Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan akut yang
berasal dari cuping hidung, lubang hidung atau nasofaring.Hal ini sering ditemukan
sehari-hari dan merupakan masalah yang sangat lazim, dan hampir 90% dapat
berhenti sendiri.Perdarahan spontan dari rongga hidung 90% berasal dari daerah
anteroinferior septumnasi yang disebut daerah Kiesselbach.Sekitar 10% berasal dari
bagian posterior rongga hidung dan biasanya lebih sulit diatasi.
Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari
suatu kelainan.Untuk itu dibutuhkan anamnesis yang ringkas dan tepat, dan
pemeriksaan

fisik

bersamaan

dengan

persiapan

untuk

menanggulangi

epistaksis.Setelah perdarahan berhenti, lakukan evaluasi sistemik untuk menentukan


penyebab.Pada tahap ini, mungkin diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
lebih lengkap, evaluasi labortaorium, pemeriksaan sinar-X rutin dan bahkan
angiografi.
Kematian sering disebabkan oleh komplikasi akibat hipovolemik pada
epistaksis yang berat/profuse.Peningkatan morbiditas berhubungan dengan aplikasi
nasal (nasal packing). Tampon posterior dapat berpotensial menyebabkan kelainan
pada jalan napas dan memicu terjadinya serangan jantung pada orang tua.
Pemasangan tampon ini juga dapat menjadi sumber infeksi. Epistaksis lebih sering
dijumpai pada umur 2-10 tahun dan 50-80 tahun.

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan akut yang
berasal dari cuping hidung, lubang hidung atau nasofaring.Hal ini sering ditemukan
sehari-hari dan merupakan masalah yang sangat lazim, dan hampir 90% dapat
berhenti sendiri.Perdarahan spontan dari rongga hidung 90% berasal dari daerah
anteroinferior septumnasi yang disebut daerah Kiesselbach.Sekitar 10% berasal dari
bagian posterior ronggahidung dan biasanya lebih sulit diatasi.
Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari
suatu kelainan.Untuk itu dibutuhkan anamnesis yang ringkas dan tepat, dan
pemeriksaan

fisik

bersamaan

dengan

persiapan

untuk

menanggulangi

epistaksis.Setelah perdarahan berhenti, lakukan evaluasi sistemik untuk menentukan


penyebab.Pada tahap ini, mungkin diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
lebih lengkap, evaluasi labortaorium, pemeriksaan sinar-X rutin dan bahkan
angiografi.
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi
umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu
pada usia <10 >50 tahun.
Epistaksia adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau
sebab umum(kelainan sistemik) . Epistaksis bukan suatu penyakit , melainkan gejala
suatu kelainan.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung.
Piramid hidung terdiri dari :
pangkal hidung (bridge)
dorsum nasi (dorsum=punggung)
puncak hidung
ala nasi (alae=sayap)

Fungsi hidung adalah untuk :


1. jalan napas
2. alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
3. penyaring udara
2

4.
5.
6.
7.

sebagai indra penghidu (penciuman)


untuk resonansi udara
membantu proses bicar
refleks nasal

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang).


Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal
perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal
dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan
dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak
terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis
posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari littles area/pleksus
kiesselbach yang berada pada dinding depan dari septum hidung.
C. KLASIFIKASI
a. Mimisan Depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan,
maka disebut 'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan
merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak,
karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang
hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan
keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi
telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya
di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung
Mimisan depan akibat :
1. Mengorek-ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau
ruangan berAC
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat

Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat
berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti
memencetdanmengompreshidungdenganairdingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
a) Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung.
Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke
depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika
masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru
dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
b) Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang
hidung.Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan
sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
c) Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
d) Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan
napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
e) Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah
sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke
dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita
sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
b. Mimisan Belakang
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada
pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi,
tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa,
walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang
mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.Karena terletak di
belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke
lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus,
darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1. Hipertensi
2. Demam berdarah
3. Tumor ganas hidung atau nasofaring
4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
5. Kekurangan vitamin C dan K.
6. Dan lain-lain
4

Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu,
penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS.Biasanya petugas medis
melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang
hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui
mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung
kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik
dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan
perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan
kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk
mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya.
Tindakan ini dinamakan ligasi.
D. ETIOLOGI
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung,taerjatuh,terpukul,bena asing di
hidung,trauma pembedahan,atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma
spesifik seperti lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti
pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang
udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus
berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak
dan remaja.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau
demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic
telangiectasia)
E. PATOFISIOLOGI

Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,
tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman
pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga
terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain
dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris
(maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan
arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis
(fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabangcabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri
palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar
melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang
masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang).
Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal
perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal
dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan
dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak
terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis
posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang
berhenti spontan.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul :

Sinusitis
septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
deformitas (kelainan bentuk) hidung
aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
kerusakan jaringan hidung dan infeksi

F. PENATALAKSANAAN
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan
darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
6

C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh,


pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi
posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di
daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas
1. hentikan perdarahan
tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit
tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus
epistaksis dan hindari
2. jika perdarahan berlanjut :
dapat akibat penekanan yang kurang kuat
bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot

hidung) ke daerah perdarahan


apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak
nitrat) atau pemasangan tampon hidung,Pemasangan tampon hidung anterior
dilakukan dapat menggunakan kapas yang ditetesi oleh obat-obatan
vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan salap
antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat
vasokonstriktor dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan yang
multipel, perembesan darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan
profil darah tepi lengkap, protrombin time (PT), activated partial
thromboplastin time (aPTT), golongan darah dan crossmatching

G. Kasus
Tn.S masuk rumah sakit dengan keluhan keluar darah dari kedua hidung 2
jam yang lalu. Darah yang keluar 2 liter, berwarna merah segar, encer dan lama
kelamaan mulai bercampur sedikit gumpalan.

Keluhan ini terjadi tiba-tiba tanpa

sebab apapun sebelumnya. Tn.S mengatakan biasanya darah hanya keluar dari hidung,
tidak menetes ketenggorokannya, namun bias jadi darah mengalir ketenggorokanya
jika hidungnya mulai tersumbat gumpalan darah. Darah yang keluar dari hidungnya
biasanya sulit berhenti sendiri walaupun sudah sudah dipencet hidungnya dalam
jangka waktu lama. Darah hanya akan berhenti jika sudah dipasang tampon hidung.
Nyerikepala (-), lehertegang (+), pusing (+), trauma (-). Keluhan ini sudah sering
dialami pasien sehingga membuatnya beberapa kali MRS.

H. Pengkajian keperawatan
Tanggalmasuk
: 06 Agustus 2014
Jam masuk
: 21.00 WIT
Ruang
: Perawatan 1
Tanggalpengkajian : 06 Agustus 2014
Identitaspasien
1. IdentitasKlien
Nama: Tn. S
Umur: 53 Tahun
Jeniskelamin: Laki-laki
Pendidikan : s1
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Suku: Bugis
Alamat : Jl. Sultan Hasanudin
2. IdentitasPenanggungJawab
Nama: Sartin
Umur: 48 Tahun
Jeniskelamin
: Perempuan
Pendidikan
: s1
Pekerjaan: PNS
Agama
: Islam
Suku: Bugis
Alamat: Jl. Sultan Hasanudin
Hubunganklien: Istri
I. PemeriksaanFisik
a. Tanda vital (waktu di UGD)
TD : 260/140 mmHg
N : 98 x/mnt
S : 36,80 C
P : 28 x/m
b. PemeriksaanTelinga
c. Inspeksitelinga
: Normal
Otoskopi
Kanan
Kiri
Dauntelinga
: NT (-), NTT (-)
NT (-), NTT (-)
Liang telinga
: Lapang, serumen (-) Lapang, serumen (-)
Membrane timpani
: Intak, RC (+)
Intak, RC (+)
d. PemerikaanPendengaran
Kanan
Kiri
Rinne
:
(+)
(+)
Webber
: Lateralisasi (-)
Lateralisasi (-)
Swabach
: Samadgnpemeriksa Samadgnpemeriksa
e. PemeriksaanHidung
f. Rhinoskopi anterior
Kanan
Kiri
Cavum
: Lapang, bekuandarah (+) Lapang
Chonca
: Edema/hiperemis (-) Edema/hiperemis (-)
Septum
: Deviasi (-)
g. Rhinoskopi posterior
: Tidakdilakukanpemeriksaan
h. PemeriksaanTenggorokan
8

