Anda di halaman 1dari 41

WRAP UP SKENARIO 2

BLOK NEOPLASIA
NYERI PERUT KANAN ATAS

KELOMPOK A.3
KETUA

Hamdan Muhammad

SEKRETARIS:

Ashilah Hamidah Assegaff

ANGGOTA

1102013120
1102013045

Hanny Ardian Cholis

1102012107

Adelina Annisa Permata

1102013006

Adria Putra Farhandika

1102013010

Bimasena Arya Yudha 1102013060


Fathonah Fatimatuzahra

1102013108

Anisa Fazrin

1102013031

Listiana Widyarahma

1102013156

Devinta Dhia

1102013077

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI JAKARTA
2015/2016

Skenario 2
NYERI PERUT KANAN ATAS
Seorang karyawan berumur 54 tahun, berobat ke poli penyakit dalam. Pasien
mengeluhkan nyeri pada perut kanan atas yang dialami sejak 6 bulan lalu, hilang
timbul namun dua bulan terakhir nyeri semakin sering. Merasa mual dan selera makan
berkurang sejak 4 bulan yang lalu sehingga berat badan berkurang 15 kg. dari
anamnesis diketahui pasien pernah terkena hepatitis 15 tahun yang lalu dan sering
mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45 kg dengan TB 165 cm. Tekanan darah dan
tanda vital lainnya normal. Pemeriksaan abdomen Hepatomegali, dengan permukaan
hati bernodul, tepi tumpul dan nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan serum transaminase SGPT dan SGOT dengan bilirubin
normal, Alpha Feto Protein (AFP) 1000 U/L (normal: <10 U/L), anti-HCV positif.
Setelah diberikan analgetik dan hepatoprotektor nyeri mereda. Setelah dilakukan
pemeriksaan USG dan biopsy hati pasien didiagnosis karsinoma hepatoseluler. Pasien
dianjurkan untuk menjalani transplantasi gati. Pasien meminta waktu untuk
berkonsultasi dengan seorang ulama.

KATA SULIT
1.
2.
3.
4.

AFP : Alfa Fito Protein= suatu protein plasma untuk tumor marker
Anti HCV : Test antibody hepatitis C
HCC : tumor ganas hati primer yang berasal dari sel hepatosit
Hepatoprotektor : senyawa obat yang dapat memberikan
perlindungan terhadap hati dari kerusakan yang ditimbulkan
untuk obat, racun dll

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Mengapa kadar SGOT dan SGPT meningkat tetapi kadar
bilirubin normal? Karena terjadi kerusakan pada hati yang
menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT, bilirubin normal
karena tidak terjadi kerusakan atau kelainan pada empedu.
2. Apa sebab terjadinya peningkatan AFP? Kerusakan yang
terjadi pada hati.
3. Mengapa terjadi Hepatomegali? Karena jarinag hati
berproliferasi secara abnormal.
4. Apa hubungan riwayat hepatitis dan konsumsi alcohol dengan
penyakit sekarang? Hepatitis C merupakan penyakit yang
menyebabkan inflamasi kronis, sehingga merusak sel tumor
supresor P53 dan mengganggu pertumbuhan sel yang
menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkendali dan terjadilah
HCC.
5. Apa yang menyebabkan terjadinya penurunan berat badan?
Sel
kanker
menyedot
banyak
nutrisi
tubuh
yang
mengakibatkan penurunan berat badan, dan merupakan salah
satu gejala trias klasik hepatitis.
6. Mengapa setelah diberi hepatoprotector nyeri mereda?
Hepatoprotektor
bekerja
melindungi
dan
mengurangi
kerusakan hati.
7. Apa saja indikasi transplantasi hati? Jika sel kanker sudah
bermestastasis ke seluruh jaringan hati.
8. Factor resiko apa saja yang dapat menimbulkan penyakit ini?
Usia dan gaya hidup tidak sehat.
9. Tatalaksana apa saja yang dapat diberikan? Transplantasi hati,
hepatoprotektor,
radiofrekuensi
ablasi,
simptomatik,
embolisasi.
10.
Pemeriksaan apa yang dapat dilakukan? SGOT, SGPT,
bilirubin, albumin, PT, AFP, USG, CT Scan, biopsy.
11.
Apakah hokum transplantasi dalam agama islam?
Tergantung banyak mudharat atau manfaat.

HIPOTESIS

Faktor resiko seperti usia lanjut dan gaya hidup yang


tidak sehat dapat mempengaruhi pertumbuhan sel hepatosit
menjadi abnormal, sehingga dapat terjadi hepatomegaly yang
ditandai dengan mual muntah, penurunan berat badan, nyeri
perut atas kanan, ikterik, pembesaran perut sebelah kanan
atas. Dilakukan pemeriksaan SGOT, SGPT, bilirubin, albumin,
PT, AFP, USG, CT Scan, biopsy; ditegakkan diagnosis yaitu
HCC (hepatocellular carcinoma), tatalaksana yang dapat
diberikan
yaitu;
transplantasi
hati,
hepatoprotektor,
radiofrekuensi ablasi, simptomatik, embolisasi. Hukum
transplantasi dalam agama Islam adalah tergantung banyak
mudharat atau manfaat.

