menjadi negarawan ulung yang berfokus pada aktivitas amal demi memberantas kemiskinan dan
HIV/AIDS melalui Nelson Mandela Foundation.
awal
Masa kecil: 19181936
Mandela lahir tanggal 18 Juli 1918 di desa Mvezo di Umtatu, waktu itu terletak di Provinsi Cape,
Afrika Selatan.[1] Dengan nama depan Rolihlahla, istilah Xhosa yang berarti "pembuat masalah",
[1]
ia nantinya justru lebih dikenal dengan nama klannya, Madiba. [2] Kakek buyut dari ayahnya,
Ngubengcuka, adalah penguasa suku Thembu di Teritori Transkei yang saat ini menjadi provinsi
Eastern Cape di Afrika Selatan.[3] Salah satu putranya, Mandela, menjadi kakek Nelson dan
sumber nama belakangnya.[4] Karena Mandela adalah satu-satunya putra raja yang ibunya berasal
dari klan Ixhiba, "Dinasti Tangan Kiri", keturunan cabang kadet keluarga kerajaannya bersifat
morganatik, artinya tidak berhak mewarisi takhta tetapi diakui sebagai anggota dewan kerajaan
yang jabatannya turun temurun.[4] Karena itu, ayahnya, Gadla Henry Mphakanyiswa, merupakan
kepala suku setempat dan anggota dewan kerajaan; ia dilantik tahun 1915 setelah pendahulunya
dituduh korupsi oleh hakim kulit putih yang berkuasa waktu itu. [5] Pada tahun 1926, Gadla juga
dituduh melakukan korupsi dan Nelson kelak diberitahu bahwa ayahnya dipecat karena
bersikukuh menolak permintaan hakim yang tidak masuk akal.[6] Sebagai penyembah dewa
Qamata,[7] Gadla adalah seorang poligamis yang memiliki empat istri, empat putra, dan sembilan
putri, yang tinggal di beberapa desa. Ibu Nelson, Nosekeni Fanny, adalah istri ketiga Gadla yang
merupakan putri Nkedama dari Dinasti Tangan Kanan dan anggota klan amaMpemvu.[8]
"Tak satupun di keluargaku yang pernah bersekolah [...] Pada hari pertama sekolah, guruku, Miss Mdingane,
memberikan nama Inggris kepada setiap murid. Ini adalah kebiasaan orang Afrika waktu itu dan tentunya
dikarenakan pengaruh Britania pada pendidikan kami. Hari itu, Miss Mdingane memberitahuku bahwa nama
baruku adalah Nelson. Aku tidak tahu mengapa ia memilih nama itu."
Mandela, 1994.[9]
Sempat menyebut kehidupan awalnya didominasi "adat, ritual, dan tabu", [10] Mandela tumbuh
bersama dua saudarinya di kraal ibunya di desa Qunu, tempat Mandela bekerja sebagai gembala
sapi dan menghabiskan waktunya bersama anak-anak lain.[11] Kedua orang tuanya buta huruf,
namun merupakan penganut Kristen yang taat. Ibunya mengirimkan Mandela ke sekolah
Methodis setempat ketika menginjak usia 7 tahun. Dibaptis sebagai Methodis, Mandela diberi
nama depan Inggris "Nelson" oleh gurunya.[12] Saat Mandela kira-kira berusia 9 tahun, ayahnya
menetap di Qunu dan meninggal akibat penyakit yang tidak diketahui yang diyakini Mandela
sebagai penyakit paru-paru.[13] Merasa "terabaikan", ia kelak mengaku mewarisi "sifat
pemberontak bangga" dan "rasa keadilan yang keras" dari ayahnya.[14]
Ibunya membawa Mandela ke istana "Great Place" di Mqhekezweni, lalu dipercayakan untuk
asuhan bupati Thembu, Kepala Suku Jongintaba Dalindyebo. Meski ia tidak akan melihat ibunya
lagi selama sekian tahun, Mandela merasa bahwa Jongintaba dan istrinya Noengland
memperlakukannya seperti anak sendiri, membesarkannya bersama putra-putri mereka, Justice
dan Nomafu.[15] Karena Mandela sering menghadiri misa setiap Minggu bersama orang tua
asuhnya, Kristen menjadi bagian utama hidupnya. [16] Ia mengenyam pendidikan di sekolah misi
Methodis dekat istana tersebut. Di sana ia belajar bahasa Inggris, Xhosa, sejarah, dan geografi. [17]
Ia mulai tertarik dengan sejarah Afrika, mendengarkan cerita-cerita yang diujarkan para
pengunjung istana yang tua, dan terpengaruh retorika anti-imperialis Kepala Suku Joyi. [18] Waktu
itu, ia tetap saja menganggap kolonialis Eropa sebagai penolong, bukan penindas. [19] Pada usia 16
tahun, ia, Justice, dan teman-temannya berangkat ke Tyhalarha untuk menjalani ritual sunat yang
secara simbolis menandakan mereka sudah dewasa. Seusai ritual, Mandela diberi nama
"Dalibunga".[20]
mengklaim kehilangan sikap "tertutupnya" dan berteman baik dengan wanita untuk pertama
kalinya; ia mulai berolahraga dan merintis kecintaannya dalam berkebun. [22] Setelah
menyelesaikan Junior Certificate selama dua tahun,[23] pada tahun 1937 ia pindah ke Healdtown,
perguruan Methodis di Fort Beaufort yang juga dihadiri sebagian besar anggota keluarga raja
Thembu, termasuk Justice.[24] Kepala sekolah menekankan superioritas budaya dan pemerintahan
Inggris, namun Mandela semakin tertarik dengan budaya Afrika pribumi dan berteman untuk
pertama kalinya dengan orang non-Xhosa, seorang penutur bahasa Sotho, dan dipengaruhi salah
satu guru favoritnya, seorang Xhosa yang mematahkan tabu dengan menikahi orang Sotho. [25]
Selain menghabiskan waktu luangnya dengan berlari dan tinju, pada tahun keduanya Mandela
memutuskan menjadi prefek.[26]
Dengan bantuan Jongintaba, Mandela mengambil gelar Bachelor of Arts (BA) di University of
Fort Hare, institusi kulit hitam elit di Alice, Eastern Cape dengan kurang lebih 150 mahasiswa.
Di sana ia belajar bahasa Inggris, antropologi, politik, pemerintahan pribumi, dan hukum
Belanda Romawi pada tahun pertamanya, dan ingin menjadi penerjemah atau juru tulis di
Departemen Urusan Pribumi.[27] Mandela menetap di asrama Wesley House, berteman dengan
Oliver Tambo dan sesama anggota sukunya, K.D. Matanzima.[28] Melanjutkan ketertarikannya di
bidang olahraga, Mandela mengambil kelas tari ballroom, [29] dan terlibat dalam pementasan
drama tentang Abraham Lincoln.[30] Sebagai anggota Students Christian Association, ia
memimpin kelas Injil untuk masyarakat setempat[31] dan menjadi pendukung Britania Raya ketika
Perang Dunia Kedua pecah.[32] Meski teman-temannya memiliki hubungan dengan Kongres
Nasional Afrika (ANC) dan gerakan anti-impterialis, Mandela tidak mau terlibat. [33] Setelah
membantu mendirikan House Committee untuk mahasiswa tahun pertama yang melawan
dominasi mahasiswa tahun kedua,[34] di akhir tahun pertamanya ia terlibat aksi boikot Students'
Representative Council (SRC) terhadap kualitas makanan, sehingga ia diskors sementara dari
universitas; ia meninggalkan kuliahnya tanpa gelar.[35]
korespondensi di University of South Africa dan mengerjakan tugas akhirnya pada malam hari.
