Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

DERMATITIS SEBOROIK

Oleh :
Oky Fredy Ana Mahdi
09700093
Pembimbing :

dr.Buih A, Sp.KK

SMF PENYAKIT KULIT & KELAMIN


RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, referat dengan judul Dermatitis
Seboroik dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Refrat ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti kepanitraan


klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin di RSUD Bangil. Dalam
penyusunan referat ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari
berbagai pihak, oleh karena itu kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada dr. Buih A, Sp.KK selaku pembimbing kami serta semua pihak
yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran
yang konstruktif bagi referat ini. Semoga referat ini dapat berguna
sebagaimana mestinya.

Probolinggo,

O ktober

2015

Penyusun,

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan..........................................................................................................................i

Kata Pengantar................................................................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................................................iii
Daftar Gambar................................................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN
Pendahuluan....................................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Dermatitis Seboroik.....................................................................................................4
2.2 Epidemiologi Dermatitis Seboroik............................................................................................4
2.3 Etiologi dan Patogenesis Dermatitis Seboroik..........................................................................5
2.3.1 Teori Malassezia......................................................................................................6
2.3.2 Teori Hiperproliferasi..............................................................................................8
2.3.3 Teori Imunologi.......................................................................................................9
2.4 Faktor Pencetus Dermatitis Seboroik......................................................................................11
2.5 Gejala Klinis Dermatitis Seboroik.......................................................................................... 12
2.6 Diagnosis Dermatitis Seboroik................................................................................................13
2.7 Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik.................................................................................14
2.8 Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik.....................................................................................14
2.9 Prognosis.................................................................................................................................16
BAB III RINGKASAN
Ringkasan......................................................................................................................................17
Daftar Pustaka............................................................................................................................... 19

BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik merupakan penyakit peradangan kulit kronis yang
sangat umum, ditandai dengan skuama kuning keabu-abuan dan makula
eritematosa yang berbatas tidak jelas. Biasanya dapat disertai rasa gatal dan
terjadi di daerah yamg memiliki aktivitas kalenjar sebasea yang sangat aktif
seperti pada kulit kepala, wajah, daerah presternal, dan daerah lipatan tubuh. (1,2)
Dermatitis seboroik memiliki banyak variasi atau nama lain, yaitu sebopsoriasis,
seborrheic dermatitis, seborrheic eczema, dandruff, dan pityriasis capitis.(3)
Dandruff atau ketombe merupakan variasi yang lebih ringan dimana ditandai
dengan kering dan pengelupasan sisik atau skuama pada kulit kepala. (2) Beberapa
pasien dengan dermatitis seboroik juga dapat disertai dengan folikulitis
eritematosa dan blepharitis.(3)
Penyebab

dermatitis

tidak

diketahui

dan

merupakan

penyakit

multifaktorial,(4) sehingga pathogenesis dari dermatitis seboroik masih menjadi


perdebatan. Perdebatan ini diperpanjang sampai pada klasifikasinya sebagai
penyakit kulit, yaitu sebagai sebuah bentukan dermatitis, penyakit jamur, atau
penyakit peradangan, serta berhubungan juga dengan psoriasis. Beberapa ada juga
yang mengemukakan disebabkan oleh jamur Malassezia, berdasarkan dari
penelitian keberadaan jamur itu pada kulit yang terkena dan respon terapeutik
pada obat antifungi.(3)
Perkiraan dari prevalensi dermatitis seboroik dibatasi oleh tidak adanya
kriteria diagnostik yang di validasi serta skala penilaian keparahan, namun
sebagai salah satu kelainan kulit yang paling umum, dapat mengenai sekitar
11,6% dari populasi umum dan lebih dari 70% pada bayi di umur tiga bulan
pertama. Pada orang dewasa, angka kejadian paling tinggi pada dekade ketiga dan
keempat.(2) Angka kejadian sekitar 2% - 5% dari populasi dan paling sering
mengenai laki-laki.(1)
Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit yang paling sering
ditemukan pada orang yang terinfeksi HIV, khususnya mereka yang mempunyai

