Anastesi Pediatri
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan
Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung
Dokter Pembimbing :
dr. Uud Saputro, Sp.An
Disusun Oleh :
Wila Fajariyantika
(20110310129)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI
RSUD TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
Anestesia pada bayi dan anak berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka
bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa, anestesia
anak dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum melakukan anestesia karena alas an itu
anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah
berpengalaman.
1
Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi akibat puasa lama atu sulit
minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal, evaporasi (Insensible water loss), tranduksi atau
sekuestrasi cairan ke dalam lumen usus atau kompartemen tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia
sangat mudah terjadi karena luas permukaan tubuh dan kompartemen atau volume cairan ekstra
seluler relative lebih besar serta fingsu ginjal belum matang.
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3 jam, jam I 50% dan jam II, III
maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi dapat dipantau melalui produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam),
berat jenis urin (<1,010)
Premedikasi
Sulfas Atropine
Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran, Isofluran, suksinil cholin atau
eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal 0,1 mg dan maksimal 0,5 mg. lebih digemari secara
intravena dengan pengenceran. Hati-hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan umumnya jelek.
Penenang
Tidak dianjurkan, karena susunan saraf pusat belum berkembang, mudah terjadi depresi, kecuali
pasca anestesi dirawat diruang perawatan intensif.
Masa Anestesi
Induksi
Pada waktu induksi sebaiknya ada yang membantu. Usahakan agar berjalan dengan trauma sekecil
mungkin. Umumnya induksi inhalasi dengan Halotan-O2 atau Halotan-O2/N2O.
Intubasi
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis tinggi dengan bentuk
U. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal kepala karena occiputnya menonjol.
Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya. Hati-hati bahwa
bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid. Waktu intubasi perlu pembantu guna
memegang kepala. Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada
keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi
sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi premature. Yang berpendapat
dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan dapat ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan
menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot. Pelumpuh otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2
mg/kg secara iv atau im.
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan tanpa cuff. Untuk
premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya
menggunakan pipa trachea yang paling besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit longgar sehingga
dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit bocor.
Pemeliharaan Anestesi
Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali. Pada umunya menggunakan gas anestesi N2O/O2
dengan kombinasi halotan, enfluran, isofluran ataupun sevofluran. Pelumpuh otot golongan non depol
sangat sensitive sehingga harus diencerkan dan pemberiannya secara sedikit demi sedikit
Pengakhiran Anestesia
Pembersihan sekret dalam rongga hidung dan mulut dilakukan secara hati-hati. Pemberian O2 100%
selama 5-15 menit setelah agent dihentikan. Bila masih ada pengaruh obat pelumpuh obat non-depol,
dapat dilakukan penetralan dengan neostigmin (0,04 mg/kg) bersama atropin (0,02 mg/kg). kemudian
dilakukan ekstubasi.
Anastesi pada Anak
Penerapan Anestesi Pada Pediatri
Tahap Pra Bedah
Kunjungan pra-anestesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jam sebelum tindakan
anestesia. Perkenalan dengan orang tua penderita .sangat penting untuk memberi penjelasan
mengenai masalah pembedahan dan anestesia yang akan dilakukan. Pada kunjungan tersebut kita
mengadakan penilaian tentang keadaan. umum, keadaan fisik dan mental penderita.
Indikasi , Keuntungan dan Kerugian pada Premedikasi
Pasien anak-anak yang memerlukan premedikasi dan sedasi untuk membuat mereka menjadi
kooperatif, adalah yang termasuk di bawah ini:
1.
Anak-anak yang memiliki riwayat operasi sebelumnya sehingga menjadi terlalu takut akan
ketidaknyamanan akan perawatan di rumah sakit dan operasi berikutnya.
2.
Anak-anak di bawah usia sekolah yang tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya secara
mudah, dimana ahli anestesi merasa kehadiran orang tuanya pada saat induksi tidak akan
menguntungkan.
3.
4.
Keadaan-keadaan dimana induksi harus dilakukan tanpa ada usaha perlawanan dari ataupun
sikap tidak kooperatif, atau menangis dari sang anak.
5.
Remaja yang menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi. Remaja sering merasa ketakutan
akan kehilangan penampilan tubuhnya, kematian.
Riwayat apnoe, obstruksi, merupakan kontraindikasi yang absolute. Anak-anak yang memiliki
kelainan seperti di bawah ini harus diperlakukan secara berhati-hati dalam pemberian premedikasi:
1. Hipertropi Adenoid
Seorang anak dengan hipertropi adenoid memiliki resiko lebih besar untuk mengalami obstruksi jalan
nafas dari tingkat sedang sampai parah. Komplikasi yang sama juga dapat dialami oleh anak-anak
yang memiliki hipertropi tonsil.