[42]
Dengan upah kecil, Mandela menyewa kamar di rumah keluarga Xhoma di Alexandra Township;
meski penuh kemiskinan, kejahatan, dan polusi, Alexandra selalu menjadi "tempat berharga"
baginya.[43] Walaupun malu dengan kemiskinan yang dialaminya, ia sempat merayu seorang
wanita Swazi sebelum gagal merayu putri tuan tanahnya.[44] Setelah menemukan kamar sewa
yang lebih murah, Mandela pindah ke markas Witwatersrand Native Labour Association, tinggal
bersama para penambang dari berbagai suku dan bertemu Ratu Basutoland.[45] Pada akhir 1941,
Jongintaba mengunjungi Mandela dan memaafkan kelakuannya. Sepulangnya ke Thembuland,
sang bupati meninggal dunia pada musim dingin 1942, Mandela dan Justice terlambat sehari
untuk menghadiri pemakamannya.[46] Pasca wisuda awal 1943, Mandela kembali ke
Johannesburg untuk menjadi pengacara alih-alih anggota dewan penasihat di Thembuland. [47] Ia
kelak berkata bahwa saat itu ia tidak sadar, tapi "mengetahui diriku sedang melakukannya dan
tidak bisa melawan."[48]
Aktivitas revolusi
Studi hukum dan ANC Youth League: 19431949
Saat belajar hukum di University of Witwatersrand, Mandela adalah satu-satunya orang pribumi
Afrika di fakultas tersebut, dan meski menghadapi rasisme ia berteman dengan sejumlah
mahasiswa Eropa, Yahudi, dan India liberal dan komunis, termasuk Joe Slovo, Harry Schwarz,
dan Ruth First.[49] Setelah bergabung dengan ANC, Mandela semakin dipengaruhi Sisulu dan
menghabiskan waktunya bersama aktivis lain di rumah Sisulu di Orlando, termasuk teman
lamanya Oliver Tambo.[50] Tahun 1943, Mandela bertemu Anton Lembede, seorang nasionalis
Afrika yang sangat menentang front ras bersatu terhadap kolonialisme dan imperialisme atau
aliansi dengan kaum komunis.[51] Meski berteman dengan orang non-kulit hitam dan komunis,
Mandela mendukung pandangan Lembede, percaya bahwa orang Afrika kulit hitam harus
terbebas sepenuhnya dalam perjuangan mendapatkan penentuan nasib sendiri secara politik. [52]
Merasa perlunya sayap pemuda untuk memobilisasi penduduk Afrika secara besar-besaran dalam
penentangan penindasan mereka, Mandela ikut dalam delegasi yang memberitahu Presiden ANC
Alfred Bitini Xuma soal rencana tersebut dirumahnya di Sophiatown; African National Congress
Youth League (ANCYL) didirikan pada Minggu Paskah 1944 di Bantu Men's Social Centre di
Eloff Street; Lembede menjadi Presiden dan Mandela menjadi anggota komite eksekutif.[53]
terakhirnya sebanyak tiga kali di Witwatersrand; gelarnya akhirnya ditahan permanen pada
Desember 1949.[63]
"Kami,
rakyat
Afrika
Selatan,
menyatakan
kepada
seluruh
negeri
dan
dunia:
Bahwa Afrika Selatan adalah milik semua orang yang tinggal di dalamnya, hitam dan putih, dan tak satu
pemerintahan pun yang dapat mengklaim kekuasaan kecuali berdasarkan keinginan rakyat."
Kalimat pembuka Piagam Kebebasan[80]
Mandela berpendapat bahwa ANC "tidak punya alternatif terhadap pemberontakan bersenjata
dan keras" setelah terlibat dalam unjuk rasa yang gagal mencegah penggusuran kota pinggiran
berpenduduk kulit hitam Sophiatown, Johannesburg, pada Februari 1955.[81] Ia menyarankan
Sisulu agar meminta persenjataan dari Republik Rakyat Tiongkok, tetapi meski mendukung
perjuangan anti-apartheid, pemerintah Cina percaya gerakan ini tidak cukup siap untuk perang
gerilya.[82] Dengan keterlibatan South African Indian Congress, Coloured People's Congress,
South African Congress of Trade Unions dan Congress of Democrats, ANC berencana
mengadakan Kongres Rakyat, meminta semua warga Afrika Selatan mengirimkan proposal
untuk zaman pasca-apartheid. Berdasarkan tanggapan-tanggapan ini, Piagam Kebebasan
dirancang oleh Rusty Bernstein yang isinya meminta pembentukan negara demokratis nonrasialis disertai nasionalisasi industri besar. Saat piagam ini diadopsi pada konferensi Juni 1955
di Kliptown yang dihadiri 3000 delegasi, polisi membubarkan acara, namun ini tetap menjadi
bagian utama ideologi Mandela.[83]
Setelah akhir pelarangan kecua bulan September 1955, Mandela cuti kerja ke Transkei untuk
membahas dampak Undang-Undang Otoritas Bantu 1951 bersama ketua-ketua suku setempat. Ia
juga menjenguk ibunya dan Noengland sebelum melanjutkan perjalanan ke Cape Town.[84] Pada
Maret 1956, ia dijatuhkan larangan tampil di hadapan publik untuk ketiga kalinya, melarangnya
masuk Johannesburg selama lima tahun, tetapi sering ia langgar.[85] Pernikahannya berakhir
setelah Evelyn meninggalkan Mandela, membawa anak-anak mereka ke rumah saudaranya. Saat
memulai sidang cerai bulan Mei 1956, ia mengklaim Mandela menyiksanya secara fisik; ia
menolak tuduhan-tuduhan tersebut dan berjuang mendapatkan hak asuh anak-anaknya. Evelyn
menarik petisi perceraiannya pada November, namun Mandela meminta cerai pada Januari 1958;
perceraian ini akhirnya diputuskan bulan Maret yang hasilnya anak-anak berada di bawah asuhan
Evelyn.[86] Selama sidang cerai, Mandela mulai merayu dan melakukan politisasi terhadap
seorang pekerja sosial, Winnie Madikizela, yang ia nikahi di Bizana tanggal 14 Juni 1958.
Madikizela kelak terlibat dalam aktivitas ANC dan sempat dipenjara selama beberapa minggu.[87]
menerima bantuan dana dari Presiden Liberia William Tubman dan Presiden Guinea Ahmed
Skou Tour.[106] Di London, Inggris, ia bertemu para aktivis anti-apartheid, wartawan, dan
politikus kiri ternama.[107] Di Ethiopia, ia mengikuti kursus perang gerilya selama enam bulan,
namun hanya sempat menyelesaikan dua bulan saja sebelum dipanggil pulang ke Afrika Selatan.
