Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik
jantung. Selain itu, elektrokardiografi merupakan sarana diagnostik yang sangat
spesial. Pemeriksaan ini merupakan salah satu sarana diagnostik yang sangat
penting dalam berbagai kondisi (baik patologis atau tidak), bukan hanya pada
kelainan jantung. Sejak pertama kali dipublikasikan oleh Willem Einthoven (tahun
1901) hingga saat ini, peranan sarana diagnostik ini tidak pernah menjadi pudar di
tengah-tengah semakin canggih dan berkembangnya alternatif sarana diagnostik
pada alur tata laksana individu dengan kecurigaan kelainan jantung.(1)
Hingga saat ini belum ada pemeriksaan baru yang dapat menggantikan
peran elektrokardiogram (EKG). Meskipun bukan sebuah pemeriksaan dengan
sensitifitas dan spesifisitas tinggi, informasi yang diperoleh bisa menjadi penentu
tindakan yang akan kita ambil. Pada keadaan tertentu, alat diagnostik ini
memberikan data yang mendukung diagnosis dan pada beberapa kasus penting
untuk penetalaksanaan pasien. EKG penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan
kelainan irama jantung. EKG membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada, dan
ketepatan penggunaan trombolisis pada infark miokard tergantung padanya. EKG
dapat membantu mendiagnosis penyebab sesak nafas. Karena aktivitas listrik
memicu aktivitas mekanis, kelainan pola listrik biasanya disertai oleh kelainan
aktivitas kontraktil jantung. Evaluasi terhadap EKG dapat memberikan informasi
yang berguna mengenai status jantung, termasuk kecepatan denyut, irama dan
kesehatan otot-ototnya.(1)
Karena itu, elektrokardiografi bukanlah sebuah keilmuan yang eksklusif
harus dipahami oleh dokter-dokter spesialis, terutama para kardiolog. Sampai
tahap tertentu elektrokardiografi harus menjadi pengetahuan dan keterampilan
yang harus dimiliki oleh semua dokter. Termasuk dokter umum yang berada pada
garis terdepan pelayanan kesehatan.(1)
Bila dideteksi dini, banyak penyakit yang dapat ditolong pada waktu yang
tepat untuk menghindari komplikasi jangka pendek maupun panjang, bahkan

kematian. Tentu saja interpretasi EKG harus baik. Ditambah keterampilan


mendapatkan riwayat penyakit (anamnesis) yang baik, tidak diragukan lagi bahwa
interpretasi EKG akurat dapat menjadi senjata ampuh dalam diagnosis banyak
penyakit. Akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa kelainan EKG tidak serta merta
berarti sebuah kondisi patologis. Selain itu, tidak semua kelainan jantung
menunjukkan perubahan pada EKG. Elektrokardiogram memiliki variasi pada
orang normal dan sakit. Dengan kalimat sederhana, orangnyalah yang harus
diobati, bukan EKGnya (Dont treat the ECG, threat the patient).(1)
Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin mengetahui gambaran
EKG maupun EKG abnormal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Elektrofisiologi Jantung
Sel jantung, dalam keadaan istirahat adalah dalam keadaan polarisasi,

yaitu di sisi dalam lebih bermuatan negatif daripada sisi luar. Sel jantung dalam
keadaan istirahat mempertahankan keadaan polaritas listriknya dengan suatu
pompa membran sehingga ada pembagian ion yang tepat khususnya ion kalium,
natrium, klorida, dan kalsium.(2) Sel jantung dapat kehilangan muatan negatif di
sisi dalam tersebut dalam sebuah proses yang disebut depolarisasi. Depolarisasi
merupakan suatu peristiwa kelistrikan jantung yang dirambatkan dari satu sel ke
sel lain sehingga menghasilkan suatu gelombang depolarisasi yang dapat
dijalarkan ke seluruh bagian jantung. Gelombang depolarisasi ini merupakan
aliran listrik yang dapat dideteksi oleh elektroda-elektroda yang ditempatkan di
permukaan tubuh. Setelah depolarisasi selesai, melalui proses yang disebut
repolarisasi, sel jantung akan memulihkan polaritas ke polaritas istirahat, hal ini
juga dapat direkam oleh elektroda perekam. Jadi berbagai gelombang yang kita
lihat di EKG merupakan manifestasi dari proses depolarisasi dan repolarisasi.(2,3)
Jantung dibentuk oleh tiga jenis sel eksitasi, yaitu : (2)
a. Pacemaker cell, sebagai sumber bioelektrik jantung. Pada keadaan normal sel
pacemaker dominan berada di nodus SA (Sinoatrial Node).
b. Sel-sel Konduksi (jaringan neuromuskuler yang membentuk traktus internodal
atrium, berkas His atau serat Purkinje) sebagai kawat penghantar arus
bioelektrik).
c. Sel-sel otot jantung (miokardium) yang berfungsi untuk kontraksi.

