PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus eritroderma pada anak perempuan usia 10 tahun
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis yang ditemukan
pada pasien. Dimana pada anamnesis didapatkan eritematosa berskuama sejak 2
bulan sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya mengalami kemerahan yang
menyebar di seluruh tubuh dan kulit terlihat pecah-pecah terasa gatal dan nyeri.
Pada pemeriksaan dermatologis pasien ditemukan eritema dan skuama
universalis dan di dapatkan pasien meminum 0bat yang kemungkinan eritroderma
terjadi akibat alergi obat sistemik, adanya demam pada pasien yang kemungkinan
karena adanya infeksi sekunder, serta akibat gangguan termoregulasi pasien
mudah mengalami kedinginan dan menggigil untuk mendapatkan panas mekanik.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap dapat temukan meningkatnya sel darah putih akibat adanya infeksi
bakteri. Eosinophilia dapat dikaitkan dengan banyak reaksi obat, dermatitis kontak
alergi, atau bulosa pemfigoid. Pada pasien ini ditemukan meningkatnya leukosit
yang menandakan adanya infeksi sekunder, dan adanya eosinophilia yang
menguatkan etiologi pada pasien karena alergi obat sistemik.
Penatalaksanaan pada pasien diberikan secara medikamentosa dan non-
medikamentosa. Penatalaksanaan medikamentosa pada hari pertama kulit
diberikan obat per oral cetirizin 1 x 10 mg dan paracetamol 3 x 500mg , obat
secara intravena metilprednisolon 2 x 125 mg, omeprazole 2 x 40mg, serta obat
topikal Desoksimethasone + asam fusidat . Untuk tatalaksana non-medikamentosa
yaitu obat yang diduga sebagai penyebab akibat alergi obat sistemik harus segera
dihentikan. Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, Karena
terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Hilangnya termoregulasi
suhu akan terjadi menggigil dan suhu hemostasis membutuhkan pemanasan
selimut.
20
DAFTAR PUSTAKA
21