Anda di halaman 1dari 24

SKENARIO 1

PERDARAHAN PERSALINAN
Seorang pasien usia 27 tahun datang ke IGD RSUD dengan kelihan nyeri pada perut
sejak 3 jam yang lalu disertai dengan keluar darah dari kemaluan. Usia kehamilan dihitung
dari haid terakhir didapatkan 34 minggu. Pasien melakukan Antenatal Care di Puskesmas
sebanyak 4 kali dan terakhir kontrol satu minggu yang lalu. Pasien juga pergi ke paraji dan
periksa terakhir sebelum ke RS untuk diurut. Selama kehamilan pasien mengalami kenaikan
berat badan 10 kg dan tidak ada edema pada tungkai. Dari riwayat penyakit keluarga
diketahui tidak ada riwayat penyakit jantung, ginjal, DM, dan hipertensi dalam keluarganya.
Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil pasien tampak sakit sedang dan didapatkan tekana
darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 110 kali per menit, suhu 37 oC dan nafas 20 kali per
menit. Dari status obstetri didapatkan tinggu fundus uteri 28 cm, denyut jantung janin tidak
jelas. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah warna merah kehitaman mengalir dari
OUI dan pembukaan serviks tidak ada. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang USG
dengan hasil kehamilan tunggal dengan janin presentasi kepala dan hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan protein urin negatif. Dari pemeriksaan CTG didapatkan kesan gawat
janin.

KATA SULIT
1. Antenatal Care : Pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan
fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian
ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar
2. CTG
: Pemeriksaan rekam jantung dan janin untuk menilai kondisi janin
diadalam rahim
3. Gawat Janin
: Kedaan dimana janin tidak menerima oksigen yang cukup sehingga
mengalami sesak

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Apa yang menyebabkan darah berwarna kehitaman?
Jawab : karena terjadi pelepasan plasemta dari desidui endometrium sehingga
menyebabkan hematoma yang tidak dapat dikeluarkan secara langsung dan banyak.
2. Pengaruh tidak melakukan Antenatal Care pada kehamilan?
Jawab : pengaruhnya bisa meningkatkan resiko terjadinya gawat janin
3. Apakah yang menyebabkan nyeri pada perut?
Jawab : karena ada trauma pada perut pasien
4. Apa saja tanda gawat janin?
Jawab : - Frekwensi denyut janin <120x/menit atau >160x/menit
- berkurangnya gerakan janin (N= 10 gerakan/hari)
- air ketuban berwarna hijau/berbau
5. Mengapa denyut jantung janin tidak jelas?
Jawab : karena plasenta terlepas sehingga pasokan oksigen dari ibu kejanin berkurang
dan mengakibatkan DJJ tidak jelas
6. Apa yang dilakukan jika terjadi gawat janin?
Jawab : janin harus segeran dikeluarkan
- Observasi
- Seksio sesaria
- Diberi cairan -> terminasi kehamilan

HIPOTESIS
3

Pasien hamil 27 tahun paraji (urut) perdarahan, nyeri Pemeriksaan fisik : normal;
Inspekulo : darah kehitaman, tidak ada pembukaan serviks; CTG : kesan gawat janin
solusio plasenta perbaiki keadaan umum dan terminasi kehamilan seksio sesaria

SASARAN BELAJAR
4

LI.1

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PERDARAHAN PADA KEHAMILAN


LO.1 DEFINISI
LO.2 ETIOLOGI
LO.3 KLASIFIKASI
LO.4 TATALAKSANA

LI.2

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SOLUSIO PLASENTA


LO.1 DEFINISI
LO.2 ETIOLOGI
LO.3 PATOFISIOLOGI
LO.4 KLASIFIKASI
LO.5 MANIFESTASI KLINIS
LO.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
LO.7 TATALAKSANA
LO.8 KOMPLIKASI
LO.9 PROGNOSIS
LO.10 PENCEGAHAN

LI.1

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PERDARAHAN PADA KEHAMILAN

LO.1 DEFINISI
Perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu. Walaupun perdarahannya sering
dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi tidak jarang juga terjadi sebelum
kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai
melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan
lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka.
LO.2 ETIOLOGI
Faktor Determinan
a.

