I;
PENDAHULUAN
II;
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Suhu
Dinamaika laut regional dan suhu permukaan laut merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi parameter secara langsung dan mempengaruhi
kehidupan organisme-organisme yang hidup diperairan laut. Perubahan suhu pada
perairan akan mempengaruhi metabolisme, reproduksi dan distribusi organisme
ikan di laut (Nibakken dalam Endriyani dkk, 2014).
Suhu adalah salah satu faktor penting bagi kehidupan organisme-organisme
dalam perairan, karena suhu dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun
perkembangbiakan dari organisme-organisme dalam perairan (Ayu dkk, 2010).
William Ditmar (2010), dalam Bukunya Budidaya 22 Komoditas Laut
menjelaskan bahwa suhu pada perairan dapat mempengaruhi aktivitas
metabolisme bagi biota- biota, sehingga penyebaran organisme baik di perairan
laut maupun di perairan tawar, dibatasi oleh suhu perairan, karena suhu
berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan organisme air. Secara umum,
laju pertumbuhan organisme dalam perairan dengan kebersamaan laju kenaikan
suhu yang drastis dapat menekan kehidupan organisme sehingga dapat
menyebabkan kematian. Kisaran suhu yang optimal bagi kehidupan organisme
khususnya di perairan laut yaitu, berkisar antara 24-32 0C.
2.2 Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempunyai peran penting bagi
penyebaran organisme diperairan laut dan oksigen sebagai faktor pembatas dalam
penentuan organisme didalam air (Jumirti dkk, 2014). Secara umum, distribusi
salinitas dilapisan tercampur permukaan, sehingga menunjukan nilai relatif lebih
rendah dari pada dilapisan dalam perairan laut (Nurhayati dalam Jumirti dkk,
2014).
Pernyataan William Ditmar, 2010 dalam Buku Budidaya 22 Komoditas Laut
menyatakan bahwa salinitas merupakan suatu konsentrasi pada rata-rata seluruh
laut garam yang terdapat didalam air laut. Konsentrasi garam-garam pada air laut
memiliki jumlah yang relatif sama. Salinitas pada perairan samudera berkisar
antara 34-35 ppt, sehingga pada kisaran ini dapat ditemukan biota yang hidup di
terumbu karang, dan sebagian biota dapat memasuki kawasan estuari dan
ekosistem mangrove yang salinitasnya rendah atau berubah-ubah.
Pasang surut air laut adalah suatu pergerakan naik turunnya permukaan air
laut secara berkala berupa naik turunnya permukaan air laut yang diakibatkan
gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap massa air laut. Menurut Ongkosongo
dan Suyarso dalam Oktaviani, dkk. (2014) menyatakan bahwa secara umum ada 4
tipe pasut di perairan indonesia, yaitu pasang surut harian ganda (semi diurnal
tide), pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang surut campuran condong
ke harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal) dan pasang surut campuran
condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal).
2.4 Arus
Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang sering terjadi pada seluruh
lautan. Gelombang. Menurut Dahuri dalam Rampengan (2009)
menyatakan
bahwa salah satu terbentuknya arus ialah pasang surut yaitu dapat mencapai
kecepatan 2 knot (sekitar 1 m/detik) dengan arah yang bisa saja berbalik 180
derajat dalam kurun waktu tertentu.
Perairan Indonesia Timur terletak pada persimpangan pergerakan massa air
yang berasal dari Arus Monsun Indonesia dan Arus Lintas Indonesia, dimana
sirkulasi pada Monsun Barat di Selat Makassar menunjukkan bahwa alirannya
mengarah ke selatan dan membelok ke timur melalui Selat Flores dan Laut Banda.
Arus bagian Laut Banda membelok ke arah utara dan timur laut menuju Samudera
Pasifik dan Laut Arafuru. Sedangkan sirkulasi pada Monsun Timur di Selat
Makassar mengalir ke selatan dan membelok ke bagian barat menuju Laut Jawa.
Arus yang berada diantara kepulauan Maluku dan Pulau Irian Jaya menuju ke arah
barat daya dan diteruskan ke Laut Jawa serta arus di Laut Arafuru dan Laut Banda
sebagian besarnya menuju Samudera Hindia (Wrytki, dalam Rizal dkk., 2009).
