Anda di halaman 1dari 11

Laporan Kasus

DERMATITIS EKSFOLIATIVA GENERALISATA


dr. Riana Miranda Sinaga, SpKK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i


PENDAHULUAN ....................................................................................................................1
LAPORAN KASUS ..................................................................................................................2
DISKUSI ...................................................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................9

DERMATITIS EKSFOLIATIVA GENERALISATA

PENDAHULUAN
Dermatitis eksfoliativa generalisata (DEG) adalah suatu kelainan kulit dengan gejala
berupa eritema dan skuama generalisata yang melibatkan lebih dari 90% permukaan kulit
penderita. 1,2,3 Nama lain penyakit ini adalah pitiriasis rubra (Hebra), eritroderma (Wilson-Brocq),
dan eritema skarlatiniform.4 Istilah eritroderma digunakan apabila eritema kulit hanya disertai
sedikit atau tanpa skuama, sedangkan istilah dermatitis eksfoliativa digunakan apabila dijumpai
skuama yang cukup dominan pada kulit eritema.5,6 Penyakit ini adalah kasus yang jarang
meskipun mudah dikenali dan merupakan kondisi kulit yang serius. Pada sebagian besar serial
kasus, laki-laki melebihi wanita dengan proporsi 2-4:1 dengan umur rata-rata 40-60 tahun.
Penyakit ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu, DEG primer/idiopatik (20%) dengan penyebab
tidak diketahui dan DEG sekunder (80%) dengan penyebab diketahui, antara lain karena
perluasan penyakit kulit yang telah ada sebelumnya, obat-obatan, gangguan dasar atau penyakit
sistemik lainnya. 1,2,3,4
Untuk menemukan penyebabnya ditentukan berdasarkan anamnesis yang cermat terhadap
riwayat penyakit terdahulu serta gambaran klinis yang khas, karena tidak ada cara untuk
menentukan penyebab yang definitif. Pemeriksaan histopatologi tidak dapat membedakan
penyebab DEG secara pasti. Spesimen biopsi dari DEG cenderung memperlihatkan gambaran
yang non spesifik. Penemuan ini sering menutupi gambaran histologis dari penyakit yang
mendasarinya.4 Sebagian besar penyebab DEG adalah akibat perluasan penyakit kulit
sebelumnya seperti dermatitis kontak, psoriasis, dermatitis seboroik, pemphigus foliaceus,
dermatitis atopik, pityriasis rubra pilaris, erupsi obat, limfoma, infeksi skabies, dermatofitosis,
dan lain-lain.1,2,3,7,8
Gejala awal berupa bercak eritematosa yang berkembang menjadi eritema generalisata.
Skuama putih atau kuning akan muncul 2-6 hari setelah onset eritema. Sedangkan gejala klinis
lainnya yang bisa dijumpai adalah pruritus, gangguan termoregulasi, takikardi, edema perifer,
limfadenopati, hepatomegali dan splenomegali.1,2,3,8
Perjalanan klinis dan prognosis DEG bervariasi, bergantung pada etiologi dasar.2
Pengobatan awal DEG adalah dengan penggantian cairan dan elektrolit, yang kadang-kadang
memerlukan penanganan rawat inap. Obat yang diduga sebagai pencetus dihentikan, pemberian

suplemen folat dan diet tinggi protein. Pemberian steroid sistemik dapat membantu pada
beberapa kasus, kemudian pemberian obat topikal pada kulit meliputi pemberian emolien sebagai
pelembab, dan steroid topikal potensi ringan-sedang. Pemberian antihistamin diberikan bila ada
keluhan pruritus, sedangkan antibiotika sistemik tetap diberikan pada penderita yang terbukti
atau tidak terbukti mengalami infeksi sekunder.1,2,3,8

LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki, 58 tahun, suku Batak, datang ke Poliklinik IKKK RS.Pirngadi Medan
tanggal 10-12-2009 dengan keluhan hampir seluruh kulit di kepala, muka, badan, tangan dan
kaki mengelupas dan mengering, disertai rasa gatal dan panas, yang dialami pasien sejak 2
minggu yang lalu. Awalnya hanya berupa bercak merah setempat di kedua tangan, tetapi
semakin lama semakin bertambah parah hingga muncul sisik-sisik kasar dan mengelupas hampir
pada seluruh tubuh. Sebelum timbulnya bercak-bercak merah pasien pergi ke pemandian air
panas yang mengandung belerang. Dan hampir kurang lebih 2 kali seminggu dalam 2 minggu
terakhir pasien pergi ke pemandian air panas tersebut. Pasien pernah menggunakan obat-obatan
tradisional untuk penyakit yang dikeluhkannya,