Gambar 1 : Sistem konduksi jantung. (4)

Sistem konduksi jantung terdiri dari : (5,6)


SA ( Sinoatrial ) node : merupakan serabut-serabut saraf yang terdapat pada
dinding atrium kanan dekat muara vena cava superior. Bagian yang berperan
paling dominan sebagai pemacu jantung. Denyut normalnya antara 60-100
kali permenit.
Internodal atrial pathways : merupakan jalur listrik antara nodus sinoatrial
dan nodus atrioventrikular.
AV ( atrioventricular ) node : merupakan serabut serabut saraf yang terletak
di bagian basal dari interatrial dalam atrium kanan. Konduksinya lambat,
membuat sedikit jeda sebelum impuls menyebar ke ventrikel. Denyut
intrinsiknya 40-60 kali per menit.
Bundle of His (berkas His) : menyebar dari nodus AV, yang memasuki
selubung fibrosa yang memisahkan atrium dari ventrikel. Bercabang menjadi
right dan left bundle branch.
Fibers Purkinje : merupakan jaringan serat yang menyebarkan impuls secara
cepat melalui dinding ventrikel. Terletak pada terminal bindle branch. Denyut
intrinsiknya 20-40 kali permenit.
Miokardium seperti halnya otot rangka, dapat berkontraksi setelah
diinisiasi oleh potensial aksi yang berasal dari sekelompok sel konduktif pada SA
node (nodus sinoatrial) yang terletak pada dinding atrium kanan. Dalam keadaan
normal, SA node berperan sebagai pacemaker (pemicu) bagi kontraksi
miokardium. Selanjutnya potensial aksi menyebar ke seluruh dinding atrium dan
menyebabkan kontraksi atrium. Selain menyebar ke seluruh dinding atrium,
impuls juga menyebar ke AV node (nodus atrioventrikular) melalui traktus

internodal, kemudian ke berkas his dan selanjutnya ke sistem purkinje.


Penyebaran impuls pada sistem purkinje menyebabkan kontraksi ventrikel. (7,8)

Gambar 2. Fase dan Arah Elektrofisiologi Jantung. (9)


2.2

Elektrokardiogram
Secara rutin jantung melakukan aktivitas kontraksi dan relaksasi untuk

memenuhi kebutuhan tubuh akan sirkulasi darah. Hal ini terjadi karena adanya
aktivitas listrik yang dihasilkan secara ritmik dan kontinu oleh sel-sel spesial di
jantung. Sel-sel dengan kemampuan yang sangat unik dan luar biasa. Aktivitas
listrik ini menghasilkan medan listrik jantung (cardiac electrical field) dijantung
untuk kemudian diteruskan ke seluruh tubuh. Medan listrik ini dapat direkam
dengan menaruh beberapa elektroda (sadapan) di permukaan tubuh yang
dihubungkan dengan sebuah mesin. Sebagai hasilnya tampak sebuah grafik sesuai
interpretasi masing-masing sadapan. Dengan kata lain, EKG merupakan sebuah
grafik aktivitas listrik jantung yang direkam di permukaan tubuh.(1)
2.2.1 Konsep Sadapan Unipolar dan Bipolar
Elektrokardiogram standar (12 sadapan) terdiri dari enam sadapan
ektremitas (limb/extremity leads) dan enam sadapan prekordial (precordial/chest
leads). Sadapan ekstremitas merekam aktivitas listrik pada bidang frontal
sedangkan sadapan prekordial merekam aktivitas pada bidang frontal. Sadapan

