Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL

HUBUNGAN KUALITAS MENGAJAR GURU TERHADAP KEPUASAN


SISWA MENGIKUTI PRAKTEK DI BENGKEL TEKNIK PERMESINAN
SMK BINA KARYA LARANTUKA

OLEH
NAMA : HENDRIKUS HEGONG DA SILVA
NIM. : 1401120043

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG
TAHUN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) memiliki peran dan posisi yang
sangat strategis dalam sistim pendidikan nasional. Paling tidak ada dua alasan
yang menempatkan SMK pada posisi tersebut. Pertama, SMK telah menjadi
salah satu tempat untuk mencerdaskan dan pemenuhan hak-hak pendidikan
bagi banyak warga, sesuai UU NO,20 tahun 2003. Kedua, SMK telah
memberikan kontribusi penting bagi perekonomi Indonesia melalui perannya
menyediakan

tenaga

kerja. Yang

terampil

bagi

dunia

usaha

dan

industry(DUDI). Kemudian sekolah sebagai organisasi lembaga pendidikan


sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia yang cerdas kompetitip
pada era globalisasi menjadi sangat penting, untuk itu peningkatan
pengelolaanya sangat penting, karena keberhasilan organisasi dalam hal ini
adalah sekolah dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan. Siswa sebagai salah
satu pelanggan internal sekolah sekaligus sebagai subyek sangat menentukan
keberhasilan suatu pengelolaan sekolah. Karena keberhasilan sekolah banyak
ditentukan indikantor pada siswanya. Oleh karenanya kepuasan siswa dalam
mengikuti proses belajar dalam rangka menghasilkan hasil belajar yang
optimal di sekolah merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
menunjukan keberhasilan pengelolaan suatu sekolah.
Usman (2006: 463-464) memberikan gambaran bahwa sekolah harus
memberikan pelayanan jasa sebaik-baiknya kepada pelangganya.Pelanggan
internal sekolah salah satunya adalah siswa. Kebutuhan pelanggan diusahakan
dapat memuaskan dalam segalah aspek.sekolah yang dapat memberikan
kepuasan kepada siswa, maka sebagai sekolah yang berkauwalitas.
Lewis (2004:12) menjelaskan bahwa kurangnya kepatuhan anak
merupakan ungkapan perasaan yang sejati dan dapat dibenarkan tentang
ketidakpuasan siswa terhadap institusi pendidikan yang gagal dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa menjadi hak mereka. Maka dalam

sekolah siswa patuh terhadap tata tertib menunjukan bagian dari kepuasan
terhadap sistim yang ada di sekolah tersebut.
Sebagai pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan setiap upaya pendidikan. Agar dapat mengajar efektif guru harus
meningkatkan belajar bagi siswa (kuantitas) dan meningkatkan Kualitas
(kualitas) mengajarnya. Kesempatan belajar siswa dapat ditingkatkan dengan
cara melibatkan secara aktif dalam belajar. Sedangkan dalam meningkatkan
kualitas dalam mengajar hendaknya guru mampu merencanakan program
pengajaran dan mampu menggunakan metode pembelajaran yang sesuai
dengan materi pelajaran serta mampu pula melakukannya dalam bentuk
interaksi belajar mengajar. Guru pun harus dapat menjadi suri tauladan yang
baik sehingga dapat memberikanbimbingan sikap kepada siswa-siswinya.
Ada alasan lain yang utama kenapa seorang guru harus memiliki
kualitas mengajar yaitu karena seorang guru tidak hanya dituntut untuk
menguasai bahan dan didaktik metode saja, melainkan dituntut pula adanya
kesiapan serta kematangan kepribadian dan wawasan keilmuan juga guru
dituntut berkiprah memainkan perannya sebagai komunikator dalam
menciptakan suasana belajar yang kondusif. Apalagi seorang guru diberikan
beban yang berat yaitu membina moralitas (sikap) dan akhlak siswa.
Namun pada realisasinya menurut Syah (2002), ada sebagian guru
yang tidak membekali dirinya dengan ilmu keguruan yang memadai
disamping lainnya karenarendahnya tingkat kompetensi profesionalismenya.
Kenyataan negatif seperti ini cepat atau lambat akan mempengaruhi prestise
(wibawa yang berkenaan dengan prestasi). Khususnya prestise profesional
pada guru. Hal yang lebih buruk lagi adalah tidak adanya figur guru yang
menjadikan patokan siswa untuk bersikap dan berperilaku, dan lemahnya
semangat belajar, yang pada akhirnya menurunkan kepuasan siswa itu sendiri.
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung
jawab moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat
bergantung padatanggungjawab guru dalam melaksanakan tugasnya. Apabila
guru berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik maka akan tampak

perubahan yang berarti pada diri siswa, seperti sikap positif dalam belajarnya
dan prestasi belajar akan semakin meningkat. Bagi guru sendiri keberhasilan
akan mampu meningkatkan kepuasan kerja, rasapercaya diri dan semangat
kerja yang tinggi.
Persepsi atau tanggapan siswa terhadap gurunya dapat mempengaruhi
kepuasan siswa. Bila persepsi mereka terhadap Kualitas mengajar guru itu
positif, maka dapat menimbulkan kesadaran dan keseriusan dalam proses
belajar mengajar. Namun sebaliknya, bila perspektifnya negatif, maka dapat
berakibat ketidakpuasan oleh siswa dalam proses belajar mengajar. Jika ini
berlangsung secara terus-menerus, maka kemungkinan akan muncul gejalagejala negatif seperti acuh tak acuh terhadap materi pelajaran, mengobrol
pada saat guru menerangkan, bolos sekolah bahkan sikap tidak menghargai
guru. Jika dalam proses belajar mengajar siswa seperti ini, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam proses belajar mengajar tidak akan kondusif, bahkan
kepuasan siswa yang berdampak pada hasil belajarnya juga akan menurun.
Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi guru untuk memiliki kualitas
mengajar

yang

tinggi.

Dengan

demikian,

maka

diharapkan

akan

menghasilkan siswa yang memiliki prestasi yang tinggi pula.