Umur

Umur yang lebih tua dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan


antepartum. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita pada umur kurang dari 20 tahun memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk mengalami perdarahan antepartum karena alat reproduksi belum sempurna
atau matang untuk hamil.Selain itu, kematangan fisik,mental dan fungsi sosial dari calon ibu
yang belum cukup menimbulkan keragu- raguan jaminan bagi keselamatan kehamilan yang
dialaminya serta perawatan bagi anak yang dilahirkannya. Sedangkan umur di atas 35 tahun
merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian perdarahan antepartum karena proses
menjadi tua dari jaringan alat reproduksi dari jalan lahir, cenderung berakibat buruk pada
proses kehamilan dan persalinannya.
Perdarahan antepartum lebih banyak pada usia di atas 35 tahun. Wanita yang berumur 35
tahun atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena dibandingkan dengan wanita yang
lebih muda.
Di RS Sanglah Denpasar Bali (2001-2002) ditemukan bahwa resiko plasenta previa pada
wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar dibandingkan dengan umur <35 tahun.
Peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh
darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak
merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat.
b.

Pendidikan
Ibu yang mempunyai pendidikan relatif tinggi, cenderung memperhatikan
kesehatannya dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Dengan pendidikan yang
tinggi, diharapkan ibu mempunyai pengetahuan dan mempunyai kesadaran mengantisipasi
kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur
c.

Paritas

Paritas dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu :


1) nullipara, yaitu golongan ibu yang belum pernah melahirkan.
6

2) primipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 1 kali.


3) multipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali.
4) grandemultipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 5 kali.
Frekuensi perdarahan antepartum meningkat dengan bertambahnya paritas.Perdarahan
antepartum lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi.Wanita dengan paritas
persalinan empat atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena dibandingkan dengan
paritas yang lebih rendah.
Pada paritas yang tinggi kejadian perdarahan antepartum semakin besar karena endometrium
belum sempat sembuh terutama jika jarak antara kehamilan pendek.Selain itu kemunduran
daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali direnggangkan, kehamilan
cenderung menimbulkan kelainan letak atau kelainan pertumbuhan plasenta.Akibatnya terjadi
persalinan yang disertai perdarahan yang sanngat berbahaya seperti plasenta previa dan
solusio plasenta.
Penelitian A.Wardhana dan K.Karkata (2001-2002) di RS Sanglah Denpasar, Bali
menemukan bahwa resiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar
dibandingkan primigravida.
Penelitian FR Bangun di RSU Dr.Pirngadi Medan selama kurun waktu 2001- 2004 dengan
desain case series menemukan proporsi paritas kelompok resiko rendah 76,2% atau 96 orang
dari 126 penderita perdarahan antepartum, sedangkan pada kelompok resiko tinggi 23,8%
atau 30 orang dari 126 penderita perdarahan antepartum.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan terdahulu
Riwayat kehamilan dan persalinan yang dialami oleh seorang ibu juga merupakan resiko
tinggi dalam terjadinya perdarahan antepartum. Cedera dalam alat kandungan atau jalan lahir
dapat ditimbulkan oleh proses kehamilan terdahulu dan berakibat buruk pada kehamilan yang
sedang dialami. Hal ini dapat berupa keguguran, bekas persalinan berulang dengan jarak
pendek, bekas operasi (seksio cesarea) atau bekas kuretase.
Menurut penelitian A.Wardhana dan K.Karkata di RS Sanglah Denpasar, Bali selama tahun
2001-2002 menemukan bahwa resiko plasenta previa pada wanita dengan riwayat abortus
adalah 4 kali lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat abortus.
Pasien dengan plasenta previa menghadapi 4-8% resiko terkena plasenta previa pada
kehamilan berikutnya.Kejadian solusio plasenta juga meningkat di kalangan mereka yang
pernah menderita solusio plasenta (rekurensi).Setiap pasien dengan riwayat solusio plasenta
harus dipertimbangkan mempunyai resiko pada setiap kehamilan berikutnya.
e. Kadar Hb
Pada kehamilan anemia relatif terjadi karena volume darah dalam kehamilan bertambah
secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia.Volume darah
tersebut mulai bertambah jelas pada minggu ke-16 dan mencapai puncaknya pada minggu ke32 sampai ke-34 yaitu kira-kira 25%.Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit
secara keseluruhan, tetapi penambahan volume plasma jauh lebih besar sehingga konsentrasi
haemoglobin dalam darah menjadi lebih rendah.
7