ekstremitas terdiri dari 3 sadapan bipolar (I, II, III) dan 3 sadarapn unipolar (aV R,
aVL, aVF) sedangkan sadapan prekordial (V1-V6) merupakan sadaran unipolar. (1)
Sadapan Bipolar
Ketiga sadapan bipolar (I, II, dan III) merupakan sadapan paling tua di
antara 12 sadapan yang ada. Einthoven membuatnya dengan menghubungkan
ketiga elektroda yang ditempatkan di kedua lengan dan kaki. (1)

Sadapan I : merekam beda potensial antara lengan kanan (RA) yang


berfungsi sebagai elektroda (-) dan lengan kiri (LA) yang berfungsi
sebagai elektroda (+). Arahnya horizontal, dengan demikian memberi aksis
00.
I = LA RA

Sadapan II : merekam beda potensial antara lengan kanan (RA) yang


berfungsi sebagai elektroda (-) dan kaki kiri (LL) yang berfungsi sebagai
elektroda (+). Dengan demikian, aksis sadapan II adalah +600.
I = LL RA

Sadapan III : merekam beda potensial antara lengan kiri yang berfungsi
sebagai elektroda (-) dan kaki kiri yang berfungsi sebagai elektroda (+).
Dengan demikian, sadapan ini memiliki aksis +1200.
I = LL LA

Gambar 3. Segitiga Einthoven.


Sadapan Unipolar Sadapan yang Diaugmentasi (aVR, aVL, aVF)

Rekaman beda potensial antara lengan kanan (RA)/ lengan kiri (LA)/ tungkai
kiri (LL) terhadap elektroda indiferen yang berpotensial nol. (1)

Lead aVR : sandapan unipolar RA yang diperkuat (augmented)

Lead aVL : sandapan unipolar LA yang diperkuat

Lead aVF : sandapan unipolar LL yang diperkuat

Gambar 4. Sistem Hexaaxial.

Sadapan Unipolar Sadapan prekordial


Proses pembentukan sadapan prekordia (V1-V6) juga serupa dengan sadapan
unipolar ekstremitas. Rekaman potensial (pada bidang horizontal) dari satu titik di
permukaan dada. (1)

V1 : SIC 4 garis sternal kanan

V2 : SIC 4 garis sternal kiri

V3 : antara V2 dan V4

V4 : SIC 5 garis midclavicular kiri

V5 : SIC 5 garis aksilaris anterior kiri

V6 : SIC 5 garis aksilaris media kiri

Gambar 5. Sadapan Prekordial

2.2.2 Elektrokardiogram Normal

Gambar 6. Gelombang, segmen dan interval pada EKG. (1)


1.

Gelombang P merekam peristiwa depolarisasi dan kontraksi atrium bagian


pertama gelombang P menggambarkan aktivitas atrium kanan, bagian kedua

2.

3.

mencerminkan aktivitas atrium kiri.(1,6,10)


Sewaktu aliran listrik sampai pada nodus AV, akan timbul masa istirahat
yang singkat, dan gambaran EKG akan menghilang.
Gelombang depolarisasi menyebar sepanjang sistem konduksi ventrikel dan
keluar menuju ke miokardium ventrikel. Bagian ventrikel yang pertama kali
terdepolarisasi adalah septum interventrikuler dan proses depolarisasi

4.

5.

ventrikel inilah yang menimbulkan gelombang QRS.


Gelombang T merekam repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium tidak
tampak dalam rekaman EKG.
Berbagai segmen dan interval menyatakan jarak dan waktu antara peristiwa
berikut ini :
a. Interval PR mengukur waktu dari permulaan depolarisasi atrium sampai
pada saat mulainya depolarisasi ventrikel.
b. Segmen ST merekam waktu dari akhir depolarisasi ventrikel sampai
mulainya repolarisasi ventrikel.
c. Interval QT mengukur waktu dari mulainya depolarisasi ventrikel sampai
pada akhir repolarisasi ventrikel.