[108]
Penahanan
Penangkapan dan pengadilan Rivonia: 19621964
Pada 5 Agustus 1962, polisi menangkap Mandela dan Cecil Williams dekat Howick.[109] Ditahan
di penjara Marshall Square, Johannesburg, ia dituduh menghasut mogok buruh dan ke luar negeri
tanpa izin. Mewakili dirinya sendiri ditemani Slovo sebagai penasihat hukum, Mandela hendak
memanfaatkan pengadilan ini untuk menunjukkan "penentangan moral ANC terhadap rasisme"
sementara para pendukungnya berdemo di luar pengadilan.[110] Setelah dipindahkan ke Pretoria,
tempat yang bisa dijangkau Winnie, Mandela mulai mengambil studi korespondensi untuk
mendapatkan gelar Bachelor of Laws (LLB) dari University of London dari dalam selnya.[111]
Sidang dengar pendapatnya dimulai tanggal 15 Oktober, tetapi ia mengganggu jalannya sidang
dengan mengenakan kaross tradisional, menolak memanggil saksi mata, dan mengganti
permohonan keringanannya menjadi pidato politik. Dinyatakan bersalah, Mandela dihukum
penjara lima tahun; ketika ia keluar dari ruang sidang, para pendukungnya menyanyikan Nkosi
Sikelel iAfrika.[112]
"Dengan cara yang belum pernah kupahami sebelumnya, aku menyadari peran yang kumainkan di pengadilan
dan kemungkinan di hadapanku selaku terdakwa. Aku adalah simbol keadilan di pengadilan para penindas,
perwakilan ide-ide agung kebebasan, keadilan, demokrasi di dalam masyarakat yang memandang rendah nilainilai tersebut. Aku kemudian sadar dan di sanalah aku dapat melanjutkan perjuangan meski berada di benteng
musuh."
Mandela, 1994[113]
Tanggal 11 Juli 1963, polisi menggeledah Lilielsleaf Farm, menahan semua orang di sana, dan
menyita berkas-berkas aktivitas MK, beberapa di antaranya menyebut nama Mandela.
Pengadilan Rivonia langsung diselenggarakan di Mahkamah Agung Pretoria pada tanggal 9
Oktober. Mandela dan rekan-rekannya dituduh empat kali melakukan sabotase dan konspirasi
untuk menggulingkan pemerintah. Kepala jaksa penuntut Percy Yutar menuntut mereka dihukum
mati.[114] Hakim Quartus de Wet menutup kasus jaksa dengan alasan bukti tidak cukup, tetapi
Yutar menyusun ulang tuntutannya dan mengajukan kasus baru sejak Desember sampai Februari
1964 dengan melibatkan 173 saksi mata dan ribuan dokumen dan foto.[115]
Kecuali James Kantor, yang dinyatakan tidak bersalah atas semua tuduhan, Mandela dan
terdakwa lainnya mengaku melakukan sabotase namun menolak pernah sepakat melancarkan
perang gerilya terhadap pemerintah. Mereka menegaskan tujuan politik mereka di pengadilan ini;
salah satu pidato Mandelaterinspirasi pidato "History Will Absolve Me" oleh Castrodiliput
besar-besaran oleh pers meski ada sensor dari pemerintah.[116] Pengadilan ini mendapat perhatian
internasional; banyak pihak di seluruh dunia meminta pembebasan para terdakwa, termasuk
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan World Peace Council. University of London Union menyerukan
agar Mandela menjadi presiden dan misa malam untuknya diadakan di St. Paul's Cathedral,
London.[117] Apa daya, karena dianggap penyerobot komunis, pemerintah Afrika Selatan
mengabaikan tuntutan-tuntutan tersebut, dan pada 12 Juni 1964 de Wet menetapkan empat
tuduhan kepada Mandela dan dua terdakwa dan menjatuhkan vonis penjara seumur hidup, bukan
hukuman mati.[118]
parlemen liberal Helen Suzman dari Partai Progresif yang melanjutkan perjuangan Mandela di
luar penjara.[129] Pada September 1970, Mandela dijenguk AP Partai Buruh Britania Raya Dennis
Healey.[130] Menteri Kehakiman Afrika Selatan Jimmy Kruger berkunjung bulan Desember 1974,
namun Healey dan Mandela gagal menemuinya. [131] Ibu Mandela berkunjung tahun 1968 dan
meninggal tidak lama kemudian. Putra pertama Mandela, Thembi, meninggal dunia akibat
kecelakaan mobil setahun berikutnya; Mandela dilarang menghadiri pemakaman ibu maupun
putranya.[132] Istrinya jarang menjenguk karena sering dipenjara akibat aktivitas politiknya,
sementara putri-putrinya pertama menjenguk Mandela bulan Desember 1975; Winnie keluar
penjara tahun 1977 namun dipaksa menetap di Brandfort, sehingga tidak bisa menjenguk
ayahnya.[133]
Dewan Keamanan PBB menuntut pembebasannya.[146] Walaupun tekanan luar negeri sangat
besar, pemerintah menolak dan bergantung pada sekutu Perang Dingin yang kuat seperti
Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dan Perdana Menteri Britania Raya Margaret Thatcher;
Thatcher menganggap Mandela teroris komunis dan mendukung penekanan terhadap ANC.[147]
Patung Mandela di Southbank, London, dipasang oleh Greater London Council yang dipimpin
sosialis Ken Livingstone tahun 1985
Kekerasan di seluruh negeri meningkat. Banyak orang mengkhawatirkan pecah perang saudara.
Di bawah tekanan lobi internasional, bank-bank multinasional berhenti berinvestasi di Afrika
Selatan, mengakibatkan stagnasi ekonomi. Beberapa bank dan Thatcher menuntut Botha
membebaskan Mandelapada puncak ketenaran internasionalnyauntuk meredam situasi yang
tidak stabil ini.[153] Walaupun menganggap Mandela "Marxis besar" yang berbahaya,[154] pada
Februari 1985 Botha menawarkan pembebasannya dari penjara dengan syarat ia "menolak
kekerasan tanpa syarat sebagai senjata politik". Mandela menolaknya dan merilis pernyataan
melalui putrinya, Zindzi, bahwa "Kebebasan apa yang sedang ditawarkan kepadaku jika
organisasi rakyat [ANC] tetap dilarang? Hanya orang bebas yang dapat bernegosiasi. Seorang
tahanan tidak boleh terlibat kesepakatan."[155]
Pada tahun 1985, Mandela menjalani operasi terhadap pembesaran kelenjar prostat sebelum
ditempatkan di sel soliter baru di lantai bawah. [156] Ia bertemu "tujuh orang penting", yaitu
delegasi internasional yang dikirimkan untuk menegosiasikan penyelesaian kasus, tetapi
pemerintah Botha menolak kerja sama. Bulan Juni tahun itu, pemerintah menyatakan keadaan
darurat dan mengizinkan polisi meredam kerusuhan tersebut. Pemberontak anti-apartheid
melawan; ANC melakukan 231 serangan tahun 1836 dan 235 serangan tahun 1987. Dengan
pasukan darat dan paramiliter sayap kanan untuk melawan pemberontak, pemerintah diam-diam
mendanai gerakan nasionalis Zulu, Inkatha, untuk menyerang anggota-anggota ANC yang lantas
memperparah tindak kekerasan.[157] Mandela meminta diskusi dengan Botha tapi ditolak, malah
bertemu secara rahasia dengan Menteri Kehakiman Kobie Coetsee pada 1987, lalu bertemu lagi
sebanyak 11 kali selama 3 tahun. Coetsee mengatur negosiasi antara Mandel dengan satu tim
beranggotakan empat pejabat pemerintah sejak Mei 1988; tim sepakat membebaskan tahanan
politik dan mengesahkan ANC dengan syarat mereka tidak boleh lagi melancarkan aksi
kekerasan, memutus hubungan dengan Partai Komunis, dan tidak memaksakan kekuasaan
mayoritas. Mandela menolak semuanya dan menegaskan bahwa ANC hanya akan mengakhiri
pemberontakan bersenjata jika pemerintah menghentikan kekerasan.[158]
Ulang tahun Mandela ke-70 bulan Januari 1988 menarik perhatian internasional. BBC
mengadakan konser musik Nelson Mandela 70th Birthday Tribute di Wembley Stadium, London.