2.5 Ekosistem
2.5.1; Mangrove
bilang memiliki potensi yang sangat besar bagi kehidupan. Hal ini yang
menyebabkan nilai ekonomis dari tumbuhan ini sangat tinggi, tetapi sangat rendah
terhadap kerusakan mangrove (Novianty, 2011).
Mangrove mengalami kerusakan karena adanya perubahan fisik dan faktor
yang menyebabkan kerusakan bagi mangrove sendiri yakni akibat faktor alam dan
aktifitas dari mansia (Akbar dalam Rahman 2012).
2.5.2; Lamun
melainkan secara berkoloni. Selain itu terumbu karang merupakan salah satu
ekosistem bagi sumberdaya laut yang sangat penting bagi kehidupan biota
perairan laut karena terumbu karang merupakan salah satu tempat hidup bagi
organisme laut misalnya ikan ikan kecil untuk melindungi diri dari predator
(Iyor dalam Darmanhuri, 2003).
Eksosistem terumbu karang sangat rentan dan mudah mengalami
kerusakan yang di sebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam an aktifitas
manusia. Faktor alam
Faktor yang di sebabkan karena ulah manusia yaitu seperti pencemaran, bom atau
peledak yang di gunakan untuk menangkap ikan, dan pariwisata yang di lakukan
dalam perairan laut yang dapat mengganggu ekosistem perairan (Darmanhuri,
2003)
Terumbu karag memiliki peran penting bagi habitat biota laut sebagai
merupakan makanan bagi organisme. Selain itu terumbu karang juga merupakan
substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa organ dan sebagai
penghalang bagi air laut (Dahuri, 2003 dalam Sudiono, 2008).
III;
METODE PRAKTIKUM
Peralatan yang digunakan dalam praktek lapang ini terdapat pada tabel 1
berikut. Rubah redaksinya dan minimal 2 kalimat untuk menjadi paragraph.
Tabel 1. Peralatan Praktek Lapang
No
Nama Alat
Kegunaan
Termometer
Refraktometer
Stopwatch
Kamera
Bahan bahan yang digunakan dalam praktek lapang ini ialah air laut
sebagai bahan/objek utama dan aquades sebagai bahan pendukung dan pembersih
alat saat pengamatan salinitas.
III.3.2;........................................................................................................................ Salin
itas
Tahapan kegiatan yang dilakukan terhadap pengamatan salinitas ialah
mengambil sampel (air laut), lalu membersihkan refraktometer dengan tissue ke
arah bawah yang kemudian ditetesi dengan aquades pada bagian prisma dan day
light plate lalu dibersihkan kembali dengan tissue. Selanjutnya sampel (air laut)
diteteskan pada bagian prisma sekitar 1 3 tetes dan skala dilihat ditempat yang
terdapat cahaya, lalu nilainya dicatat. Kemudian kaca dan prisma dibilas dengan
aquades dan dikeringkan dengan tissue dan refraktometer disimpan ditempat yang
kering. Kebanyakan kata lalu kreatif dong
10
III.3.3;........................................................................................................................ Pasa
ng Surut
Tahapan kegiatan yang dilakukan terhadap pengamatan pasang surut ialah
mempersiapkan dua papan pasut (kayu), dimana papan pasut (kayu) pertama
dipasang pada pesisir pantai dengan ketentuan saat pasang tertinggi tidak
terendam air dan saat surut terendah papan pasut (kayu) masih tergenang oleh air,
tanah dan dasar laut tempat didirikannya papan (kayu) harus stabil. Sedangkan
papan pasut (kayu) kedua dipasang 50 meter dari jarak papan pasut (kayu)
pertama. Selanjutnya pengamatan pasang surut dilakukan selama 1 kali 24 jam,
lalu mengukur pasang surut dengan menggunakan meteran dan mencatat skala
pasang surut.
III.3.4;........................................................................................................................ Arus
11
III.4.2;........................................................................................................................ Salin
itas
Pengolahan data pengamatan salinitas dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Excell dengan mencari nilai maksimum (tertinggi), nilai minimum
(terendah) dan nilai rata-rata. Adapun hasil pengolahan data dapat dilihat pada
lampiran (Tabel 3).
