PERDARAHAN PERSALINAN
Seorang pasien usia 27 tahun datang ke IGD RSUD dengan kelihan nyeri pada perut
sejak 3 jam yang lalu disertai dengan keluar darah dari kemaluan. Usia kehamilan dihitung
dari haid terakhir didapatkan 34 minggu. Pasien melakukan Antenatal Care di Puskesmas
sebanyak 4 kali dan terakhir kontrol satu minggu yang lalu. Pasien juga pergi ke paraji dan
periksa terakhir sebelum ke RS untuk diurut. Selama kehamilan pasien mengalami kenaikan
berat badan 10 kg dan tidak ada edema pada tungkai. Dari riwayat penyakit keluarga
diketahui tidak ada riwayat penyakit jantung, ginjal, DM, dan hipertensi dalam keluarganya.
Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil pasien tampak sakit sedang dan didapatkan tekana
darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 110 kali per menit, suhu 37 oC dan nafas 20 kali per
menit. Dari status obstetri didapatkan tinggu fundus uteri 28 cm, denyut jantung janin tidak
jelas. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah warna merah kehitaman mengalir dari
OUI dan pembukaan serviks tidak ada. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang USG
dengan hasil kehamilan tunggal dengan janin presentasi kepala dan hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan protein urin negatif. Dari pemeriksaan CTG didapatkan kesan gawat
janin.
KATA SULIT
1. Antenatal Care : Pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan
fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian
ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar
2. CTG
: Pemeriksaan rekam jantung dan janin untuk menilai kondisi janin
diadalam rahim
3. Gawat Janin
: Kedaan dimana janin tidak menerima oksigen yang cukup sehingga
mengalami sesak
HIPOTESIS
3
Pasien hamil 27 tahun paraji (urut) perdarahan, nyeri Pemeriksaan fisik : normal;
Inspekulo : darah kehitaman, tidak ada pembukaan serviks; CTG : kesan gawat janin
solusio plasenta perbaiki keadaan umum dan terminasi kehamilan seksio sesaria
SASARAN BELAJAR
4
LI.1
LI.2
LI.1
LO.1 DEFINISI
Perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu. Walaupun perdarahannya sering
dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi tidak jarang juga terjadi sebelum
kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai
melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan
lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka.
LO.2 ETIOLOGI
Faktor Determinan
a.
Umur
Pendidikan
Ibu yang mempunyai pendidikan relatif tinggi, cenderung memperhatikan
kesehatannya dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Dengan pendidikan yang
tinggi, diharapkan ibu mempunyai pengetahuan dan mempunyai kesadaran mengantisipasi
kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur
c.
Paritas
Menurut WHO ( 1979 ) kejadian anemia ibu hamil berkisar antara 20% sampai 89% dengan
menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Ibu hamil yang menderita anemia lebih peka
terhadap infeksi dan lebih kecil kemungkinan untuk selamat dari perdarahan atau penyakit
lain yang timbul selama hamil dan melahirkan. Saat ibu mengalami perdarahan banyak,
peredaran darah ke plasenta menurun.Hal ini menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah
janin berkurang yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin.
f. Tekanan darah
Hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan atau yang kronik tidak jarang ditemukan pada
wanita hamil. Hipertensi pada kehamilan adalah apabila tekanan darahnya antara 140/90
mmHg sampai 160/100 mmHg. Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi
kehamilan sebagai salah satu trias klasik yang merupakan penyebab kematian ibu.Selain itu,
pasien dengan penyakit hipertensi kehamilan memiliki resiko pelepasan plasenta prematur.
LO.3 KLASIFIKASI
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara klinis
biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan solusio
plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut :
1. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu
pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
(ostium uteri internum).
Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri internum pada
waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal empat macam plasenta previa, yaitu :
a) Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum)
tertutup oleh plasenta.
b) Plasenta previa lateralis, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium uteri
internum) tertutup oleh plasenta.
c) Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
jalan lahir (ostium uteri internal).
d) Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah
uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta
berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba
pada pembukaan jalan lahir.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan jalan lahir.
Misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa
lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm
dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan macamnya plasenta previa
harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa
lateralis pada pembukaan 5 cm.
8
2. Solusio Plasenta
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental
haemorrhage dan premature separation of the normally implanted placenta.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari
perlekatannya sebelum janin lahir.
Berdasarkan gejala klinik dan luasnya plasenta yang lepas, maka solusio plasenta dibagi
menjadi 3 tingkat, yaitu :
a. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas kurang dari 1/4 bagian, perut ibu masih lemas dan bagian
janin mudah teraba, janin masih hidup, tanda persalinan belum ada, jumlah darah yang
keluar biasanya kurang dari 250 ml, terjadi perdarahan pervaginam berwarna kehitamhitaman.
b. Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas lebih dari 1/4 bagian tetapi belum sampai 2/3 bagian, perut
ibu mulai tegang dan bagian janin sulit diraba, jumlah darah yang keluar lebih banyak
dari 250 ml tapi belum mencapai 1000 ml, ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, janin
dalam keadaan gawat, tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan dapat berlangsung
cepat sekitar 2 jam.
c. Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas telah mencapai 2/3 bagian atau lebih, uterus sangat tegang
seperti papan dan sangat nyeri, serta bagian janin sulit diraba, ibu telah jatuh ke dalam
syok dan janin telah meninggal, jumlah darah yang keluar telah mencapai 1000 ml lebih,
terjadi gangguan pembekuan darah dan kelainan ginjal. Pada dasarnya disebabkan oleh
hipovolemi dan penyempitan pembuluh darah ginjal.