[159]
Meskipun dijadikan tokoh heroik di seluruh dunia, ia menghadapi masalah pribadi ketika
para pemimpin ANC memberitahunya bahwa Winnie menjadi ketua geng penjahat, "Mandela
United Football Club", yang bertanggung jawab atas penyiksaan dan pembunuhan lawan
termasuk anak-anakdi Soweto. Walau banyak orang memaksa Mandela menceraikannya, ia
tetap setia sampai Winnie dinyatakan bersalah oleh pengadilan.[160]
pemilu nasional dan lokal.[169] Ketika tinggal di rumah Desmond Tutu beberapa hari selanjutnya,
Mandela bertemu teman-teman, aktivis, dan pers, dan berpidato di hadapan 100.000 orang di
Soccer City, Johannesburg.[170]
Akhir apartheid
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Negosiasi untuk mengakhiri apartheid di Afrika
Selatan
Shell House di Johannesburg yang menjadi kantor pusat ANC pada 1991
Mandela melanjutkan tur Afrikanya, bertemu banyak pendukung dan politikus di Zambia,
Zimbabwe, Namibia, Libya, dan Aljazair, kemudian ke Swedia untuk reuni dengan Tambo, lalu
London, tempat ia tampil di konser Nelson Mandela: An International Tribute for a Free South
Africa di Wembley Stadium.[171] Ketika mendorong negara-negara asing untuk mendukung sanksi
terhadap pemerintah apartheid, di Perancis ia disambut Presiden Franois Mitterrand, di Kota
Vatikan ia disambut Paus Yohanes Paulus II, dan di Inggris ia bertemu Margaret Thatcher. Di
Amerika Serikat, ia bertemu Presiden George H.W. Bush, berpidato di Kongres, dan berkunjung
ke delapan kota; ia populer di kalangan masyarakat Afrika-Amerika. [172] Di Kuba, ia bertemu
Presiden Fidel Castro yang sudah lama digemarinya; keduanya bersahabat. [173] Di Asia ia bertemu
Presiden R. Venkataraman di India, Presiden Suharto di Indonesia dan Perdana Menteri Mahathir
Mohamad di Malaysia, sebelum mengunjungi Australia dan Jepang. Ia justru tidak mengunjungi
Uni Soviet, pendukung lama ANC.[174]
Pada Mei 1990, Mandela memimpin delegasi multirasial ANC dalam negosiasi pendahuluan
dengan delegasi 11 pria Afrikaner pemerintah. Mandela membuat mereka terkesan dengan
diskusinya seputar sejarah Afrikaner, dan negosiasi ini berujung pada Groot Schuur Minute,
yaitu pemeirntah mencabut keadaan darurat. Bulan Agustus, Mandelamengakui kekurangan
militer ANC yang sangat besarmenawarkan gencatan senjata, Pretoria Minute, yang karena
itulah ia dikritik habis-habisan oleh aktivis MK. [175] Ia menghabiskan banyak waktu untuk
menyatukan dan membangun ANC, tampil di konferensi Johannesburg bulan Desember yang
dihadiri 1.600 delegasi, kebanyakan menganggap Mandela lebih moderat daripada yang
diharapkan.[176] Pada konferensi nasional ANC Juli 1991 di Durban, Mandela mengakui
kekurangan-kekurangan partai ini mengumumkan rencananya untuk membangun "satuan tugas
yang kuat dan kokoh" agar memperoleh kekuasaan mayoritas. Di konferensi tersebut, ia diangkat
sebagai Presiden ANC, menggantikan Tambo yang sakit, dan eksekutif nasional multigender dan
multiras dipilih bersama-sama.[177]
Mandela diberikan kantor di markas ANC yang baru dibeli di Shell House, Johannesburg pusat,
dan pindah bersama Winnie ke rumahnya yang besar di Soweto. [178] Pernikahan mereka semakin
renggang setelah ia tahu perselingkuhan Winnie dengan Dali Mpofu, tetapi ia mendukungnya
saat Winnie diadili dengan tuduhan penculikan dan penyerangan. Ia mendapatkan dana untuk
pembelaan Winnie dari International Defence and Aid dan pemimpin Libya Muammar Gaddafi,
namun pada Juni 1991 Winnie dinyatakan bersalah dan dihukum penjara enam tahun, dikurangi
menjadi dua di pengadilan banding. Tanggal 13 April 1992, Mandela mengumumkan
perpisahannya dengan Winnie, sedangkan ANC memaksa Winnie mengundurkan diri dari
eksekutif nasional karena menyalahgunakan dana ANC; Mandela pindah ke pinggiran
Johannesburg yang didominasi kulit putih, Houghton.[179] Reputasi Mandela semakin hancur
akibat peningkatan kekerasan "hitam-ke-hitam", terutama antara pendukung ANC dan Inkatha di
KwaZulu-Natal yang menewaskan ribuan orang. Mandela bertemu pemimpin Inkatha Buthelezi,
tetapi ANC mencegah perundingan lebih lanjut mengenai masalah ini. Mandela mengakui bahwa
ada "pasukan ketiga" di dalam dinas intelijen negara yang mengompori "pembantaian rakyat"
dan secara terbuka menyalahkan de Klerkyang semakin tidak ia percayaiatas pembantaian
Sebokeng.[180] Pada bulan September 1991, konferensi perdamaian nasional diadakan di
Johannesburg. Mandela, Buthelezi, dan de Klerk menandatangani perjanjian damai, tetapi
kekerasan tetap berlanjut.[181]
menolaknya dan menuntut sistem kesatuan yang dikuasai kaum mayoritas.[183] Setelah
pembantaian Boipatong oleh militan Inkatha yang dibantu pemerintah terhadap aktivis-aktivis
ANC, Mandela membatalkan negosiasi tersebut sebelum menghadiri pertemuan Organisation of
African Unity di Senegal. Di sana ia meminta agar Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang
istimewa dan pasukan penjaga perdamaian PBB diterjunkan di Afrika Selatan untuk mencegah
"terorisme negara". PBB langsung mengirim utusan khusus Cyrus Vance ke negara ini untuk
membantu proses negosiasi.[184] Menyerukan aksi massal dalam negeri, pada bulan Agustus ANC
mengadakan mogok terbesar dalam sejarah Afrika Selatan dan para pendukungnya memadati
jalanan Pretoria.[185]
Mandela mulai bertemu tokoh-tokoh bisnis besar dan membungkam dukungannya untuk
nasionalisasi, khawatir ia akan menakut-nakuti investor asing yang sangat diperlukan. Meski
dikritisi anggota-anggota ANC yang sosialis, ia didorong memboyong perusahaan swasta oleh
anggota partai Komunis Cina dan Vietnam di World Economic Forum Januari 1992 di Swiss.[192]
Mandela juga tampil kameo sebagai guru sekolah yang membacakan salah satu pidato Malcolm
X di adegan terakhir film Malcolm X (1992).[193]
pendukung rezim apartheid.[197] Ia juga mengusulkan pengurangan batas usia memberi suara dari
18 tahun menjadi 14; setelah ditolak ANC, kebijakan ini menjadi bahan tertawaan.[198]
Khawatir bahwa COSAG akan mengacaukan pemilu, terutama pasca Pertempuran Bop dan
Pembantaian Shell Housemasing-masing kekerasan yang melibatkan AWB dan Inkatha
Mandela bertemu beberapa politikus dan jenderal Afrikaner, termasuk P.W. Botha, Pik Botha,
dan Constand Viljoen, membujuk mereka untuk ikut sistem demokrasi, dan de Klerk meyakinkan
Buthelezi dari Inkatha untuk ikut pemilu alih-alih melancarkan perang separatis. [199] Selaku ketua
kedua partai besar tersebut, de Klerk dan Mandela tampil dalam acara debat televisi; meskipun
de Kler dianggap luas sebagai pembicara terbaik di acara ini, tawaran Mandela untuk bersalaman
mengejutkannya, sehingga banyak komentator menganggap Mandela-lah yang menang.[200]
Pemilihan umum berlangsung dengan sedikit aksi kekerasan, termasuk bom mobil sel AWB yang
menewaskan 20 orang. Mandela memberi suara di Ohlange High School di Durban, dan meski
menjadi Presiden terpilih, ia mengaku secara terbuka bahwa pemilu ini penuh penipuan dan
sabotase.[201] Dengan 62% suara nasional, ANC tinggal sedikit lagi mencapai dua pertiga
mayoritas yang diperlukan untuk mengubah konstitusi. ANC juga menang di 7 provinsi,
sementara masing-masing Inkatha dan Partai Nasional 1 provinsi.[202]
Rekonsiliasi nasional
Memimpin transisi dari kekuasaan minoritas apartheid ke demokrasi multikultural, Mandela
melihat rekonsiliasi nasional sebagai tugas utama pemerintahannya. [216] Setelah melihat negaranegara Afrika pasca-kolonial hancur akibat ditinggalkan elit kulit putih, Mandela berusaha
menjamin populasi kulit putih Afrika Selatan bahwa mereka dilindungi dan diwakili di "Bangsa
Pelangi" ini.[217] Mandela berupaya menciptakan koalisi seluas mungkin di kabinetnya. De Klerk
menjadi Wakil Presiden pertama, sedangkan pejabat-pejabat Partai Nasional lainnya menjadi
menteri Pertanian, Energi, Lingkungan, dan Mineral dan Energi, dan Buthelezi menjadi Menteri
Dalam Negeri.[218] Jabatan kabinet yang lain diduduki anggota ANC, kebanyakan di antaranya
seperti Joe Modise, Alfred Nzo, Joe Slovo, Mac Maharaj, dan Dullah Omaradalah teman
seperjuangan, meski yang lainnya seperti Tito Mboweni dan Jeff Radebe justru jauh lebih muda.