III.4.3;........................................................................................................................ Pasa
ng Surut
Pengolahan data pengamatan pasang surut dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Excell dengan mencari nilai maksimum (tertinggi), nilai minimum
(terendah) dan nilai rata-rata. Adapun hasil pengolahan data dapat dilihat pada
lampiran (Tabel 4).
III.4.4;........................................................................................................................ Arus
12
V=
s
t
13
IV;
IV.1;........................................................................................................................... Gam
14
IV.2;........................................................................................................................... Suhu
15
16.00 WITA sebesar 31OC dan suhu terendah diperoleh pada pukul 21.00 WITA
dan 05.00 WITA sebesar 26 OC. Sambung saja, namun dengan redaksi pengantar
yang enak dibaca
Hadikusumah (2008) menyatakan bahwa perubahan suhu pada perairan laut
disebabkan oleh faktor keseimbangan kalor dan keseimbangan masa air dilapisan
permukaan laut. Faktor meterologi yang mengatur keseimbangan penguapan, suhu
udara, penyinaran matahari dan suhu permukaan air laut, sehingga hal ini dapat
mempengaruhi perubahan suhu pada perairan. Raharjo dan Sanusi dalam Jumiarti
dkk, (2014) menyatakan menambahkan bahwa suhu air laut terutama pada lapisan
permukaan ditentukan oleh pemanasan matahari yang intensitasnya berubah-ubah
setiap waktu.
IV.3;........................................................................................................................... Salin
itas
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, hasil yang diperoleh terhadap
pengamatan salinitas dapat dilihat pada gambar 3 sebagai berikut :
16
17
IV.4;........................................................................................................................... Pasa
ng Surut
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, hasil yang diperoleh terhadap
pengamatan pasang surut dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut :
18
IV.5;........................................................................................................................... Arus
19
dipermukaan antara monsun barat, monsun timur dan monsun peralihan berbeda
(Rasyid, 2010).
Hubungan diantara arus dan pasang surut akan menyebabkan kecepatan arus
yang terjadi pada perairan akan semakin cepat dan lambat, dimana ketika terjadi
pasang maka kecepatan arus semakin kecil dan ketika terjadi pasang surut maka
kecepatan arus semakin besar. Sugianto, (2009) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa kecepatan arus yang terjadi pada suatu perairan akan berhubungan erat
dengan arus dan pasang surut, dimana kecepatan arus yang memiliki nilai yang
20
lebih besar atau maksimal terjadi ketika kondisi muka laut surut dan apabila
terjadi pasang maka kecepatan arus semakin kecil. Arus yang terjadi pada perairan
laut diakibatkan oleh gelombang yang datang menuju pantai (nearshore current)
dan ombak yang membentur pantai secara miring serta gelombang yang terbentuk
dari gelombang yang datang menuju garis pantai (Loupatty, 2013).
Massa air pada perairan laut Indonesia memiliki perairan yang kompleks
karena adanya monsun dan topografi perairan yang beragam. Indonesia memiliki
dua sistem arus utama yaitu, Arus Monsoon Indonesia (ARMONDO) dan Arus
Lintas Indonesia (ARLINDO). Armondo berada di wilayah barat, sedangkan
ARLINDO berada diwilayah tengah dan timur perairan indonesia. Pengamatan
yang dilakukan berada pada lokasi ARLINDO dimana sirkulasi arus di perairan
Indonesia Timur terletak pada persimpangan pergerakan masa air yang datang
melalui Arus Monsun Indonesia dan Arus Lintas Indonesia. Oleh karena itu,
hubungan konstanta pada Arus Lintang Indonesia menuju samudra pasifik yaitu,
sirkulasi pada perairan Indonesia Timur pada monsun barat di selat Makassar
yang memperlihatkan aliran arus keselatan dan membelok ke timur melewati Selat
Flores dan Laut Banda menuju Samudera Pasifik dan Laut Arafuru (Setiawan
dkk, 2009).
