 2002).
Bagase memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi, menurut
Hardjo (1989) ampas tebu mengandung protein kasar 3,1%, lemak kasar 1,5%,
abu 8,8%, BETN 51,7% dan serat kasar 34,9%, sehingga ampas tebu dapat
digunakan sebagai medium alternatif pengganti jerami. Menurut penelitian
Yuliani (2009), ampas tebu dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan
jamur merang. Hasil menunjukkan perlakuan dengan menggunakan ampas
tebu menghasilkan berat basah 426,44 gram, sedangkan media campuran
jerami padi dan ampas tebu memiliki berat basah lebih tinggi yaitu 465,00
gram. Hal ini terbukti bahwa bagase dapat digunakan sebagai substrat
hidroponik yang baik. Selain itu, dengan menggunakan bagase sebagai
substrat juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan seperti bau tidak
sedap.
Limbah bagase memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan
organik untuk memperbaiki kesuburan tanah atau sebagai media tanam. Kadar
organik yang terkandung dalam bagase sekitar 90% (Kurniawan dalam
Toharisman 1991), memiliki kandungan hara N (0,30%). P2O5 (0,02%),
K2O(0,14%), Ca (0,06%) dan Mg (0,04%) (Badan Penelitian dan
Pengembangan PT. Gula Putih Mataram 2002). Apabila limbah tersebut
digunakan sebagai kompos atau bahkan media tanaman diharapkan dapat
memperbaiki kesuburan dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian bagase dapat memperbaiki
kesuburan tanah. Ismail (1987) menyatakan pemberian bagase pada media
tanam meningkatkan ketersediaan hara N,P, dan K dalam tanah, kadar bahan
organik, pH tanah, serta kapasitas menahan air. Hasil penelitian Riyanto
(1995) menunjukan bahwa pemberian bagase pada dosis 4-6 ton/ha dapat
mengurangi penggunaan pupuk N,P, dan K sampai 50% dosis standar.
D. Nutrisi dalam Sistem Hidroponik
Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk
fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan.

Pemberian nutrisi pada tanaman dapat diberikan melalui akar tanaman.


Aplikasi melalui akar dapat dilakukan dengan merendam atau mengalirkan
larutan pada akar tanaman. Larutan nutrisi dibuat dengan cara melarutkan
garam mineral ke dalam air. Ketika dilarutkan dalam air, garam mineral ini
akan terurai menjadi ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara
kontinyu dikarenakan akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan
(Suwandi 2006).
Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik sama halnya dengan
tanaman yang dibudidayakan secara konvensional membutuhkan kecukupan
nutrisi baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Nutrisi tersebut dibagi kedalam
dua bagian, yaitu unsur-unsur mikro dan makro. Unsur makro diantaranya
karbon (C), Oksigen (O), Nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
magnesium (Mg), sulfur (S). Unsur mikro diantaranya boron (B), besi (Fe),
tembaga (Cu), mangan (Mn), seng (Zn),

dan molybdenum

(Mo)

(Pooter et al 1990).
Fungsi dari tiap unsur hara makro N merupakan pembangun asam
amino, asam nukleat, nekleoprotein, dan alkaloid. Defisiensi N akan
membatasi pembelahan dan pembesaran. Fungsi N dalam proses fisiologi dan
biokimia tanaman, yaitu menjaga kapasitas fotosintesis. Kekurangan unsur
hara N berakibat menurunkan laju tumbuh tanaman, laju fotosintesis bersih
dan nisbah luas daun tanaman, sehingga berakibat pada berat kering akar
tanaman. (Poorter et al. 1990).
Unsur hara P penting sebagai komponen struktural esensial ADP,
ATP, NAD, NADPH dan kompone informasi genetic DNA dan RNA. Fungsi
unsur hara P adalah untuk proses fisiologis dan biokimia tanaman, yaitu
mengaktifkan proses metabolism tanaman, mengatur keseimbangan senyawa
pengatur tumbuh endogen atau alami, mengatur pertisi dan translokasi
fotosintat dan keseimbangan antara pati dan sucrose (Heldt et al 1977).
Kekurangan P mengakibatkan terganggunya oksidasi karbohidrat dan
menurunkan resistensi tanaman terhadap kekeringan.