tetapi tidak ada perbaikan dan semakin

bertambah parah.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum pasien sedikit lemah, status gizi: cukup,
suhu badan sub febril.
Pemeriksaan status dermatologis: pada regio scalp, fasialis, colli, thoracalis, vertebralis,
brachialis dextra et sinistra, pedis dextra et sinistra dijumpai makula eritematosa yang luas
dengan skuama halus hingga terlihat eksfoliatif.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin Hb: 9,5 gr%, leukosit: 14.500/mm2, LED: 30/mm3.
Pada hitung jenis sel: kesan eosinofilia.
Pemeriksaan histopatologi dijumpai adanya hiperkeratosis, parakeratotik, akantosis
dengan rete ridges memanjang, serta dijumpai infiltrasi radang kronis.
Diagnosis banding penyakit ini adalah Dermatitis eksfoliativa generalisata, Dermatitis
eksfoliativa psoriatik, Dermatitis eksfoliastiva seboroik. Diagnosis kerja: Dermatitis eksfoliativa
generalisata.
Penatalaksanaan DEG pada pasien ini adalah dengan pemberian kortikosteroid oral yaitu
metil prednisolon dengan dosis 3 x 16 mg, topikal yaitu emolien berupa urea dan kortikosteroid

topikal potensi sedang yaitu mometason furoate. Dan diberikan antibiotik eritromisin 3x 500mg,
anti piretik paracetamol 3x500 mg , antihistamin mebhydrolin napadysilate 3x sehari, vitamin
asam folat 1x sehari
Pada kontrol ulang setelah 7 hari kemudian, skuama sudah banyak berkurang dan hampir
tidak tampak lagi dan lesi eritematosa sudah banyak berkurang. Keluhan gatal dan rasa panas
juga tidak dirasakan oleh pasien. Pengobatan dengan kortikosteroid oral tetap diberikan dan di
turunkan secara bertahap, pemberian antibiotik dihentikan, sedangkan pengobatan secara topikal
tetap diteruskan pada lesi yang masih tampak.
Pada kontrol ulang setelah 14 hari kemudian, makula eritema dan skuama tidak dijumpai
lagi.
Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad funtionam ad bonam, quo ad sanationam ad
bonam.

DISKUSI
Diagnosis DEG ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan dermatologis
serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan histopatologi.
Berdasarkan anamnesis pasien mengeluh kulit bersisik, mengelupas pada seluruh kulit di
tubuh yang disertai rasa gatal dan panas yang sebelumnya pasien mandi air panas yang
mengandung belerang serta menggunakan obat tradisional hal ini sesuai dengan kepustakaan
bahwa DEG sering dicetuskan oleh penyakit yang mendasarinya atau yang telah ada sebelumnya
(hampir 52% kasus DE), oleh karena itu adalah penting untuk menentukan etiologi dengan
anamnesis secara detail terhadap riwayat penyakit penderita, penyakit keluarga, dan pemakaian
obat-obatan.1
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum pasien sedikit lemah, status gizi: cukup,
suhu badan sub febril. Berdasarkan kepustakaan, gejala sistemik pasien DEG berupa demam atau
menggigil, sakit kepala, dehidrasi, hepatomegali, edema, takikardia dan anemia.1,2,3
Pemeriksaan status dermatologis: pada regio scalp, fasialis, colli, thoracalis, vertebralis,
brachialis dextra et sinistra, pedis dextra et sinistra dijumpai makula eritematosa yang luas
dengan skuama halus hingga terlihat eksfoliatif. Menurut kepustakaan, lesi DEG berupa makula
eritematosa dengan skuama generalisata diatasnya, yang melibatkan >90% permukaan kulit
penderita.1,2,3 Meskipun etiologi DEG cukup bervariasi, namun gambaran dermatologisnya