[219]
Hubungan Mandela dengan de Klerk renggang; Mandela menduga de Klerk sengaja
provokatif, sementara de Klerk merasa ia sengaja dipermalukan oleh presiden. Pada Januari
1995, Mandela mengkritik habis-habisan de Klerk karena memberikan amnesti kepada 3.500
polisi tepat sebelum pemilu, dan kemudian mengkritiknya karena melindungi mantan Menteri
Pertahanan Magnus Malan yang dituduh melakukan pembunuhan.[220]
bersih diperluas samapai 3 juta orang, dan 750.000 rumah dibangun dengan total penghuni nyaris
3 juta orang.[231]
Undang-Undang Pengembalian Lahan 1994 memungkinkan masyarakat yang kehilangan
propertinya akibat Undang-Undang Tanah Prbumi 1913 mengklaim balik tanah mereka. Puluhan
ribu orang berhasil menyelesaikan klaim tanah mereka. [232] UU Reformasi Lahan 3 tahun 1996
melindungi hak-hak penyewa pekerja yang tinggal dan menanam hasil bumi atau beternak di
peternakan. Undang-undang ini menjamin penyewa tidak dapat diusir tanpa perintah pengadilan
atau usianya melebihi 65 tahun.[233] UU Pengembangan Kemampuan 1998 menetapkan
serangkaian mekanisme untuk mendanai dan mempromosikan pengembangan kemampuan di
tempat kerja.[234] UU Hubungan Tenaga Kerja 1995 mempromosikan demokrasi di tempat kerja,
perundingan bersama secara tertib, serta penyelesaian efektif sengketa tenaga kerja. [235] UU
Persyaratan Dasar Pekerjaan 1997 memperbaiki mekanisme kerja serta memperluas "cakupan"
hak ke semua pekerja,[235] sedangkan UU Kesetaraan Pekerjaan 1998 disahkan untuk mengakhiri
diskriminasi tidak adil dan menjamin implementasi tindakan yang disetujui di tempat kerja.[235]
Sayangnya banyak masalah di dalam negeri. Sejumlah kritikus seperti Edwin Cameron menuduh
pemerintah Mandela berbuat sedikit untuk meredam wabah HIV/AIDS di negara itu; tahun 1999,
10% penduduk Afrika Selatan dinyatakan positif mengidap HIV. Mandela kelak mengakui
bahwa ia secara pribadi mengabaikan masalah ini dan menyutuh Mbeki menanganinya. [236]
Mandela juga mendapat kritik karena gagal memberantas kejahatan, karena itu pula Afrika
Selatan memiliki salah satu tingkat kejahatan tertinggi di dunia; ini juga alasan utama yang
dikatakan 750.000 orang kulit putih yang beremigrasi pada akhir 1990-an. [237] Pemerintahan
Mandela dibanjiri skandal korupsi dan Mandela sendiri dianggap "lembek" terhadap korupsi dan
kerakusan.[238]
Mandela bersama Presiden AS Bill Clinton. Meski secara terbuka mengkritik Clinton, Mandela
menyukai Clinton, dan secara pribadi mendukungnya saat sidang pemakzulannya.[239]
Mencontoh Afrika Selatan, Mandela mendorong negara-negara lain menyelesaikan konflik
melalui diplomasi dan rekonsiliasi.[240] Ia mengulang seruan Mbeki untuk "Renaisans Afrika" dan
sangat memedulikan masalah di benua ini. Ia mengambil pendekatan diplomatik lembut untuk
menurunkan junta militer Sani Abacha di Nigeria namun justru menjadi tokoh utama yang
menuntut sanksi ketika rezim Abacha terus-terusan melanggar hak asasi manusia. [241] Tahun
1996, ia ditunjuk sebagai Ketua Southern African Development Community (SADC) dan
memulai negosiasi pengakhiran Perang Kongo Pertama di Zaire yang kemudian terbukti gagal.
[242]
Dalam operasi militer pasca-apartheid pertama Afrika Selatan, Mandela memerintahkan
tentara masuk Lesotho pada September 1998 untuk melindungi pemerintahan Perdana Menteri
Pakalitha Mosisili setelah sengketa pemilu memicu pemberontakan oposisi.[243]
Pada September 1998, Mandela ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal Gerakan Non-Blok dan
mengadakan konferensi tahunannya di Durban. Ia memanfaatkan acara ini untuk mengkritik
"kepentingan sempit dan chauvinistik" pemerintah Israel karena menghambat negosiasi untuk
mengakhiri konflik Israel-Palestina dan memaksa India dan Pakistan berunding untuk
mengakhiri konflik Kashmir, dan karena itu pula ia dikritik oleh Israel dan India.[244] Terinspirasi
oleh ledakan ekonomi di kawasan ini, Mandela mempererat hubungan ekonominya dengan Asia
Timur, terutama dengan Malaysia, walaupun terganggu oleh krisis keuangan Asia 1997.[245] Ia
memicu kontroversi karena berteman dekat dengan Presiden Indonesia Suharto, yang rezimnya
bertanggung jawab atas sejumlah besar pelanggaran hak asasi manusia. Mandela secara pribadi
membujuk Suharto agar menarik pasukannya dari Timor Timur.[246]
Mandela menghadapi kritik serupa dari dunia barat karena berteman dengan Fidel Castro dan
Muammar Gaddafi. Castro berkunjung ke Afrika Selatan tahun 1998 dan disambut masyarakat,
sedangkan Mandela bertemu Gaddafi di Libya untuk menganugerahkan Order of Good Hope
kepadanya.[247] Saat pemerintah dan media barat mengkritik kunjungan-kunjungan tersebut,
Mandela menyebut kritik tersebut bernada rasis.[248] Mandela berharap bisa menyelesaikan
masalah yang tak kunjung uai antara Libya dan Amerika Serikat dan Britania seputar pengadilan
dua warga Libya, Abdelbaset al-Megrahi adn Lamin Khalifah Fhimah, yang diadili bulan
November 1991 dan dituduh menyabotase Pan Am Penerbangan 103. Mandela mengusulkan
mereka diadili di negara ketiga yang disetujui semua pihak terlibat. Mengikuti hukum
Skotlandia, pengadilan ini diselenggarakan di Camp Zeist di Belanda pada April 1999 dan
menyatakan salah satunya bersalah.[249]
Hubungan Mandela dengan Machel semakin intensif; pada Februari 1998 ia menyatakan bahwa
"Aku jatuh cinta dengan seorang wanita yang luar biasa", dan di bawah tekanan sahabatnya
Desmond Tutu, yang memaksanya menjadi panutan bagi para pemuda, ia mengadakan
pernikahan pada ulang tahun Mandela ke-80 bulan Juli.[255] Keesokan harinya, ia mengadakan
pesta besar yang dihadiri beberapa tamu asing. [256] Mandela tidak pernah berencana mencalonkan
diri untuk kedua kalinya dan menyampaikan pidato perpisahan pada 29 Maret 1999. Setelah itu
ia pensiun.[257]
Masa pensiun
Kelanjutan aktivisme: 19992004
menjadi polisi dunia.[266] Pada tahun 2003, ia menentang rencana Amerika Serikat dan Britania
Raya melancarkan perang di Irak, menyebutnya "tragedi" dan mengecam Presiden AS George W.