2. Macroglossia Fungsional
Baik karena sindrom hipertropi lidah ataupun syndrome hipomandibularisme relative, obstruksi jalan
nafas merupakan komplikasi potensial pada pasien-pasien ini.
3. Pasien dengan Kelainan Neurologi
Respon dari anak yang mengalami kelainan neurology berbeda-beda. Dapat terjadi aspirasi,
diskoordinasi menelan, batuk, yang membuat kelompok anak-anak yang memiliki kelainan ini sulit
diramalkan sewaktu diberikan sedasi, bahkan dengan dosis yang telah dikurangi.
4. Distrofi muscular.
Pasien pada kelompok ini , bila mereka menggunakan kursi roda, dokter harus lebih berhati-hati ,
terutama terhadap efek depresi respiratorik.
5. Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kg
Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kg tidak memerlukan sedasi pre operasi, karena mereka dapat
dipisahkan dengan mudah dari orang tuanya dengan tingkat kecemasan yang rendah,. Onset , durasi,
efek samping obat-obatan terhadap anak-anak ini tak dapat diramalkan.
Cara Pemberian Obat
Banyak cara pemberian obat dalam premedikasi. Oral dan rectal merupakan cara yang sering
dipilih. Meskipn begitu, bukan berarti kedua cara di atas merupakan cara yang paling aman, dimana
tidak dapat diramalkan karena fluktuasi dari bioavalabilitas dan substansi first past effect.
a. Cara Oral
Biasanya merupakan cara yang paling dapat diterima. Hal-hal yang perlu diperhatikan berupa jumlah
obat , onset, durasi, tingkah laku selama penyembuhan, interaksi dengan obat lain, dan efek samping.
Kadang kala anak membuang kembali obat yang telah ditelan. Biasanya ini terjadi karena kurang
kooperatifnya anak ataupun kurang lembutnya sikap sang premedikator. Obat-obat yang sering
digunakan per-oral dapat dilihat pada table 5. 5
Nama Obat
Agen
Cara
Dosis
Onset (menit)
Efek
Benzodiazepi
Midazolam
Pemberian
Oral
0,3-
15-30
Depresi
Diazepam
Nasal
0,7mg/kgBB
5-10
system
0,1-
pernafasan,
0,2mg/kgBB
eksitasi
postoperative
5
Dissosiatif
Ketamin
Oral
3-8mg/kgBB
10-15
eksitasi
Eksitasi
IM
2-5mg/kgBB
2-5
Meningkatka
n TD, tekanan
intra
Opioids
cranial
Morfin
IM
0,1-0,2
15-30
meningkat
Depresi
Meperidin
IM
mg/kgBB
15-30
system
Fentanil
oral
0,5-1
5-15
pernafasan
mg/kgBB
Depresi
10-15
system
g/kgBB
pernafasan
Depresi sitem
Barbiturat
Pentobarbital
Oral
3mg/kgBB
60
pernafasan
Eksitasi
Tiopental
Rectal
30mg/kgBB
5-10
postoperative
yang
memanjang
Depresi
system
pernafasan,
Eksitasi
postoperative
yang
Antikolinergik
H2 Antagonis
Atropin
Oral
20g/kgBB
15-30
memanjang
Flushing
Scopolamin
IM
20g/kgBB
5-15
Mulut kering
IV
10-
30
Rasa gembira
IM
20g/kgBB
15-30
halusinasi
Cimetidine
Oral
20g/kgBB
7,5mg/kgBB
60
Ranitidine
Oral
2 mg/kgBB
60
Obat makan yang sering digunakan. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5mg/kgBB sampai
20mg/kgBB. Dosis ini hamper selalu efektif dan mempunyai batas aman yang luas. Efek sedasi dan
hilangnya cemas dapat timbul 10 menit setelah pemberian. Patel dan Meakin 5 telah membandingkan
midazolam oral dan diazepam-droperidol sampai trimeprazine, dan mendapatkan hasil yang lebih baik
pada pre-operatif dan post-operatif pada midazolam dalam menghilangkan kecemasan dan
menimbulkan efek sedasi.
a.2.Fentanyl
Telah banyak berhasil digunakan. Memiliki efikasi yang sama dengan obat oral cair
meperidine, diazepam dan atropine. Namun efek samping yang tak dapat diramalkan berupa depresi
pernafsan, pruritus dan mual muntah merupakan kerugian sehingga tidak diterima secara universal.