SASARAN BELAJAR
LI 1 Memahami dan menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler
1.1 Definisi
1.2 Epidemiologi
1.3 Etiologi
1.4 Klasifikasi
1.5 Patofisiologi
1.6 Manifestasi Klinis
1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
1.8 Penatalaksanaan
1.9 Komplikasi
1.10

Pencegahan

1.11

Prognosis

LI 2 Memahami dan menjelaskan Hukum Transplantasi Menurut Pandangan Islam

LI 1 Memahami dan menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler


1.1 Definisi
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari
hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari
tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluhpembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati
(hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari
kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan
disebut kanker hepatoselular atau Karsinoma.
Karsinoma hepatoseluler (hepatoma) merupakan kanker hati primer yang
paling sering ditemukan.Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang
berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor
jaringan lainnya. (Unggul, 2009)

1.2 Epidemiologi
Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma = HCC) jarang didapati
di dunia barat, namun sering terjadi di daerah Sahara di Afrika serta di Asia Timur
(kecuali Jepang). Keganasan primer pada hati ini menduduki tempat keenam dari
keganasan yang tersering di dunia, dan tempat ketiga pembawa kematian-akibat
kanker dengan nisbah mortalitas terhadap insidensnya sebesar 0,9. Di seluruh
dunia, HCC menyumbang jumlah kematian lebih dari sejuta orang setiap
tahunnya.Hepar sendiri merupakan tempat yang lazim bagi metastasis kanker
yang berasal dari gastrointestinal, terutama dari daerah kolorektal.
Distribusi geografis HCC di seluruh dunia sangat tidak merata (Gambar 4).
Negara-negara di Asia Tenggara (Taiwan, Korea, Thailand, Hong Kong,
Singapura, Malaysia, Cina Selatan) dan Afrika tropis menunjukkan insidens
paling tinggi dengan 1020 per 100.000 populasi. Laju prevalensi juga bervariasi
di antara negara-negara tersebut, dengan insidens sebesar 150 per-100.000
populasi di Taiwan dan 28 per-100.000 populasi di Singapura.Tingginya laju
insidens serupa diperkirakan didapati di Kamboja, Vietnam, dan Myanmar, namun
dokumentasi yang tepat tidak didapatkan. Laju terendah HCC sebesar 13 per100.000 populasi didapatkan di negara Barat, Australia, Amerika Selatan, dan
India; sedangkan laju yang menengah didapatkan di Jepang, Timur Tengah, dan
negara-negara Mediterania. Bila didasarkan atas kelompok etnis, variasi insidens
HCC tertinggi didapatkan pada etnis Cina (16,2/100.000 pada pria dan 5/100.000

pada wanita), disusul Hispanik atau Latin (9,8/100.000 pada pria dan 3,5/100.000
pada wanita), Afrika-Amerika (7,1/100.000 pada pria dan 2,1/100.000 pada
wanita), dan etnis Jepang (5,5/100.000 pada pria dan 4,3/100.000 pada wanita).

Tabel Faktor risiko kanker hati primer

HBV
HCV
Alcohol
Tobacco
OCPs
Aflatoxi
n
Other

Europe
and
United States
Estimat Range
e
22
4-58
60
12-72
45
8-57
12
0-14
10-50
Limited exposure
<5

Japan

Africa and Asia

Estimate

Range

20
63
20
40
-

18-44
48-94
15-33
9-51
-

Estimat
e
60
20
22
8

<5
(sumber emedicine.medscape.com)

Range
40-90
9-56
11-41
-

1.3 Etiologi
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis
multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta
peran onkogen dan gen terkait. Walaupun penyebab pasti hepatoma belum
diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor risiko yang memicu hepatoma,
yaitu:

Virus hepatitis B (HBV)


Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke
dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi
dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif
(quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat
karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh
kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu
oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.

Virus hepatitis C (HCV)


Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian,
disimpulkan bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV
adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap.

Sirosis hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering
terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas,
ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah
suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati,
hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi
darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.

Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan
dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya
ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen
supresor tumor p53.

Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver
disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi
Hepatocelluler Carcinoma (HCC).

Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik
(NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin

dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor


promotif potensial untuk kanker.
7

Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.

Faktor risiko lain


Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih
jarang ditemukan, antara lain:
a

Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer

Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsinalfa1, Wilson disease

Kontrasepsi oral

Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida


organoklorin, asam tanik

1.4 Klasifikasi
Beberapa sistem staging HCC telah diajukan dan dipakai, antara lain
klasifikasi TNM, klasifikasi menurut Okuda, BCLC (Barcelona Clinic Liver
Cancer), CLIP (Cancer ofLiver Italian Program), GRETCH (Group dEtute et de
Traitement du CarcinomeHepatocellulaire), CUPI (Chinese University Prognostic
Index) serta JIS (JapaneseIntegrated Staging).
Klasifikasi menurut TNM disusun oleh The International Cooperative Study
Group on Hepatocellular Carcinoma berdasarkan evaluasi survival dari 557
pasien HCC (lihatTabel 1). Sistem klasifikasi CLIP, GRETCH dan CUPI masingmasing merupakan hasilanalisis multivariat berbagai faktor survival pasien HCC
dalam suatu penelitian kohort.

Okuda dkk. menyadari pentingnya ukuran tumor maupun fungsi hepar sebagai
faktorfaktor terpenting dalam penentuan prognosis HCC, namun penilaian mereka
dalam hal ukuran tumor masih kasar (pembedaan berdasarkan ukuran lebih besar
atau kurang daripada 50% ukuran hepar), sementara pengukuran fungsi hepar
hanya didasarkan pada adanya asites serta pada kadar albumin dan bilirubin serum
(Tabel 2).

Sistem JIS menggunakan skoring klasifikasi klinis Child-Turcotte-Pugh (lihat


Tabel 3) bagi pengukuran fungsi hepar, dan sistem staging TNM untuk penilaian
besar tumor (seperti tergambar pada Tabel 4).

Sistem BCLC (Tabel 5) selain memakai klasifikasi Child-Turcotte-Pugh untuk


menilai fungsi hepar, juga menggunakan kriteria ukuran tumor yang lebih akurat serta
memasukkan kriteria penilaian akan adanya trombosis vena porta. Sistem terakhir ini
dinilai banyak kalangan peneliti sebagai sistem yang cukup lengkap dalam stratifikasi
dan penentuan prognosis pasien HCC. Saat ini American Association for the Study of
LiverDiseases (AASLD) dan European Association for the Study of the Liver (EASL)
telah menyepakati pemakaian system BCLC sebagai sistem staging bersama.