1.2. Identifikasi Masalah


Kultur SMK Bina Karya yang peneliti amati, dapat diidentifikasi
beberapa masalah yang mempengaruhi Kualitas pendidikan, diantaranya:
1. Sarana dan prasarana pembelajaran
2. Metode pembelajaran yang digunakan guru
3. Kompetensi guru terkait dengan latar belakang pendidikan
4. Model pembelajaran dan pendekatan guru mengajar
5. Kualitas mengajar guru efektif atau tidak
6. Motivasi belajar terhadap bidang studi yang dipelajari
7. Bahan ajar menarik atau tidak

1.3.

Definisi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti agar tidak terjadi perbedaan


persepsi, maka penulis menyebutkan definisih dari masalah yang ada, yaitu;
1.3.1 Hubungan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001:509) kata hubungan dapat
di artikan mengkait, mengaitkan. Menurut

Furqon,Ph.D(2008:13) pada

umumnya, peneliti ditunjukan untuk mengkaji hubungan kausalantara dua


peubah (variabela) atau lebih. Istilah hubungan kausal sengaja di cetak miring
karena akan menarik benyak orang dan memang perlu ditekankan disini.
Sebagian orang mungkin akan, dan secara apriori dan kadang-kadang
emosional, menolak penggunaan istilah tersebut dan mungkin di kaitkan juga
dengan keyakinan agamanya tentang Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun
disadari atau tidak, peneliti yang mengkaji hubungan antara dua variable atau
lebih pada umumnya bermaksud memahami hubungan kausal antara kedua
variable itu. Misalnya , peneliti yang menguji hubungan anara motif dan
prestasi belajar pada dasarnya ingin mengetahui pengaruh motif terhadap
prestasi.
Pemahaman kita tentang berbagai kemungkinan yang dapat terjadi
telah mengajarkan bahwa peneliti perlu hati-hati dalam membuat suatu
pernyataan. Pemahaman dan ajaran seperti itu kemudian melahirkan sejumlah
pedoman bila mana kita dapat menyatakan ada hubungan kausal. Karena
banyaknya variable yang terlibat dalam suatu permasalahan dan kompleksnya
hubungan diantara mereka, penelitian dilakukan sering kali sulit untuk
menyatakan secara tegas, hubungan kausal antara variable yang diteliti.
Atas dasar pemikiran di atas, sementara ada penulis yang
menggambarkan tiga jenis hubungan dalam penelitian, yaitu:
a. Hubungan kausal
b. Hubungan korelasional
c. Hubungan perbandingan
Klasifikasih semacam ini, sampai batas tertentu, mungkin dapat memberikan
kejelasan tentang makna hubungan antara variable yang di teliti. Namun upaya

penyederhanaan seperti itu tidak jarang memberikan dampak samping yang


menyesatkan.
Konsep pengelompokan jenis hubungan di atas tampaknya lebih
didasarkan pada teknik yang digunakan dalam analisis data dan penyajian
hasilnya, bukan kepada pemikiran yang lebih mendasar. Kebanyakan
penelitian bermaksud mengkaji apakah suatu(atau Sejumlah) variable
berkaitan dengan variable lain. Dan sebagaimana variable-variabel itu
berhubungan. Hubungan antara variable mungkin bersifat searah (X)
mempengaruhi (Y), tapi tidak sebaliknya atau bersifat interaktif (X dan Y
saling mempengaruhi).
1.3.2 Kepuasan Siswa
Kepuasan siswa dalam hal ini sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan,
keinginan, dan harapan siswa dalam belajar di SMK Bina Karya Larantuka
terpenuhi melalui proses KBM, saran prasarana KBM serta praturan yang
diterapkan pada sekolah tersebut.
1.3.3 Siswa SMK
Pengertian siswa SMK dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XII
atau kelas III yang tercatat dan aktif mengikuti KBM di SMK Bina Karya
Larantuka pada tahun 2015.
1.4. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini penulis memberikan batasan tentang
ruang lingkup pembahasan permasalahan, yaitu:
1. Kualitas mengajar guru, khususnya guru produktif pada kompetensi
keahlian teknik kendaraan ringan SMK Bina Karya Larantuka yang
mengajar pada tahun 2015/2016.
2. Kepuasan siswa terhadap kuwalitas mengajar guru produktif di SMK
Bina Karya Larantuka.
1.5. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, indentifikasi masalah,
maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, dapat
dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara Kualitas mengajar guru produktif di


SMK Bina Karya Larantuka terhadap kepuasan siswa dalam mengikuti
praktek?
1.5

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hubungan antara Kualitas mengajar guru, khususnya
guru produktif di SMK BINA KARYA Larantuka.

1.6

Manfaat penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini meliputi dua hal, yaitu:

1.6.1 Manfaat Praktis


1.6.1.1

Diharapkan

mengembangkan

dapat

dijadikan

manejemen

salah

sekolah

satu

sehingga

acuan
hasil

dalam
yang

diharapkan dapat tercapai, yaitu pengelolaan sekolah secara optimal


serta dapat menciptakan kualitas mutu lulusan.
1.6.1.2
Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten
Larantuka dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui
pengelolaan sekolah.
1.6.2 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat di jadikan acuan penelitian berikutnya
dalam upaya mengembangkan hasil-hasil penelitian yang telah ada.

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1.

PROSES BELAJAR MENGAJAR


2.1.1

Pengertian Kualitas Mengajar Guru


Kualitas atau kualitas mengajar guru terdiri dari tiga kata yang

masing-masing memiliki arti secara terpisah, tetapi juga mempunyai


makna kesatuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia( cet. Ke
-2002:2) Kualitas adalah (ukuran) baik buruk sesuatu benda, kualitas,
taraf, kadar, atau derajat (kepandaian, kecerdasan dan sebagainya).
Menurut Oemar Hamalik(1990:1), pengertian Kualitas dapat dilihat dari
dua segi, yaitu normatif dan deskriptif. Dalam artian normatif, Kualitas
pendidikan itu berdasarkan pertimbangan (kriteria) intrinsik dan ekstrinsik.
Dalam artian deskriptif, Kualitas ditentukan berdasarkan keadaan
nyatanya, misalnya hasil tes prestasi belajar. Menurut Nurhasan(1994:21),
pengertian secara umum kata Kualitas dapat diartikan kualitas, suatu
gambaran yang menjelaskan mengenai baik buruknya hasil yang dicapai
para siswa dalam proses pendidikan yang sedang dilaksanakan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Kualitas adalah ukuran untuk menyatakan esensi
semua benda atau hal berupa standar ideal yang ingin dicapai oleh suatu
proses.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(1994:5) dinyatakan bahwa
mengajar berarti memberi pelajaran. Sedangkan menurut Moh. Uzer
Usman,(2005:17) Mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi
lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran
yang menimbulkan proses belajar. Menurut Tyson dan Caroll yang
dikutip oleh Muhibbin Syah(2002:7) dalam bukunya mengungkapkan
bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal
balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.
Definisi guru menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.