jumlah CD4 dibawah 400 sel/mm3.(2) Seborrheic state istilah yang dipakai pada
pasien dengan imunokompeten dengan ditandai seboroik dan marginal blepharitis.
Mungkin juga berhubungan dengan psoriasis sebagai keadaan prepsoriasis dimana
nanti akan berkembang menjadi psoriasis. Pada beberapa pasien campuran ruamruam (skuama superfisial pada kulit kepala dan alis serta makula dengan skuama
polisiklik di trunkus) disarankan untuk menggunakan istilah seborrhiasis.(1)
Dermatitis seboroik juga sering terjadi pada pasien dengan Parkinsons
disease dan pada pasien yang mendapat pengobatan psikotropik seperti
haloperidol decanoate, lithium, buspirone, dan chlorpromazine,(2) tapi karena
dermatitis seboroik merupakan penyakit yang sering terjadi sehingga hal tersebut
belum dapat dibuktikan, dan stres emosional merupakan faktor yang diduga
sebagai penyebabnya.(1)
Gejala pada kulit yang dapat timbul berupa gatal dengan disertai ruam
orange-kemerahan atau abu-abu keputihan pada kulit, sering disertai minyak atau
makula putih kering berskuama, papula dengan ukuran bervariasi (5-20 mm), atau
patch dengan batas yang agak tegas. Krusta lengket dan fisura sering ditemukan
dilipatan belakang daun telinga.(1)
Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dari gejala klinis, dengan anamnesa
dan hasil dari pemeriksaan klinis. Beberapa kondisi mungkin memiliki gambaran
yang sama dengan dermatitis seboroik, seperti pada psoriasis, dermatitis atopik,
dermatitis kontak, dan eritrasma. Dermatitis seboroik juga dapat menyerupai
rosasea dengan pola penyebaran yang mirip. Pada anak-anak, dermatitis seboroik
umumnya menyerupai tinea kapitis. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan KOH.(2)
Etiologi dan patogenesa dari dermatitis seboroik belum diketahui dengan
pasti sehingga masih menjadi perdebatan.(3) Dikatakan bahwa Malassezia furfur
merupakan salah satu penyebabnya, sehingga muncul teori-teori tentang
etiopatogenesa dari dermatitis seboroik ini. (1,3)
Pada referat ini penulis ingin membahas tentang dermatitis seboroik,
terutama tentang teori-teori etiopatogenesa dari dermatitis seboroik yang masih
menjadi perdebatan. Diharapkan dengan adanya referat ini dapat menambah

wawasan bagi pembaca tentang patogenesa dari dermatitis seboroik ini, sehingga
referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis seboroik merupakan penyakit peradangan kulit kronis yang
sangat umum, ditandai dengan skuama kuning keabu-abuan dan makula
eritematosa yang berbatas tidak terlalu jelas. Biasanya dapat disertai rasa gatal
dan terjadi di daerah yang memiliki aktivitas kalenjar sebasea yang sangat aktif.
Misalnya, kulit kepala, wajah, daerah presternal, dan daerah lipatan tubuh.(1,2)
Dermatitis seboroik memiliki banyak variasi atau nama lain, yaitu sebopsoriasis,
seborrheic dermatitis, seborrheic eczema, dandruff, dan pityriasis capitis.(3)
Pada wajah dermatitis seboroik terutama mengenai bagian medial dari alis
mata, area di antara alis mata, dan bagian nasolabial. Dapat juga mengenai kulit
pada dada (umumnya bagian presternal) dan fleksura.(4)
2.2 Epidemiologi
Perkiraan dari prevalensi dermatitis seboroik dibatasi oleh tidak adanya
kriteria diagnostik yang di validasi serta skala penilaian keparahan, namun
sebagai salah satu kelainan kulit yang paling umum, dapat mengenai sekitar
11,6% dari populasi umum dan lebih dari 70% pada bayi di umur tiga bulan
pertama. Pada orang dewasa, angka kejadian paling tinggi pada dekade ketiga dan
keempat.(2,8) Angka kejadian sekitar 2% - 5% dari populasi dan paling sering
mengenai laki-laki.(1)
Penelitian secara cross-sectional di rumah sakit pendidikan Yunani antara
tahun 1995-2002, dilaporkan 2035 pasien di diagnose sebagai dermatitis seboroik,
memberikan prevalensi relatif keseluruhannya 4,05%.dibandingkan dengan data
dari pediatric cross-sectional menunjukkan bahwa prevalensi relatif dari pasien
rawat jalan di Yunani umur 0-15 tahun (2,5%) lebih rendah daripada di India
(11,3%) dan Cina (3,2%), sedangkan pada dewasa (4,05%), itu lebih rendah

daripada cina (7%), sama dengan Iran, dan lebih tinggi daripada populasi di
Inggris (2,35%).(3)
The National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS) meragukan data
mengenai kunjungan dari pasien rawat jalan dermatitis seboroik pada tahun 1996
sampai 2009. Selama periode tersebut, jumlah kunjungan pasien rawat jalan
dermatitis seboroik tiap tahun di Amerika Serikat sekitar 1 sampai 2 juta orang
tiap tahun. Rata-rata ada 1,4 juta orang penderita dermatitis seboroik per tahun,
dengan perempuan dilaporkan 53,8% dari seluruh kunjungan, dan laki-laki 46,3%.
(6)

Dermatitis seboroik semakin diakui memiliki efek negatif yang besar


terhadap kualitas hidup pasien (QoL). Pada penelitian terhadap 3000 pasien
dengan dermatitis seboroik atau ketombe, pasien dengan ketombe memiliki
kualitas hidup (QoL) yang signifikan lebih baik daripada pasien dengan dermatitis
seboroik atau pasien dengan dermatitis seboroik dan ketombe. (P < 0,001 pada
kedua perbandingan).(3)
Dermatitis seboroik dan Pityriasis Capitis (Cradle cap) secara umum
terjadi pada anak usia dini. Berdasarkan survey dari 1116 anak, pada semua usia
dan jenis kelamin prevalensi dari dermatitis seboroik adalan 10% pada laki-laki
dan 9,5% pada perempuan. Prevalensi tertinggi terjadi pada 3 bulan pertama,
menurun secara cepat tiap satu tahun penambahan usia, dan menurun secara
lambat pada usia lebih dari empat tahun. Banyak pasien (72%) memiliki sedikit
dermatitis seboroik yang sedang. Pityriasis capitis terjadi pada 42% anak yang
diperiksa (86% memiliki sedikit pada kasus sedang) prevalensi diperkirakan pada
orang yang lebih tua secara konsisten lebih tinggi daripada perkiraan pada
populasi secara umum.(5)
2.3 Etiologi dan Patogenesis
Penyebab

dermatitis

tidak

diketahui

dan

merupakan

penyakit

multifaktorial yang perlu faktor pencetus endogen dan eksogen untuk terjadi.(3,4)
Sehingga pathogenesis dari dermatitis seboroik masih menjadi perdebatan.(3)

