BAB I Askep Epitsksis
BAB I Askep Epitsksis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan akut yang
berasal dari cuping hidung, lubang hidung atau nasofaring.Hal ini sering ditemukan
sehari-hari dan merupakan masalah yang sangat lazim, dan hampir 90% dapat
berhenti sendiri.Perdarahan spontan dari rongga hidung 90% berasal dari daerah
anteroinferior septumnasi yang disebut daerah Kiesselbach.Sekitar 10% berasal dari
bagian posterior rongga hidung dan biasanya lebih sulit diatasi.
Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari
suatu kelainan.Untuk itu dibutuhkan anamnesis yang ringkas dan tepat, dan
pemeriksaan
fisik
bersamaan
dengan
persiapan
untuk
menanggulangi
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan akut yang
berasal dari cuping hidung, lubang hidung atau nasofaring.Hal ini sering ditemukan
sehari-hari dan merupakan masalah yang sangat lazim, dan hampir 90% dapat
berhenti sendiri.Perdarahan spontan dari rongga hidung 90% berasal dari daerah
anteroinferior septumnasi yang disebut daerah Kiesselbach.Sekitar 10% berasal dari
bagian posterior ronggahidung dan biasanya lebih sulit diatasi.
Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari
suatu kelainan.Untuk itu dibutuhkan anamnesis yang ringkas dan tepat, dan
pemeriksaan
fisik
bersamaan
dengan
persiapan
untuk
menanggulangi
4.
5.
6.
7.
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat
berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti
memencetdanmengompreshidungdenganairdingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
a) Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung.
Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke
depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika
masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru
dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
b) Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang
hidung.Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan
sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
c) Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
d) Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan
napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
e) Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah
sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke
dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita
sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
b. Mimisan Belakang
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada
pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi,
tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa,
walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang
mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.Karena terletak di
belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke
lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus,
darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1. Hipertensi
2. Demam berdarah
3. Tumor ganas hidung atau nasofaring
4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
5. Kekurangan vitamin C dan K.
6. Dan lain-lain
4
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu,
penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS.Biasanya petugas medis
melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang
hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui
mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung
kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik
dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan
perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan
kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk
mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya.
Tindakan ini dinamakan ligasi.
D. ETIOLOGI
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung,taerjatuh,terpukul,bena asing di
hidung,trauma pembedahan,atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma
spesifik seperti lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti
pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang
udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus
berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak
dan remaja.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau
demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic
telangiectasia)
E. PATOFISIOLOGI
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,
tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman
pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga
terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain
dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris
(maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan
arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis
(fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabangcabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri
palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar
melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang
masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang).
Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal
perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal
dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan
dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak
terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis
posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang
berhenti spontan.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul :
Sinusitis
septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
deformitas (kelainan bentuk) hidung
aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
kerusakan jaringan hidung dan infeksi
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan
darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
6
G. Kasus
Tn.S masuk rumah sakit dengan keluhan keluar darah dari kedua hidung 2
jam yang lalu. Darah yang keluar 2 liter, berwarna merah segar, encer dan lama
kelamaan mulai bercampur sedikit gumpalan.
sebab apapun sebelumnya. Tn.S mengatakan biasanya darah hanya keluar dari hidung,
tidak menetes ketenggorokannya, namun bias jadi darah mengalir ketenggorokanya
jika hidungnya mulai tersumbat gumpalan darah. Darah yang keluar dari hidungnya
biasanya sulit berhenti sendiri walaupun sudah sudah dipencet hidungnya dalam
jangka waktu lama. Darah hanya akan berhenti jika sudah dipasang tampon hidung.
Nyerikepala (-), lehertegang (+), pusing (+), trauma (-). Keluhan ini sudah sering
dialami pasien sehingga membuatnya beberapa kali MRS.