Klasifikasi Child-Pugh

1.5 Patofisiologi

Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut
merupakan proses khas dari sirosis hepatis yang juga merupakan proses dari
pembentukan hepatoma walaupun pada pasien-pasien dengan hepatoma, kelainan
sirosis tidak selalu ada.
Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA
akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan
menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan
menghambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Sel-sel meregenerasi
sel-sel hati yang rusak menjadi nodul-nodul yang ganas sebagai respons dari
adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus nodul sehingga
mulai terbentuk karsinoma hepatoseluler.

Etiologi:
-HBV
-HCV
-Alcohol

Peningkatan perputaran sel


hati yang diinduksi oleh
injury
Regenerasi kronik
Kerusakan oksidatif DNA

Perubahan genetic (perubahan


kromosom,aktifitas onkogenik
selular,inaktivasi gen supresor
tumor,invasi pertumbuhan
angiogenik,aktivasi telomerase)

Transformasi malignan

Menyebar melalui 4 jalur:

1. Pertumbuhan sentrifungal
2. Perluasan parasinusoidal
3. Penyebaran system vena portal
4. Metastasis jauh

Perjalanan penyakit cepat bila tidak segera diobati, sebagian besar pasien
meninggal dalam 3-6 bulan setelah diagnosis. Perjalanan klinis keganasan hati
tidak berbeda diantara pasien yang terinfeksi kedua virus dengan hanya terinfeksi
salah satu virus yaitu HBV dan HCV. Infeksi kronik ini sering menimbulkan
sirosis yang merupakan faktor resiko penting untuk karsinoma hepatoseluler.
Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena
memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada

hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap sulai darah normal
pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV atau HCV akan
mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik (empedu yang
membesar tersumbat oleh tekanan nodul malignan dalam hilus hati) sehingga
menimbulkan nyeri. Hal ini dimanifestasikan dnegan adanya rasa mual dan nyeri
di ulu hati. Sumbatan intrahepatik dapat menimbulkan hambatan pada aliran
portal sehingga tekanan portal akan naik dan terjadi hipertensi portal.
Timbulnya asites karena penurunan sintesa albumin pada proses metabolism
protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotic dna peningkatan cairan atau
penimbunan cairan didalam rongga peritoneum.gangguan metabolism protein
yang mengakibatkan penurunan sintesa fibrinogen protrombin dan terjadi
penurunan faktor pembekuan darah sehinga dapat menimbulkan perdarahan.
Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan duktuli empedu
intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam hati.akibatnya
bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatica, karena terjadi
retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum
mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami
konjugasi (bilirubin direk). Jadi, ikterus yang timbul disini terutama disebabkan
karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin oleh
karena nodul tesebut menyumbat vena portal atau bila jaringan tumor tertanam
dalam ronga peritoneal.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garamgaram empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
Gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein menuebabkan penurunakan
glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga glikogen dalam hepar berkuranh,
glikegenolisis menurun dan glukosa dalam darah berkurang akibatnya timbul
keletihan.
Kerusakan sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi
penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada zat besi,
vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin E, dll. Defiseinsi zat besi dapat
mengakibatkan keletihan , defisiensi vitamin A mengakibatkan gangguan
penglihatan, defisiensi vitamin K mengakibatkan resiko terjadi perdarahan,
defisiensi vitamin D mengakibatkan demineralisasi tulang dan defisiensi vitamin
E berpengaruh pada integritas kulit.

1.6 Manifestasi Klinis


I.

Hepatoma fase subklinis


Fasesubklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda
fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan
teknik pencitraan. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya
adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat
hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma;
pasien pasca reseksi hepatoma primer.

II.

Hepatoma fase klinis


Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi
utama yang sering ditemukan adalah:
a. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering
datang berobat karena kembung dan tidak nyaman atau nyeri samar di
abdomen kanan atas. Nyeri seperti tertusuk, sebagian merasa area hati
terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga
menambah regangan pada kapsul hati.
b. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asitesdan
gangguan fungsi hati.
c. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak GIT,
perut tidak bisa menerima makanan dalamjumlah banyak karena terasa
begah.
d. Letih, berat badan: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganasdan
berkurangnya masukan makanan pada tubuh.
e. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi, metabolit tumor,
jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker,umumnya tidak disertai
menggigil.
f. Ikterus: kuningnya sclera dan kulit, umumnyakarena gangguan fungsi hati,
biasanya sudah stadium lanjut, dapat menyumbat kanker di saluran
empedu atau tumormendesak saluran empedu hingga timbul ikterus
obstruktif.
g. Asites: perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertaiudem kedua
tungkai.
h. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare,nyeri bahu
belakangkanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya,
jugamanifestasi sirosishati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua
hepatik, spidernevi, venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir
hepatoma sering timbulmetastasis paru,tulang dan banyak organ lain.

1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Kriteria diagnosa karsinoma hepatoseluler menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia), yaitu:
1
2
3

Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.


AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 ng/L.
Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann
(CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun
Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya karsinoma
hepatoseluler.
4 Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler.
5 Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan karsinoma
hepatoseluler.
Diagnosa karsinoma hepatoseluler didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima
kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

A. ANAMNESIS
Sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan keluhan
nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul,terus-menerus, kadang-kadang
terasa hebat apabila bergerak. Di samping keluhan nyeri perut ada pula keluhan
seperti benjolan di perut kanan atas tanpa atau dengan nyeri, perut membuncit karena
adanya asites. Dan keluhan yang paling umum yaitu merasa badan semakin lemah,
anoreksia, perasaan lekas kenyang.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik umumnya didapatkan pembesaran hati yang berbenjol, keras,
kadang disertai nyeri tekan.
-

Palpasi menunjukkan adanya gesekan permukaan peritoneum viserale yang


kasar akibat rangsangan dari infiltrat tumor ke permukaan hepar dengan
dinding perut.
Pada auskultasi di atas benjolan kadang ditemukan suatu suara bising aliran
darah karena hipervaskularisasi tumor. Gejala ini menunjukkan fase lanjut
karsinoma hepatoseluler.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)


1 Pemeriksaan darah lengkap, didapatkan :
- Anemia : Hb rendah dapat berhubungan dengan perdarahan dari varises (di
esophagus/intestinal) atau lainnya
- Trombositopenia : dibawah 100.000/mL mengindikasikan hipertensi portal
atau splenomegaly
2 Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus,
terdapat dalam serum darah janin.Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali
muncul.AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular.
Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/L bertahan 2 bulan, tanpa
bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional
kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat
lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.
AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma,
kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca
operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun
hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau
rekurensi tumor.
3

Petanda tumor lainnya


Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifikuntuk diagnosis
sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untukdiagnosis kasus dengan AFP
negatif memiliki nilai rujukan tertemu,yang relatif umum digunakan adalah: desgama karboksi protrombin(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil
transpeptidase (GGT-II),CA19-9, antitripsin, feritin, CEA.

Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B

Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis danlatar belakang
penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsihati, petanda hepatitis B
atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasarpenyakit hati untuk hepatoma, itu
dapat membantu dalam diagnosis.
HbsAg atau anti Hb-C, anti anti HCV untuk mengetahui virus hepatitis B/C dahulu
atau sekarang.
5
6
7
8

Peningkatan saturasi besi (>50%) = Hemochromatosis


-1-antitrypsin rendah (karena defisiensi)
Kadar albumin
Terdapat peningkatan kadar enzim hati (SGOT / SGPT)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG (PENCITRAAN)


1 Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma.
Kegunaan dari USG adalahmemastikan ada tidaknya lesi penempat ruang dalam
hati;dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagaimetode
diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikansifat lesi penempat
ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang padat; membantu memahami
hubungan kanker dengan pembuluhdarah penting dalam hati, berguna dalam
mengarahkan proseduroperasi; membantu memahami penyebaran dan infiltrasi
hepatomadalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan adatidaknya
trombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik;di bawah panduan USG
dapat dilakukan biopsi.

USG karsinoma hepatoseluler, nodul hipoetic

USG HCC: nodul gema bulat

CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi
dan sifat karsinoma hepatoseluler. CT dapat membantu memperjelas diagnosis,
menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya
dengan pembuluh darah, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah penting.
Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT
dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan

lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT
lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm. CT scan sudah dapat
membuat gambar karsinoma dalam 3 dimensi dan 4 dimensi dengan sangat jelas
serta memperlihatkan hubungan karsinoma ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.

MD-CTScan riwayat hepatitis B, tampak nodul HCC

MRI(Magnetic Resonance Imaging)


MRI merupakan teknik pemeriksaan non-radiasi, tidak memakai zat kontras berisi
iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran
empedu dalam hati, juga memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan
hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas terapi. Dengan zat kontras
spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan
angka keberhasilan 55%.
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran
CT scan yang meragukan atau pada pasien yang mempunyai kontraindikasi
pemberian zat. MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance
Angiography (MRA).

MRI HCC tampak lesi dengan diamer 2,5cm


hipervaskular kecil

HCC

multipel

Angiografi arteri hepatica


Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan
pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker
yang sebenarnya.Karsinoma terlihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai
dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih
besar.Angiografi memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.Lebih lengkap
lagi bila dilakukan CT scan yang dapat memperjelas batas antara kanker dan
jaringan sehat di sekitarnya.

Gambaran : angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan multipel


karsinomahepatoseluler sebelum terapi (kiri), dan sesudah terapi (kanan)
menunjukkan penurunan vaskular dan respon terapi.
5 PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) merupakan alat diagnosis karsinoma
menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa karsinoma dengan cepat
dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang
terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium HCC sehingga
tindakan lanjut penanganan karsinoma ini serta pengobatannya menjadi lebih
mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase dari karsinoma itu sendiri.
STADIUM HEPATOCELLULAR CARCINOMA
Beberapa sistem staging HCC telah diajukan dan dipakai, antara lain
klasifikasi TNM, klasifikasi menurut Okuda, BCLC (Barcelona Clinic Liver Cancer),

CLIP (Cancer ofLiver Italian Program), GRETCH (Group dEtute et de Traitement


du CarcinomeHepatocellulaire), CUPI (Chinese University Prognostic Index) serta
JIS (JapaneseIntegrated Staging).
Klasifikasi menurut TNM disusun oleh The International Cooperative Study
Group on Hepatocellular Carcinoma berdasarkan evaluasi survival dari 557 pasien
HCC (lihatTabel 1).Sistem klasifikasi CLIP, GRETCH dan CUPI masing-masing
merupakan hasilanalisis multivariat berbagai faktor survival pasien HCC dalam suatu
penelitian kohort.

Okuda dkk. menyadari pentingnya ukuran tumor maupun fungsi hepar sebagai
faktorfaktor terpenting dalam penentuan prognosis HCC, namun penilaian mereka
dalam hal ukuran tumor masih kasar (pembedaan berdasarkan ukuran lebih besar atau
kurang daripada 50% ukuran hepar), sementara pengukuran fungsi hepar hanya
didasarkan pada adanya asites serta pada kadar albumin dan bilirubin serum (Tabel 2).

Sistem JIS menggunakan skoring klasifikasi klinis Child-Turcotte-Pugh (lihat


Tabel 3) bagi pengukuran fungsi hepar, dan sistem staging TNM untuk penilaian besar
tumor (seperti tergambar pada Tabel 4).

