Anda di halaman 1dari 12

RESPIROLOGI

Pneumothorax
DEFINISI

Adanya udara atau gas di dalam rongga pleura, yaitu


ruang potensial antara pleura visceral dan parietal
paru-paru.

EPIDEMIOLOGI

Insidensinya sama antara pneumotoraks primer dan sekunder,


namun pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan
perbandingan 6:1. Pada pria, resiko pneumotoraks spontan akan
meningkat pada perokok berat dibanding non perokok.
Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia muda, dengan
insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).

ETIOLOGI

Penyakit saluran napas


o PPOK
o Kistik fibrosis
o Asma bronchial
Penyakit infeksi paru
o Pneumocystic carinii pneumonia
o Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman
anaerobik,
bakteri
gram
negatif
atau
staphylokokus)
Penyakit paru interstitial
o Sarkoidosis
o Fibrosis paru idiopatik
o Granulomatosis sel langerhans
o Limfangioleimiomatous
o Sklerosis tuberus
Penyakit jaringan penyambung
o Artritis rheumatoid
o Spondilitis ankilosing
o Polimiositis dan dermatomiosis
o Sleroderma
o Sindrom Marfan
o Sindrom Ethers-Danlos
Kanker
o Sarkoma
o Kanker paru
Endometriosis toraksis

Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi


maupun non-penetrasi.Trauma tumpul atau kontusio pada dinding
dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks.

Pneumotoraks spontan primer kasusnya sering dihubungkan


FAKTOR
dengan faktor resiko merokok.
RISIKO
PATOGENESIS/
Faktor resiko merokok yang akan mengakibatkan terjadinya
PATOFISIOLOGI

degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang


kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini
menyebabkan ketidakseimbangan protease-antiprotease dan
sistem oksidan-antioksidan serta menginduksi terjadinya obstruksi
saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan
tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan
interstitial
paru
menuju
hilus
dan
menyebabkan
pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan meningkat
dan pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi
pneumotoraks.
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga
ini terisi oleh udara akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru
akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan tekanan tercapai
atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan
bertambah kecil dengan bertambah luasnya pneumotoraks.
Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya sesak akibat
berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2.

TANDA
GEJALA

& Keluhan
a) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena
khususnya padasaat bernafas dalam atau batuk.
b) Sesak, dapat samapai berat, kadang bisa hilang dalam
24 jam, apabila sebagian paru yang kolaps sudah
mengembang kembali
c)
Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun
beristirahat.
d)
Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena
kurangnya oksigen.

Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: dapat terjadi pencembungan dan pada waktu
pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit
b) Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat
normal atau melebar, iktus jantung terdorong kesisi
thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau
menghilang.
c) Perkusi: Suara ketok hipersonor sampai tympani dan
tidak bergetar, batas jantung terdorong ke thoraks yang
sehat, apabila tekanannya tinggi
d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang,
nafas dapat amforik apabila ada fistel yang cukup
besar

Adanya
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Pemeriksaan Penunjang
Radiologis:
1. Tampak bayangan hiperlusen baik bersifat lokal maupun
general

2. Pada gambaran hiperlusen ini tidak tampak jaringan paru,


jadi avaskuler.
3. Bila pneumotoraks hebat sekali dapat menyebabkan
terjadinya kolaps dari paru- paru sekitarnya, sehingga
massa jaringan paru yang terdesak ini lebih padat dengan
densitas seperti bayangan tumor.
4. Biasanya arah kolaps ke medial
5. Bila hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya
perdorongan pada jantung misalnya pada pneumotoraks
ventil
atau apa yang kita kenal sebagai tension
pneumothorax
6. Juga mediastinum dan trakea dapat terdorong kesisi yang
berlawanan.