3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya
Perdarahan anterpartum yang belum jelas sumbernya terdiri dari :
a. Pecahnya sinus marginalis
Sinus marginalis adalah tempat penampungan sementara darah retroplasenter. Perdarahan ini
terjadi menjelang persalinan, jumlahnya tidak terlalu banyak, tidak membahayakan janin dan
ibunya, karena persalinan akan segera berlangsung. Perdarahan ini sulit diduga asalnya dan
baru diketahui setelah plasenta lahir.Pada waktu persalinan, perdarahan terjadi tanpa sakit dan
menjelang pembukaan lengkap yang perlu dipikirkan kemungkinan perdarahan karena sinus
marginalis pecah.
b. Pecahnya vasa previa
Perdarahan yang terjadi segera setelah ketuban pecah, karena pecahnya pembuluh darah yang
berasal dari insersio vilamentosa (keadaan tali pusat berinsersi dalam ketuban).
LO.4 TATALAKSANA
a. Perawatan Konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ <2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu
dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan:
dilakukan
mobilisasi penderita
dan diagnosa
o
o
o
o
LI.2
LO.1 DEFINISI
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan
trimester ketiga.Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan akumulasi darah
antara plasenta dan dinding Rahim yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan penyulit
terhadap ibu maupun janin.
Pada solusio plasenta, darah tersimpan dalam kavum uteri.Hal ini disebabkan oleh
lepasnya plasenta.Plasenta dapat terlepas secra komplit (20 % kasus) maupun inkomplit (80%
kasus).Apabila plasenta terlepas secara ainkomplit, darah mengalir melalui
serviks.Komplikasi pada kasus inkomplit lebih sedikit dan ringan dibandingkan plasenta yang
lepas secara komplit.
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari
implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir .
Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur
plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir (2). Jika separasi ini
terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus
imminens (5). Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio
plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir,
11
dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat
janin di atas 500 gram .
LO.2 ETIOLOGI
Penyebab utama dari solusio plasenta , masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian , beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan faktor faktor yang
berpengaruh pada kejadiannya, antara lain :
1. Hipertensi essensialis atau preeklamsi
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil ( Hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir ).
Disamping itu , ada juga pengaruh dari :
1.
2.
3.
4.
5.
LO.3 PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium
atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan
perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus. Biasanya perdarahan akan berlangsung
terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus tidak mampu berkontraksi untuk membantu
dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Hematom ini semakin membesar dan menekan
jaringan plasenta sehingga bagian plasenta yang terlepas juga semakin besar.Akhirnya
hematom mencapai pinggir plasenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding
rahim.Darah dapat berada diantara desidua dan membran yang dapat keluar melalui serviks
kemudian ke vagina (pardarahan eksternal).Jika ektravasasi darah masuk hingga miometrium
dan bagian bawah dari serosa bahkan sampai pada ligamentum latum dan melalui tuba masuk
ke rongga panggul dapat menyebabkan couvelaire uterus yakni uterus dengan darah yang
gelap kebiru-biruan, selain itu dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena gangguan
12
kontraksi uterus. Akibat gangguan kontraksi pada uterus dan bekuan retroplasenter
menyebabkan pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga
berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan
hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi
juga pada alat-alat tubuh lainnya
(4,11,12)
Besarnya permukaan plasenta yang menjadi terpisah dari suplai darah ibu menentukan
gambaran klinis dengan mempengaruhi jumlah kehilangan darah akut dari ibu dan penurunan
suplai oksigen ke janin, menyebabkan gawat janin atau kematian.Pasien dengan perdarahan
yang sedikit mungkin belum menimbulkan gejala pada awalnya.Kejadian baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan
maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.Darah pada desidua basalis
hasil dari pelepasan plasenta menyebabkan hipoksia pada janin sedangkan darah pada lapisan
serosa rahim dapat menyebabkan Couvelair Uterus.Awalnya perdarahan di dalam desidua
basalis terjadi karena pecahnya arteri kecil pada lapisan desidua ibu disertai pembentukan
hematoma sehingga menyebabkan nekrosis lokal.Tekanan yang dihasilkan oleh perdarahan
menyebabkan plasenta terlepas. Pada kebanyakan pasien, perdarahan dari pemisahan plasenta
meluas ke tepi plasenta kemudian dapat terjadi pecahnya selaput ketuban dan darah masuk ke
dalam cairan amnion atau kasus yang lebih sering terjadi adalah darah berada di antara korion
dan desidua vera kemudian mencapai ostium interna serviks dan vagina sehingga terjadi
perdarahan ekternal (revealed hemorrhage). Jika lapisan marginal plasenta tetap melekat pada
uterus disertai letak kepala janin pada segmen bawah uterus, hal ini dapat menyebabkan
perdarahan yang tersembunyi (conceled hemorrhage). Banyaknya darah yang keluar melalui
vagina hanya sebagian kecil dari total perdarahan yang terjadi di dalam uterus.