Fungsi unsur hara K sebagai aktivator 46 macam enzim, berperan


dalam proses fotosintesis, peningkatan indeks luas daun dan laju tumbuh
tanaman, serta meningkatkan translokasi fotosintat dari organ sumber ke
penerima. Fungsi unsur hara Ca sebagai komponen dinding sel. Kekurangan
Ca mengakibatkan dinding sel menjadi rentan. Unsur hara Mg mengakibatkan
klorosis pada daun. Unsur S terlibat dalam proses sintesis protein. Unsur hara
mikro esensial berfungsi dalam aktifitas enzim dan transfer electron pada
proses biokimia dan fisiologi tanaman. (Dodd et al 1984).
Dalam pembuatan pupuk hidroponik, baik untuk sayuran daun, batang
dan daun, bunga serta buah, dibuat dua macam larutan pekatan A dan B.
Kedua macam larutan pekatan tersebut diencerkan saat akan digunakan.
Larutan pekatan A dan B tidak dapat dicampur pada kondisi pekat karena bila
kation Ca dalam pekatan A bertemu dengan anion sulfat dalam pekatan B
akan terjadi endapan kalsium sulfat sehingga unsur Ca dan S tidak dapat
diserap oleh akar. Tanaman pun menunjukkan gajala defisiensi Ca dan S.
Begitu pula bila kation Ca dalam pekatan A bertemu dengan anion fosfat
dalam pekatan B akan terjadi endapan ferri fosfat sehingga unsur Ca dan Fe
tidak dapat diserap oleh akar (Sutiyoso 2009).
Kunci utama dalam pemberian larutan nutrisi atau pupuk pada system
hidroponik adalah pengontrolan konduktivitas elektrik (electro conductivity =
EC) atau aliran listrik di dalam air dengan menggunakan alat EC meter. Selain
EC, pH juga merupakan faktor yang penting untuk dikontrol. Formula nutrisi
yang berbeda mempunyai pH yang berbeda, karena garam-garam pupuk
mempunyai tingkat kemasaman yang berbeda jika dilarutkan dalam air. Untuk
mendapatkan hasil yang baik, pH larutan yang direkomendasikan untuk
tanaman sayuran pada kultur hidroponik adalah antara 5,5 sampai 6,5.
Ketersediaan Mn, Cu, Zn, dan Fe berkurang pada pH yang lebih tinggi, dan
sedikit ada penurunan untuk ketersediaan P, K , Ca dan Mg pada pH yang
lebih rendah. Penurunan ketersediaan nutrisi berarti penurunan serapan nutrisi
oleh tanaman. Jika pH terlalu rendah, daya larut unsur tersebut akan menurun
sehingga daya serap tanaman terhadap unsur tertentu kemungkinan akan

10

berkurang. Akibatnya, tanaman akan menunjukkan gejala defisiensi unsur


tersebut. Hal yang sama akan terjadi jika pH terlampau tinggi (Suhardianto
2002). Untuk sayuran daun digunakan EC 1,5-2,5. Pada EC yang terlampau
tinggi, tanaman sudah tidak sanggup menyerap hara lagi karena telah jenuh.
Aliran larutan hara hanya lewat tanpa diserap akar. Batasan jenuh untuk
sayuran daun adalah EC 4,2. Di atas angka tersebut, pertumbuhan tanaman
akan stagnan. Bila EC jauh lebih tinggi maka akan terjadi toksisitas atau
keracunan dan sel-sel akan mengalami plasmolisis (Sutiyoso 2009).
Larutan nutrisi dalam sistem hidroponik terdiri dari 2 larutan stok yaitu
stok A dan stok B. Larutan nutrisi stok A mengandung unsur hara N, K, Ca,
dan Fe. Larutan stok B mengandung unsur hara P, Mg, S, B, Mn, Cu, Na, Mo
dan Zn. Larutan stok A dan stok B ini pada kondisi pekat dipisahkan dengan
tujuan agar tidak bereaksi sehingga terjadi endapan. Oleh karena itu,
pencampuran keduanya dilakukan pada konsentrasi yang rendah (Otazu
2010).
Pencampuran antara larutan stok harus seimbang antar komponennya
yaitu larutan stok A, larutan stok B dan air. Komposisi yang tidak seimbang
dapat mempengaruhi kadar nutrisi, misalnya akan lebih banyak unsur hara
makro yang tersedia jika larutan stok A terlalu banyak pada saat pencampuran.
Hal ini membuat nutrisi menjadi tidak cocok bagi tanaman sehingga
produktivitas tanaman akan rendah (Indrawati et al. 2012).
Pemberian nutrisi hidroponik yang tepat akan memberikan hasil yang
optimal bagi pertumbuhan tanaman sayuran. Selain itu pertumbuhan tanaman
tidak lepas dari lingkungan tumbuh terutama faktor media tanam yang secara
langsung akan mempengaruhi hasil tanaman (Masud 2009).