Sedangkan menurut Moh.Uzer Usman,(2005:17) Guru merupakan


profesi/jabatan ataupekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai
guru. Menurut B. Sutadipura yang dikutip oleh S. Nurdin (2005:17)dalam
bukunya

Guru

Profesional

dan

Implementasi

Kurikulum

mengungkapkan bahwa guru adalah orang yang layak digugu dan ditiru.
Sedangkan N. Purwanto(2001:13) mengartikan bahwa guru adalah Orang
yang pernah memberikan sesuatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada
seseorang atau kelompok, misalnya guru tari dan lain-lain.
Guru merupakan sosok teladan dan salah satu sumber pengetahuan
bagi siswanya, sehingga sudah sewajarnya jika mereka memiliki kualitas
yang tinggi. Dengan memiliki kualitas kerja yang tinggi maka diharapkan
akan menghasilkan siswa yang memiliki prestasi yang tinggi pula.
Dikarenakan keberadaan seorang guru itu sangat penting dan utama, maka
mereka dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan kemajuan
teknologi. Oleh sebab itu, guru hendaknya selalu mampu meningkatkan
dan memperluas pengetahuan serta wawasan baiksecara formal maupun
non formal.
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung
jawab moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat
bergantung pada tanggungjawab guru dalam melaksanakan tugasnya.
Apabila guru berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik maka
akantampak perubahan yang berarti pada diri siswa, seperti sikap positif
dalam belajarnya dan prestasi belajar akan semakin meningkat. Bagi guru
sendiri keberhasilan akan mampu meningkatkan kepuasankerja, rasa
percaya diri dan semangat kerja yang tinggi.
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan tentang definisi Kualitas mengajar yaitu keadaan
atau ukuran baik buruk dari hasil kegiatan orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik dengan tingkat keunggulan yang tinggi
seperti memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan

rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan


nasional.
2.1.2

Kedudukan, dan Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran


Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang

memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Namun secara luas guru
dapat diartikan sebagai orang yang berwenang dan bertanggung jawab
terhadap pendidikan siswa, baik secara individual maupun klasikal, baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Sejak dulu, dan mudah-mudahan sampai
sekarang, guru menjadi anutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan
oleh siswa di ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat
lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang
dihadapi masyarakat. Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada
tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan
memberi suri teladan, di tengah-tengah membangun, dan di belakang
memberikan dorongan dan motivasi (Ing ngarso sung tulada, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani).
Dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka di pundak
guru diberikan tugas yangberat. Namun lebih berat lagi mengemban
tanggung jawab, sebab tanggung jawab itu tidak hanya terbatas di
lingkungan sekolahtetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus
diberikan guru tidak hanya secara kelompok tetapi juga secara individual.
Hal ini menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku dan
perbuatan anak didiknya tidak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal,
S. Bahri Djamarah(2000:1) menjelaskan bahwa peranan guru sebagai
korektor,
fasilitator,

inspirator,

informatory,

pembimbing,

organisator,

demonstrator,

motivator,

pengelola

kelas,

inisiator,
mediator,

supervisor, dan evaluator.


Sedangkan Piet A. Sahertian(1994) mengutip pendapat Watten B
dalam menjelaskan peranan guru sebagai tokoh terhormat dalam
masyarakat, penilai, seorang sumber, pembantu, wasit, detektif, objek

identifikasi, penyangga rasa takut, orang yang menolong memahami diri,


pemimpin kelompok, orang tua/wali, orang yang membina dan memberi
layanan, kawan sekerja dan pembawa rasa kasih sayang.
Peranan guru menurut Adams dan Decey dalam Basic Principles of
Student Teaching, yang dikutip oleh Moh. Uzer Usman (2005)dalam
bukunya Menjadi Guru Profesional antara lain guru sebagai pengajar,
pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor,
perencana, supervisor, motivator, dan konselor.
Yang akan penulis kemukakan disini adalah peranan yang dianggap
paling dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Guru Sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru
hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan
diajarkannya

serta

senantiasa

mengembangkannya

dalam

arti

meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena


hal ini akan sangat menentukan kepuasan yang dicapai oleh siswa.
2. Guru Sebagai Pengelola Kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru
hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta
merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi.
Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar
terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadapbelajar
lingkungan ini turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut
menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah
yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar,
memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Kualitas
dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung pada banyak
faktor, antara lainialah guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam
kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas.

10

3. Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator


Sebagai mediator guru hendaknya

memiliki pengetahuan dan

pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media


pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan
proses

belajar

mengajar. Dengan

demikian

media

pendidikan

merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan


merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikandan
pengajaran di sekolah. Sedangkan sebagai fasilitator guru hendaknya
mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat
menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang
berupa nara sumber, buku teks, majalah , ataupun surat kabar.
4. Guru Sebagai Evaluator
Sebagai evaluator guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan
penilaian karena, dengan penilaian, guru dapat mengetahui prestasi
yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar.
Selain itu profesi guru juga memiliki banyak tugas, baik yang
terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas
pokok seorang guru adalah melaksanakan pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Moh. Uzer Usman (2005)mengelompokkan tugas guru ke dalam
tiga jenis, yaitu:tugas profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang
kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan
melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai
hidup.

Mengajarberarti

meneruskan

dan

mengembangkan

ilmu

pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan


keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat
menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik
simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang
diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar.

11

Tugas guru dalam bidang masyarakat diharapkan dapat memberikan ilmu


pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa
menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yangberdasarkan
pancasila.
Sedangkan tugas guru menurut Piet A. Sahertian(1994) umumnya
dibedakan: tugas personal, tugas social dan tugas professional. Bahkan
bila dirinci lagi lebih jauh, tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan.
Menurut Roestiyah N. K(1994) bahwa guru dalam mendidik anak didik
bertugas untuk:
1.

Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian,


kecakapan, dan pengalaman-pengalaman

2.

Membentuk kepribadian anak yang harmonis

3.