Faktanya bahwa dermatitis seboroik lebih umum terjadi pada laki-laki,


kecuali pada bayi, dan hal itu mulai berkembang saat remaja (puber), diperkirakan
karena pengaruh hormon spesifik, terutama androgen. Prevalensi usia pada
dermatitis seboroik saat itu bertepatan ketika produksi kalenjar sebaseus sangat
aktif. Terlebih lagi ruam pada dermatitis seboroik berlokasi di daerah tubuh yang
banyak terdapat kalenjar sebaseus. Komposisi lemak pada permukaan kulit lakilaki dengan dermatitis seboroik memperlihatkan perbedaan dari yang tidak
terkena dermatitis seboroik.(3)

Gambar 1. Eritema dan skuama yang luas pada kulit kepala (3)

2.3.1 Teori Malassezia


Louis-Charles Malassez (1842-1909) pertama kali mengemukakan
hubungan antara jamur dan dermatitis seboroik di tahun 1874. Jamur lipofilik dari
genus Malassezia yang dapat ditemukan pada kulit normal 75% - 98% pada
dewasa sehat, dan jamur ini memiliki kemampuan untuk memetabolisme
komponen lemak pada sebum. Jamur ini penyebab pityriasis versikolor dan
Malassezia folikulitis dan tampak terlibat juga dalam patogenesis pada kelainan
kulit, seperti dermatitis seboroik, psoriasis, dan dermatitis atopik. Hubungan

10

langsung antara jamur Malassezia dan dermatitis seboroik berdasarkan pada


distribusi Malassezia pada kulit yang mengandung banyak lemak berdasarkan
lokasi anatomi, seperti pada wajah, kulit kepala, dan trunkus. Keberadaan
Malassezia pada kulit yang terkena dermatitis seboroik, dan pada respon
terapeutik dengan obat anti jamur. Perbaikan pada dermatitis seboroik disertai
dengan

pengurangan

jamur

pada kulit kepala, sedangkan

rekolonisasi

menyebabkan berulangnya penyakit. Hubungan kausatif antara dermatitis


seboroik dan Malassezia didukung dengan temuan bahwa pasien dengan ketombe
yang awalnya respon terhadap nystatin kambuh lagi ketika Pityrosporum
(Malassezia) nystatin-resisten yang mengenainya. Terlebih lagi, penyakit yang
berhubungan dengan Malassezia seperti pityriasis versikolor dan Malassezia
folikulitis umumnya juga ditemukan pada pasien dermatitis seboroik.(3)
Jamur Malassezia telah dihubungkan dengan banyak penyakit yang
berbeda, juga secara langsung melalui invasi jaringan sebagai pityriasis
versikolor, atau secara langsung melalui mekanisme imun yang mungkin, seperti
di dermatitis seboroik. Tidak seperti pityriasis versikolor, dimana Malassezia
dapat terlihat dengan mikroskop cahaya pada patogenesa fase miselium. pada
seluruh penyakit kulit yang lain, tidak ada jumlah jamur ataupun morfologi jamur
yang berhubungan dengan ruam kulit. Dermatitis seboroik tidak berhubungan
dengan perubahan mikroskopis, dan itu tidak jelas apakah pasien dermatitis
seboroik punya jumlah Malassezia lebih banyak dari normal atau tidak. Walaupun
tidak ada hubungan antara jumlah jamur dan tingkat keparahan dermatitis
seboroik yang telah dilaporkan.(3)
Diantara 13 spesies Malassezia yang diketahui ( M. furfur, M. obtusa, M.
globosa,

M.

slooffiae,

M.

sympodialis,

M.pachydermatis,

M.restricta,

M.yamatoensis, M. nana, M. japonica, M.equine, M.caprae, dan M. dermatis). M.


restricta, dan M. globosa dianggap organisme patogenesa paling penting pada
dermatitis seboroik, walaupun beberapa yang dilaporkan juga melibatkan M.
furfur, M. sympodialis, M. obtuse, dan M. slooffiae. Penelitian telah dilakukan
untuk menentukan apakah jumlah spesies Malassezia ditemukan di kulit pada
pasien dermatitis seboroik berbeda dari orang normal. Satu penelitian menemukan