Sistem BCLC (Tabel 5) selain memakai klasifikasi Child-Turcotte-Pugh untuk


menilai fungsi hepar, juga menggunakan kriteria ukuran tumor yang lebih akurat serta

memasukkan kriteria penilaian akan adanya trombosis vena porta. Sistem terakhir ini
dinilai banyak kalangan peneliti sebagai sistem yang cukup lengkap dalam stratifikasi
dan penentuan prognosis pasien HCC. Saat ini American Association for the Study of
LiverDiseases (AASLD) dan European Association for the Study of the Liver (EASL)
telah menyepakati pemakaian sistem BCLC sebagai sistem staging bersama.

STANDAR DIAGNOSIS
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor telah menetapkan
standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati membesar,
keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi
penempat ruang karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis
pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma
atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9) positif serta satu
pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesipenempat ruang karakteristik hepatoma.

(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapatkepastian lesi metastatik


ekstrahepatik (termasuk asites hemoragismakroskopik atau di dalamnya ditemukan sel
ganas) serta dapat menyingkirkan hepatoma metastatik.
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer
la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpametastasis kelenjar
limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm,di separuh hati,
tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjarlimfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh
hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan <5 cm, di kedua belahan hati kiri dan
kanan, tanpa emboli tumor,tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh;
Child A.
lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati,
atau tumor multipel dengan diameter gabungan >5 cm, di kedua belahan hati kiri dan
kanan, tanpa emboli tumor,tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh;
Child A.Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatic atau saluran
empedu dan/atau Child B.
Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluhutama vena porta
atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfeperitoneal atau jauh, salah satu
daripadanya; Child A atau B.
Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis;Child C.
Tabel. Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)
Points
Variables

i. Jumlah Tumor

Single

Multipl
e

<50

>50

Ukuran tumor pada Hepar yang <50


menggantikan hepar normal (%)a
ii. Nilai Child-Pugh

iii. -Fetoprotein level (ng/mL)

<400

400

iv. Trombosis Vena Porta (CT)

No

Yes

a = Luas tumor pada hati


Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.

DIAGNOSIS BANDING
1

Hemangioma

Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya


subkapsular pada konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang
berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan bercak-bercak ekogenik soliter
dengan batas licin berbatas tegas. Pada foto polos biasanya memperlihatkan kapsul
berkalsifikasi.
2

Abses hepar
Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar,
kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan
adanya bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular
yang makin lama makin bertambah tebal.9

Gambar Abses hepar

Tumor metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah
kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat

berupa struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan
hati normal.8

Gambar Metastasis pada hati dari kanker paru-paru

1.8 Penatalaksanaan
Pemilihan pengobatan kanker hati ini sangat tergantung pada hasil
pemeriksaan radiologi. Sebelum ditentukan pilihan pengobatan hendaklah
dipastikan besarnya ukuran kanker, spesifik lokasi kanker, lesi kanker serta
ada tidaknya penyebaran ke tempat lain. Berikut pengobatan yang
dilakukan pada penderita kanker hati yaitu :
A Terapi Operasi
1

Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi
hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien
sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya
gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi
tindakan ini adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus
atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat
mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi. Kontraindikasi absolut
bagi reseksi adalah adanya metastasis jauh, trombosis vena porta utama, atau
adanya trombosis vena cava inferior. Penyebab tersering mortalitas
pascaoperasi adalah kegagalan hati, perdarahan, serta komplikasi sepsis, yang
dapat diperkecil kemungkinannya dengan seleksi pasien secara baik.
Pengembangan teknik operasi memungkinkan diangkatnya jaringan hepar
yang mengandung nodul HCC secara selektif dengan teknik segmentektomi,
atau bahkan secara superselektif dengan subsegmentektomi (tindakan ini dapat
dikerjakan dengan panduan USG intraoperasi, yang dikenal sebagai prosedur
Makuuchi)

Transplantasi Hati

Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan


menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca
transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di
luar transplant. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang
kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm. Untuk
seleksi pasien HCC calon penerima transplan, secara umum digunakan kriteria
Milan, yaitu pasien dengan lesi tunggal berukuran 5 cm, atau lesi kurang
dari 3 buah dan masing-masing berukuran 3 cm. Di Eropa, Barcelona Clinic
Liver Cancer Staging and Treatment Approach telah menyusun bagan alur
klasifikasi HCC beserta penatalaksanaannya. Berdasarkan kriteria BCLC,
pasien HCC dibagi menjadi stadium sangat dini, dini, menengah, lanjut, dan
terminal. Transplantasi hati diperuntukkan pasien HCC stadium sangat dini
dengan peningkatan tekanan vena porta dan stadium dini tanpa penyulit.
Pasien HCC penerima transplantasi hati sesuai algoritma ini dilaporkan
memiliki angka survival lima tahun sebesar 60-70%
3

Terapi Operatif non Reseksi


Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi,
dapat dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat
melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi,
kemoterapi melalui keteter vena porta saat operasi, ligasi arteri hepatika,
koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi,
krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser energi tinggi saat
operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.3

B Terapi Lokal
1

Ablasi radiofrekuensi (RFA)


Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa
ini. Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi
radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatifn panas,
denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA
menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat
membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif.

Injeksi alkohol (etanol) absolut intratumor perkutan (PEI)


Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan,
ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk
hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi adjuvant pasca
kemoembolisasi arteri hepatik.3 Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah
timbulnya nyeri abdomen yang dapat terjadi akibat kebocoran etanol ke
dalam rongga peritoneal. Kontraindikasi PEI meliputi adanya asites yang
masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang semua dapat meningkatkan
risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca-tindakan. Angka survival 3
tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani dengan
PEI dilaporkan sebesar 70%.

C Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan


Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara
terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang
tidak sesuai dioperasi reseksi. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah
dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi
iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah
terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara
keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang
tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi,
hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat
direseksi, pasca reseksi hepatoma, suksek terdapat residif, dll.
D Kemoterapi
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi
sistemik kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC,
karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll.3
Kemoterapi Sistemik
Banyak studi yang meneliti terapi sistemik untuk HCC, khususnya pada
pasien yang inoperabel, dan banyak pula yang hasilnya tidak terlalu
menggembirakan. Terapi kemoterapi sistemik yang diberikan dapat
digolongkan ke dalam beberapa kelompok, antara lain:
a. Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin,
cisplatin, 5-fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine,
irinotecan, nolatrexed)

b. Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi
hepatosit, dan secara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat
antiestrogen, tamoxifen, dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor
estrogen di hepar. Namun hasil studi random fase III yang dilakukan oleh
Barbare ternyata tidak menunjukkan peningkatan survival.
c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide)
Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor nonendokrin, dan sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin. Karena itu
analog somatostatin dipakai untuk menangani pasien dengan HCC yang
lanjut. Sebuah penelitian random awal oleh Kouroumalis dkk.
menunjukkan perbaikan survival pada pasien yang diberi terapi ocreotide
secara subkutan, namun studi lainnya oleh Becker dkk. menunjukkan
tidak ada peningkatan survival pada pemberian ocreotide aksi lama
(lanreotide).

d. Terapi dengan thalidomide (sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan


epirubicin atau interferon)
Thalidomide yang awalnya dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai
sedatif, baru-baru ini dievaluasi ulang perannya untuk obat antikanker.
Penggunaannya pada pasien HCC lanjut terutama berdasarkan efek antiangiogeniknya. Studi fase II telah dibuat untuk mengukur kemangkusan
thalidomide sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan
epirubicin atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas
pada pengobatan HCC.
e. Terapi interferon
Interferon yang biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan
untuk pengobatan HCC. Mekanisme terapinya ada beberapa, meliputi
efek langsung antivirus, efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi
langsung maupun tak langsung.Beberapa studi awal menunjukkan
pemberian interferon dosis tinggi meningkatkan angka survival, namun
ada toksisitas karena obat pada penerimanya. Penelitian lain
menunjukkan bahwa pemberian interferon dosis rendah tidak
menunjukkan efek perbaikan yang bermakna.
f. Molecularly targeted therapy
Erlotinib yang merupakan inhibitor tirosin-kinase yang bekerja pada
reseptor EGF (epidermal growth factor), menunjukkan kemangkusan
sebagai pengobatan HCC lanjut. Sunitinib adalah inhibitor tirosin-kinase
multitarget dengan kemampuan antiangiogenesis pula. Sebuah studi fase
II memperlihatkan pemberian sunitinib pada pasien HCC yang inoperabel
memberikan hasil survival keseluruhan sebesar 9,8 bulan.(46) Sorafenib
adalah inhibitor multi-kinase oral yang menghambat proliferasi sel tumor
dengan membidik jalur sinyal intrasel pada tingkat Raf-1 dan B-raf serintreonin-kinase dan juga menghasilkan efek anti-angiogenik dengan
membidik reseptor EGF (endothelial growth factor) 1, 2, dan 3 serta
reseptor platelet derived growth factor dari tirosin-kinase beta. Obat ini
cukup mahal, namun manfaat klinisnya masih sangat terbatas.
E Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif
terlokalisasi, medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis
hati tidak parah, pasien dapat mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya
digunakan secara bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri
hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus
metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat
mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioterapi
internal terhadap hepatoma.
Klasifikasi Radioterapi:

Terapi Radiasi Eksterna

Terapi Radiasi Interna menggunakan selective internal radiotherapy


(SIRT) dengan radioisotop

SIRT dengan 90Ytrium microsphere

Berikut bagan alur penatalaksanaan hepatoma (HCC)

The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCL\C) approach to hepatocellular carcinoma management. Adapted from Llovet JM, Fuster
J, Bruix J, Barcelona-Clinic Liver Cancer Group. The Barcelona approach: diagnosis, staging, and treatment of hepatocellular
carcinoma. Liver Transpl. Feb 2004;10(2 Suppl 1):S115-20.

Stage 0 = reseksi.
Stage A = terapi radikal (reseksi, transplantasi hati, atau pengobatan
perkutan).
Stage B = terapi kemoembolisasi.
Stage C = pasien dengan stadium lanjut kemungkinan mendapatkan agen
baru dalam randomized controlled trials (RCTs).
Sedangkan pada stage D = pasien dengan stadium akhir akan menerima
pengobatan simptomatik.

1.9 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi adalah:
1. Metastasis
2. Ruptur
Insiden ruptur spontan hepatoma mencapai 11% 26% di negara-negara
timur, sedangkan di negara-negara barat hanya mencapai 2% 3%. Tanda
-tanda rupture spontan hepatoma sering didapat hanya dengan tanda-tanda
seperti nyeri perut kanan bawah karena darah turun mengikuti Para colic
gutter kanan. Tetapi dapat juga dengan tanda-tanda darah dalam peritoneum
dan syok hemoragik. Sakit perut di kanan atas yang tiba-tiba merupakan
pertanda terjadinya rupture.Tumor yang akan rupture terletak dekat permukaan
dan dapat di deteksi dengan CT Scan yang tampak menmonjol keluar. Ruptur
terjadi karena arteri kehilangan elastin dan degradasi dari kolagen. Terapi
dahulu di lakukan dengan tindakan agresif operasi / reseksi hati, tetapi angka
kematiannya tinggi.