a.3.Ketamin
Bentuk oral merupakan alternative yang popular. Gutstein dan koleganya membandingkan
efek placebo dari 3 sampai 6 mg/kgBB dari ketamin oral. Ketamin tidak berefek terhadap depresi
pernafasan, dan takikardi. Ketamin juga dapat diberikan bersamaan dengan permen pada dosis 56mg/kgbb tanpa hambatan.
a.4. Barbiturat
Telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai obat premedikasi. Memiliki onset of action
yang lambat, dan durasi yang lama. Pentobarbital 3mg/kgBB sampai 30mg/kgBB memiliki onset satu
jam dan durasi samapai 6 jam 5 .Kerugiannya adalah efek sedasi yang panjang dan tidak cocok untuk
pembedahan yang singkat atau emergensi yang memerlukan persiapan yang cepat.
b. Cara Nasal
Premedikasi Intranasal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tetes dan inhalasi. Dosis yang tepat
tentu diperlukan dan onset yang berulang dapat dicapai jika cara nasal digunakan. Namun, pasien
biasanya akan merasakan rasa yang tidak nyaman, meskipun hanya sebentar. Sewaktu midazolam
100g/kgBB intranasal dibandingkan dengan 10g/kgBB afentanyil intranasal, efek sedasi yang
didapatkan sama, namun tidak ditemukan rasa hidung terbakar pada anak-anak yang menerima
alfentanil, dimana 70% dari anak-anak yang mengunakan midazolam merasakan rasa hidung
terbakar
c. Cara Rectal
Cara ini kadangkala bergantung pada sang ahli anestesi sendiri. Telah dilaporkan bahwa cara rectal
merupakan cara yang popular di Eropa,sedangkan di Negara-negara lain tidak 5Cara rectal telah
dibandingkan dengan midazolam oral oleh Khazin dan Ezra
sama efektif, namun cara rectal lebih di toleransi. Pada anak dewasa, cara rectal tidak begitu
dianjurkan karena alas an estetika dan volume yang dibutuhkan untuk menghantarkan dosis yang
adekuat.
d. Cara Intramuskular dan Subkutan
7
Cara ini tidak begitu dianjurkan mengingat anak-anak sangat takut denga jarum, dan bahkan dapat
membuat rasa ketakutan yang berlebih pada tindakan tindakan selanjutnya. Keuntungan cara ini
adalah tidak dibutuhkannya sikap kooperatif dari pasien , dan tanpa harus mengkhawatirkan pasien
tersebut memuntahkan kembali obat yang telah diberi secara oral 5
e. Cara Sublingual
Meskipun cara ini memiliki keuntungan , yaitu onset yang lebih cepat, namun tidak begitu popular
karena sulit memberikannya pada anak yang tidak kooperatif.
Puasa
Merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien anak. Dulu pentingnya puasa tidak begitu
diapresiasi dengan baik. Namun setelah ada laporan bahwa regurgitasi dan refluks gaster yang sering
terjadi pada anak yang tidak dipuasakan, akhinya puasa menjadi suatu persiapan pre operasi yang
mulai banyak digunakan 5
Lamanya puasa yang dibutuhkan tergantung dari banyak factor, seperti jenis operasi, waktu makan
terakhir samapi terjadinya cedera (pada operasi emergensi), tipe makanan, dan pengobatan yang
diberikan pada pasien sebelum operasi.
Tipe makanan
Cairan
Pasien sehat
Minimum 4 jam
Pasien sakit
Operasi emergensi
Susu
Minimum 4 jam
ASI
Padat
Minimum 6 jam
1 hari sebelum operasi
Operasi elektif
Penanganan tersendiri
Operasi emergensi
Tabel 2. Rekomendasi waktu puasa pada tahap pra-bedah dikutip dari
Intubasi.
Anestesi sebelum intubasi tidak penting bagi anakanak dengan berat badan kurang dari 5 kg,
dan dapat berbahaya.Risiko stridor meningkat karena pembengkakan mukosa pada saluran
pernapasan kecil akibat ititasi laring oleh pipa, perala tan atau uap. Pipa tak bertutup yang cukup
kecil untuk pengeluaran gas dapat dipakai. Suatu bungkus tenggorokan akan menghentikan cairan
melalui pipa yang masuk ke paru-paru. Bayi kecil yang berat badannya kurang dari 5 kg tidak dapat
mempertahankan pemapasan spontan dengan pipa trakea yang sempit, sehingga hams diberikan
ventilasi. 4
Para abli anestesi harus memutuskanantara penggunaan masker anestesi dan intubasi.