LO.4 KLASIFIKASI
a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan
plasenta
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan
13
1.
2. Solusio
plasenta
dengan
perdarahan
tersembunyi,
yang
Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3.
Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat
mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.
Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (nonrecurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).
Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi
3. Palpasi
TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan.
Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun diluar his.
4. Auskultasi
Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140,
kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih
dari sepertiga.
5. Pemeriksaan dalam
Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu
his maupun diluar his.
Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering
dikacaukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum.
Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler,
tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
16
8. Pemeriksaan laboratorium
Darah : Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.
Karena
pada
solusio
plasenta
sering
terjadi
kelainan
pembekuan
darah
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah
beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.
DIAGNOSIS BANDING
Kejadian
Anamnesis
Solusio plasenta
Hamil tua in partu
Mendadak
Plasenta previa
Hamil tua
Perlahan tanpa disadari
17
Keadaan umum
Palpasi abdomen
Pemeriksaan dalam
Denyut jantung janin
Terdapat trauma
Perdarahan dengan nyeri
Tidak
sesuai
dengan
perdarahan
Anemis, tekanan darah, nadi,
pernapasan
tidak
sesuai
dengan perdarahan
Dapat
disertai
preeklamsia/eklamsia
Tegang, nyeri
Bagian janin sulit diraba
Ketuban tegang menonjol
Asfiksia
sampai
mati
bergantung pada lepasnya
plasenta
Tanpa trauma
Perdarahan tanpa nyeri
Sesuai dengan perdarahaan
yang tampak
LO.7 TATALAKSANA
1. Solusio plasenta ringan
Dengan tanda perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak, keadaan janin
masih baik, dapat dilakukan penanganan secara konservatif.Bila perdarahan
berlangsung terus, ketegangan makin meningkat, dengan janin yang masih baik
dilakukan seksio sesaria.Penanganan perdarahan yang berhenti dan keadaan yang baik
pada kehamilan premature dilakukan dirumah sakit.
2. Solusio plasenta sedang dan berat
Penanganannya dilakukan dirumah sakit karena dapat membahayakan jiwa penderita.
Tatalaksananya adalah pemasangan infus dan transfuse darah, memecahkan ketuban,
induksi persalinan atau seksio sesarea. Oleh karena itu, penanganan solusio plasenta
sedang dan berat harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang mencukupi.
Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan darurat :
Pemasangan infus,
Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan
Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya
Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan
pertolongan pertama
Pilihan metode kelahiran pada kasus ini bergantung kepada kondisi ibu serta janin,
partus pervaginam dapat dilakukan pada kondisi :
18
Pengecualian partus pervaginam adalah apabila perdarahan tidak dapat dikontrol dan
operasi memerlukan waktu lebih lama untuk menyelamatkan nyawa ibu atau bayi.
a.
b.
19
walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara
melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire)
tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu
dilakukan
LO.8 KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan
lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir
tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan
kelainan pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di anatara
otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan
post-partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian
uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir
untuk mengatasi perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria
hipogastrika.
b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang
biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi
pada 46% dari 134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi
diterangkan oleh Page (1951) dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin
ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter,
sehingga terjadi pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan
menghabiskan factor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Selain
keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak keterangan lain yang lebih
rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg%,
akan terjadi gangguan pembekuan darah.
20
c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti
pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta
sedang, dan berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau
hipertensi menahun. Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas.
Sangat mungkin berhubungan dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah
ginjal akibat perdarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan
intrauterine yang meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks
penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula
dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin
yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya
sudah demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan.
Selain itu ada juga :
Sindrom sheehan
Keadaan hipopituitarisme yang terjadi akibat hemorrhagae intrapartum atau
pascapartum. Dengan penurunan volume darah yang signifikan selama proses
kelahiran, aliran darah ke hipofisis anterior dapat berkurang. Gejala sindrom sheehan
yaitu agalaktore (tidak ada laktasi) dan/atau kesulitan saat laktasi.Gejala lainnya dapat
solusio plasenta.
Solusio plasenta kronik, dilaporkan terjadi dimana pembentukan hematom
terjadi
21
22
DAFTAR PUSTAKA
Cris T, Frans L, et al 2014. Kapita selekta kedokteran Ed. 4.Jakarta : Media
Aesculapius.
Ayu I, Bagus I, et al 2012.Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan, Dan KB Ed
2.Jakarta : EGC, 2010.
Saifuddin, A B. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta : PT Bina
Pustaka.
Cunningham, Garry F., M. D. et al: Antepartum Assesment, Williams Obstetrics, 22 nd
ed, Connecticut: Appleton & Lange, 2002.
23
24