PENATALAKSA
NAAN

Penatalaksanaan Awal pada Pneumotoraks


Penatalaksanaan awal pada semua pasien trauma
adalah dilakukan stabiisasi leher hingga dipastikan pasien
tidak mengalami cedera cervical dengan cara memasang
cervical collar atau dengan kantong berisi pasir. Evaluasi
tingkat kesadaran dan dilaknjutkan dengan pemeriksaan
ABC (airway, breathing, circulation).
Pada pemeriksaan jalan nafas yaitu membuka jalan
nafas dengan jaw thrust (bila dicurigai terdapat cedera
cervical/pada pasien tidak sadar) atau head tilt chin lift
dilanjutkan dengan membersihkan rongga mulut dengan
swab mengunakan jari telunjuk, mempertahankan jalan
nafas agar tetap terbuka. Pada pasien tidak sadar dilakukan
pemasangan orofaringeal tube untuk mencegah lidah jatuh
dan menutup jalan nafas.
Pemeriksaan pernafasan yaitu melihat, mendengar,
dan merasakan dilakukan secara bersamaan. Pada pasien
dengan pneumotoraks perkembangan dinding dada
asimetris, deviasi trakea ke paru yang sehat, JVP meningkat,
suara nafas menurun bahkan menghilang dan pada perkusi
didapatkan hipersonor. Bila didapatkan tanda-tanda tersebut,
langsung dilakukan tindakan needle thoracostomy.
Pemeriksaan nadi carotis dan radialis didapatkan
takhikardi, akral dan memeriksa capillary refill test. Dilakukan
pemasangan intravenous line, bila terjadi perdarahan masif
dilakukan pemasangan double line dengan cairan kristaloid.
Penatalaksanaan Pneumotoraks Tertutup (Simple
Pneumothorax)
Kebanyakan
simple
pneumothoraces
akan
membutuhkan pemasangan intecostal chest drain sebagai
terapi definitif. Pneumothoraces kecil, khususnya yang hanya
terlihan dengan CT dapat diobservasi. Keputusan untuk data
diobservasi berdasarkan status klinis pasien prosedur yang
direncanakan berikutnya. Pemasangan chest tube cocok
pada kasus yang terdapat multiple injury, pasien yang
menjalani anestesia yang berkepanjangan, atau pasien yang
akan ditransfer dengan jarak yang jauh dimana deteksi

peningkatan atau tension pneumothorax mungkin sulit atau


tertunda.
Penatalaksanaan Pneumotoraks Terbuka (Open
Pneumothorax)
Oksigen 100% harus diberikan melalui facemask.
Intubasi harus dipertimbangkan bila oksigenasi atau ventilasi
tidak adekuat. Intubasi tidak boleh menunda pemasangan
chest tube dan penutupan luka. Manajemen definitif pada
open pneumotoraks adalah menutup luka dan segera
memasang intercostal chest drain .
Bila chest drain tidak tersedia dan pasien jauh dari
fasilitas yang bisa melakukan terapi definitif perban dapat
diletakkan di atas luka dan diplester pada tiga sisinya..
Penatalaksanaan Tension Pneumothorax
Needle Thoracostomy
Manajemen klasik tension pneumothorax adalah
dekompresi dada emergensi dengan needle toracostomy.
Jarum ukuran 14-16 G ditusukkan pada Intercostal Space
(ICS) II Mid Clavicular Line (MCL). Jarum dipertahankan
hingga udara dapat dikeluarkan melalui spuit yang terhubung
dengan jarum. Jarum ditarik dan kanul dibiarkan terbuka di
udara. Udara yang keluar dengan cepat dari dada
menunjukkan adanya tension pneumothorax. Manuver ini
mengubah
tension
pnemothorax
menjadi
simple
pneumothorax.
Pemasangan Chest Tube
Pemasangan chest tube merupakan terapi definitif
pada tension pnemothorax.
PROGNOSIS