Menurut WHO ( 1979 ) kejadian anemia ibu hamil berkisar antara 20% sampai 89% dengan
menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Ibu hamil yang menderita anemia lebih peka
terhadap infeksi dan lebih kecil kemungkinan untuk selamat dari perdarahan atau penyakit
lain yang timbul selama hamil dan melahirkan. Saat ibu mengalami perdarahan banyak,
peredaran darah ke plasenta menurun.Hal ini menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah
janin berkurang yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin.
f. Tekanan darah
Hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan atau yang kronik tidak jarang ditemukan pada
wanita hamil. Hipertensi pada kehamilan adalah apabila tekanan darahnya antara 140/90
mmHg sampai 160/100 mmHg. Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi
kehamilan sebagai salah satu trias klasik yang merupakan penyebab kematian ibu.Selain itu,
pasien dengan penyakit hipertensi kehamilan memiliki resiko pelepasan plasenta prematur.

LO.3 KLASIFIKASI
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara klinis
biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan solusio
plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut :
1. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu
pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
(ostium uteri internum).
Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri internum pada
waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal empat macam plasenta previa, yaitu :
a) Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum)
tertutup oleh plasenta.
b) Plasenta previa lateralis, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium uteri
internum) tertutup oleh plasenta.
c) Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
jalan lahir (ostium uteri internal).
d) Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah
uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta
berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba
pada pembukaan jalan lahir.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan jalan lahir.
Misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa
lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm
dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan macamnya plasenta previa
harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa
lateralis pada pembukaan 5 cm.
8

2. Solusio Plasenta
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental
haemorrhage dan premature separation of the normally implanted placenta.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari
perlekatannya sebelum janin lahir.
Berdasarkan gejala klinik dan luasnya plasenta yang lepas, maka solusio plasenta dibagi
menjadi 3 tingkat, yaitu :
a. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas kurang dari 1/4 bagian, perut ibu masih lemas dan bagian
janin mudah teraba, janin masih hidup, tanda persalinan belum ada, jumlah darah yang
keluar biasanya kurang dari 250 ml, terjadi perdarahan pervaginam berwarna kehitamhitaman.
b. Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas lebih dari 1/4 bagian tetapi belum sampai 2/3 bagian, perut
ibu mulai tegang dan bagian janin sulit diraba, jumlah darah yang keluar lebih banyak
dari 250 ml tapi belum mencapai 1000 ml, ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, janin
dalam keadaan gawat, tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan dapat berlangsung
cepat sekitar 2 jam.
c. Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas telah mencapai 2/3 bagian atau lebih, uterus sangat tegang
seperti papan dan sangat nyeri, serta bagian janin sulit diraba, ibu telah jatuh ke dalam
syok dan janin telah meninggal, jumlah darah yang keluar telah mencapai 1000 ml lebih,
terjadi gangguan pembekuan darah dan kelainan ginjal. Pada dasarnya disebabkan oleh
hipovolemi dan penyempitan pembuluh darah ginjal.
3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya
Perdarahan anterpartum yang belum jelas sumbernya terdiri dari :
a. Pecahnya sinus marginalis
Sinus marginalis adalah tempat penampungan sementara darah retroplasenter. Perdarahan ini
terjadi menjelang persalinan, jumlahnya tidak terlalu banyak, tidak membahayakan janin dan
ibunya, karena persalinan akan segera berlangsung. Perdarahan ini sulit diduga asalnya dan
baru diketahui setelah plasenta lahir.Pada waktu persalinan, perdarahan terjadi tanpa sakit dan
menjelang pembukaan lengkap yang perlu dipikirkan kemungkinan perdarahan karena sinus
marginalis pecah.
b. Pecahnya vasa previa
Perdarahan yang terjadi segera setelah ketuban pecah, karena pecahnya pembuluh darah yang
berasal dari insersio vilamentosa (keadaan tali pusat berinsersi dalam ketuban).
LO.4 TATALAKSANA