NILAI NORMAL GELOMBANG EKG


1.

Gelombang P (P Wave)
P wave merupakan suatu gelombang kecil yang terekam sewaktu
atrium mengadakan depolarisasi.(1,6) Karena SA node terletak pada atrium
kanan maka atrium kanan akan memulai dan mengakhiri repolarisasi lebih
dulu daripada atrium kiri.
Setengah bagian pertama gelombang P mewakili depolarisasi atrium
kanan dan setengah bagian lainnya mewakili depolarisasi atrium kiri.
Setelah kedua atrium mengalami depolarisasi, pada saat tersebut tidak ada
aktivitas bioelektrik di jantung dan EKG akan mencatat sebuah garis lurus
yang disebut garis isoelektrik.
Gelombang P yang normal dapat berupa :

a. Defleksi positif pada sadapan lateral (L1, aVL, V5, V6) dan sadapan
b.
c.
d.
e.

inferior (aVF)
Defleksi negatif pada sadapan aVR
Bervariasi pada sadapan (L III, V2-V4)
Tingginya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil )
Lebarnya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil )

Gambar 7. Gelombang P dari sinus, dengan sumbu +300

Gambar 8. Gelombang P dari penghubung AV, dengan sumbu -1000

Gambar 9. Gelombang P dari atrium, dengan sumbu +1500


2.

INTERVAL PR
Interval PR menggambarkan waktu dari saat mulainya depolarisasi
atrium sampai permulaan depolarisasi ventrikel. Interval ini juga
menggambarkan perlambatan penjalaran yang terjadi di nodus AV. Interval
PR ini normalnya antara 0.12 0.2 detik (3 5 kotak kecil).(6,11)

10

3. KOMPLEKS QRS
Kompleks ini memiliki arti klinis yang terpenting dari seluruh
gambaran EKG karena kompleks ini mewakili depolarisasi ventrikel atau
penyebaran impuls di seluruh ventrikel.(10,11)
Ada tiga komponen yang membentuk kompleks ini:
a. Gelombang Q yaitu bagian defleksi negatif sebelum suatu defleksi
positif
b. Gelombang R yaitu defleksi positif yang pertama muncul, disertai atau
tanpa gelombang Q
c. Gelombang S yaitu defleksi negatif setelah gelombang R
Pada keadaan normal gelombang R berdefleksi positif pada semua
sadapan ekstremitas kecuali pada aVR. Pada sadapan prekordial dikenal
istilah R-wave progression yaitu defleksi positif gelombang R yang semakin
membesar dari sadapan V1-V6.

(3,8)

Interval QRS normalnya kurang dari 3

kotak kecil atau 0.12 detik.

Gambar 10. Berbagai bentung gelombang QRS


4. SEGMEN ST
Segmen ST normalnya pada seluruh sadapan berbentuk horizontal dan
isoelektrik atau sedikit menanjak landai.(6) Segmen ini menggambarkan
waktu antara akhir depolarisasi ventrikel sampai pada permulaan repolarisasi
ventrikel.
5. GELOMBANG T

11

Gelombang T merupakan gambaran fase repolarisasi ventrikel.


Gelombang ini muncul sesaat sesudah berakhirnya segmen ST.
Ada dua hal yang harus diperhatikan pada gelombang T yaitu arah
defleksi dan bentuk gelombang T. Pada keadaan normal gelombang T
ditemukan positif pada sadapan I, II dan sadapan prekordial yang terletak di
atas ventrikel kiri ( V3 V6), negatif pada sadapan aVR, sedangkan arahnya
bervariasi pada sadapan lain.(10)
Tinggi gelombang T minimum adalah 1 mm, dan bila kurang dari 1
mm dianggap gelombang T tidak ada (Flat T). Gelombang T pada sadapan
prekordial tidak boleh melebihi 10 mm (1 mV), sedangkan pada ekstremitas
tidak boleh melebihi 5 mm (0.5 mV). Bentuk gelombang T yang berbentuk
sedikit asimetris, di mana defleksi positif terjadi secara perlahan sampai
mencapai titik puncak dan kemudian menurun secara curam.