IV.6;........................................................................................................................... Ekos
istem
IV.6.1;......................................................................................................................... Man
grove
21
IV.6.2;......................................................................................................................... Lam
un
Pengamatan yang dilakukan pada perairan pantai pusat laut terdapat banyak
tumbuhan lamun. Tumbuhan lamun berfungsi dapat memberikan nutrien yang
melalui daun dan akarnya. Tumbuhan lamun pada umumnya di daerah tropis,
konsentrasi nutrien yang di berikan di dalam perairan akan terlarut dalam air
dengan nutrien yang agak rendah. Pertumbuhan lamun di perairan pantai pusat
laut yang berlimpah banyak di sebabkan karena ketersediaan zat hara fosfat, nitrat
dan amonium, sehingga tumbuhan lamun dalam perairan dapat menentukan fungsi
dan peran dalam perairan yang ada di pantai pusat laut. Selain itu, ketersediaan
unsur hara mikro dalam perairan dapat menyebabkan ekosistem tumbuhan lamun
dapat bereproduksi banyak.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Erftemeijer dalam Paulina dkk,
(2011) bahwa pertumbuhan, morfologi, kelimpahan dan produksi primer pada
22
tumbuhan lamun suatu perairan umumnya dapat ditentukan oleh ketersediaan zat
hara fisfat, nitrat, dan amonium yang memilki peran penting dalam menentukan
fungsi padang lamun. Saleh dalam Paulina dkk, (2011) juga menyatakan
banyaknya unsur hara mikro seperti besi, mangan dan tembaga dalam ekosistem
perairan dapt menentukan faktor banyaknya pertumbuhan tanaman lamun dalam
perairan.
IV.6.3;......................................................................................................................... Teru
mbu Karang
Terumbu karang di pesisir pantai pusat laut merupakan kawasan yang
berfungsi sebagai tempat berlindungnya organisme-organisme dalam peraian.
Adanya terumbu karang dalam perairan dapat menghambat arus yang tinggi
sampai kepesisir pantai. Oleh karena itu, saat pengamatan arus pada perairan pusat
laut hasil yang diperoleh bahwa arus tidak begitu deras akibat adanya terumbu
karang yang dapat menahan atau menghambat sebagian besar arus yang
menembus sampai ke pesisir pantai. Terumbu karang yang ada di perairan pusat
laut dimanfaatkan sebagai parawisata bahari dan tempat penelitian-penelitian.
Damanhuri (2003) menyatakan bahwa terumbu karang dalam perairan akan
tumbuh secara koloni yang sangat komplek yang disebut dengan ekosistem
terumbu karang. Terumbu karang dimanfaatkan sebagai sumberdaya alam laut
yang sangat penting bagi organisme-organisme air untuk melangsungkan
hidupnya. Selain itu, terumbu karang juga memiliki peran penting dalam
perlindungan pantai dari abrasi gempuran ombak, menstabilkan keliling pulaupulau dan garis pantai dari kikisan ombak yang sangat kuat.
23
24
V;
V.1; Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa dapat ditarik kesimpulan yakni suhu
yang berada di lokasi pengamatan berkisar antara 26 0C 310C dan salinitas yang
diperoleh berkisar 32 ppm 35 ppm. Sedangkan titik nyata yang diperoleh pasang
surut ialah sebesar 57 cm dengan tipe pasang surut harian ganda (semi diurnal
tides), serta kecepatan arus berkisar antara 0,005 m/s 0,058 m/s.
Hal tersebut menunjukkan bahwa lokasi pengamatan masih tergolong produktif.
Ekosistem laut yang ditemukan terdiri dari mangrove, lamun, dan terumbu
karang. Mangrove yang berada dilokasi pengamatan hanya sebagian kecil yang
hidup, banyak ditemukan tumbuhan lamun dalam perairan, sedangkan terumbu
karang yang terdapat di pesisir pantai pusat laut sebagian besar dapat dijumpai,
hal ini dapat difungsikan sebagai salah satu perlindungan pantai dari abrasi
gempuran ombak.
V.2; Saran
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, R.A.D, Sukojo, B.M, Jelani, L.M. 2010. Studi Perubahan Suhu Permukaan
Laut Menggunakan Satelit Aqua Modis. Program Studi Teknik Geomatika
ITS-Sukolilo. Surabaya. (1-7)
Darmanhuri. H. 2003. Terumbu Karang. Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan
Pesisr. Universitas Bung Hatta. Padang. Mangrove dan Pesisir, 3 (2) : (3339).
Endriyani. A. R., Lumban. G. J., Mei. L. M. 2014. Pemetaan Suhu Permukaan
Laut dari Satelit di Perairan Indonesia untuk Mendukung One Map
Policy. Seminar Nasional Penginderaan Jauh. (433-442)
Hadikusumah. 2009. Karakteristik Gelombang dan Arus di Eretan, Indramayu.
Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. Makara, Sains,
13(2) : (163-172).
Haikal. V. M., Taofiqurahman. A., dan Riyantini. I. 2012. Analisis Massa Air di
Perairan Maluku Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(1) : (1-10).
Haruddin, A., Purwanto, E. Budiastuti, S. 2011. Dampak Kerusakan Ekosistem
Terumbu Karang Terhadap Hasil Penangkapan Ikan Oleh Nelayan Secara
Tradisional Di Pulau Siompu Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara
Jurnal EKOSAINS,3 (3) : (29-41).
Jumirti., Pratomo.A., Apdillah. D. 2014. Pola Sebaran dan Suhu di Perairan Teluk
Riau Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Program Studi Ilmu
Kelautan, FKIP UMRAH.
Loupatty. G. 2013. Karakteristik Energi Gelombang dan Arus Perairan di Provinsi
Maluku. Jurnal Barekeng, 7 (1) : (19 22).
Musrifin. 2011. Analisis Pasang Surut Perairan Muara Sungai Mesjid Dumai.
Jurnal Perikanan dan Kelautan, 16 (1) : (48-55).
Novianty. R., Sastrawibawa. S., Prihadi, D.J. 2011. Identifikasi Kerusakan dan
Upaya Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pantai Utara Kabupaten
Subang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran.
Jatinangor.
Oktaviani. N. A., Jumarang. M. I., Ihwan. A. 2014. Kajian Elevasi Muka Air Laut
di Perairan Indonesia pada Kondisi El Nino dan La Nina. Prisma Fisika, 2
(1) : (6- 10).
27
Patty, I. S. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas Dan Oksigen Terlarut Di Perairan Kema,
Sulawesi Utara. Jurnal Imiah Platax, 1 (3) : (148-157)
Rahman. 2012. Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Desa Dongko
Kecamatan Dampal Selatan Kabupaten Toli-toli. E- Jurnal Geo-Tadulako.
Universitas Tadulako. Palu.
Rasyid. J. A. 2011. Pemetaan Pola Pergerakan Arus Permukaan pada Musim
Peralihan Timur Barat Diperairan Spermonde. Globe, 13 (1) : (814).
Rizal, S., Setiawan, I., Muhammad, Iskandar, T., dan Wahid, M. A. 2009. Simulasi
Pola Arus Baroklinik di Perairan Indonesia Timur dengan Model Numerik
Tiga-dimensi. Jurnal Matematika dan Sains, 14 (4) : (113-119).
Setiawan. I., Rizal. S., Muhammad., Iskandar. T., Wahid. A. M. 2009. Simulasi
Pola Arus Baroklinik di Perairan Indonesia Timur dengan Model Numerik
Tiga-dimensi. Pusat Kelautan Banda Aceh. Jurnal Matematika dan Sains, 14
(4) : (113-119).
Siswanto, A. D., dan Nugraha, W. A. 2014. Studi Parameter Oseanografi di
Perairan Selat Madura Kabupaten Bangkalan. Program Studi Ilmu Kelautan
Universitas Trunojoyo Madura. Jurnal Kelautan, 7 (1) : (41-45).
Sudiono. G. 2008. Analisis Pengelolaan Terumbu Karang pada Kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan dan Sekitarnya
Kabupaten Bangkayang Provinsi Kalimantan Barat. Tesis. Program
Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro. (1-153).
Sugianto. D. N. 2009. Kajian Kondisi Hidrodinamika (Pasang Surut, Arus, dan
Gelombang) di Perairan Grati Pasuruan, Jawa Timur. ILMU KELAUTAN.
Juni 2009. vol. 14 (2) : 66-75.
Tahril., Noor. A., Taba. P., Nafie. L. N. 2009. Peta Asam Lemak Berbagai Spesias
Lamun (Seagrass) di Pantai Kabupaten Donggala). Staf Pengajaran Kimia
PMIPA, Universitas Tadulako, Palu. Jurnal Chemica, 10 (1) : (71-79).
Tahril, Taba, P., Nafie L.N, Noor, A. 2011. Analisis Besi dalam Ekosistem Lamun
dan Hubungannya dengan Sifat Fisikokimia Perairan Pantai Kabupaten
Donggala. Jurnal Natur Indonesia, 13 (2) : (105-111).