H. Pengkajian keperawatan
Tanggalmasuk
: 06 Agustus 2014
Jam masuk
: 21.00 WIT
Ruang
: Perawatan 1
Tanggalpengkajian : 06 Agustus 2014
Identitaspasien
1. IdentitasKlien
Nama: Tn. S
Umur: 53 Tahun
Jeniskelamin: Laki-laki
Pendidikan : s1
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Suku: Bugis
Alamat : Jl. Sultan Hasanudin
2. IdentitasPenanggungJawab
Nama: Sartin
Umur: 48 Tahun
Jeniskelamin
: Perempuan
Pendidikan
: s1
Pekerjaan: PNS
Agama
: Islam
Suku: Bugis
Alamat: Jl. Sultan Hasanudin
Hubunganklien: Istri
I. PemeriksaanFisik
a. Tanda vital (waktu di UGD)
TD : 260/140 mmHg
N : 98 x/mnt
S : 36,80 C
P : 28 x/m
b. PemeriksaanTelinga
c. Inspeksitelinga
: Normal
Otoskopi
Kanan
Kiri
Dauntelinga
: NT (-), NTT (-)
NT (-), NTT (-)
Liang telinga
: Lapang, serumen (-) Lapang, serumen (-)
Membrane timpani
: Intak, RC (+)
Intak, RC (+)
d. PemerikaanPendengaran
Kanan
Kiri
Rinne
:
(+)
(+)
Webber
: Lateralisasi (-)
Lateralisasi (-)
Swabach
: Samadgnpemeriksa Samadgnpemeriksa
e. PemeriksaanHidung
f. Rhinoskopi anterior
Kanan
Kiri
Cavum
: Lapang, bekuandarah (+) Lapang
Chonca
: Edema/hiperemis (-) Edema/hiperemis (-)
Septum
: Deviasi (-)
g. Rhinoskopi posterior
: Tidakdilakukanpemeriksaan
h. PemeriksaanTenggorokan
8
Inspeksi
Tonsil
: T1/T1, Hiperemis (-)
Dinding faring post.
: Hiperemis (-), granule (-), bercakdarah (+)
Uvula
: Deviasi (-)
i. PemeriksaanLeher
Kelenjarlimfe
: Pembesaran (-)
Kelenjartiroid
: Pembesaran (-)
Nodul
: (-)
J. Analisa Data
Data
Penyebab
Ds : klien mengatakan keluar Hipertensi
Masalah
Epistaksis posterior
encer,
dan
lama-
kelamaan bergumpal.
K. Diagnosa Keperawatan
1. PK : Pendarahan
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
3. Cemas
4. Nyeri Akut
L. Perencanaan Keperawatan
1. PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
9
Intervensi
2
Mandiri
Kkaji
Rasional
3
Ppenurunan
bunyi
atau
kemampuan
nafas
dapat
bunyi
menunjukkan
akumulasi
mengeluarkan sekret
spsputum berdarah kental atau cerah
mukosa/batuk efektif
fowler tinggi
trakea
Ppertahankan
masuknya
1
2
3
Mukolitik
untuk
ekspektoran, memobilisasi
menurunkan
bronkodilator
menurunkan
batuk,
untuk
membantu
sekret,
bronkodilator
spasme
bronkus
dan
Klien
:
akan
menggambarkan
tingkat
10
kecemasan
dan
pola
kopingnya
kenyamanan
Rasional
3
Mmenentukan tindakan selanjutnya
danM,memudahkan
penerimaan
klien
- Ttemani klien
Mmeningkatkan
pemahaman
klien
- Perlihatkan rasa empati( datang tentang penyakit dan terapi untuk
dengan menyentuh klien )
penyakit tersebut sehingga klien lebih
Bberikan
penjelasan
pada
klien kooperatif
tentang penyakit yang dideritanyaDdengan menghilangkan stimulus yang
perlahan, tenang seta gunakan mencemaskan akan meningkatkan
kalimat yang jelas, singkat mudah ketenangan klien.
dimengerti
Mmengetahui perkembangan klien secara
menurunkan
tingkat
Klien
mengungkapakan
nyeri
yang
dirasakan
Intervensi
2
Rasional
3
11
berkurang
atau
hilang
tehnik
relaksasi
sebab
dan
akibat
nyeri
distraksi
keluhan klien
nyeri
- Tterapi konservatif :
obat
Acetaminopen;
dekongestan
dapat
sehinggga
dan
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau
sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala
suatukelainan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan
berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga
hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
B. Saran
Dengan terselesaikannya Askep yang kami buat ini, maka kami sebagai
penulis menyadari bahwa banyaknya kesalahan dalam pembuatan Askep ini.Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca
sekalian, agar dalam pembuatan Askep kami selanjutnya dapat lebih baik dari
sebelumnya.
13