Gambar 11. Interpretasi gelombang EKG

12

Gambar 12. EKG normal

2.2.3 Sistematika Interpretasi EKG


1.

IRAMA JANTUNG
Kriteria irama sinus normal : (1)
Gelombang P diikuti QRS
QRS Rate 60-100x/menit
R R interval teratur
P disadapan II (+), di aVR (-)

13

Gambar 13. Sinus rhytme


2.

LAJU QRS (QRS RATE)


Pada irama sinus laju QRS normal berkisar antara 60 100

kali/menit, kurang dari 60 kali disebut sinus bradikardi, sedangkan lebih


dari 100 kali disebut sinus takikardi.(1,6,11)
a.

300
Jumlah kotak sedang di antara R R

b.

1500
Jumlah kotak kecil di antara R R

3.

AKSIS QRS
Aksis normal selalu terdapat antara -30 sampai +110. Lebih dari

-30 disebut deviasi aksis kiri, lebih dari +110 disebut deviasi aksis kanan,
dan bila lebih dari +180 disebut aksis superior.(1,11)
Kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis underterminable,
misalnya pada EKG di mana defleksi porsitif dan negatif pada kompleks
QRS di semua sadapan sama besarnya.

14

Gambar 14. Metode Kuadran

Aksis normal : sadapan I dan aVF sama-sama dominasi defleksi


positif

Left Axis Deviation (LAD) : sadapan I (+) dan aVF (-)

Right Axis Deviation (RAD) : sadapan I (-) dan aVF (+)

Extreme RAD : sadapan I dan aVF sama-sama menunjukan


dominansi defleksi negatif

4. GELOMBANG P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak.
Normalnya 2.5 mm x 2.5 mm (2.5 kotak kecil x 2.5 kotak kecil).
5. INTERVAL PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0.12 0.20 detik. Nilai
apakah ada pemanjangan atau pemendekan interval.
6. KOMPLEKS QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial
infarction. Gelombang R yang tinggi di sadapan V1 dan V2 menunjukkan
hipertrofi ventrikel kanan atau infrak dinding posterior. Gelombang R
yang tinggi di sadapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang dalam di
sadapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri.(1,10,11)

15

Interval QRS normal 0.05 0.11 detik. Interval QRS yang lebih
dari 0.1 detik harus dicari apakah adalah right branch bundle block, left
bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
7. SEGMEN ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan
bagian jantung sesuai hasil bacaan tiap sadapan). Depresi segmen ST
menandakan iskemia.
8. GELOMBANG T
Gelombang T yang datar (Flat T) menandakan iskemia.
Gelombang T terbalik (T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin
suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan hiperkalemia.
(6,11)

9. LAIN-LAIN
Setelah gelombang T perhatikan interval QT, gelombang U atau
hal-hal lain yang mungkin bermakna.(1)
2.3. Elektrokardiogram Abnormal
1. Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang
P pada irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang
ditandai dengan gelombang P yang tinggi, lebar dan pada sadapan I dan
II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2. adanya hipertrofi
atrium kiri terutama pada stenosis mitralis.

16

Gambar 14. Gambaran Hipertrofi pada Atrium

Gambar 15. Atrial Hypertrophy

Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang


tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang
P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada
korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang
dapat berupa kelainan tunggal gelombang P misalnya atrial premature
beat yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner (PJK),
intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua
gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi
atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada
infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu

17

gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya.


Misalnya AV nodal premature beat pada PJK, intoksikasi digitalis,
dimana bentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat
kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK,
intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya
kompleks QRS adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal
AV, atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi digitalis, infark
miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya
tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS.
Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR,
Penyakit jantung hipertensi (PJH).
2. Kelainan interval P-R
- Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap
gelombang 7 P diikuti P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau
sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK,
idiopatik. PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama
dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan
seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada
kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap
jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan
hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah
fenomena Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok
jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama
kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari
gelombang P, jadi terdapat disosiasi komplit antara atrium dan
ventrikel.

18

- Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau
tanpa kelainan bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi
digitalis, sindroma WPW.
3. Kelainan gelombang Q
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan
dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang
sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya gelombang
Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.