Menyiapkan anak menjadi warga Negara yang baik sesuai amanat


konstitusi

4.

Sebagai perantara dalam belajar

5.

Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah


kedewasaan

6.

Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat

7.

Sebagai penegak disiplin

8.

Guru sebagai administrator dan manajer

9.

Pekerjaan guru sebagai profesi

10. Guru sebagai perencana kurikulum


11. Guru sebagai pemimpin
12. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak.
Tugas dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat,
bahkan guru pada hakekatnya merupakan komponen strategis yang
memilih peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan
bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisio sine
quanonyang tidak mungkin digantikan oleh komponen mana pun dalam
kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini.

12

2.1.3

Kompetensi Guru
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa kompetensi adalah


seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Menurut Finch & Crunkilton, (1992: 220) Menyatakan
Kompetencies are those taks, skills, attitudes, values, and appreciation
thet are deemed critical to successful employment. Pernyataan ini
mengandung makna bahwa kompetensi meliputi tugas, keterampilan,
sikap,

nilai,

apresiasi

diberikan

dalam

rangka

keberhasilan

hidup/penghasilan hidup. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi


merupakan perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan
dalam melaksanakan tugas di lapangan kerja.
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan
tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan
pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi
pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan
perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru
adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang
banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam
menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan (2008:93)
menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga
komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran,
pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus
dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian,

13

profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat


kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi kepuasan, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi
indikator esensial sebagai berikut;
Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator
esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta
didik.
Merancang

pembelajaran,

termasuk

memahami

landasan

pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial:


memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan
pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik
peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta
menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata
latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang
kondusif.
Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki
indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment)
proses dan kepuasan secara berkesinambungan dengan berbagai metode;
menganalisis hasil evaluasi proses dan kepuasan untuk menentukan tingkat
ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara
umum.
Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk

14

pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik


untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial:
bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma
sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak
sesuai dengan norma.
Kepribadian

yang

dewasa

memiliki

indikator

esensial:

menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki


etos kerja sebagai guru.
Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan
tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan
masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki
perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki
perilaku yang disegani.
Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator
esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur,
ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta
didik.
3) Kompetensi Sosial
Kompetensi

sosial

merupakan

kemampuan

guru

untuk

berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama


pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan
indikator esensial sebagai berikut:

15

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta


didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan
peserta didik.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama
pendidik dan tenaga kependidikan.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang
tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4) Kompetensi Profesional
Kompetensi

profesional

merupakan

penguasaan

materi

pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan


materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi
keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial
sebagai berikut:
Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi
memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam
kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan
yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan
konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep
keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator
esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk
memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif
dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru
meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan
bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar
dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang
mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi proses dan kepuasan, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan
pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara

16

berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan


tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60).
2.2 Kepuasan Siswa
2.2.1

Pengertian Kepuasan Siswa


Gaspersz(2005;34-35) mendefinisikan bahwa kepuasan pelanggan

adalah sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan,keinginan,dan harapan


pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yangdi komsumsi. Rumus
persamaan kepuasan pelanggan sebagai berikut,Z=X/Y.
Dimana Z adalah kepuasan pelanggan, X adalah kualitas yang
dirasakan oleh pelanggan, dan Y adalah kebutuhan, keinginan, dan harapan
pelanggan. Jika pelanggan merasakan bahwa kualitas dari produk melebihi
kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka, maka kepuasan pelanggan
akan lebih tinggi atau Z > 1. Pada sisi lain, apabilah pelanggan merasakan
bahwa kualitas dari produk lebih kecil dari kebutuhan, keinginan, dan
harapan maka kepuasan pelanggan akan menjadi rendah atau Z < 1.
Kepuasan pelanggan tergantung pada persepsi dan ekspetasi mereka.
Komariah dan Triatna (2004:8) mendefinisikan tentang sekolah
berkualitas dapat dilihat dari banyaknya siswa yang memiliki prestasi, baik
prestasi akademik maupun bidang lain serta lulusan relevan dengan tujuan.
Melalui siswa yang berprestasi dapat di telusuri manejemen sekolahnya,
profil gurunya, sumber belajarnya, lingkungannya. Dengan demikian
kualitas sekolah adalah kualitas siswa yang mencermin kepuasan
pelanggan.
Komariah dan Triatna (2004:10) menyebutkan bahwa pendidikan
merupakan jasa yang perlu memiliki standarisasi penilaian terhadap mutu.
Standar mutu ialah panduan sifat-sifat barang atau jasa, termasuk sistim
manejemennya yang relative dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Denim (2005:54) mengutip pendapat Sallis (1993) menjelaskan
tentang criteria pelanggan sekolah terdiri dari tiga komponen utama. Yaitu;

17

Pertama. Pelanggan primer adalah siswa atau pihak-pihak yang


menerima jasa pendidikan secara langsung. Kedua. Yaitu pelanggan
sekunder adalah pihak-pihak yang berkepentingan terhadap mutu jasa
pendidikan. Dalam hal ini adalah orang tua siswa, instansi atau
penyandang dana/ beasiswa, pemerintah yang menanggung biaya
pendidikan, pengelola pendidikan, tenaga kependidikan dan tenaga
antministrasi sekolah. Ketiga ,yaitu pelanggang tersier adalah pelanggan
yang tidak terkait langsung dengan pelayanan jasa pendidikan itu, karena
memanfaatkan hasil jasa layanan. Pihak-pihak yang katagori pelanggan
tersier ini antara lain, Masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah.
2.2.2

Pengertian Kepuasan Kerja


Sondang P. Siagian (1993) menyebutkan bahwa yang dimaksud

kepuasan kerja adalah cara pandang seseorang baik yang bersifat positif
maupun negatif. Sedangkan kepuasan kerja menurut Susilo Martoyo
(1992) adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak
terjadi titik temu antara nilai balas jasa karyawan dari perusahaan dengan
tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang
bersangkutan. Balas jasa karyawan tersebut, baik berupa financialmaupun
non financial.
Foustino dalam S. Martoyo (1997) menyebutkan bahwa suatu
kesimpulan menyeluruh tentang kepuasan hanya akan memberikan
pertimbangan subyektif dari pegawai mengenai kepuasan sehubungan
dengan gaji, keselamatan kerja, supervisi, relasi-relasi antar perorangan
dalam bekerja, peluang-peluang di masa yang akan datang, dan pekerjaan
itu sendiri. Selanjutnya dijelaskan bahwa kepuasan dari pegawai itu
mungkin mempengaruhi kehadirannya pada kerja dan keinginan untuk
ganti pekerjaan juga dapat mempengaruhi kesediaan untuk bekerja.
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan salah satu aspek
psikologis yang
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan
merasa puas apabila ada kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan

18

harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Kepuasan sesungguhnya


merupakan keadaan yang sifatnya subjektif yang merupakan hasil
simpulan yang didasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang
secara nyata diterimaoleh pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan
apa yang diharapkan, diinginkan dan dipikirkannya sebagai hal yang
pantas, atau berhak baginya. Sementara setiap karyawan secara subjektif
menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan.
2.2.3

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Pendapat H. E. Burt yang dikutip M. Asad (1995) tentang

faktorfaktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja sebagai


berikut:
a. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain:
1) hubungan antara manager dan karyawan
2) faktor fisik dan kondisi kerja
3) hubungan sosial diantara karyawan
4) sugesti dari teman sekerja
5) emosi dan situasi kerja
b. Faktor individual, yaituyang berhubungan dengan:
1) sikap orang terhadap pekerjaannya
2) umur orang sewaktu bekerja
3) jenis kelamin
c. Faktor-faktor luar yang berhubungan dengan:
1) keadaan keluarga karyawan
2) rekreasi
3) pendidikan
S. Martoyo (1987) mengatakanbahwa salah satu faktor yang
memungkinkan tumbuhnya kepuasan kerja adalah pengaturan yang tepat
dan adil atas pemberian kompensasi. Pendapat laindari Blum dalam M.
Asad (1995) tentang faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja
adalah sebagai berikut:
a. Faktor individual yang meliputi: umur, kesehatan, watak, dan harapan

19

b. Faktor sosial yang meliputi: hubungan kekeluargaan, pandangan


masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja,
kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.
c. Faktor utama dalam pekerjaan meliputi:upah, pengawasan, ketentraman
kerja, kondisi kerja dan kesempatan untuk maju.
M. Asad (1995) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja menjadi:
a. Faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja,
sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan
b. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi
sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun
karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
c. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi: jenis pekerjaan,
pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan
ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan keryawan,
umur dan sebagainya.
Herzberg dengan two factors theorydalam Malayu S.P Hasibuan
(2001) membagi faktor-faktor yang termasuk dalam kepuasan kerja
kedalam 2 faktor yaitu:
a. Faktor intrinsik atau faktor motivasional atau satisfiers terdiri dari
1) prestasi (achievement)
2) pengakuan (recognition)
3) pekerjaan itu sendiri (the work itself)
4) tanggungjawab (responsibility)
5) pengembangan potensi individu (advancement)
b. Faktor ekstrinsik atau faktor higienis atau dissatisfiersterdiri dari:
1) gaji atau upah (wages or salaries)
2) kondisi kerja (working condition)

20

3) kebijaksanaan

dan

administrasi

perusahaan

(policy

and

administration)
4) hubungan antar pribadi (interpersonal relation)
5) kualitas supervisi (quality supervisor).
Hasil penelitian Herzberg (M.S.P Hasibuan, 2001) menyarankan
bahwa faktor-faktor seperti kondisi kerja dan gaji harus mencukupi untuk
menjaga karyawan agar tetap merasa puas. Namun kondisi kerja yang dan
gaji yang lebih dari cukup akan menyebabkan tingkat kepuasan yangtinggi
tidak diperlukan. Selain itu, tingkat kepuasan karyawan yang tinggi akan
dengan mudah dicapai dengan menawarkan insentif yang lain, seperti
tanggung jawab. Jika manajer dapat meningkatkan kepuasan dengan
memberi tanggungjawab yang lebih besar kepada karyawan, maka hal itu
akan memotivasi karyawan untuk lebih produktif. Gambar berikut
merupakan ringkasan penelitian kepuasan pekerjaan Herzberg.
2.2.3 Guru SMK
Pengertian guru SMK dalam penelitian ini adalah semua guru
produktif teknik permesinan, yang mengajar mata pelajaran teori dan
praktek di bengkel SMK Bina Karya Larantuka.
2.3 Kajian Pustaka
1. Penelitian dengan judul Kesetian pelanggan pendidikan oleh Achmad
Mardalis, dkk pada tahun 2004 dengan metode teknis analisis pada
penelitian

ini

menggunakan

pendekatan

Structural

Equation

Modeling(SEM) dengan hasil penelitian:


(a)

Jika kualitas yang dirasakan pelanggan meningkat, maka dapat


meningkatkan kepuasan pelanggan, persepsi mereka terhadap citra
dan kesetian pelanggan.

(b) Jika kepuasan yang dirasakan pelanggan naik maka akan


meningkatkan citra pelanggan dean kesetiaan pelanggan.
(c) Jika persepsi pelanggan terhadap citra menjadi lebih baik, maka
akan meningkatkan kesetian.

21

(d) Jika

rintangan

naik, maka

dapat

meningkatkan

kesetiaan

pelanggan.
2.

Penelitian

dilakukan

oleh

Noor

Miyono

(2005)

dengan

judulAnalisis Tentang Faktor-Faktor Kepuasan dan pengaruhnya


Terhadap Perilaku Pada Tingkat Sekolah Dasar Swasta Islam di
Kota Semaranganalisis data pada penelitian dengan menggunakan
Structur Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian ini adalah
kualitas pelayanan sekolah, kualitas belajar mengajar, biaya
pendidikan sekolah, dan kepuasan pelanggan sekolah berkorelasi
positif dan signifikan terhadap kepuasan orang tua.
3.

Penelitian yang lain juga dilakukan ole Rusdarti pada tahun 2004
dengan judul Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Nilai Pelayanan
Terhadap Loyalitas Nasabah Pada Bank BPD Jawa Tengah Cabang
semarang. Variable Kualitas pelayanan dan nilai pelayanan
berpengaruh terhadap loyalitas nasabah. Data penelitian dianalisa
menggunakan analisis deskriptif dan analisis jalur (Path analysis).
Hasil penelitian adalah kualitas pelayanan dan nilai pelayanan
secara simultan berpengaruh terhadap loyalitas nasabah Bank BPD
Jawa Tengah Cabang Semarang.