William Ditmar. 2010. Budidaya 22 Komoditas Laut. Jakarta. Penerbit Erlangga.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran lampiran
Lampiran 1. Tabel pengamatan suhu dan salinitas
Tertukar
posisinya
1; Pengolahan Data
Waktu
Longitude (E)
o
Latitude (S)
o
Suhu ( C)
Salinitas
(ppm)
17.00
0 4233,85
119 3959,43
28
34
18.00
0o4233,85
119o3959,43
19.00
0 4233,85
o
29
35
29
32,5
119 3959,43
20.00
0 4233,85
119 3959,43
29
34
21.00
0o4233,85
119o3959,43
26
34
22.00
0o4233,85
119o3959,43
27
34
23.00
0 4233,85
119 3959,43
27
35
00.00
0o4233,85
119o3959,43
27
35
01.00
0o4233,85
119o3959,43
29
34
10
02.00
0 4233,85
119 3959,43
28
34
11
03.00
0o4233,85
119o3959,43
28
34
12
04.00
0o4233,85
119o3959,43
13
05.00
0 4233,85
o
28
33
26
33
119 3959,43
14
06.00
0 4233,85
119 3959,43
27
33
15
07.00
0o4233,85
119o3959,43
16
08.00
0 4233,85
o
27
32
27
34
119 3959,43
17
09.00
0 4233,85
119 3959,43
28
33
18
10.00
0o4233,85
119o3959,43
19
11.00
0 4233,85
o
30
33
29
33
119 3959,43
20
12.00
0 4233,85
119 3959,43
30
34
21
13.00
0o4233,85
119o3959,43
30
34
22
14.00
0o4233,85
119o3959,43
31
34
31
33
23
15.00
0 4233,85
119 3959,43
30
24
16.00
0o4233,85
119o3959,43
Rata-rata
Lampiran 2. Tabel pengamatan pasang surut
31
28,4166667
33
33,6458333
Longutude (E)
o
Latitude (S)
o
Keterangan
17.00
0 4233,85
119 3959,43
18.00
0o4233,85
119o3959,43
19.00
0o4233,85
119o3959,43
41
20.00
0 4233,85
119 3959,43
67
21.00
0o4233,85
119o3959,43
86
22.00
0o4233,85
119o3959,43
86
23.00
0 4233,85
119 3959,43
89
00.00
0o4233,85
119o3959,43
53
01.00
0o4233,85
119o3959,43
29
10
02.00
0 4233,85
119 3959,43
11
11
03.00
0o4233,85
119o3959,43
-22
12
04.00
0o4233,85
119o3959,43
13
05.00
0 4233,85
o
-25
-20
119 3959,43
14
06.00
0 4233,85
119 3959,43
-19
15
07.00
0o4233,85
119o3959,43
-14
16
08.00
0 4233,85
o
27
119 3959,43
17
09.00
0 4233,85
119 3959,43
53
18
10.00
0o4233,85
119o3959,43
57
19
11.00
0o4233,85
119o3959,43
67
20
12.00
0 4233,85
119 3959,43
64
21
13.00
0o4233,85
119o3959,43
77
22
14.00
0o4233,85
119o3959,43
51
23
15.00
0 4233,85
119 3959,43
30
24 16.00
0o4233,85
Rata-rata
Pasang terendah 7 cm
Pasang tertinggi 89 cm
119o3959,43
27
+
34,625
31
Surut terendah 25 cm
Diperoleh titik nyata 57 cm (tidak pasut)
Lampiran 3. Tabel.
Longutude (E)
Latitude (S)
Kecepatan (m/s)
Arah (+/-)
17.00
0o4233,85
119o3959,43
0,021
21.00
0o4233,85
119o3959,43
01.00
0 4233,85
o
0,017
0,058
119 3959,43
05.00
0 4233,85
119 3959,43
0,005
09.00
0o4233,85
119o3959,43
0,023
0,054
0,029666667
6
13.00
0 4233,85
Rata-rata
Beri keterangan dari (+-)
119 3959,43
Lampiran 4. Dokumetasi .
2;
Dokumentasi Praktek
Pengamatan Salinitas
Pengukuran Suhu
32