Komplikasi
yang
dapat
berkembang
pneumotoraks
antara
lain
emfisema
pneumomediastinum dapat berlanjut menjadi
napas gangguan kontraksi jantung dan
kematian

dari
kejadian
subkutis
dan
depresi saluran
berujung pada

HAL PENTING Pneumotoraks spontan


Pneumotoraks Spontan Primer
LAIN
Pneumotoraks ini merupakan pneumotoraks yang
terjadi pada paru-paru yang sehat dan tidak ada pengaruh
dari penyakit yang mendasari. Mekanisme yang diduga
mendasari terjadinya PSP adalah ruptur bleb subpleura pada
apeks paru-paru, udara yang terdapat di ruang intrapleura
tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan
radiologis. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko
terjadinya pneumotoraks ini.
Pneumotoraks Spontan Sekunder
PSS merupakan pneumotoraks yang terjadi pada
pasien dengan penyakit paru yang mendasari. Umumnya

PSS terjadi sebagai komplikasi COPD, fibrosis kistik,


tuberkulosis, pneumocystits pneumonia, dan menstruasi.
PSS juga dapat terjadi ada penyakit intersisiel paru seperti
sarcoidosis, lymphangioleiomyomatosis, langerhans cell
histiocytosis and tuberous sclerosis. Secara umum udara
pada PSS memasuki rongga pleura melalui alveoli yang
melebar atau rusak. Perburukan klinis dan sequelae
biasanya terjadi akibat adanya kondisi komorbid.
Causa terbanyak PSS adalah COPD, khususnya
COPD sedang-berat. Apabila pneumotoraks terjadi pasien
COPD gejala sesak napas yang progresif muncul dan
biasanya bersamaan dengan nyeri pleuritik.
Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik
Pneumotoraks iatrogenic merupakan pneumotoraks
yang terjadi akibat pembukaan rongga paru secara paksa
saat tidakan dianosis atau terapi invasif dilakukan . Tindakan
seperti thoracocentesis, biopsi pleura, pemasangan kateter
vena sentral, biopsi paru perkutan, bronkoskopi dengan
biopsi transbronkial, aspiasi transtoracic, dan ventilasi
tekanan positif dapat menjadi etiologinya.
Pneumotoraks Traumatik Non Iatrogenik
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul
atau tajam yang merusak pleura viseralis atau parietalis.
Pada trauma tajam, luka menyebabkan udara dapat masuk
ke rongga pleura langsung ke dinding toraks atau memenuju
pleura viseralis melalui cabang-cabang trakeobronkial.
Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistulanya
Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan
dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya
mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.

Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)


Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat
hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang
merupakan bagian dari dunia luar karena terdapat luka
terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan intrapleura
sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.

Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)


Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan
intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah
besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat
ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus
menuju pleura melalui fistel yang terbuka.

Sumber:

EFUSI PLEURA
DEFINISI

EPIDEMIOLOGI

ETIOLOGI

Suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan


darid a l a m k a v u m p l e u r a d i a n t a r a p l e u r a p a r i e t a l i s
d a n p l e u r a v i s e r a l i s d a p a t berupa cairan transudat atau
cairan eksudat.
Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap
tahunya menderita efusi pleura terutama disebabkan
oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Menurut Depkes RI (2006), kasus Efusi Pleura
mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas
lainya.
Eksudat, disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie,
Rickettsia, Chlamydia.
2. Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas,
Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain).
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis,
Aspergillus, Kriptococcus, dll.
4. Pleuritis tuberkulosa
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor
primer pada paru-paru, mammae, kelenjar linife, gaster,
ovarium.
6.
Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai
pneumonia bakteri, abses paru atau bronkiektasis.
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis
Rheumatoid, Skleroderma.
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh
efusi parapneumonik.

Transudat, disebabkan oleh :


1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis.


Sedangkan penyebab lainnya adalah perikarditis
konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
2.
3.
4.
5.
6.

FAKTOR
RISIKO

Hipoalbuminemia
Hidrothoraks hepatik
Meigs Syndrom
Dialisis Peritoneal
Darah

lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang,


lingkungan yang pandat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang
menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan
kurangnya pengetahuaan masyarakat tentang kesehatan.