22

2.4.

Kerangka Pikir dan Pengajuan Hipotesis


2.4.1 Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang telah di kemukakan di atas,
maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Setiap organisasi yaitu sekolah dalam hal ini SMK baik bersifat profit
maupun non profit, memiliki criteria produk yang dihasilkan agar
sesuai dengan yang di butuhkan dan harapan pelanggan. Pelanggan
dalam SMK salah satunya adalah siswa. Kebutuhan pelanggan diusahan
untuk dipenuhi sesuai dengan kateristiknya sehingga mendapatkan kepuasan
yang baik. Salah satu factor yang mempengaruhi kepuasan siswa adalah
apabilah mata pelajaran telah disesuaikan dengan kapasitas anak dan sesuai
dengan pertumbuhan anak, maka usaha untuk membuat tujuan lebih kuat
dan jelas. Apabilah tujuan belajar sudah jelas, kemudian siswa selalu
diberitau tentang kemajuannya, maka dorongan usaha semakin besar karena
siswa akan merasa puas (Mustaqim.1990:72) Menurut Oliva (1984:208)
juga kepuasan siswa dapat ditempu dengan penerapan disiplin siswa akan
menghasilkan kepuasan pada siswa SMK.
Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kualitas Mengajar Guru (
X)

Kepuasan Siswa (Y)


Aspek Penelitian:

Situasi dan sistim sekolah


mengajar guru

Ketepatan proses
Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM)

Sarana dan Prasaran


sekolah yang dapat
meningkatkan kualitas
mengajar guru

Kesuaian Program
Keahlian

Gambar tersebut menunjukan bahwa adanya hubungan antara Kualitas


Mengajar Guru baik secara sendiri sendiri mau pun bersama-sama dengan
kepuasan siswa SMK Bina Karya Larantuka.

23

2.4.2 Hipotesis
Furqon(2008:16) Hipotesi adalah jawaban sementara terhadap
masalah penelitian. Setelah peneliti merumuskan masalah,maka kemudian
menelaah dan mengkaji berbagai sumber (teori/konsep/asumsi dan temuan
terdahulu) yang relevan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian
dapat dikemukakan anggapan sementara secara umum yaitu ada hubungan
antar kualitas mengajar guru dengan kepuasan siswa pada siswa SMK Bina
Karya Larantuka. Maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Hipotesis alternatif (Ha) : Ada hubungan yang signifikan antara Kualitas
mengajar guru (variabel X) dengan kepuasan siswa (variabel Y).
2. Hipotesis nihil (Ho) : Tidak ada hubungan yang signifikan antara Kualitas
mengajar guru (variabel X) dengan kepuasan siswa (variabel Y).

24

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.

Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi yang akan di jadikan tempatan penelitian SMK Bina Karya
Larantuka. Jln Khihajar Dewantoro. Kelurahan Postoh, kec. Larantuka. Kab,
Flores Timur
Waktu Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan antara tanggal 15
Juli sampai dengan 15 Agustus 2015

3.2.

Populasi dan Sampel

3.2.1 Popolasi
Menurut

Sugiyono

(dalam

Kriyantono,

2008:151)

Populasi

sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang
memiliki karakteristik

tertentu

yang

ditetapkan

oleh

periset

untuk

dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan. Seorang periset dapat


mengambil sebagian saja dari populasi.
Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah siswa SMK
Bina Karya Larantuka Flores Timur. Menurut data dari SMK Bina Karya
Larantuka, jumlah siswa SMK Tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 148 orang.
Yang terdiri dari kelas XIa sebanyak 40 siswa, kelas XIb sebanyak 40
siswa, dan Kelas XIIa sebanyak 40 siswa dan kelas XIIb sebanyak 40
siswa. Namun dengan adanya pertimbangan dari pihak sekolah dan
peneliti, maka siswa yang diijinkan untuk diteliti adalah siswa kelas XI dan
XII karena siswa kelas X saat penelitian ini dilaksanakan masih belum belajar
secara efektif dan dianggap masih awam.
Tabel Populasi Penelitian
Kelas
XI
Jumlah
80
Sumber : SMK Bina Karya Larantuka, 2015
3.2.2 Sampel penelitian

25

XII
80

Total
148

Metode

pangambilan

sampel

yang

digunakan

adalah Probability

Samplingyang artinya setiap unsur populasi mempunyai kemungkinan yang sama


untuk

dipilih melalui

perhitungan

secara

sistematis.

Dengan

teknik

pengambilan sampel yaitu Proposional Stratified Sampling, karena sampel yang


diambil berdasarkan strata kelas. Alasan penulis menggunakan teknik Proposional
Stratified Samplingkarena populasi pelajar SMKN 41 Jakarta terbagi menjadi
beberapa kelas (Kriyantono, 2008:152-154).
Penentuan jumlah sampel dapat dilakukan dengan cara perhitungan statistik yaitu
dengan menggunakan

Rumus

Slovin. Rumus

Slovin digunakan untuk

menentukan ukuran sampel dari populasi yang telah diketahui jumlahnya


yaitu sebanyak 437 siswa. Untuk tingkat presisi yang ditetapkan dalam penentuan
sampel adalah 10 %,. Alasan peneliti menggunakan tingkat presisi 10% karena
jumlah populasi kurang dari 1000
Rumus Slovin :

Jumlah persyaratan yang dibutuhkan untuk menganalisa data dalam penelitian ini
digunakan dengan berdasarkan table Krecief dan Nomogram Harry king di
dasarkan atas kesalahan 5%. Sehingga jumlah sampel pada SMK Bina Karya
Larantuka adalah 148
Tabel 3.1 sampel penelitian
No

Kelas

Jumlah

Teknik Pengambilan Sampel

Jumlah

1
2
3
4

IIa
IIb
IIIa
IIIb
Jumlah

populasi
40
40
40
40
148

40/148x9=2.25
40/148x9=2.25
40/148x9=2.25
40/148x9=2.25
Jumlah Sampel

sampel
2.25
2.25
2.25
2.25
9

populasi
Slovin(Husein Umar 1998:78)