bahwa spesies utama pada pasien dermatitis seboroik adalah M. globosa, berbeda
dengan M. sympodialis pada kulit normal. Penelitian lain menemukan M. globosa
dan M. restricta pada kulit yang sakit dan M. globosa paling banyak pada kulit
normal. Penelitian ketiga menemukan M. sypodialis pada pasien dengan
dermatitis seboroik dan pada orang normal. Beberapa telah menyatakan bahwa M.
globosa yang utama, tapi juga menemukan M. restricta atau M. sympodialis yang
menjadi spesies paling umum pada lesi dermatitis seboroik. Variasi dari prevalensi
relatif pada enam spesies lipofilik mungkin berdasarkan pada wilayah geografi.
Setidaknya sebagian menjelaskan tentang hasil yang bertentangan. (3)
Analisis pada genom lengkap pada M. globosa dan sebagian genom pada
M. restricta yang telah disajikan enzim penyandi gen lipase dan fosfolipid dapat
menjelaskan ketergantungan lemak pada genus tersebut. Sekresi enzim oleh jamur
patogenik telah dianggap merupakan faktor penting pada invasi dan penyebaran
pada host. Dengan demikian diperkirakan bahwa lipase dan fosfolipid terlibat
pada mekanisme patogenesis dari Malassezia spesies. Hal tersebut telah diusulkan
bahwa lipase mungkin berhubungan dengan ditemukannya dermatitis seboroik
dan dapat dianggap sebagai faktor virulensi. Beberapa penulis mengusulkan
bahwa enzim-enzim ini memberikan kemampuan untuk memetabolisme lemak
dan untuk mengubah asam lemak menjadi dinding sel jamur dan sangat penting
untuk pertumbuhan.(3)
Kerokan kulit dan analisis mikologi telah memperlihatkan bahwa pasien
dengan dermatitis seboroik biasanya mengalami peningkatan jumlah M.furfur
dibandingkan dengan individu normal. Mekanisme pasti pada lesi kulit yang
terkena belum diketahui. Reaksi positif tes tempel terhadap M.furfur sering
didapatkan pada dermatitis atopik dan jarang pada dermatitis seboroik.(3)
2.3.2 Teori Hiperproliferasi
Dahulu telah diusulkan bahwa jamur marupakan penyebab peradangan
awal pada kulit. Hal ini menghasilkan peningkatan perubahan sel dan peradangan
pada epidermis, sama halnya seperti psoriasis. Bukti yang digunakan dalam

mendukung teori ini termasuk dalam kegagalan pada pasien dengan ketombe
dalam merespon amphotericin B topikal dan respon pengobatan keratolitik dan
anti-inflamasi, seperti asam salisilat dan kortikosteroid. Penyakit psoriasis adalah
kelainan peradangan kulit yang memiliki beberapa karakteristik klinik
menyerupai dermatitis seboroik. Psoriasis ditandai dengan batas tegas, makula
eritematosa berskuama dengan skuama keperakan yang tebal pada kulit kepala,
trunkus, dan tungkai, terutama pada siku dan lutut. Ketika psoriasis dan dermatitis
seboroik secara khusus terdapat pada kulit kepala dengan tidak ada bagian kulit
lain yang terlibat, walau dilakukan biopsi kulit tidak mungkin dapat membedakan
kedua

keadaan

tersebut.

Sebuah

penelitian

retrospektif

mengevaluasi

dermatoskopi sebagai metode yang berguna untuk membedakan antara psoriasis


dan dermatitis seboroik pada kulit kepala. Tiga penampakan pembuluh darah yang
berkaitan dengan psoriasis pada kulit kepala, dinamakan red dots dan globules,
twisted red loops, dan gromerular vessels. Pada psoriasis terjadi dilatasi dari
pembuluh darah yang berkelok-kelok dan pemanjangan papilla dermis.(3)
2.3.3. Sebagai bentukan dermatitis, berhubungan dengan imunologi
Dermatitis seboroik sering pada pasien dengan sistem imun yang rendah,
dikarenakan mekanisme imun adalah penting dalam patogenesis penyakit. Barubaru ini, sebuah DBA/2 2C TCR tikus transgenik ditemukan berkembang pada
penyakit peradangan kulit terlokalisir dengan skuama pada kulit yang mencolok
mirip dengan dermatitis seboroik. Tikus tersebut tidak memiliki T sel thymocytes
dan lymphopenic untuk sel CD4+ dan CD8+. Organisme mirip jamur terlihat di
folikel rambut yang terkena, dan respon terhadap pengobatan dengan fluconazole.
Organisme ini belum terisolasi dari lesi dan tidak berkarakter. namun hubungan
kulit berskuama dengan imunodefisiensi ditandai dengan dermatitis seboroik atau
pada pasien dengan HIV positif.(3)
Sistem imun humoral sama halnya dengan sistem imun seluler telah
diteliti pada pasien dengan dermatitis seboroik dengan hasil yang berbeda.
Berkaitan dengan sistem imun seluler, sebuah penelitian menemukan perbandinga