Komplikasi Hepatoma paling sering adalah perdarahan varises esofagus, koma


hepatik, koma hipoglikemi, ruptur tumor, infeksi sekunder, metastase ke organ
lain.(Sjamsuhidajat, 2004).
Sedangkan menurut Suratun (2010 : hlm 301) komplikasi dari kanker hati
adalah:
a. Perdarahan berhubungan dengan perubahan pada faktor pembekuan
b. Fistulabiliaris.
c. Infeksi pada luka operasi.
d. Masalah pulmonal.
e. Anoreksia dan diare merupakan efek yang merugikan dari pemakaian
agens kemoterapiyang spesifik 5-FU dan FUDR.
f. Ikterik dan asites jika penyakit sudah pada tahap lanjut

1.10

Pencegahan
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan terhadap orang
yang belum terpapar faktor risiko. Pencegahan yang dilakukan antara lain :
1. Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta konsumsi
makanan dengan gizi seimbang.
2. Hindari makanan tinggi lemak dan makanan yang mengandung bahan
pengawet/ pewarna.
3. Konsumsi vitamin A, C, E, B kompleks dan suplemen yang bersifat
antioksidan, peningkat daya tahan tubuh.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan terhadap orang
yang sudah terpapar faktor risiko agar tidak sakit. Pencegahan primer yang
dilakukan antara lain dengan :
1. Memberikan imunisasi hepatitis B bagi bayi segera setelah lahir sehingga
pada generasi berikutnya virus hepatitis B dapat dibasmi.
2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang virus hepatitis
(faktor-faktor risiko kanker hati) sehingga kejadian kanker hati dapat
dicegah melalui perilaku hidup sehat.
3. Menghindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol karena
alkohol akan semakin meningkatkan risiko terkena kanker hati.
4. Menghindari makanan yang tersimpan lama atau berjamur karena berisiko
mengandung jamur Aspergillus flavus yang dapat menjadi faktor risiko
terjadinya kanker hati.

5. Membatasi konsumsi sumber radikal bebas agar dapat menekan


perkembangan sel kanker dan meningkatkan konsumsi antioksidan sebagai
pelawan kanker sekaligus mangandung zat gizi pemacu kekebalan tubuh.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang
sudah sakit agar lekas sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui
diagnosis dini dan pengobatan yang tepat.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu berupa perawatan terhadap
penderita kanker hati melalui pengaturan pola makan, pemberian suplemen
pendukung penyembuhan kanker, dan cara hidup sehat agar dapat mencegah
kekambuhan setelah operasi.

1.11

Prognosis

Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/
ganda dan penyakit hati stadium lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan
penerapan terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi, dan PEI).

Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati, dan intervensi spesifik
mempengaruhi prognosis pasien HCC.
Jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3 bulan. Kausa
kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas,
koma hepatic dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama
ialah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul,
derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll.

LI 2 Memahami dan menjelaskan Hukum Transplantasi Menurut Pandangan


Islam
Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung
dan ada pula yang menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan
menggabungkan hukum-hukum dari beberapa sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006)
dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:
Transplantasi organ ketika masih hidup
Pendapat 1 : Hukumnya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk
keperluan medis (pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat.
Dalil 1 : Firman Allah SWT Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri,
sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu ( Q.S.An-Nisa:4:29) dan Firman
Allah SWT Dan Janganlah kamu jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat
baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (Q.S.AlBaqarah :2:195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk membunuh
dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan
kebinasaan. Sedangkan orang yang mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara
tidak langsung telah melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan
kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat demikian, manusia hanya disuruh
untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas.
Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik
organ tubuh manusia Adalah Allah swt.
Pendapat 2 : Hukumnya jaiz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu.
Dalil 2 : Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk
menyelamatkan hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas
kebaikan sesuai firman Allah swt Dan saling tolong menolonglah kamu dalam
kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong monolong dalam perbuatan
dosa dan permusuhan (Qs.Al-maidah 2).

Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi namun


memiliki kehendak atas apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya, ditambah lagi
bahwa Allah telah memberikan kepada manusia hak untuk mengambil manfaat dari
tubuhnya, selama tidak membawa kepada kehancuran, kebinasaan dan kematian
dirinya (QS. An-Nisa 29 dan al-Baqarah 95). Oleh karena itu, sesungguhnya
memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah (boleh)
dengan dalil
Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma
Pendapat : Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup,
meskipun dalam keadaan koma, hukumnyaharam.
Dalil : Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat
membawa kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada
kemudlaratan merupakan perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad
saw Tidak boleh melakukan pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh
ada kemudlaratan
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem
mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu berada ditangan Allah SWT.
Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat
kematianorang lain, meskipun mengurangi atau menghilangkan penderitaan pasien.
Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal
Pendapat 1 : Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi
atas tubuh manusia merupakan hal yang terlarang.
Dalil : Ada beberapa perintah Al-Quran dan Hadist yang melarang. Diantara hadist
yang terkenal, yaitu:
Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan
mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik manusia tapi
merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki
hak untuk mendonorkannya kepada orang lain.

Pendapat 2: Hukumnya Boleh.


Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa Apabila bertemu dua hal yang
mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan
madharat yang paling besar dengan melakukan perbuatan yang paling ringan
madharatnya dari dua madharat.

Selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat
sebagai penghinaan kepadanya.
Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam
Islam, pendapat yang muncul tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan lainnya,
bahkan ada yang saling bertolak belakang, meski menggunakan sumber-sumber yang
sama. Dalam pembahasan ini akan disampaikan beberapa pandangan yang cukup
terkenal, dan alasan-alasan yang mendukung dan menentang transplantasi organ,
menurut aziz dalam beranda, yaitu:
Pandangan yang menentang pencangkokan organ.
Ada tiga alasan yang mendasar, yaitu:
a)

Kesucian hidup/tubuh manusia

Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah
yang jelas mengenai ini dalam Al-Quran. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan)
Nabi Muhammad yang terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya
manipulasi atas tubuh manusia, meskipun sudah menjadi mayat, Mematahkan tulang
mayat seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan tulang
orang itu ketika ia masih hidup
b)

Tubuh manusia adalah amanah

Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman
dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tidak boleh untuk merusak
pinjaman yang diberikan oleh Allah SWT.

c)

Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata

Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk


dicangkokkan pada tubuh orang lain, disini tubuh dianggap sebagai benda material
semata yang bagian-bagiannya bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ketubuh
seseorang.
Pandangan yang mendukung pencangkokan organ
Ada beberapa dasar, antara lain:
a)

Kesejahteraan publik (maslahah)

Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada
beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya
untuk menyelamatkan hidup manusia yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum
Islam. Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang mesti diperhatikan, yaitu
(1) Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada alternatif lain untuk
menyelamatkan nyawa, (2) derajat keberhasilannya cukup tinggi ada persetujuan dari
pemilik organ asli (atau ahli warisnya), (3) penerima organ sudah tahu persis segala
implikasi pencangkokan ( informed consent )
b)

Altruisme

Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu manusia lain khususnya
sesama muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang
amat tinggi (tentu ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk
tindakannya), dan karenanya dianjurkan

DAFTAR PUSTAKA
Budihussodo, Unggul. 2006. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi keIV. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Guyton, dan Hall. 2007. Hati Sebagai Organ. Dalam Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC
Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma.
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview

Diakses

dari

Price Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Pennyakit Edisi 6


Volume 1, Jakarta : Buku Kedokteran EGC.2006.p.476
Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 22.
Jakarta : EGC
Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses
dari http:// www. Kalbe. co. id / files / cdk/ files/ 08_150 Hepatoma
Hepatorenal.pdf/08_150_HepatomaHepatorenal.html

Anda mungkin juga menyukai

  • Anestesi Inhalasi
    Anestesi Inhalasi
    Dokumen21 halaman
    Anestesi Inhalasi
    Jose Hady Putera
    100% (4)
  • Baca Foto
    Baca Foto
    Dokumen27 halaman
    Baca Foto
    Latoya Shop
    100% (2)
  • HGCBB
    HGCBB
    Dokumen49 halaman
    HGCBB
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • BDHDJ
    BDHDJ
    Dokumen3 halaman
    BDHDJ
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • JDJSJSJSJSK
    JDJSJSJSJSK
    Dokumen22 halaman
    JDJSJSJSJSK
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • JDJSJSJSJSK
    JDJSJSJSJSK
    Dokumen22 halaman
    JDJSJSJSJSK
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • LRah
    LRah
    Dokumen50 halaman
    LRah
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • JDJSJSJSJSK
    JDJSJSJSJSK
    Dokumen22 halaman
    JDJSJSJSJSK
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • Shshjsjakakks
    Shshjsjakakks
    Dokumen29 halaman
    Shshjsjakakks
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • Rangkuman OSCE
    Rangkuman OSCE
    Dokumen81 halaman
    Rangkuman OSCE
    Alfonso Tjakra
    100% (2)
  • Skill Lab 2-7 PDF
    Skill Lab 2-7 PDF
    Dokumen86 halaman
    Skill Lab 2-7 PDF
    Anonymous 3ktnNj
    Belum ada peringkat
  • SK 2 Kedkom
    SK 2 Kedkom
    Dokumen2 halaman
    SK 2 Kedkom
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • HGCBB
    HGCBB
    Dokumen49 halaman
    HGCBB
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • JDJSJSJSJSK
    JDJSJSJSJSK
    Dokumen22 halaman
    JDJSJSJSJSK
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • Arsip NMR 20 Pancaindera
    Arsip NMR 20 Pancaindera
    Dokumen1 halaman
    Arsip NMR 20 Pancaindera
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • HDFFDG Bergdghxfrhgfhvnn
    HDFFDG Bergdghxfrhgfhvnn
    Dokumen17 halaman
    HDFFDG Bergdghxfrhgfhvnn
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Eksfoliativa Generalisata
    Dermatitis Eksfoliativa Generalisata
    Dokumen11 halaman
    Dermatitis Eksfoliativa Generalisata
    Ricky Jawwa
    Belum ada peringkat
  • SK 2 Kedkom
    SK 2 Kedkom
    Dokumen2 halaman
    SK 2 Kedkom
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • Kmbfasbgfkjbdsiu
    Kmbfasbgfkjbdsiu
    Dokumen41 halaman
    Kmbfasbgfkjbdsiu
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • sk2 Endokrin
    sk2 Endokrin
    Dokumen37 halaman
    sk2 Endokrin
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • SK 2 Kedkom
    SK 2 Kedkom
    Dokumen2 halaman
    SK 2 Kedkom
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • Nyeri Perut Kanan Atas - Skenario 2 Neoplasia
    Nyeri Perut Kanan Atas - Skenario 2 Neoplasia
    Dokumen25 halaman
    Nyeri Perut Kanan Atas - Skenario 2 Neoplasia
    Medya Septina
    Belum ada peringkat
  • Evidence Based Medicine
    Evidence Based Medicine
    Dokumen24 halaman
    Evidence Based Medicine
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • Aksdfkladsjnkldsklvcnjslk
    Aksdfkladsjnkldsklvcnjslk
    Dokumen32 halaman
    Aksdfkladsjnkldsklvcnjslk
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • sk2 Endokrin
    sk2 Endokrin
    Dokumen37 halaman
    sk2 Endokrin
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • SK 1 Neoplasia
    SK 1 Neoplasia
    Dokumen24 halaman
    SK 1 Neoplasia
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen31 halaman
    Jurnal
    rusmunira
    100% (1)
  • Ugkgkgkugkug
    Ugkgkgkugkug
    Dokumen6 halaman
    Ugkgkgkugkug
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat
  • Makroskopik
    Makroskopik
    Dokumen4 halaman
    Makroskopik
    Hamdan Muhammad
    Belum ada peringkat