3.3. Variabel Penelitian

26

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Dengan dasar definisi tersebut, dapat penulis jelaskan bahwa
penelitian ini mempunyai dua variabel, yaitu:
1. Variabel pertama berupa Kualitas mengajar guru, variabel ini menduduki
posisi sebagai variabel independent (bebas), yaitu masukan yang memberi
pengaruh terhadap variable terikat, yang diberi simbol dengan huruf X.
2. Variabel kedua berupa kepuasan siswa, variabel ini menduduki posisi
sebagai variabel dependen (terikat), yaituvariabel yang di pengaruhi
variabel (bebas), yang diberi simbol huruf Y.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini adalah:
3.4.1 Wawancara (Interview)
Wawancara adalah Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung. Penulis melakukan wawancara terhadap guru produktif
SMK Bina Karya Larantuka dan Kepala SMK Bina Karya Larantuka.
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk memperoleh data
yang lebih mendalam dan untuk mengkomparasikan data yang diperoleh
melalui angket.
3.4.2 Angket
Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden baik
secara langsung maupun tidak langsung. Angket ini disebarkan kepada
Siswa Kompetensi keahlian Permesinan

untuk memperoleh informasi

mengenai Kualitas mengajar yang dimiliki oleh guru dalam proses belajar
mengajar. Angket dibuat dengan model likert yang mempunyai empat opsi
jawaban yang berjumlah genap ini dimaksudkan untuk menghindari
kecenderungan responden bersikap ragu-ragu dan tidak mempunyai
jawaban yang jelas.
Penyusunan angket Kualitas mengajar guru mengacu kepada aspekaspek kemampuan profesional guru yang terdiri dari 25 item dengan
perincian sebagai berikut:

27

3.4.3 Tabel 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian


3.4.3.1

Variabel Kualitas mengajar guru

Variabel

Indikator Sub Variabel

Nomor Item

Kualitas Mengajar Guru

Menguasai Bahan
Mengelola KBM
Mengelola Kelas
Mengelola Media Belajar
Mengelola
Interaksi
Belajar Mengajar
Menilai Prestasi Siswa

1, 20, 24
2, 3, 5, 8, 13, 15
6, 12, 21, 23
4, 17, 25
7, 9, 10, 18
11, 14, 16, 19, 22

*Sumber.Nurdin dan Syafrudin.H. Guru profesonal dan implementasi kurikulum ,Jakarta :


Quanntum Teaching (2005:1)

3.4.3.2

Variabel Kepuasan siswa


Tabel 2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Aspek

Indikator Sub Variabel

Ketepatan Proses Belajar Keberhasilan siswa naik


mengajar
terus
Keberhasilan Para siswa
lulus terus dalam ujian
nasional
Keberhasilan
lulusan
memasuki
perguruan
tinggi
Keberhasilan para lulusan
Kesesuaian Program
yang dapat mengisih
keahlian
lapangan pekerjaan
Kemampuan para lulusan
mengadaptasi
dan
berhasil dalam merubah
hidup
Tingkat penghasilan para
lulusan
Keberhasilan para lulusan
dalam berinteraksi dan
berpartisipasi
dalam
masyarakat

Nomor Item
1, 2, 3
4, 5,6,7,8
9,10
11,12,13,14
15,16,17,18

19,20,21
22

*Sumber. Sobirin (2007) motivasi,disiplin,kepuasan. Universitas Negeri Semarang

3.3. Teknik Analisis Data

28

Setelah data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya adalah


menganalisis data. Menganalisis data merupakan suatu cara yang digunakan
untuk menguraikan data yang diperoleh agar dapat dipahami bukan hanya
oleh orang yangmeneliti, tetapi juga orang lain yang ingin mengetahui hasil
penelitian.
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, penulis melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing
Dalam menganalisis data, yang pertama kali harus dilakukan adalah
editing. Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap pengisian angket.
Setiap angket diteliti satu persatu mengenai kelengkapan, kejelasan dan
kebenaran

pengisian

angket

tersebut

agar

terhindar

dari

kesalahan/kekeliruan dalam mendapatkan informasi sehingga dapat


diperoleh data yang akurat.
2. Skoring
Skoring merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir pertanyaan
yang terdapat dalam angket. Dalam setiap pertanyaan dalam angket
terdapat (4) empat butir jawaban a, b, c, dan d yang harus dipilih oleh
responden. Maka penulis memberikan skor untuk setiap jawaban adalah
nilai 4 untuk jawaban a, nilai 3 untuk jawaban b, nilai 2 untuk jawaban c,
dan nilai 1 untuk jawaban d.
Setelah hasil pengolahan data secara kuantitatif melalui koesioner
sudah

terhitung,

barulah

digunakan

perhitungan

statistik

dengan

menggunakan sistem komputerisasi program SPSS versi 11.


Data program ini menggunakan analisis koefisien korelasi dan analisis
regresi linier sederhana, yaitu untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel dan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji parsial ( uji t).
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka sebelum
dilakukan uji statistik terlebih dahulu data yang diperoleh harus dilakukan uji
validitas dan reliabilitas.
3.4.

Uji Validitas dan Reliabilitas

29

3.6.1

Uji Validitas
Validitas merupakan ketetapan atau keakuratan alat pengukur
serta ketelitian,kesamaan atau ketepatann pengukuran apa yang
sebenarnya di ukur. Menurut Sugiono (2003:267) instrument yang valid
berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur)
itu valid artinya instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur
apa

yang

hendak

diukur.

Instrument

yang

valid

harus

mempunyaivaliditas internal dan eksternal. Validitas internal adalah bila


criteria yang ada dalam instrument secara rasional mencerminkan apa
yang telah diukur. Validitas eksternal artinya bila criteria didalam
instrument disusun berdasarkan realitas atau fakta-fakta empiris yang
telah ada.
Dalam penelitian ini menggunakan validitas internal, karena
peneliti ingin mengetahui valid atau tidak instrument atas dasar
kevalidan soal tiap butir dengan mengembangkan teori-teori yang telah
ada. Untuk mencapai tujuan tersebut instrument penelitian diujicobakan
pada 30 siswa di luar sampel yang digunakan untuk penelitian. Untuk
menetapkan apakah suatu instrument itu valid atau tidak dengan jalan
mengkorelasikan skor yang di peroleh dari setiap butir instrument
(item) dengan skor keseluruhan (total). Korelasi skor butir dengan skor
total harus signifikan dengan skor total, maka dapat disimpulkan bahwa
alat ukur itu memiliki tingkat validitas yang signifikan
(Sugiyono 2005:271)
Hasil perhitungan analisis validitas dari data ujicoba didapatkan
bahwa semua butir instrument yang digunakan dalam penelitian ini
adalah butir-butir instrument yang telah diuji validitasnya, dengan
ringkasan hasil perhitungan seperti ditunjukan pada table berikut:

Variable

Banyak

30

Koefisien korelasi

keterangan

butir
Kualitas mengajar Guru 25
Kepuasan siswa
22

553
582

*Sumber. T.raka joni(1994).