Semua penderita perdarahan antenatal tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam


kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa solusio plasenta telah
ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa yang tercantum dalam Standar Pelayanan Medik (2008),
dibedakan menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.

a. Perawatan Konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ <2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu
dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan:

o Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam.


o Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red
Cell) sampai Hb 10-11 gr%.
o Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan
konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam
bila usia kehamilan <35 minggu atau TBJ < 2000 gram.
o Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan
tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
o Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
o Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif.
o Pemeriksaan USG, Hb, dan Hematokrit.
Bila selama tiga hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan pengawasan
konserpatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak
ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak
boleh melakukan senggama.
o Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah

dilakukan

mobilisasi penderita

dipulangkan dengan nasihat:


- Istirahat
- Dilarang koitus
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Kontrol tiap minggu
b. Perawatan Aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan >500 cc dalam 30
menit)

dan diagnosa

sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan

memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila:

o
o
o
o

Perkiraan berat bayi > 2000 gram.


Gawat janin.
Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram.
Perdarahan aktif
10

LI.2

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SOLUSIO PLASENTA

LO.1 DEFINISI
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan
trimester ketiga.Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan akumulasi darah
antara plasenta dan dinding Rahim yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan penyulit
terhadap ibu maupun janin.
Pada solusio plasenta, darah tersimpan dalam kavum uteri.Hal ini disebabkan oleh
lepasnya plasenta.Plasenta dapat terlepas secra komplit (20 % kasus) maupun inkomplit (80%
kasus).Apabila plasenta terlepas secara ainkomplit, darah mengalir melalui
serviks.Komplikasi pada kasus inkomplit lebih sedikit dan ringan dibandingkan plasenta yang
lepas secara komplit.
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari
implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir .
Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur
plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir (2). Jika separasi ini
terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus
imminens (5). Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio
plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir,

11

dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat
janin di atas 500 gram .
LO.2 ETIOLOGI
Penyebab utama dari solusio plasenta , masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian , beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan faktor faktor yang
berpengaruh pada kejadiannya, antara lain :
1. Hipertensi essensialis atau preeklamsi
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil ( Hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir ).
Disamping itu , ada juga pengaruh dari :
1.
2.
3.
4.
5.

Umur lbu yang tua


Multiparitas
Ketuban pecah sebelum waktunya
Defisiensi asam folat
Merokok, alkohol, kokain

LO.3 PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium
atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan
perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus. Biasanya perdarahan akan berlangsung
terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus tidak mampu berkontraksi untuk membantu
dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Hematom ini semakin membesar dan menekan
jaringan plasenta sehingga bagian plasenta yang terlepas juga semakin besar.Akhirnya
hematom mencapai pinggir plasenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding
rahim.Darah dapat berada diantara desidua dan membran yang dapat keluar melalui serviks
kemudian ke vagina (pardarahan eksternal).Jika ektravasasi darah masuk hingga miometrium
dan bagian bawah dari serosa bahkan sampai pada ligamentum latum dan melalui tuba masuk
ke rongga panggul dapat menyebabkan couvelaire uterus yakni uterus dengan darah yang
gelap kebiru-biruan, selain itu dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena gangguan
12

kontraksi uterus. Akibat gangguan kontraksi pada uterus dan bekuan retroplasenter
menyebabkan pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga
berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan
hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi
juga pada alat-alat tubuh lainnya

(4,11,12)