Bush dan Perdana Menteri Britania Tony Blair karena meremehkan PBB. Ia umumnya lebih
menyerang AS, menegaskan bahwa negara tersebut melakukan "kekerasan yang sangat tak
terhitung" di seluruh dunia ketimbang negara lain sambil menyebut pengeboman atom di Jepang;
pernyataan ini memicu kontroveris internasional, meski ia tetap melanjutkan hubungannya
dengan Blair.[267] Tertarik dengan hubungan Libya-Britania, ia menjenguk Megrahi di penjara
Barlinnie dan tidak menerima perlakuan terhadapnya; ia menyebut perlakuan tersebut "siksaan
psikologis."[268]
Mandela bersama istrinya Graa Machel dan guru Sri Chinmoy dari India
Ulang tahun Mandela ke-90 dirayakan di seluruh Afrika Selatan pada 18 Juli 2008. Pesta
utamanya diadakan di Qunu[273] dan konser penghormatan kepadanya diselenggarakan di Hyde
Park, London.[274] Dalam pidato acara tersebut, Mandela meminta semua orang kaya membantu
orang miskin di seluruh dunia.[273] Sepanjang masa pemerintahan Mbeki, Mandela terus
mendukung ANC, meski biasanya dibayang-bayangi Mbeki di setiap acara publik yang dihadiri
keduanya. Mandela lebih mudah bersosialisasi dengan pengganti Mbeki Jacob Zuma, walaupun
Nelson Mandela Foundation kecewa karena cucunya, Kepala Suku Mandla Mandela,
menerbangkannya ke Eastern Cape untuk menghadiri rapat umum pro-Zuma di tengah badai
pada tahun 2009.[275]
Sejak 2004, Mandela berhasil berkampanye agar Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia
FIFA 2010 seraya menyatakan bahwa di sana "ada hadiah yang lebih baik bagi kita pada tahun"
peringatan satu dasawarsa sejak jatuhnya apartheid. Meski tetap tertutup sepanjang acara,
Mandela untuk pertama kalinya tampil pada upacara penutupan dan mendapat "sambutan yang
menggembirakan hari".[276]
Kesehatan
Bulan Februari 2011, ia sempat diinapkan di rumah sakit akibat infeksi pernapasan[277] sebelum
diinapkan kembali akibat infeksi paru-paru dan pengangkatan batu empedu pada Desember
2012.[278] Setelah prosedur medis berhasil pada awal Maret 2013, [279] infeksi paru-parunya
kambuh kembali dan ia dilarikan ke rumah sakit di Pretoria.[280]
Pada 8 Juni 2013, infeksi paru-parunya memburuk dan ia dilarikan kembali ke rumah sakit
Pretoria dalam keadaan serius.[281] Setelah empat hari, dilaporkan bahwa ia stabil dan berada
dalam "kondisi serius namun stabil".[282] Dalam perjalanan ke rumah sakit, ambulansnya mogok
dan terjebak di pinggir jalan selama 40 menit; pemerintah Afrika Selatan dikritik atas insiden
tersebut setelah mengonfirmasi laporannya beberapa minggu kemudian, tetapi Presiden Jacob
Zuma melawan balik bahwa "Ada tujuh dokter di konvoi tersebut yang memegang kendali penuh
atas situasi waktu itu. Ia mendapatkan perawatan medis dari para ahli."[283]
Pada tanggal 22 Juni 2013, CBS News menyatakan bahwa ia belum membuka mata berhari-hari
dan tidak responsif, dan keluarganya membahas betapa banyak intervensi medis yang harus
diberikan.[284] Tanggal 23 Juni 2013, Presiden Jacob Zuma merilis pernyataan bahwa kondisi
Mandela semakin "kritis".[285][286][287] Zuma, ditemani Wakil Presiden ANC, Cyril Ramaphosa,
bertemu istri Mandela Graa Machel di rumah sakit di Pretoria dan membahas kondisinya. [288]
Tanggal 25 Juni, Uskup Agung Cape Town Thabo Makgoba menjenguk Mandela di rumah sakit
dan berdoa bersama Graa Machel Mandela "pada waktu sulit untuk menyaksikan dan
menunggu".[289] Keesokan harinya, Zuma menjenguk Mandela dan membatalkan kunjungan esok
harinya ke Mozambik.[290] Kerabat Mandela memberitahu The Daily Telegraph bahwa ia
memakai mesin pendukung hidup.[291]
Sangat sadar akan citranya, sepanjang hidupnya Mandela memakai pakaian-pakaian berkualitas
tinggi, menjadikan dirinya "bergaya kerajaan" karena terpengaruh masa kecilnya di rumah
kerajaan Thembu, dan selama masa pemerintahannay sering dibanding-bandingkan dengan raja
konstitusional.[299] Dianggap sebagai "master citra dan penampilan", ia sangat pintar
menampilkan dirinya saat difoto pers dan mulutnya sering mengeluarkan suara gigit.[300]
Ideologi politik
Mandela adalah seorang nasionalis Afrika, posisi ideologi yang ia pegang terus sejak bergabung
ANC,[301] sekaligus menjadi "demokrat dan sosialis". [302] Walaupun menampilkan diri dengan
gaya otokratik dalam beberapa pidatonya, Mandela adalah penganut demokrasi dan akan
mematuhi keputusan mayoritas bahkan jika ia sangat tidak setuju.[303] Ia memegang keyakinan
bahwa "keterlibatan, pertanggungjawaban, dan kebebasan berbicara" adalah dasar-dasar
demokrasi,[304] dan didorong oleh kepercayaan akan hak alami dan hak asasi manusia.[305]
Sebagai seorang sosialis demokratik, Mandela "secara terbuka menentang kapitalisme,
kepemilikan lahan swasta, dan kekuatan pihak berkantong tebal".[306] Dipengaruhi Marxisme,
selama revolusi Mandela menyerukan sosialisme ilmiah,[307] meski ia menolak dicap komunis
pada Pengadilan Pengkhianatan.[308] Biografer David James Smith menduga ini tidak benar dan
menyatakan bahwa Mandela "menganut komunisme dan komunis" pada akhir 1950-an dan awal
1960-an, walaupun ia adlaah "sesama petualang" alih-alih anggota partai.[309] Di Piagam
Kebebasan 1955, yang penyusunannya dibantu Mandela, isinya menuntut nasionalisasi bank,
tambang emas, dan tanah, percaya hal ini diperlukan untuk menjamin distribusi kekayaan secara
adil.[310] Meski punya kepercayaan seperti ini, Mandela tidak menasionalisasikan apapun selama
masa pemerintahannya, khawatir ia akan menakuti investor asing. Keputusan ini separuh
dipengaruhi jatuhnya negara sosialis di Uni Soviet dan Blok Timur sepanjang awal 1990-an.[311]
Keluarga
Mandela telah menikah tiga kali, menjadi ayah dari enam anak, memiliki 17 cucu per April 2013,
[312]
dan cicit yang terus bertambah.[313] Dianggap tidak demonstratif secara fisik dengan anakanaknya, Mandela bisa saja bersikap keras dan menuntut terhadap mereka, namun justru lebih
sayang kepada cucu-cucunya.[314]
Pernikahan pertama Mandela adalah dengan Evelyn Ntoko Mase, yang berasal dari Transkei dan
bertemu di Johannesburg sebelum menikah pada bulan Oktober 1944. [54] Keduanya berpisah
tahun 1957 setelah 13 tahun menikah, lalu bercerai akibat Mandela dituduh sering selingkuh dan
tidak berada di rumah, setia dengan perjuangan revolusi, dan fakta bahwa Evelyn adalah anggota
