Anda di halaman 1dari 10

Makalah KEK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Empat masalah gizi utama di Indonesia yaitu Kekurangan Energi Kronik (KEK),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kekurangan Vitamin A (KVA), dan
Anemia Gizi Besi (AGB). Salah satu golongan rawan gizi yang menjadi sasaran
program adalah remaja, karena biasanya pada remaja sering terjadi masalah
anemia, defisiensi besi dan kelebihan atau kekurangan berat badan. Tahun 2004
37% balita (bawah lima tahun/bayi) kekurangan berat badan (28% kekurangan berat
badan sedang dan 9% kekurangan berat badan akut (a llitle beat confused about it)
(sumber Susenas 2004). Pemerintah mempunyai program makanan tambahan
sehingga perempuan dan anak-anak yang terdeteksi memiliki berat badan kurang
akan diberi makanan tambahan dan saran ketika mereka dating ke puskesmas
untuk memantau pertumbuhan.

Di Indonesia banyak terjadi kasus KEK (Kekurangan Energi Kronis) terutama yang
kemungkinan disebabkan karena adanya ketidak seimbangan asupan gizi, sehingga
zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan
perumbuhan tubuh baik fisik ataupun mental tidak sempurna seperti yang
seharusnya. Banyak anak yang bertubuh sangat kurus akibat kekurangan gizi atau
sering disebut gizi buruk. Jika sudah terlalu lama maka akan terjadi Kekurangan
Energi Kronik (KEK). Hal tersebut sangat memprihatinkan, mengingat Indonesia
adalah negara yang kaya akan SDA (Sumber Daya Alam).

Dengan alasan itulah penulis memilih judul makalah Fenomena Kekurangan Energi
Kronis (KEK) di Indonesia. Dan juga agar lebih mengetahui fenomena KEK itu
sendiri juga dapat mencegah terjangkitnya gangguan gizi tersebut.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK)

2. Mengetahui KEK pada Ibu Hamil

3. Mengetahui cara pencegahan KEK

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi

Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita


mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau
menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja
putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan
menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.

Kurang gizi akut disebabkan oleh tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang
cukup atau makanan yang baik (dari segi kandungan gizi) untuk satu periode
tertentu untuk mendapatkan tambahan kalori dan protein (untuk melawan) muntah
dan mencret (muntaber) dan infeksi lainnya. Gizi kurang kronik disebabkan karena
tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik
dalam periode/kurun waktu yang lama untuk mendapatkan kalori dan protein dalam
jumlah yang cukkup, atau juga disebabkan menderita muntaber atau penyakit kronis
lainnya.

Gizi kurang akut biasanya mudah untuk dideteksi, berat badan anak akan kurang
dan kurus mereka akan memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan grafik
pertumbuhan dan meningkatkan resiko terkena infeksi. Gizi kurang yang kronik lebih
sulit diidentifikasi oleh suatu komunitas anak akan tumbuh lebih lambat daripada
yang diharapkan baik dari segi berat badan maupun tinggi badan, dan tidak
kelihatan terlalu kurus, namun pemeriksaan berat dan tinggi badan akan
menunjukan bahwa mereka memiliki berat yang kurang pada grafik pertumbuhan
anak misalnya kerdil. Gizi kurang kronik dapat mempengaruhi perkembangan otak
dan psikologi anak dan meningkatkan resiko terkena infeksi. Perempuan yang
kurang makan (kurang gizi) punya kecenderungan untuk melahirkan anak dengan
berat badan rendah, yang punya resiko lebih besar terkena infeksi.

Tiga faktor utama indeks kualitas hidup yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Faktor-faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat yang dapat
digambarkan terutama pada status gizi anak balita dan wanita hamil. Kualitas bayi
yang dilahirkan sangat dipengaruhi oleh keadaan ibu sebelum dan selama hamil.
Wanita Usia Subur (WUS) adalah calon ibu yang penting untuk diketahui status
gizinya. Salah satu ukuran untuk mengetahui risiko KEK (kurang energi kronis) pada
WUS adalah ukuran lingkar lengan atas (LILA) < 23.5 Cm.

Cara Mengetahui Risiko Kekurangan Energi Kronis (Kek) Dengan Menggunakan


Pengukuran Lila :

a. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)

LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK)
wanita usia subur termasuk remaja putri. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan
untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.

b. Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan
batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih). Apabila tidak tersedia pita
LILA dapat digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa dipakai penjahit pakaian.
Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya
remaja putri mempunyai risiko KEK. Bila remaja putri menderita risiko KEK segera
dirujuk ke puskesmas/sarana kesehatan lain untuk mengetahui apakah remaja putri
tersebut menderita KEK dengan mengukur IMT. Selain itu remaja putri tersebut
harus meningkatkan konsumsi makanan yang beraneka ragam.

Hal-hal yang harus diperhatikan:

Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.

Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan
tidak tegang atau kencang.

Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat,
sehingga permukaannya sudah tidak rata

Deteksi dini Kurang Energi Kronis (KEK) :

Dilakukan setiap tahun dengan mengukur Lingkar Lengan Kiri Atas (LILA) dengan
memakai pita LILA.
Pada Remaja Putri/Wanita yang LILA-nya <23,5 cm berarti menderita Risiko Kurang
Energi Kronis (KEK), yang harus dirujuk ke Puskesmas/ sarana pelayanan
kesehatan lain, untuk mendapatkan konseling dan pengobatan.
Pengukuran LILA dapat dilakukan oleh Remaja Putri atau wanita itu sendiri, kader
atau pendidik. Selanjutnya konseling dapat dilakukan oleh petugas gizi di
Puskesmas (Pojok Gizi), sarana kesehatan lain atau petugas kesehatan/gizi yang
datang ke sekolah, pesantren dan tempat kerja.
B. KEK pada Ibu Hamil di Indonesia

Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini berarti
ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Bila bayi
lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai resiko kematian,
gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Untuk
mencegah resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita usia subur sudah

harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm.
Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan
ditunda sehingga tidak beresiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan KEK pada
batas 23 cm mempunyai resiko 2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan
dengan ibu yang mempunyai LILA lebih dari 23 cm.

Angka kejadian kelahiran premature yang disebabkan karena ibu hamil mengalami
kurang gizi (kurang energi kronis/KEK, yang ditandai dengan lingkar lengan atas
kurang dari 21,5 cm)tidak signifikan. Akibat yang paling relevan dari ibu hamil KEK
adalah terjadinya bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah/BBLR (kurang dari
2.500 gr). Kasus ini tidak kalah peliknya dari bayi lahir premature. Tingginya angka
kasus Gizi Buruk di Indonesia disumbangkan secara nyata oleh angka BBLR yang
terjadi. Meski faktor utama ibu hamil KEK adalah ekonomi, tidak menutup
kemungkinan faktor kesehatan ibu dan faktor keturunan juga menjadi faktor
penyebab lainnya. Tetapi sampai dengan akhir tahun 2007 angka kelahiran BBLR di
Indonesia sudah mulai bisa diturunkan.

Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera di tindaklanjuti sebelum usia kehamilan
mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang Tinggi Kalori dan Tinggi
Protein dan dipadukan dengan penerapan Porsi Kecil tapi Sering, pada faktanya
memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di Indonesia. Penambahan 200
450 Kalori dan 12 20 gram protein dari kebutuhan ibu adalah angka yang
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi janin. Meskipun penambahan tersebut
secara nyata (95 %) tidak akan membebaskan ibu dari kondisi KEK, bayi dilahirkan
dengan berat badan normal.

Program bidan di desa/bidan PTT untuk daerah-daerah pedalaman merupakan


kunci utama untuk menunrunkan angka kelahiran bayi BBLR, dengan didukung oleh
dana besar pemerintah lewat paket Pemberian makanan tambahan / PMT Bumil
KEK. Termasuk di dalamnya pemberian penyuluhan kesehatan untuk ibu hamil serta

program Desa Siaga, adalah program nasional yang membutuhkan peran serta
masyarakat untuk menyukseskannya.

Asupan makanan rata-rata bumil pada penelitian ini dibawah nilai normal (<50%
RDA), menunjukkan jumlah makanan yang kurang dan secara langsung
menyebabkan terjadinya defisiensi baik energi maupun vitamin dan mineral, dan
merupakan penyebab terjadinya malnutrisi pada bumil Untuk mencukupi kebutuhan
bumil digunakan cadangan lemak tubuh dan penggunaan secara terus menerus
bukan saja akan memberi dampak negatif pada bumil (malnutrisi) tapi juga akan
berdampak pada bayi yang akan dilahirkan berupa berat lahir yang rendah/BBLR.

Kebutuhan bumil terhadap energi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai


dengan perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir trimester kedua dimana terjadi
proses hemodelusi yang menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah dan
mempengaruhi konsentrasi hemoglobin darah. Pada keadaan normal hal tersebut
dapat diatasi dengan pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang
bukan saja membutuhkan suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin
dan zat besi. Keperluan yang meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan
protein hewani serta tingginya konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuhtumbuhan serta protein nabati merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
anemia besi.

Bumil membutuhkan asupan energi dan zat besi yang lebih tinggi dari wanita
normal. Absorbsi zat besi dalam makanan hanya sekitar 20%, untuk meningkatkan
absorbsi selain dibutuhkan protein hewani dibutuhkan asupan vitamin C, zinc, asam
folat, vitamin B12 dan zat besi. Pemberian makanan tambahan yang mengandung
600-700 kalori, 15-20 gram protein dan tablet besi pada ibu hamil KEK dari keluarga
miskin tidak menunjukkan kenaikan kadar Hb yang lebih tinggi dibandingkan kontrol
yang memperoleh tablet besi. Hal ini disebabkan dapat dijelaskan salah satunya dari
perbedaan asupan fiber. Asupan fiber pada kedua kelompok sejak awal penelitian
sampai sesudah intervensi tampak lebih tinggi pada kelompok perlakuan (p<0,05).