Besarnya permukaan plasenta yang menjadi terpisah dari suplai darah ibu menentukan
gambaran klinis dengan mempengaruhi jumlah kehilangan darah akut dari ibu dan penurunan
suplai oksigen ke janin, menyebabkan gawat janin atau kematian.Pasien dengan perdarahan
yang sedikit mungkin belum menimbulkan gejala pada awalnya.Kejadian baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan
maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.Darah pada desidua basalis
hasil dari pelepasan plasenta menyebabkan hipoksia pada janin sedangkan darah pada lapisan
serosa rahim dapat menyebabkan Couvelair Uterus.Awalnya perdarahan di dalam desidua
basalis terjadi karena pecahnya arteri kecil pada lapisan desidua ibu disertai pembentukan
hematoma sehingga menyebabkan nekrosis lokal.Tekanan yang dihasilkan oleh perdarahan
menyebabkan plasenta terlepas. Pada kebanyakan pasien, perdarahan dari pemisahan plasenta
meluas ke tepi plasenta kemudian dapat terjadi pecahnya selaput ketuban dan darah masuk ke
dalam cairan amnion atau kasus yang lebih sering terjadi adalah darah berada di antara korion
dan desidua vera kemudian mencapai ostium interna serviks dan vagina sehingga terjadi
perdarahan ekternal (revealed hemorrhage). Jika lapisan marginal plasenta tetap melekat pada
uterus disertai letak kepala janin pada segmen bawah uterus, hal ini dapat menyebabkan
perdarahan yang tersembunyi (conceled hemorrhage). Banyaknya darah yang keluar melalui
vagina hanya sebagian kecil dari total perdarahan yang terjadi di dalam uterus.
LO.4 KLASIFIKASI
a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan
plasenta
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan
13

1.

Solusio plasenta dengan perdarahan keluar

2. Solusio

plasenta

dengan

perdarahan

tersembunyi,

yang

membentuk hematoma retroplacenter


3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion.
c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan
solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
1. Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup,pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan,kadar fibrinogen
plasma >150 mg%
2.

Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,

gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3.

Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin

mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

LO.5 MANIFESTASI KLINIS


Gejala klinis secara klasik : perdarahan yang keluar berwarna tua melalui vagina, rasa
nyeri perut dan uterus tegang terus menerus seperti his partus prematurs.
a. Solusio plasenta ringan
Pada keadaan sangat ringan tidak ada gejala kecuali berukuran beberapa

sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta.


Rasa nyeri perut yang ringan
Darah keluar masih sedikit
Tanda vital dan keadaan umum ibu atau janin masih baik.
Pada inspeksi dan aulkultasi tidak terdapat kelainan, kecuali palpasi sedikit

terasa nyeri lokal pada daerah hematom


Perut sedikit tegang tetpi bagian janin masih dapat dikenali
Kadar fibrinogen darah masih normal yaitu 350 mg%.
b. Solusio plasenta sedang
Nyeri pada perut yang terus-menerus
Denyut jantung janin telah menunjukkan gawat janin
Perdarahan peragianam berwarna hitam yang keluar tampak banyak
Takikardia
Hipotensi
14

Kadar fibrinogen berkurang antara 150 250 mg/100 ml.


Kelainan pembekuan dan gangguan fungsi ginjal
Palpasi bagian-bagian anak sukar.
Penderita mulai syok
Keadaan janin sudah gawat janin, bisa jadi telah ada deselerasi lambat.
c. Solusio plasenta berat
Perut sangat nyeri dan tegang seperti papan (defance muscular0
Perdarahan pervagina, berwarna hitam
Fundus uteri lebih tinggi dari seharusnya
Auskulutasi denyut jantung janin tidak terdengar lagi.
Keadaan umum buruk disertai syok.
Hipofibrinogenemia, gangguan fungsi ginjal dan oliguria akibat disseminated

intravascular coagulation (DIC).


Kadar fibrogen < 150 mg% dan ada trombositopenia.

LO.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


1. Anamnesis

Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat
mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.

Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (nonrecurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.

Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).

Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu


kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.

Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi

Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

Pucat, sianosis, keringat dingin.