CD4+/CD8+ yang rendah sekitar 68% pada pasien, sedangkan penelitian lain
menemukan perbandingan normal pada seluruh pasien dengan dermatitis
seboroik. Penelitian lain juga menemukan perbandingan normal CD4+/CD8+, tapi
dilaporkan jumlah sel B yang menurun pada 28% pasien dan jumlah sel natural
killer yang meningkat pada 48% pasien. Peningkatan persentase dari CD8+ T sel
ditemukan pada 60% pasien dan perbandingan persentase CD4+/CD8+ menurun
pada 70 pasien, dimana dinyatakan bahwa pasien dermatitis seboroik
memperlihatkan ketidakcocokan imun seluler. Perubahan pada populasi CD8+ T
sel mungkin sebagai hasil dari pelepasan sitokin. Pada pasien dengan dermatitis
seboroik, kerusakan tidak spesifik pada fungsi T sel terlihat dapat menjelaskan
hubungan dengan infeksi HIV, atau tidak ada bukti kontak sensitisasi pada pasien
dermatitis seboroik.(3,10)
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jamur Malassezia secara
signifikan menurunkan produksi sitokin, dimana berhubungan dengan keberadaan
lapisan mikrofibrilar kaya lemak yang menyelubungi jamur. Jumlah lemak yang
banyak mungkin mencegah sel jamur memacu peradangan dan menetap dengan
status komensal mereka. Penelitian lebih lanjut dengan kelompok yang sama
menggambarkan bahwa pengeluaran lemak dinding sel terbalik dengan
kemampuan mereka untuk mengurangi tingkat proinflamasi sitokin. Pada
dermatitis seboroik, jamur ini gagal memiliki lapisan lemak karena perubahan
ketersediaan nutrisi pada permukaan lemak. Perubahan lapisan lemak pada
dermatitis seboroik mungkin dapat menjelaskan sifat peradangan pada penyakit
ini.

(3,11)
Peran respon imun pasien dalam patogenesis dermatitis seboroik tidak

pasti. Sebuah respon host khusus untuk Malassezia belum teridentifikasi, tetapi
angka dermatitis seboroik tinggi pada orang positif HIV menunjukkan proses
dimediasi oleh sistem kekebalan tubuh, meskipun respon dari dermatitis seboroik
pada keberhasilan pengobatan antriretroviral masih belum terbukti.(10)

2.4 Faktor Pencetus Dermatitis Seboroik


2.4.1 Obat Obatan(1)
Beberapa obat telah dilaporkan untuk menghasilkan lesi mirip dermatitis
seboroik seperti metildopa, cimetidine, dan neuroleptik. Dermatitis seboroik
wajah diamati pada 8% dari 347 pasien yang menerima terapi Psoralen Plus
Ultraviolet A (PUVA) untuk psoriasis dan terjadi dalam beberapa hari sampai 2
minggu setelah awal pengobatan. Lesi dihindari dengan menutupi wajah selama
radiasi.
2.4.2 Kelainan Neurotransmitter(1,15)
Dermatitis seboroik sering dikaitkan dengan berbagai kelainan neurologis,
serta adanya kemungkinan pengaruh dari sistem saraf. Kondisi neurologis ini
termasuk Parkinson post encephalitic, epilepsi, cedera supraorbital, kelumpuhan
wajah, poliomyelitis, syringomyeliadan quadriplegia. Stres emosional tampaknya
memperburuk penyakit. Jumlah penderita dermatitis seboroik dilaporkan banyak
di antara pasukan tempur di masa perang. Penyakit Parkinson merupakan penyakit
yang berperan dalam timbulnya penyakit dermatitis karena terjadi peningkatan
produksi sebum yang mempengaruhi pertumbuhan Malassezia.
2.4.3 Faktor Fisik(16)
Telah diperkirakan bahwa aliran darah kulit dan suhu kulit mungkin bertanggung
jawab untuk distribusi dermatitis seboroik.Variasi musiman suhu dan kelembaban
yang berhubungan dengan perjalanan penyakit.Temperatur rendah pada musim
dingin,kelembaban rendah pada ruangan yang diberi penghangat diketahui
memperburuk kondisi dermatitis seboroik. Sinar matahari dianggap menghambat
perkembangan P. ovale sehingga gejala penyakit ini umumnya membaik saat
musim panas.

2.4.4 Gangguan Gizi(1)


Dermatitis seboroik tidak disebabkan karena defisiensi zinc, tidak juga
dihasilkan respon dengan terapi pemberian zinc. Dermatitis seboroik pada bayi
mungkin memiliki patogenesis yang berbeda, baik itu kekurangan biotin karena
sebab sekunder, kekurangan holocarboxylase atau kekurangan biotinidase, dan
metabolisme

abnormal

asam

lemak

esensial

telah

dipikirkan

sebagai

kemungkinan.
2.5 Gejala Klinis Dermatitis Seboroik(7,13)
A Pada bayi (usia 2 minggu 10 minggu)
1

Pada kepala (daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle cap, dengan
krusta tebal pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar kemerahan dan
kurang atau tidak gatal.

Pada lokasi lain lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang
tertutup skuama berminyak dan kurang atau tidak gatal.

Pada daerah genitalia sering dalam bentuk krusta kuning dan lesi
psoriasiform.

Gambar 2. Cradle cap pada bayi

B. Pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-40 tahun, dapat pada
usia tua)
1

Umumnya gatal

Pada area seboroik, berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular atau papula
kemerahan atau kekuningan dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi,
skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak.

Bercak kemerahan pada area dahi (seboroik korona), lipatan nasolabial, alis mata
dan glabella, atau dikenal dengan butterfly.

Bersifat kronis dan mudah kambuh.