PATOGENESIS/
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan
PATOFISIOLOGI dalam rongga pleura berfungsi untuk melicinkan kedua pleura
viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak karena
pernapasan. Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan
bertambahnya kecepatan proses pembentukan cairan pleura akan
menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam rongga

pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi


pleura yaitu:
1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan
onkotik pada sirkulasi kapiler
2. Penurunan tekanan kavum pleura
3. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran
limfe dari rongga pleura.
TANDA &
GEJALA

Gejalanya berupa sesak, nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul,


demam, menggigil. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit
dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan.
Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi : Pengembangan paru menurun, tampak
sakit, tampak lebih cembung
b. Palpasi
: Penurunan fremitus vocal atau taktil
c. Perkusi : Pekak pada perkusi,
d. Auskultasi : Penurunan bunyi napas

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan
cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan
daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial,
tampak sudut kostrofrenikus menumpu. Pada
pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan
bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai
sarana diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya
sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada
bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior
dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran
cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc
pada setiap aspirasi.
Sitologi
Bakteriologi
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat
mengandung mikroorganisme berupa kuman aerob atau
anaerob. Paling sering pneumokokus, E.coli, klebsiela,
pseudomonas, enterobacter.
Biopsi Pleura.
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis
tuberkulosis dan tumor pleura.

PENATALAKSA
NAAN

Terapi penyakit dasarnya antibiotika dan terapi paliatif.


Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan
pengobatan terhadap penyebabnya.
torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau selang)

PROGNOSIS

dimasukkan ke dalam rongga pleura, pada prosedur ini juga bisa


dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter.
Pemasangan WSD dilakukan jika jumlah cairan cukup
banyak. Sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan dengan
WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman.
Pleurodesis yang bertujuan melekatkan pleura viseralis
dengan pleura parietalis, merupakan penanganan terpilih pada
efusi pleura keganasan.
Tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu,
dapat sembuh sendiri setelah diberi pengobatan adekuat terhadap
penyakit dasarnya.

HAL PENTING
LAIN
Sumber:

EFUSI PLEURA MASIF


DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
FAKTOR
RISIKO
PATOGENESIS/
PATOFISIOLOGI
TANDA &
GEJALA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PENATALAKSA
NAAN
PROGNOSIS
HAL PENTING
LAIN
Sumber:

EMFISEMA PARU
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
FAKTOR
RISIKO
PATOGENESIS/
PATOFISIOLOGI
TANDA &
GEJALA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PENATALAKSA
NAAN
PROGNOSIS
HAL PENTING
LAIN
Sumber:

ATELEKTASIS
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
FAKTOR
RISIKO
PATOGENESIS/
PATOFISIOLOGI
TANDA &
GEJALA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PENATALAKSA
NAAN
PROGNOSIS
HAL PENTING

LAIN
Sumber:

PPOK EKSASERBASI AKUT


DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
FAKTOR
RISIKO
PATOGENESIS/
PATOFISIOLOGI
TANDA &
GEJALA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PENATALAKSA
NAAN
PROGNOSIS
HAL PENTING
LAIN
Sumber:

EDEMA PARU
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
FAKTOR
RISIKO
PATOGENESIS/
PATOFISIOLOGI
TANDA &
GEJALA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PENATALAKSA
NAAN
PROGNOSIS
HAL PENTING
LAIN
Sumber:

INFARK PARU

DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
FAKTOR
RISIKO
PATOGENESIS/
PATOFISIOLOGI
TANDA &
GEJALA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PENATALAKSA
NAAN
PROGNOSIS
HAL PENTING
LAIN
Sumber:

ABSES PARU
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
FAKTOR
RISIKO
PATOGENESIS/
PATOFISIOLOGI
TANDA &
GEJALA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PENATALAKSA
NAAN
PROGNOSIS
HAL PENTING
LAIN
Sumber:

EMBOLI PARU
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
FAKTOR
RISIKO
PATOGENESIS/
PATOFISIOLOGI

TANDA &
GEJALA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PENATALAKSA
NAAN
PROGNOSIS
HAL PENTING
LAIN
Sumber:

Anda mungkin juga menyukai