Kelihatan darah keluar pervaginam.


15

3. Palpasi

TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan.

Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun diluar his.

Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.

Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi

Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140,
kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih
dari sepertiga.

5. Pemeriksaan dalam

Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.

Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu
his maupun diluar his.

Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering
dikacaukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum.

Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler,
tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.

Nadi cepat, kecil, dan filiformis.

7. Pemeriksaan Ultrasonography (USG).

16

Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya


pendarahan di dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi
solusio plasenta telah meningkat secra signifikan belakangan ini. Tetapi
bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi
solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan
USG. Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental,
tetapi tidak semua solusio plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas.
Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka
kita bandingkan dengan plasenta. Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa
solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic
hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu
minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang meluas.
Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain perdarahan antepartum.

8. Pemeriksaan laboratorium

Urin,albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.

Darah : Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.
Karena

pada

solusio

plasenta

sering

terjadi

kelainan

pembekuan

darah

a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1


jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 150 mg%).
9. Pemeriksaan plasenta

Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah
beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.
DIAGNOSIS BANDING

Kejadian
Anamnesis

Solusio plasenta
Hamil tua in partu
Mendadak

Plasenta previa
Hamil tua
Perlahan tanpa disadari
17

Keadaan umum

Palpasi abdomen
Pemeriksaan dalam
Denyut jantung janin

Terdapat trauma
Perdarahan dengan nyeri
Tidak
sesuai
dengan
perdarahan
Anemis, tekanan darah, nadi,
pernapasan
tidak
sesuai
dengan perdarahan
Dapat
disertai
preeklamsia/eklamsia
Tegang, nyeri
Bagian janin sulit diraba
Ketuban tegang menonjol
Asfiksia
sampai
mati
bergantung pada lepasnya
plasenta

Tanpa trauma
Perdarahan tanpa nyeri
Sesuai dengan perdarahaan
yang tampak

Lembek tanpa rasa nyeri


Bagian janin mudah diraba
Jaringan plasenta
Asfiksia
Meninggal bila Hb < 5 g%

LO.7 TATALAKSANA
1. Solusio plasenta ringan
Dengan tanda perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak, keadaan janin
masih baik, dapat dilakukan penanganan secara konservatif.Bila perdarahan
berlangsung terus, ketegangan makin meningkat, dengan janin yang masih baik
dilakukan seksio sesaria.Penanganan perdarahan yang berhenti dan keadaan yang baik
pada kehamilan premature dilakukan dirumah sakit.
2. Solusio plasenta sedang dan berat
Penanganannya dilakukan dirumah sakit karena dapat membahayakan jiwa penderita.
Tatalaksananya adalah pemasangan infus dan transfuse darah, memecahkan ketuban,
induksi persalinan atau seksio sesarea. Oleh karena itu, penanganan solusio plasenta
sedang dan berat harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang mencukupi.
Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan darurat :
Pemasangan infus,
Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan
Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya
Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan
pertolongan pertama
Pilihan metode kelahiran pada kasus ini bergantung kepada kondisi ibu serta janin,
partus pervaginam dapat dilakukan pada kondisi :

Derajat pemisahan plasenta sedikit serta hasil CTG reassuring


Derajat pemisahan plasenta luas tetapi janin sudah meninggal

18

Pengecualian partus pervaginam adalah apabila perdarahan tidak dapat dikontrol dan
operasi memerlukan waktu lebih lama untuk menyelamatkan nyawa ibu atau bayi.

a.

b.