hampir sama yaitu eritema generalisata dan terbentuk skuama hingga eksfoliatif dimulai dari satu
regio hingga menyebar luas ke regio lainnya seiring waktu, disertai rasa hangat atau panas,
edema, gatal.1
Pemeriksaan laboratorium darah rutin Hb: 9,5 gr%, leukosit: 14500/mm2, LED: 30/mm.
Pada hitung jenis sel: kesan eosinofilia. Menurut kepustakaan, pemeriksaan laboratorium tidak
ada yang spesifik ,namun biasanya terjadi anemia, peningkatan sel leukosit, hitung jenis sel :
eosinofil meningkat, dan peningkatan laju endap darah.
Pemeriksaan histopatologi: hiperkeratosis, parakeratotik, akantosis dengan rete ridges
memanjang, serta dijumpai infiltrasi radang kronis, berdasarkan kepustakaan bahwa pada DEG
dari hasil histopatologi sering didapatkan gambaran yang tidak spesifik. Penemuan ini sering
menutupi gambaran histopatologi dari penyakit yang mendasarinya.1,4
Diagnosis banding penyakit ini adalah Dermatitis eksfoliativa generalisata, Dermatitis
eksfoliativa psoriatik, Dermatitis eksfoliastiva seboroik, dengan diagnosis kerja: Dermatitis
eksfoliativa generalisata. Menurut kepustakaan, gambaran klinis Dermatitis eksfoliativa akibat
psoriasis didukung dengan adanya riwayat psoriasis, plak psoriasis terbatas yang khas dan
adanya gejala akibat psoriasis di tempat lain seperti kelainan kuku, sedangkan dermatitis
eksfoliativa akibat dermatitis seboroik biasanya berwarna kekuningan dan berminyak disertai
rambut rontok, hal ini tidak ditemukan pada pasien, oleh karena itu setiap kasus DEG harus
dicari penyebabnya sehingga pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh. Selain itu, pada
kasus ini, dengan penghentian pencetusnya, biasanya kelainan kulit akan membaik dalam
beberapa minggu hingga bulan, meskipun dapat juga terjadi secara kronik atau menetap.1,4
Penatalaksanaan DEG pada pasien ini adalah dengan pemberian kortikosteroid oral yaitu
metil prednisolon dengan dosis 3 x 16 mg ,pemberian terapi topikal yang diberikan adalah
pemberian emolien berupa urea dan kortikosteroid topikal potensi sedang yaitu mometason
furoate. Menurut kepustakaan, pengobatan kortikosteroid oral seperti prednison digunakan untuk
menginduksi perbaikan tetapi bukan untuk terapi pemeliharaan, dengan dosis 40-60 mg per hari
dan kemudian diturunkan secara bertahap.8 Pengobatan topikal pasien DEG adalah dengan
pemberian emolien, selanjutnya steroid topikal potensi sedang. Kortikosteroid topikal potensi
ringan dan sedang berfungsi mengendalikan inflamasi yang terjadi, sedangkan emolien yang
digunakan dengan jumlah yang banyak akan membuat kulit menjadi lembut dan lembab,
mempermudah penetrasi bahan aktif, serta dapat mengembalikan fungsi barrier kulit.1,2,3,8

Untuk mengatasi infeksi sekunder, diberikan antibiotik eritromisin 3x 500mg, anti piretik
paracetamol 3x500 mg , antihistamin mebhydrolin napadysilate 3x sehari, vitamin asam folat 1x
sehari. Menurut kepustakaan, antibiotik sistemik dibutuhkan untuk penderita DEG dengan
adanya bukti infeksi sekunder lokal dan sistemik. Namun, penderita DEG tanpa bukti infeksi
sekunder juga bermanfaat diberikan antibiotik sistemik, oleh karena apabila terjadi kolonisasi
bakteri akibat absorbsi transkutaneus yang berlebihan bisa mencetuskan eksaserbasi
DE. Pemberian antipiretika dan antihistamin diberikan secara simptomatis.1,2,3
Pada pasien ini juga diberikan suplemen vitamin berupa asam folat. Menurut kepustakaan,
asam folat akan membantu mengganti kehilangan nutrisi.1,2,3
Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad funtionam ad bonam, quo ad sanationam ad
bonam. Menurut kepustakaan, prognosis tergantung pada etiologi yang mendasari nya. Jika
penyebab dapat disingkirkan atau diperbaiki maka secara umum prognosisnya sangat baik.1,2,8

Pasien datang :

Kontrol I (1 minggu setelah pengobatan):

Kontrol II (2 minggu setelah pengobatan) :

DAFTAR PUSTAKA

1. Grant-Kels MJ, Bernstein LM, Rothe JM. Exfoliative

Dermatitis. In: Fitzpatricks

th

Dermatology In General Medicine, 7 Ed, Vol.1, 2008;p.225-32.


2.

Erythroderma. Dermanet NZ, 2009.


In : http://dermnetnz.org/reactions/erythroderma.html

3. Umar SH, Kelly AP. Erytroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis),


2009.In: http://emedicine.medscape.com/article/1106906
4. AS Nyoman, A.Andri , W Made, SA Made, S P IGA. Karakteristik Penderita
Eritroderma di RS Sanglah. FK Universitas Udayana, RS Sanglah Denpasar; 2009.p.1-5
5. Thomson AM, Berth-Jones J. Erythroderma and Exfoliative Dermatitis. In: LifeThreatening Dermatoses and Emergencies in Dermatology, Springer-Verlag Berlin
Heidelberg, 2009; p.79-87.
6. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Erythroderma/exfoliative dermatitis. In: Clinical
Dermatology, 4th Ed, Blackwell Publishing, 2008;p.78-9.
7. Isnain H, Hutomo M, Soehardjo S. Aspek Klinis dan Histopatologis pada Eritroderma.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr.Soetomo, 2000; Vol.12, No.2,
p.132
8. McKoy K. Exfoliative Dermatitis (Erythroderma),2009.Merck In :
http://www.merck.com/mmpe/sec10/ch114/ch114d.html

Anda mungkin juga menyukai