E. Kailan dan Persyaratan Tumbuh


Kailan (Brassica oleraceae) berasal dari Negeri Cina. Di Indonesia
kailan merupakan jenis sayuran baru, tetapi telah menjadi kegemaran
keluarga. Keberadaan kailan di masyarakat belum terlalu popular di pasaran,
kailan hanya dapat dijumpai di pasar swalayan dan harganyapun masih mahal

11

dan stoknya terbatas. Kailan masuk ke Indonesia sekitar abad ke -17, namun
sayuran ini sudah populer dan diminati di kalangan masyarakat. Kailan
memiliki bentuk seperti sawi atau kembang kol. Sayuran ini masih belum
banyak menyebar di Indonesia. (Rukmana, 2008). Tanaman kailan adalah
salah satu jenis sayuran daun,

dimana rasanya enak serta mempunyai

kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh manusia, seperti protein, mineral dan
vitamin. Kandungan gizi serta rasanya yang enak, membuat kailan menjadi
salah satu produk pertanian yang diminati masyarakat, sehingga mempunyai
potensi serta nilai komersial tinggi.
Sayuran kailan termasuk keluarga kubis-kubisan dan merupakan
sayuran yang mampu tumbuh pada dataran tinggi dan rendah. Kemasaman
tanah (pH) yang cocok untuk kailan adalah 6-6,5. Temperatur yang optimal
untuk pertumbuhan kailan adalah 15-200C. Namun kailan juga cocok jika
dibudidayakan pada suhu 23-350C dengan ketinggian tempat 1000-3000 m
dpl, curah hujan 1000-1500 mm/tahun dan pH tanah 5-6. Kebutuhan nutrisi
untuk kailan yaitu nitrogen 250 ppm, fosfor 75 ppm, kalium 350 ppm, kalsium
175 ppm dan magnesium 62 ppm. Pemberian nutrisi ini harus tepat agar tidak
berlebih maupun kekurangan (Sutiyoso 2003).
Kailan merupakan salah satu sayuran yang mempunyai banyak
manfaat. Di antaranya merupakan sumber vitamin K yang sangat baik untuk
membantu pembekuan darah. Konsumsi 100 gr kailan dapat memenuhi 141%
kebutuhan tubuh akan vitamin K setiap hari. Kailan kaya berbagai vitamin,
termasuk vitamin A yang baik untuk kesehatan mata, dan mineral khususnya
kalsium dan zat besi. Sayuran berwarna hijau ini juga mengandung
isotiosianat, senyawa penangkal kanker (Okfood 2009).
Kailan merupakan sayuran yang berkhasiat obat sehingga digunakan
dalam terapi berbagai macam penyakit, misalnya untuk mencegah rabun
ayam, memperbaiki dan memperlancar pencernaan makanan, mengobati
prostat dan kandung kemih, memperkuat gigi, mencegah kanker paru-paru dan
jenis kanker lainnya karena kailan banyak mengandung karotenoid atau
senyawa anti kanker (Shanty 2009). Rasa kailan yang enak serta kandungan

12

gizi yang dibutuhkan manusia serta protein, mineral dan vitamin membuat
kailan

menjadi salah satu pertanian yang diminati masyarakat sehingga

mempunyai potensi komersial tinggi (Sunarjono 2004) .


Jumlah

penduduk

Indonesia

yang

semakin

bertambah

serta

meningkatnya kesadaran akan kebutuhan gizi menyebabkan bertambahnya


permintaan sayuran pada umumnya dan kailan pada khususnya. Untuk
memenuhi permintaan yang tinggi tersebut

ditambah peluang pasar

internasional yang cukup besar bagi kailan, maka kailan layak diusahakan di
tinjau dari aspek ekonomi bisnis (Haryanto et al. 2002).

Anda mungkin juga menyukai