Gambar 3. Dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial


(butterfly
ditribution)

2.6 Diagnosis Dermatitis Seboroik(7,12)


Diagnosis dermatitis seboroik biasanya dibuat berdasarkan gejala klinis.
Biopsi kulit mungkin diperlukan pada orang dengan eritroderma eksfoliatif, dan
kultur jamur dapat digunakan untuk menyingkirkan tinea kapitis, meskipun tinea
kapitis jarang pada orang dewasa. Temuan dermatopatologi dermatitis seboroik

tidak spesifik dan biasanya adalah sebagai hiperkeratosis, akantosis, spongiosis


fokal, dan parakeratosis.
Dermatitis seboroik sering menyerupai penyakit lain, maka dari itu bila
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis banding,
yaitu pemeriksaan histopatologis, pada dermatitis seboroik didapatkan gambaran
dermatitis kronis dan spongiosis yang lebih jelas. Pemeriksaan KOH 10-20%,
pada dermatitis seboroik dapat tampak spora / blastokonidia, tetapi tidak ada hifa.
Pemeriksaan lampu Wood, pada dermatitis seboroik fluoresen negatif (warna
violet).
2.7 Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik(7,14)
Tergantung pada lokasi dan beratnya penyakit

Kepala : Pityriasis kapitis (ketombe), Psoriasis vulgaris, dermatitis kontak,


rosasea

Saluran telinga : Dermatitis Kontak Iritan, Dermatitis Kontak Alergi,


Otomikosis

Wajah : Rosasea, Psoriasis vulgaris, Impetigo krustosa

Dada dan punggung : Pitiriasis rosea, Psoriasis vulgaris

Kelopak mata : Dermatitis atopik, Psoriasis vulgaris, Demodikosis

Daerah fleksural: Kandidiasis intertrigenosa, Eritrasma, Tinea kruris,


Psoriasis inversa

Penatalaksanaan(7,13)

A Umum:
1

Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini tidak dapat sembuh total dan
mudah kambuh

Sering membersihkan dengan sabun agar minyak dapat terangkat dan


memberi perbaikan pada daerah yag terserang

18

Aktivitas di luar rumah, terutama selama musim panas

Hindari penggunaan tonik rambut atau sediaan dengan dasar alkohol

Terapi farmakologis meliputi:


a

Preparat anti fungi untuk menurunkan kolonisasi yeast yang bersifat


lipofilik

Preparat anti inflamasi

B. Khusus:
1

Terapi pada kulit kepala


a

Skuama melekat dan tebal pada bayi : minyak mineral hangat,


dibiarkan 8-12 jam, skuama dilepas dengan sikat halus lalu
dilanjutkan dengan shampo yang tepat

Shampo anti dandruff yang mengandung : Selenium sulfide 2,5% atau


Pyrithion zinc 1-2% atau Ketoconazole 2% yang diberikan setiap hari
atau selang sehari

Untuk skuama yang tebal dan difus:

Minyak mineral hangat atau olium olivarum dilanjutkan dengan


shampo tar

Kombinasi coal tar dan keratolitik

Losio kortikosteroid

Salep acidum salicylicum 5%

Terapi pada wajah


a

Krim Ketoconazole 2% dioleskan 1-2 kali sehari

Krim Hydrocortisone 1% dapat diberikan sehari 1-2 kali untuk


menekan eritema dan gatal

Terapi pada badan


a

Zinc atau coal tar dalam shampo atau mandi dengan sabun zinc

Krim Ketoconazole 2% dan atau krim, losio, atau solusio


kortikosteroid 1-2 hari

Benzoil peroksida

19

Karena bahan di atas dapat mengeringkan kulit, sebaiknya dioleskan


pelembab setelah terapi
4

Terapi pada daerah intertriginosa


a

Krim Ketoconazole 2%

Krim Pimecrolimus 1%

Tacrolimus ointment 0,03% atau 0,1%

Terapi sistemik
a

Asam retinoat
Pada kasus yang berat, pemberian asam retinoat 0,5 1 mg/kgBB
sangat efektif

Kapsul Itrakonazol
Pada kasus dermatitis seboroik yang lebih ringan, dosis 1 kapsul
Itrakonazol (100 mg) dengan pemberian 2 kali sehari selama 2
minggu juga efektif

Tablet kortikosteroid (prednisone atau dexamethasone)


Dosis 2 tablet sehari 2-3 kali sampai keadaan membaik, lalu dosis
diturunkan secara bertahap

Tablet Ketoconazole
Dosis 1 tablet (200 mg) sehari 1 kali selama 3 minggu

Prognosis Dermatitis Seboroik(13,14)


Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai faktor

konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol. Kondisi


pasien dengan dermatitis seboroik membaik pada musim panas dan memburuk
pada musim gugur. Kekambuhan dermatitis seboroik dengan kasus yang berat,
terutama pada kulit kepala memungkinkan terjadi alopesia. Dermatitis seboroik
pada anak-anak dan remaja menghilang seiring berjalannya waktu, namun dapat
terjadi eritroderma seboroik.