Ini dapat dihubungkan dengan kondisi sosial ekonomi pada kelompok perlakuan
yang lebih rendah. Kemungkinan konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan atau
bahan makanan lainnya yang mengandung serat lebih banyak dikonsumsi oleh
kelompok perlakuan. Hal ini terkait dengan peran serat terhadap penyerapan zat
besi. Disamping itu, pemberian PMT pada kelompok perlakuan walaupun walaupun
terlihat lebih tinggi namun belum mencukupi kebutuhan energi dan protein yang
dianjurkan (energi 2485 kkal dan protein 60 gram). Hal ini disebabkan PMT yang
diberikan yang awalnya ditujukan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi ternyata
digunakan sebagai makanan pokok, walaupun sejak awal telah diinformasikan
bahwa manfaat PMT yang diberikan hanyalah bersifat penambah bukan pengganti
makanan yang dikonsumsi selama ini.

Pengaruh musim paceklik merupakan salah faktor hal yang menyebabkan


berkurangnya asupan makanan bumil dimana persediaan makanan dalam rumah
tangga berkurang. Pada saat penelitian ini dilakukan, sedang berlangsung musim
paceklik di daerah ini, dan ini merupakan salah satu faktor penyebab berkurangnya
makanan yang tersedia dalam rumah tangga , dalam masyarakat pedesaan di
negara-negara

berkembang

dengan

status

sosial-ekonomi

rendah,

musim

merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap lingkungan dan
perilaku masyarakat dengan pola yang relatif sama yang berulang setiap tahun dan
memberi pengaruh yang besar terhadap keadaan kesehatan dan gizi masyarakat.
Pada penelitian ini peningkatan asupan besi, vitamin C, B12, asam folat diiringi
dengan peningkatan fiber.

Makin besar jumlah energi makin tinggi kandungan fiber yang dikonsumsi, makin
tinggi fiber makin sedikit zat besi yang di absorbsi dan zat besi yang dikonsumsi
hanya mencukupi kebutuhan bumil dan tidak dapat disimpan sebagai cadangan.
Dengan kebiasaan mengkonsumsi lebih banyak protein nabati dibandingkan protein
animal, maka absorbsi zat besi juga berkurang bila dibandingkan dengan makanan
yang mengandung heme yang diperoleh dari protein animal.

C. Pencegahan KEK

Makan makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein
termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan
yang mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu
sekurang-kurangnya sehari sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat
ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan pasokan kalori, terutama pada
anak-anak atau remaja yang tidak terlalu suka makan. Hanya memberikan ASI
kepada bayi sampai usia 6 bulan mengurangi resiko mereka terkena muntah dan
mencret (muntaber) dan menyediakan cukup gizi berimbang. Jika ibu tidak bias atau
tidak mau memberikan ASI, sangat penting bagi bayi untuk mendapatkan susu
formula untuk bayi yang dibuat dengan air bersih yang aman susu sapi normal
tidaklah cukup. Sejak 6 bulan, sebaiknya tetap diberikan Asi tapi juga berikan 3-6
sendok makan variasu makanan termasuk yang mengandung protein. Remaja dan
anak2 yang sedang sakit sebaiknya tetap diberikan makanan dan minuman yang
cukup. Kurang gizi juga dapat dicegah secara bertahap dengan mencegah cacingan,
infeksi, muntaber melalui sanitasi yang baik dan perawatan kesehatan, terutama
mencegah cacingan.

Pemberian makanan tambahan dan zat besi pada ibu hamil yang menderita KEK
dan berasal dari Gakin dapat meningkatkan konsentrasi Hb walaupun besar
peningkatannya tidak sebanyak ibu hamil dengan status gizi baik. Terlihat juga
penurunan prevalensi anemia pada kelompok kontrol jauh lebih tinggi dibanding
pada kelompok perlakuan. Konsumsi makanan yang tinggi pada ibu hamil pada
kelompok

perlakuan termasuk zat besi disertai juga dengan peningkatan konsumsi fiber yang
diduga merupakan salah satu faktor pengganggu dalam penyerapan zat besi.. Pada
ibu hamil yang menderita KEK dan dari Gakin kemungkinan masih membutuhkan
intervensi tambahan agar dapat menurunkan prevalensi anemia sampai ke tingkat
yang paling rendah.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita


mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau
menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja
putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan
menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.

Ibu Hamil yang menderita KEK sangat beresiko melahirkan BBLR dimana berat bayi
kurang dari 2500 gram. Cara pencegahan KEK adalah dengan mengkonsumsi
berbagai makanan bergizi seimbang dengan pola makan yang sehat.

B. Saran

Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan program penyuluhan


tentang gizi seimbang dan bagi remaja lebih meningkatkan konsumsi makanan yang
mengandung

sumser

zat

besi

seperti

sayuran

hijau,potein

hewani(susu,

daging,telur) dan penambahan suplemen zat besi. Dan untuk para pembaca
sebaiknya juga memperhatikan gizi dan pola makan sehari-harinya.

Anda mungkin juga menyukai