Saksi-Saksi Yehuwa, agama yang mewajibkan netralitas politik. [86] Keduanya dikaruniai dua
putra, Madiba "Thembi" Thembekile (19461969) dan Makgatho Mandela (19502005), dan
dua putri, keduanya bernama Makaziwe Mandela (known as Maki; lahir 1947 dan 1953). Putri
pertama mereka meninggal pada usia sembilan bulan dan mereka memberi nama putri keduanya
sama seperti itu sebagai bentuk penghormatan.[315] Mase meninggal dunia tahun 2004 dan
Mandela menghadiri pemakamannya.[316] Putra Makgatho, Mandla Mandela, menjadi kepala
dewan suku Mvezo pada tahun 2007.[317]
Istri kedua Mandela, Winnie Madikizela-Mandela, juga berasal dari Transkei meski mereka juga
bertemu di Johannesburg, tempat Winnie menjadi pekerja sosial berkulit hitam pertama di kota
itu.[318] Mereka dikaruniai dua putri, Zenani (Zeni), lahir 4 Februari 1958, dan Zindziswa (Zindzi)
Mandela-Hlongwane, lahir 1960.[318] Zindzi hanya berusia 18 bulan ketika ayahnya dikirim ke
Pulau Robben. Winnie kelak merasa sangat hancur akibat percekcokan keluarga yang
menyerupai kekacauan politik negara ini; saat suaminya menjalani hukuman penjara seumur
hidup di Pulau Robben, ayahnya menjadi menteri pertanian di Transkei. [318] Pernikahan ini
berakhir dengan perpisahan (April 1992) dan perceraian (Maret 1996), diperparah oleh
pengasingan politik.[319] Mandela masih dipenjara ketika putrinya, Zenani, menikah tahun 1973
dengan Pangeran Thumbumuzi Dlamini, saudara Raja Mswati III dari Swaziland[320] dan Ratu
Mantfombi dari suku Zulu.[321] Meski ia punya ingatan jelas tentang ayahnya, sejak usia empat
sampai enam belas tahun, otoritas Afrika Selatan melarang ia menjenguknya. [322] Bulan Juli 2012,
Zenani ditunjuk sebagai duta besar untuk Argentina dan menjadi anak Mandela pertama yang
memasuki kehidupan publik.[323]
Mandela menikah kembali pada ulang tahunnya ke-80 tahun 1998 dengan Graa Machel (ne
Simbine), janda Samora Machel, mantan presiden Mozambik dan sekutu ANC yang tewas dalam
kecelakaan pesawat 12 tahun sebelumnya.[324]
Pengaruh
Drakenstein Correctional Centre, sebelumnya Penjara Victor Verster, dekat Cape Town, di titik
tempat Mandela dibebaskan dari penjara.[332]
Ia juga mendapat banyak pujian dari dunia internasional. Pada tahun 1993, ia menerima Hadiah
Perdamaian Nobel bersama de Klerk.[333] Bulan November 2009, Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa menetapkan ulang tahun Mandela, 18 Juli, sebagai "Hari Mandela", yang
menandakan kontribusinya untuk perjuangan anti-apartheid. Peringatan ini meminta semua orang
menyumbangkan 67 menit waktunya untuk menolong orang lain. Angka tersebut diambil dari 67
tahun masa keterlibatan Mandela dalam pergerakan anti-apartheid.[334]
Selain US Presidential Medal of Freedom,[335] dan Order of Canada,[336] ia merupakan orang
hidup pertama yang mendapatkan status warga negara kehormatan Kanada.[337] Setelah menjadi
penerima terakhir Hadiah Perdamaian Lenin dari Uni Soviet,[338] pada tahun 1990 ia menerima
Bharat Ratna Award dari pemerintah India,[339] dan tahun 1992 ia menerima Nishan-e-Pakistan
dari Pakistan.[340] Pada tahun 1992, ia dianugerahkan Atatrk Peace Award oleh Turki. Ia
menolaknya karena waktu itu Turki melakukan serangkaian pelanggaran hak asasi manusia, [341]
namun akhirnya diterima Mandela tahun 1999.[338] Elizabeth II menganugerahkan Mandela
Bailiff Grand Cross of the Order of St. John dan Order of Merit.[342]
Seni
Mandela telah ditampilkan di film dan televisi beberapa kali. Film tahun 1997, Mandela and de
Klerk, dibintangi Sidney Poitier yang berperan sebagai Mandela,[351] sedangkan Dennis Haysbert
memerankannya di Goodbye Bafana (2007).[352] Dalam film televisi BBC tahun 2009, Mrs
Mandela, Nelson Mandela diperankan oleh David Harewood,[353] dan Morgan Freeman
memerankannya di Invictus (2009).[354]
Bunda Teresa
Diberk
ati Teresa dari Kolkata
26
Agustus
skp,
Kosovo
Kekaisaran
(yang modern
Makedonia)
Meninggal
Jabatan Senior
Gelar
Lama menjabat
Pengganti
Skopje,
1910
Vilayet,
Ottoman
Republik
Gereja
Dibeatifikasikan
Katolik
Oktober
2003,
Hari peringatan
5 September
Pelindung
Bunda Teresa (Agnes Gonxha Bojaxhiu;[1] lahir di skb, Kerajaan Ottoman, 26 Agustus
1910 meninggal di Kalkuta, India, 5 September 1997 pada umur 87 tahun) adalah seorang
biarawati Katolik Roma keturunan Albania[2][3] dan berkewarganegaraan India[4] yang mendirikan
Misionaris Cinta Kasih (bahasa Inggris: Missionaries of Charity) di Kalkuta, India, pada tahun
1950. Selama lebih dari 47 tahun, ia melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat,
sementara membimbing ekspansi Misionaris Cinta Kasih yang pertama di seluruh India dan
selanjutnya di negara lain. Setelah kematiannya, ia mendapat gelar beata (blessed dalam bahasa
Inggris) oleh Paus Yohanes Paulus II dan diberi gelar Beata .[5][6]
Pada 1970-an, ia menjadi terkenal di dunia internasional untuk pekerjaan kemanusiaan dan
advokasi bagi hak-hak orang miskin dan tak berdaya. Misionaris Cinta Kasih terus berkembang
sepanjang hidupnya dan pada saat kematiannya, ia telah menjalankan 610 misi di 123 negara,
termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, lepra dan TBC, program
konseling untuk anak dan keluarga, panti asuhan, dan sekolah. Pemerintah, organisasi sosial dan
tokoh terkemuka telah terinspirasi dari karyanya, namun tak sedikit filosofi dan implementasi
Bunda Teresa yang menghadapi banyak kritik. Ia menerima berbagai penghargaan, termasuk
penghargaan pemerintah India, Bharat Ratna (1980) dan Penghargaan Perdamaian Nobel pada
tahun 1979. Ia merupakan salah satu tokoh yang paling dikagumi dalam sejarah. Saat peringatan
kelahirannya yang ke-100 pada tahun 2010, seluruh dunia menghormatinya dan karyanya dipuji
oleh Presiden India, Pratibha Patil.[7]
Daftar isi
1 Kehidupan awal
6 Film
7 Lihat pula
8 Referensi
9 Pranala luar
Kehidupan awal
mereka sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian
kenikmatan Loreto datang pada saya. Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya akan
menjadi milikmu lagi, kata sang penggoda... Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku untukmu,
aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan kehormatan bagiku.
Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh karenanya..[29]
Teresa mendapatkan izin Vatikan pada 7 Oktober 1950 untuk memulai kongregasi keuskupan,
yang kemudian menjadi Misionaris Cinta Kasih dan pada tanggal [30] Misinya adalah untuk
merawat "yang lapar, telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta, semua
orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang
yang telah menjadi beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang."
Kongregasi ini dimulai dengan 13 orang anggota di Kalkuta, kini telah lebih dari 4.000 suster
menjalankan panti asuhan, rumah bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia, dan
merawat para pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma,
korban banjir, dan wabah kelaparan.[31]
Pada tahun 1952, Bunda Teresa membuka Home for the Dying pertama diatas lahan yang
disediakan oleh kota Kalkuta. Dengan bantuan pejabat India, ia mengubah sebuah kuil Hindu
yang ditinggalkan menjadi Kalighat Home for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang
miskin. Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan
kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka; Muslim
membaca Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai Gangga, dan Katolik menerima Ritus
Terakhir..[32] "Sebuah kematian yang indah," katanya, "adalah untuk orang-orang yang hidup
seperti binatang, mati seperti malaikat - dicintai dan diinginkan."[32]
Bunda Teresa segera menyediakan tempat tinggal untuk mereka yang menderita penyakit
Hansen, umumnya dikenal sebagai kusta dan menyebut tempat ini sebagai Shanti Nagar (Kota
Kedamaian).[33] Para Misionaris Cinta Kasih juga mendirikan beberapa klinik kusta yang
terjangkau di seluruh Kalkuta, menyediakan obat-obatan, perban dan makanan.
Bunda Teresa merasa perlu untuk membuat rumah bagi anak-anak yang hilang. Pada tahun 1955,
ia membuka Nirmala Shisu Bhavan, sebagai perlindungan bagi yatim piatu dan remaja
tunawisma.[34]
Pada tahun 1960-an, ordo ini telah membuka penampungan, panti asuhan dan rumah lepra di
seluruh India. Bunda Teresa kemudian memperluas ordo di seluruh dunia. Rumah pertama di luar
India dibuka di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster.[35] Selanjutnya di Roma,
Tanzania, dan Austria pada tahun 1968, dan selama tahun 1970, ordo ini membuka rumah dan
yayasan di puluhan negara baik di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Serikat. [36] Pada tahun 2007,
Misionaris Cinta Kasih berjumlah kurang lebih 450 bruder dan 5.000 biarawati di seluruh dunia,
menjalankan 600 misi, sekolah dan tempat penampungan di 120 negara.[37]
Pada tahun 1982 saat puncak Pengepungan Beirut, Bunda Teresa menyelamatkan 37 anak yang
terjebak di garis depan sebuah rumah sakit dengan menengahi sebuah gencatan senjata sementara
antara tentara Israel dan gerilyawan Palestina.[38] Ditemani oleh para pekerja Palang Merah, ia
melakukan perjalanan melalui zona perang ke rumah sakit yang hancur untuk mengevakuasi para
pasien muda.[39]
Ketika Eropa Timur mengalami peningkatan keterbukaan di akhir 1980-an, ia memperluas
usahanya untuk negara-negara komunis yang sebelumnya menolak Misionaris Cinta Kasih dan
memulai puluhan proyek. Ia tidak terpengaruh dengan kritik terhadap pendiriannya dalam
melawan aborsi dan perceraian serta menyatakan, "Tidak peduli orang-orang mengatakan apa,
Anda harus menerimanya dengan tersenyum dan melakukan pekerjaan anda sendiri." Ia
mengunjungi Republik Sosialis Soviet Armenia setelah Gempa bumi Spitak 1988 dan bertemu
dengan Nikolai Ryzhkov, Ketua Dewan Menteri.
Bunda Teresa bepergian untuk membantu dan melayani penderita kelaparan di Ethiopia, korban
radiasi di Chernobyl, dan korban gempa di Armenia.[40][41][42] Pada tahun 1991, Bunda Teresa
kembali untuk pertama kalinya ke tanah airnya dan membuka rumah Misionaris Cinta Kasih
Bruder di Tirana, Albania.
Pada tahun 1996, ia menjalankan 517 misi di lebih dari 100 negara. [43] Selama bertahun-tahun,
Bunda Teresa mengembangkan Misionaris Cinta Kasih untuk melayani "termiskin dari yang
miskin" di 450 pusat di seluruh dunia. Rumah Misionaris Cinta Kasih pertama yang ada di
Amerika Serikat didirikan di South Bronx, New York. Pada tahun 1984, ordo ini menjalankan 19
organisasi di seluruh negara.[44]
Pada saat kematiannya, Misionaris Cinta Kasih telah memiliki lebih dari 4.000 suster dan
persaudaraan dengan 300 anggota yang menjalankan 610 misi di 123 negara. [butuh rujukan] Ini
termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, kusta dan TBC, dapur umum,
program konseling anak-anak dan keluarga, pembantu pribadi, panti asuhan, dan sekolah.
Misionaris Cinta Kasih juga dibantu oleh wakil pekerja yang berjumlah lebih dari 1 juta pada
tahun 1990-an.[47]
Bunda Teresa dibaringkan dalam ketenangan di Gereja St. Thomas, Kolkata selama satu minggu
sebelum pemakamannya pada September 1997. Ia diberi pemakaman kenegaraan oleh
pemerintah India dalam rasa syukur atas jasanya kepada kaum miskin dari semua agama di India.
[48]
Kematiannya ditangisi baik di masyarakat sekuler dan religius. Dalam upetinya, Nawaz
Sharif, Perdana Menteri Pakistan mengatakan bahwa Bunda Teresa adalah "seorang individu
langka dan unik yang tinggal lama untuk tujuan yang lebih tinggi. Pengabdian seumur hidupnya
untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan kurang beruntung merupakan salah satu contoh
pelayanan tertinggi untuk umat manusia."[49] Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Javier Perez de
Cuellar mengatakan: "Ia adalah Pemersatu Bangsa. Ia adalah perdamaian di dunia ini".[49]
Film
Pada tahun 2003 (19 Oktober) film tentang Bunda Teresa di Mother Teresa of Calccuta dirilis. yg
mememerankan Bunda Teresa adalah Olivia Hussey. berdurasi 110 menit