20

BAB III
RINGKASAN
Dermatitis seboroik merupakan penyakit peradangan kulit kronis yang
sangat umum, ditandai dengan skuama kuning keabu-abuan dan makula
eritematosa yang berbatas tidak jelas. Biasanya dapat disertai rasa gatal dan
terjadi di daerah yamg memiliki aktivitas kalenjar sebasea yang sangat aktif.
Misalnya, kulit kepala, wajah, daerah presternal, dan daerah lipatan tubuh.
Dermatitis seboroik memiliki banyak variasi atau nama lain, yaitu sebopsoriasis,
seborrheic dermatitis, seborrheic eczema, dandruff, dan pityriasis capitis.
Dermatitis seboroik umumnya dapat mengenai sekitar 11,6% dari populasi
umum dan lebih dari 70% pada bayi di umur tiga bulan pertama. Pada orang
dewasa, angka kejadian paling tinggi pada dekade ketiga dan keempat. Angka
kejadian sekitar 2% - 5% dari populasi dan paling sering mengenai laki-laki.
Sekresi kelenjar sebaceous, dampak oportunistik dari Malassezia furfur
dan respon imun penderita semua dapat berkontribusi pada patogenesis dermatitis
seboroik. Dermatitis seboroik ini dapat bertambah buruk lagi apabila terdapat
faktor predisposisi seperti status seboroik, keaktifan gandula sebasea, faktor
kelelahan, stress emosional, infeksi, dan defisiensi imun.
Diagnosis dermatitis seboroik biasanya dibuat berdasarkan gejala klinis
yang khas dan bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
menyingkirkan diagnosis banding, misalnya pemeriksaan KOH 10-20% untuk
menyingkirkan diagnosis dermatofitosis atau pemeriksaan lampu Wood untuk
menyingkirkan diagnosis eritrasma.
Penatalaksanaan farmakologis meliputi preparat anti fungi untuk
menurunkan kolonisasi yeast yang bersifat lipofilik dan preparat anti inflamasi.
Selain penatalaksanaan farmakologis. Edukasi pada pasien dermatitis seboroik
juga penting, misalnya informasikan kepada pasien bahwa penyakit ini tidak dapat
sembuh total dan mudah kambuh, sering membersihkan dengan sabun agar
minyak dapat terangkat dan memberi perbaikan pada daerah yang terserang,
lakukan aktivitas di luar rumah, terutama selama musim panas juga memberi

perbaikan pada seboroiknya, tetapi perlu hati-hati untuk menghindari kerusakan


kulit akibat sinar matahari serta hindari penggunaan tonik rambut atau sediaan
dengan dasar alkohol

22

DAFTAR PUSTAKA
1

Fitzpatricks. 2009. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology,


sixth edition. United States : The Mc Graw Hill Companies.
2 Thomas Berk, MD, and Noah Scheinfeld, MD. 2010. Seborrheic
Dermatitis.
3

Clio Dessinioti, MD, Andreas Katsambas, MD. 2013. Sebrrheic dermatitis :


st

Etiology, risk factorsm and treatment Facts and Controversies. 1

Department of Dermatology, Andreas Syggros Hospital, University


of Athens.
4 Robert A. Schwatrz, M.D, Christoper A. Janusz, MD, and Camila K.
Janniger, MD. 2006. Seborrheic Dermatitis : An Overview.
University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New Jersey
Medical School, Newark, New Jersey.
5 Juan Jorge Manriquez and Pablo Uribe. 2007. Seborrheic Dermatitis.
6 Cheryl J. Gustafson, MD, Scoot A. Davis, MA, and Steveb R. Feldman,
MD. 2012. Complete Approaches to Seborrheic Dermatitis. Center for
Dermatology Research, Winston-Salem, North Californis.
7

Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2005. Pedoman Diagnosis


dan Terapi (PDT). Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah DR. Soetomo

8 Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis.


Textbook of dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell
Scientific Publications ; 1992 : 545-51
9 Mark D. Kaufmann, MD, and Neal Bhatia, MD. 2013. Seborrheic
Dermatitis: Rational Treatment Based on Disease Severity and
Location. http://www.the-dermatologist.com/content/seborrheicdermatitis-rational-treatment-based-disease-severity-and-location
10 James R. Schwartz, Andrew G. 2013. A Comprehensive
Pathophysiology of Dandruff and Seborrheic Dermatitis Towards
a
More
Precise
Definition
of
Scalp
Health.
http://adc.mef.hr/index.php/adc/article/download/887/588
11 Samuel T Selden, MD. 2014. Seborrheic Dermatitis.
http://emedicine.medscape.com/article/1108312-overview

23

13 Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M,


Aisah S. 2009. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Cetakan
keempat. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 200-2
14 Gupta, A.K., Bluhm R. 2004. Coclopirox Shampoo For Treating
Seborrheic
Dermatitis,
Skin
Therapy
Left
9(6):4-5.
http://www.medscape.com
16. Yolanda,
Natharina.
2014.
Dermatitis
Seboroik.
http://www.kerjanya.net/faq/5729-dermatitis-seboroik.htm

Oky Fredy Ana Mahdi


09700093
Pembahasan Pertanyaan Presentasi
1

Lokasi Pasti kelenjar keringat & kelenjar minyak ada dimana?