Gambar 16. Kelainan gelombang Q pada EKG

4.

Kelainan gelombang R dan gelombang S.


Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III
yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya right axis
deviation. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan,
stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale. Sedangkan
gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya left axis deviati
on. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH).
Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang
S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27
mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.

19

5.

Kelainan kompleks QRS

Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS
lebar dan atau not ched dengan gelombang P dan interval P-R

normal. Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik).


Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan
bentuk tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok
jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit

jantung bawaan.
Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan
bentuk, yaitu pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi,
fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit
Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit

Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.


Irama QRS tidak tetap.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa,
misalnya AV nodal premature beat, ventricular premature beat.
Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS
sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering
ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.

6. Kelainan segmen S-T.


Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang raguragu, sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan
pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi
segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm,
paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi
segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama
pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi koroner.
Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard
akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial
menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding
inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan

20

II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan
tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi
segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan
7. Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada
ventrikel. Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :
Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap
sandapan.
Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan
gelombang R menyolok.
Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm
pada sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka
dalam

menginterpretasi

kelainan

ini

sebaiknya

berhati-hati

dan

mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak


dapat dibuat atas dasar perubahan -perubahan yang tidak khas. Adanya
gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks
keatas, menandakan adanya iskemik miokard.

Gambar 16. EKG pada iskemik


Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner.
Pada keadaan dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan

21

gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T


di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T
yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL
menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simentris
dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.
8. Kelainan gelombang U.
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T
pada sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya
hipokalemi.(7)

BAB III
KESIMPULAN

22

EKG merupakan sebuah grafik aktivitas listrik jantung yang direkam di


permukaan tubuh. Irama jantung dipengaruhi oleh sistem elektrofisiologi jantung
dan vektor sistem kelistrikan jantung yang dimulai dari nodus SA yang terletak
pada atrium kanan menuju nodus AV dan berakhir pada serat-serat purkinje pada
bagian ventrikel. Setiap aliran listrik di jantung dipengaruhi oleh fase depolarisasi
dan repolarisasi. Fase depolarisasi dan repolarisasi ini yang dapat terekam oleh
EKG dan yang nantinya akan dapat diinterpretasikan untuk menegakkan diagnosa.
Dalam menginterpretasikan EKG, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
irama, regularitas, aksis, gelombang-P, interval PR, laju QR Pada interpretasi
EKG normal didapatkan gelombang P selalu diikuti oleh kompleks QRS dan
diakhiri oleh gelombang T, hal ini dinamakan irama sinus. S, kompleks QRS,
segmen ST, dan Gelombang T.
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia,
fungsi alat pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran
ruangan-ruangan jantung, IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan
elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai
kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru,
mixedema.

DAFTAR PUSTAKA

23

1.

Pakpahan HA. Elektrokardiografi ilustratif. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas

2.

kedokteran Universitas Indonesia; 2012; 1-2


Surya D. Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

3.

EGC; 2010; 3-5 12-16 19-25


Thaler MS. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Jakarta :

4.

Hipokrates; 2000 ; 8-15 33-38


Elektrokardiografi. [cited 2013

5.

http://www.scribd.com/doc/57184194/ELEKTRO-KARDIOGRAFI
Karo, Santoso, Rahajo A, dkk. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup
Jantung Lanjut.

Jakarta

Desember

13].

Perhimpunan

Available

from

Dokter Spesialis

6.

Kardiovaskuler Indonesia; 2008


Alim AM. Pocket ECG. Yogyakarta : Penerbit Intan Cendikia Anggota IKAPI; 2009; 6-8

7.

51-62 77-109
Price, Wilson. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes.

8.

Edisi Elsevier Science; 2002


Muchtar, Suyatna. Obat Antiaritmia. In: Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.

9.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007


The Heart. [cited 2013 Desember

10.

http://www.bem.fi/book/06/06.htm
Elektrokardiogram. [cited 2013

11.

http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrokardiogram
EKG normal. [cited 2013 Desember 18].

14].

Desember

18].

Available
Available
Available

from

from

from

http://www.ecglibrary.com/norm.html

24

Anda mungkin juga menyukai