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya


gejala klinis, yaitu:
Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang
dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat,
kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila
ada
perburukan
(perdarahan
berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan
USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera
diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio
plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah,
amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat
ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka
transfusi darah harus segera diberikan.
Amniotomi akan merangsang persalinan
dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktorfaktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan
intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan
infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin
saja telah mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi
solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak
yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila
telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap
oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria
hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus
secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi
yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin
terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan
mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah
harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan
fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan
fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan
rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat
mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam
sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan,

19

walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara
melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire)
tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu
dilakukan

LO.8 KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan
lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir
tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan
kelainan pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di anatara
otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan
post-partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian
uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir
untuk mengatasi perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria
hipogastrika.
b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang
biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi
pada 46% dari 134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi
diterangkan oleh Page (1951) dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin
ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter,
sehingga terjadi pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan
menghabiskan factor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Selain
keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak keterangan lain yang lebih
rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg%,
akan terjadi gangguan pembekuan darah.
20

c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti
pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta
sedang, dan berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau
hipertensi menahun. Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas.
Sangat mungkin berhubungan dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah
ginjal akibat perdarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan
intrauterine yang meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks
penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula
dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin
yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya
sudah demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan.
Selain itu ada juga :

Sindrom sheehan
Keadaan hipopituitarisme yang terjadi akibat hemorrhagae intrapartum atau
pascapartum. Dengan penurunan volume darah yang signifikan selama proses
kelahiran, aliran darah ke hipofisis anterior dapat berkurang. Gejala sindrom sheehan
yaitu agalaktore (tidak ada laktasi) dan/atau kesulitan saat laktasi.Gejala lainnya dapat

berupa amenore atau oligomenore.


Solusio plasenta rekuren, dilaporkan bisa terjadi pada 25% permepuan yang pernah

solusio plasenta.
Solusio plasenta kronik, dilaporkan terjadi dimana pembentukan hematom

retroplasenta berhenti tanpa dijelang oleh persalinan.


Koagulopati
Kegagalan fungsi ginjal
Uterus couvelaire
Perdarahan retroplasenta menerobos ke miometriu, bahkan perimetrium, jaringan

ligamentum latum, ovarium, dan bisa mengalir ke rongga peritonei.


Sindroma insufisiensi fungsi plasenta
Fungsi plasenta terganggu bila peredarahan darah ke plasenta

terjadi

penurunan.Sirkulasi darah ke plasenta menurun bila ibu mengalami perdarahan


banyak dan syok.
LO.9 PROGNOSIS
Terhadap ibu

21

Mortalitas menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di RS Pringadi Medan dilaporkan


6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, toksemia
gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi.
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun
atau preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, jarak waktu antara terjadinya solutio
plasenta dan pengosongan uterus.
Terhadap anak
Mortalitas anak tinggi menurut kepustakaan 70-80%, sedangkan di RS Pringadi
Medan 77,7%. Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas
lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak 100%. Selain itu juga tergantung pada
prematuritas dan tindakan persalinan.
Prognosis janin pada solutio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian.Pada
solutio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan.Perdarahan lebih dari 2000 mL biasanya
menyebabkan kematian janin.
Terhadap kehamilan berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada
kehamilan berikutnya sering terjadio solusio plasenta yang lebih berat dengan partus
prematurus atau immaturus.
LO.10 PENCEGAHAN

Hindari minuman beralkohol, merokok, atau penggunaan obat-obatan narkotika dan


psikotropika selama kehamilan
Pemeriksaan kehamilan ke dokter atau bidan sejak awal diketahui adanya kehamilan
dan secara teratur selama masa kehamilan
Mengenali dan mengatasi adanya masalah kesehatan pada ibu hamil seperti diabetes
dan tekanan darah tinggi dapat menurunkan resiko terjadinya solusio plasenta.

22

DAFTAR PUSTAKA
Cris T, Frans L, et al 2014. Kapita selekta kedokteran Ed. 4.Jakarta : Media
Aesculapius.
Ayu I, Bagus I, et al 2012.Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan, Dan KB Ed
2.Jakarta : EGC, 2010.
Saifuddin, A B. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta : PT Bina
Pustaka.
Cunningham, Garry F., M. D. et al: Antepartum Assesment, Williams Obstetrics, 22 nd
ed, Connecticut: Appleton & Lange, 2002.

23

Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam : Ilmu


Bedah Kebidanan, edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2006.
Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam : Ilmu
Kebidanan, edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2010.

24

Anda mungkin juga menyukai