Jawab:
Kelenjar keringat disebar di seluruh badan kecuali bibir, puting, dan bagian luar organ vital.
Letak kelenjar keringat ada di lapisan kulit yang disebut dermis bersama-sama perabotan lain,
seperti ujung syaraf, folikel rambut.
Eccrine- Tipe yang paling banyak ditemukan disekujur badan, terutama di telapak tangan,
telapak kaki, dan kening. Biasanya lebih kecil ketimbang apocrine.
Apocrine- Adanya di ketiak dan sekitar dubur. Biasanya yang jenis ini ujungnya ada di folikel
rambut bukan pori-pori.
Kelenjar Minyak paling banyak ditemukan di wajah dan kulit kepala, dan di daerah tubuh
yang tertutup rambut kecuali di telapak tangan dan kaki, kelenjar minyak juga ditemukan di
daerah tidak berambut misalnya Hidung, penis, puting, labia mayora dan kelopak mata

Seboroik korona
Jawab:
bercak yang berbatas tegas dan diskret atau meliputi sebagian besar kulit kepala dan di luar
batas tumbuh rambut pada bagian frontal kepala

kandungan Shampo kepala untuk terapi dermatitis seboroik?


Jawab:
Shampo yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai. Shampo
tersebut dapat diberikan dua sampai tiga kali seminggu.

Jelaskan perbedaan scalp psoriasis dengan dermatitis seboroik?


Jawab:
Psoriasis kulit kepala dan dermatitis seboroik di kulit kepala (dikenal awam sebagai
ketombe) terkadang sulit dibedakan. Keduanya adalah kondisi yang sering ditemukan di
kulit kepala. Selain itu, keduanya memiliki beberapa tanda dan gejala yang sama, seperti
gatal, kulit merah, dan bersisik.
Umumnya, sisik psoriasis lebih tebal dan lebih kering dibandingkan sisik dermatitis
seboroik. Selain itu, psoriasis biasanya mengenai lebih dari satu area tubuh. Jika terdapat
psoriasis di kulit kepala, kemungkinan juga akan ditemukan lesi psoriasis ringan di kulit lain,
misalnya lutut, siku, tangan atau kaki atau mungkin melihat perubahan kuku halus berupa
bintik-bintik (nail pitts).

Bila dibutuhkan, dermatologis dapat melakukan pemeriksaan (misalnya biopsi kulit)


untuk membedakan keduanya dan memastikan diagnosis sebelum memulai pengobatan.

Scalp Psoriasis

Dermatitis seboroik

Bercak merah pada kulit ditutupi


dengan sisik keperakan

Kulit kemerahan & berminyak ditutupi


dengan sisik putih atau kuning berminyak

Sisik keperakan putih yang mungkin


menempel pada batang rambut

Sisik kuning atau putih yang mungkin


menempel pada batang rambut

Sisik atau kerak tebal di kulit kepala


yang dapat berdarah ketika
digaruk/dikorek

Sisik atau kerak tebal di kulit kepala yang


lebih mudah dihapus/dikorek tanpa
berdarah

Bercak dapat melampaui garis rambut

Bercak terbatas dalam garis rambut

Dapat disertai dengan gejala gatal atau


nyeri.

Sangat gatal, umumnya tidak nyeri.

Apa gambaran pada pemeriksaan KOH?


Jawab:
Pada pemeriksaan KOH 10-20% ditemukan?
Spora didapatkan pada candida, dermatitis seboroik
Hifa didapatkan pada dermatofitosis misalnya pada tinea, pteriasis versikolor

Apa hubungan dermatitis seboroik dengan hormon androgen? (Roudhotul J)


Jawab:
Kelenjar sebasea paling aktif pada bayi yang baru lahir dan produksi sebum paling banyak di
bulan bulan awal sampai usia 9 tahun. Usia 9-12 th kelenjar sebasea tidak aktif akibat
stimulasi hormon androgen ibu berhenti, kemudian puncaknya usia 18-40 th

Diagnosa pasti pada dermatitis seboroik? (Amalia HR)


Selain dari data subyektif dan obyektif dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan KOH 10-20% didapatkan spora, sedangkan pada tinea didapatkan hifa
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran spongiosis, parakeratosis dan akantosis
Pada pemeriksaan wood didapatkan warna violet, ptiriasis warna kuning, tinea kaptis hijau
8 Bagaimana cara memberikan edukasi pada pasien dermatitis seboroik yang
penyembuhanya lama? (aszharil )

Disarankan untuk mencukur habis rambut yang terkena DS, dan apabila skuama tebal

dilakukan kompres dengan pz stiril


Mandi secara teratur dan Sering membersihkan dengan sabun agar minyak terangkat

dan memberi perbaikan pada daerah yang terserang


Menghilangkan faktor faktor predisposisi seperti stress, kelelahan, gizi yang kurang

dll
Dianjurkan untuk sering aktivitas diluar dan terkena kontak matahari
9 Apa yang menyebabkan dermatitis seboroik tidak bisa sembuh total? (distama)
Jawab:
Ditenggarai adanya suatu keturunan meskipun belum dapat dibuktikan
Dari dalam pasien sndiri misal higienitas kulit tidak dijaga dengan baik, kulit berminyak,
gampang stress dan kelelahan, dan juga biasanya ada penyakit imun penyerta misalnya HIV
10 Apa faktor predisposisi pada penyakit ini, apa semua orang bisa terkena? (Nurmakiah)
Jawab:
faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan,
stress, emosional, infeksi, atau defisiensi imun. Kondisi ini dapat diperburuk dengan
meningkatnya keringat dan peningkatan aktivitas kelenjar sebasea pada produksi sebum,

Anda mungkin juga menyukai