Dari table tersebut dapat di lihat bahwa koefisien korelasi yang
paling rendah saja sebesar-------- lebih tinggi dibandingkan dengan r
table pada taraf signifikan 5% pada n= 30(0,361) hal ini menunjukan
bahwa semua butir instrument telah terbukti validitasnya.
3.6.2. Uji Reliabilitas
Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid, maka
tahap berikutnya adalah mengukur reliabilitasdari alat. Sebagai ukuran
yang menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala
yang sama dilain kesempatan. Menurut Bhuono Agung Nugroho,
realibilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi
responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstrukkonstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan
disusun dalam suatu bentuk kuesioner.
Uji reliabilitas bertujuan untuk melihat konsistensi alat ukur
yang akan digunakan yakni apakah alat ukur tersebut akurat, stabil dan
konsisten. Teknik yang digunakan adalah kuefisien alpha cronbach
dengan rumus:

Keterangan :
k

: Reliabilitas Instrumen
: Jumlah soal
: Jumlah Varians Butir

31

: Jumlah Varians total

.Reliabilitas suatu instrumen dapat diterima jika memilki


koefisien Alpha cronbach minimal 0,60 yang berarti bahwa instrumen
tersebut dapat digunakan sebagai pengumpul data yang handal yaitu
hasil pengukuran relatif konsisten jika dilakukan pengukuran ulang.
3.7
3.7.1

Uji Persyaratan Analisis


Uji Normalitas
Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi
data. Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk
analisis statistic parametric. Penggunaan uji normalitas karena pada
analisis statistic parametic, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah
bahwa data tesebut terdistribusi secara normal. Maksud data
terdistribusi secara normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk
distribusi normal. Bahwa data memusat pada nilai ratarata dan median.
Untuk mengetahui bentuk distribusi data kita bisa menggunakan grafik
distribusi.

3.7.2

Pengujian Hipotesis
Selanjutnya adalah penghitungan terhadap hasil skor yang telah ada.
Karena penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada korelasi antara
Kualitas mengajar guru mata pelajaran produktif dengan kepuasan
siswa bidang studi produktif teori dan praktek, maka yang dipakai
adalah
rumus korelasi product moment dari karl pearson. Adapun rumusnya
adalah sebagai berikut :

Keterangan:
rxy
: Angka koefisien r product moment (variabel x dan y)
N
: Jumlah Responden
XY
: Jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y

32

X
Y

: Jumlah seluruh skor x


: Jumlah seluruh skor y

Rumusan korelasi tersebut untuk menguji hipotesis sebagai berikut:


1. Hipotesis alternatif (Ha) : Ada pengaruh yang signifikan antara
Kualitas mengajar guru (variabel X) dengan kepuasan siswa
(variabel Y).
2. Hipotesis nihil (Ho) : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara
Kualitas mengajar guru (variabel X) dengan kepuasan siswa
(variabel Y).

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rhineka Cipta, Cet. Ke-13, 2006.
A, Saman., Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta: Kanisius, Cet. Ke-1, 1994.
Badudu, J. S., et. Al., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, Cet. Ke-5, 1994.

33

Darajat, Zakiyah., Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, Jakarta:


Ruhama, Cet. Ke-2, 1995.
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
Rhineka Cipta, Cet. Ke-1, 2000.
____________, dan Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rhineka
Cipta, 1996.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, Edisi III, Cet. Ke-2, 2002.
Firdaus, Yunus M., Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Yogyakarta: Logung
Pustaka, Cet. Ke-1, 2004.
Gaspersz,Vinsent.2005, Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pusaka
Utama
Hamalik, Oemar, Evaluasi Kurikulum, Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-1,
1990.
____________, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta:
Bumi Aksara, 2003.
Komariah,Aa dan C.Triana. 2005 VisionaryLeadership. Jakarta: PT. Bumi Aksars
Kartono, Kartini., Menyiapkan dan Memandu Karier, Jakarta: CV. Rajawali, 1985.
Lewis dan Ramon, 2004. The Discipline Dilemma. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia
Mulyasa, E., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, Cet. Ke-1, 2007.
N.K, Roestiyah, Didaktik Metodik, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
____________, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: PT Bina Aksara, Cet.
Ke-3, 1989.
Nugroho, Bhuono Agung, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian
Dengan SPSS, Yogyakarta: Andi Offset, Ed. I, 2005.
Nurdin, Syafruddin, H, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta:
Quantum Teaching, Cet. Ke-1, 2005.
Nurhasan, Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II: Kurikulum Untuk Abad
Ke-21, Jakarta: PT. Grasindo, 1994.
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Jakarta: Asa Mandiri, Cet. Ke-3, 2006.
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, Bandung: Remaja
Rosda Karya, Cet. Ke-13, 2001.
Sabri, Alisuf, H, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, Cet. Ke-2,
1996.
Sahertian, Piet A, Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta: Andi Offset, 1994.
Sarojo, Rijadi, Pembelajaran Integratif Dalam Bidang Kimia, Malang: Jurnal
Teknologi PembelajaranTeori dan Penelitian, 2003.
Somantri, Muhammad Numan, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS,
Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Ke-1, 2001.
Sudjana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Algesindo,Cet.
Ke-6, 2002.
____________, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja
Rosdakarya, Cet. Ke-5, 1995.

34

Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,


1996.
____________, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Rajawali Persada, Cet.
Ke-5, 1994.
Sugiyono, Buku Statistik implementasi tahun 2005:273
Susanti, Rini, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar, Jakarta: Teknodik, 2003.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-7, 2002.
Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Jakarta: Asa Mandiri, 2006.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ( SISDIKNAS ) UU RI No. 20
Tahun 2003, Jakarta: Asa Mandiri, Cet. Ke-3, 2006.
Usman, Husaini, dan Akbar, Purnomo Setiady, Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke-2, 1998.
Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, Cet. Ke-17, 2005.
____________, dan Setiawati, Lilis,Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar

35

Anda mungkin juga menyukai