Penggunaan intubasi dapat dicapai dengan atau tanpa bantuan relaksan otot. Pada anak yang kecil,
atau jika terdapat kelainan sa luran pemapasan, paling aman untuk memperdalam anestesi sampai
8
pipa dapat disisipkan sementara pernapasan spontan berlangsung. Jika terdapat keraguan tentang
kemampuan saluran pernapasan untuk dilalui pipa, seorang ahli anestesi barus memperlibatkan
babwa ia dapat memberikan ventilasi pada paru menggunakan kantong, dan masker sebelum
membuat penderita menjadi lumpuh dengan relaksan otot
Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala. Kepala bayi terutama
neonatus oksiputnya menonjol. Dengan adanya perbedaan anatomis padajalan nafas bagian atas,
lebih mudah menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi.
Blade laringkoskop yang lebib kecil'digunakan untuk anak, jenisnya tergantung pada piliban
ahli anestesi dan adanya gangguan saluran pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa
pipa yang dapat dibengkokkan tidak digunakan di bawab nomor 7, dan dua nomor lebih rendah harus
disiapkan bila diperlukan. Daerah aliran udara paling sempit pada anak kecil adalah di bawah pita
suara
Intubasi dalam keadaan sadar dikerjakan pada keadaan gawat atau diperkirakan akan
menjumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar pada neonatus usia kurang dari
10-14 hari . Hati-hati terhadap hipertensi dan meningginya tekanan intrakranial yang mungkin dapat
menyebabkan perdarahan dalam otak akibat laringoskopi dan intubasi.
Lebih digemari intubasi sesudah tidur dengan atau tanpa pelumpuh otot. Kalau tidak
menggunakan pelumpuh otot, bayi atau anak ditidurkan sampai dalam lalu diberikan analgesia
topikal barn dikerjakan intubasi. Dengan pelumpuh otot digunakan suksinil-kolin dosis 2 mg/kgBB
secara intravena setelah bayi/anak tidur.
Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff. Untuk usia diatas 56 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau jika ditakutkan akan terjadi aspirasi.
Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea .sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya
lubang hidung.
Bayi prematur menggunakan pipa bergaris tengah 2.0-3.0 mm, bayi cukup bulan 2.5-3.0
mm. Sampai 6 bulan 4.0 mm dan sam pail tahun 4.5 mm. Untuk usia diatas 1 tahun digunakan
minus sebagai berikut: Garis tengah bagian dalam pipa trakea ialah : umur dalam tahun /4+ 4. 5
mm. Pilihlah pipa trakea yang paling besar yang dapat masuk dengan sedikit longgar dan pada
tekanan inspirasi 20-25 em H20 terjadi sedikit kebocoran. Dianjurkan menggunakan pipa mulut
faring untuk fiksasi pipa trakea supaya tidak terlipat.
Intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma, perdarahan adenoid
dan infeksi.
Peralatan dengan ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees harus
digunakan. Neonatus harus dijaga agar tetap hangat, karena daerah permukaan kulit yang luas
dibandingkan massa tubuhnya, perkembangan system pengaturan suhu yang belum berkembang, dan
lemaknya masih merupakan penyekat tubuh yang buruk. Suhu ruang bedah sekurang-kurangnya
22C (75F), selimut, dan kasur hangat digunakan
9
Pengakhiran anestesia.
Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya. Berikan zat asam murni
5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir kalau perlu.
Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin
(0,02 mg/kg). Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan naloksin 0,2-0,4mg secara
titrasi.
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan. bergerak-gerak,
mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan, akan menyebab kan
batuk-batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena
kurang traumatis. Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan
diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi
Perawatan di Ruang Pulih.
Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan ke ruang pulih. Disini
diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan dengan pengawasan
sebelumnya. Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung dulu. skomya menurut
Lockhart1
Yang Dinilai
Pergerakan
Nilai
2
Gerak bertujuan
diam
Pernafasan
depresi
perlu dibantu
Warna
merah muda
pucat
sianosis
Tekana Darah
berubah 20-30%
benar-benar sadar
bereaksi
tak bereaksi
11
Komplikasi
Semua pasien, terutama yang diintubasi, lebih memiliki resiko untuk mengalami komplikasi
pada anestesi pediatric. Biasanya hal ini dapat ditanggulangi dengan acetaminophen
Mual dan munatah adalah hal yang paling sering terjadi, terutama pada pasien berumur 2
tahun ke atas. Terjadi karena pipa ETT dipasang terlalu erat, sehingga mukosa trachea menjadi
bengkak
Laringospasme adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya terjadi pada
anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan, bersama dengan atropine untuk
mencegah brakikardi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Induction.
http://www.archildrens.org/
13