Inspeksi
Tonsil
: T1/T1, Hiperemis (-)
Dinding faring post.
: Hiperemis (-), granule (-), bercakdarah (+)
Uvula
: Deviasi (-)
i. PemeriksaanLeher
Kelenjarlimfe
: Pembesaran (-)
Kelenjartiroid
: Pembesaran (-)
Nodul
: (-)
J. Analisa Data
Data
Penyebab
Ds : klien mengatakan keluar Hipertensi

Masalah
Epistaksis posterior

darah dari hidungnya klien


mengatakan lehernya terasa
tegang
Klien mengatakan pusing
Do : TTV
TD
: 260/140 mmHg
N
: 98 x/mnt
S
: 36,80 C
P
: 28 x/m
Warna darah terlihat merah
segar,

encer,

dan

lama-

kelamaan bergumpal.

K. Diagnosa Keperawatan
1. PK : Pendarahan
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
3. Cemas
4. Nyeri Akut
L. Perencanaan Keperawatan
1. PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
9

- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan :


pemberian transfusi, medikasi
(Diagnosa NANDA,NIC,NOC)
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak
menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
No.
1
1

Intervensi
2
Mandiri
Kkaji

Rasional
3
Ppenurunan

bunyi

atau

kemampuan

nafas

dapat

kedalaman menyebabkan atelektasis, ronchi dan


wheezing

pernapasan dan gerakan dada.


Catat

bunyi

menunjukkan

akumulasi

mengeluarkan sekret
spsputum berdarah kental atau cerah

mukosa/batuk efektif

dapat diakibatkan oleh kerusakan paru


atau luka bronchial
Bberikan posisi fowler atau semiPosisi
membantu
memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya

fowler tinggi

Bbersihkan sekret dari mulut dan pernafasan


Mencegah obstruksi/aspirasi

trakea
Ppertahankan

masuknya

cairanMembantu pengenceran sekret

sedikitnya sebanyak 250 ml/hari


kecuali kontraindikasi
2
Kolaborasi

1
2

3
Mukolitik

untuk

Berikan obat sesuai dengan indikasi ekspektoran


mukolitik,

ekspektoran, memobilisasi
menurunkan

bronkodilator

menurunkan

batuk,

untuk

membantu

sekret,

bronkodilator

spasme

bronkus

dan

analgetik diberikan untuk menurunkan


ketidaknyamanan
3. Cemas
Tujuan:Cemasklienberkurang/hilang
Kriteria
-

Klien

:
akan

menggambarkan

tingkat

10

kecemasan

dan

pola

kopingnya

- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta


pengobatannya.
No. Intervensi
1
2
1 Kkaji tingkat kecemasan klien
Bberikan

kenyamanan

Rasional
3
Mmenentukan tindakan selanjutnya
danM,memudahkan

ketentraman pada klien :

penerimaan

klien

terhadap informasi yang diberikan

- Ttemani klien

Mmeningkatkan
pemahaman
klien
- Perlihatkan rasa empati( datang tentang penyakit dan terapi untuk
dengan menyentuh klien )
penyakit tersebut sehingga klien lebih
Bberikan

penjelasan

pada

klien kooperatif
tentang penyakit yang dideritanyaDdengan menghilangkan stimulus yang
perlahan, tenang seta gunakan mencemaskan akan meningkatkan
kalimat yang jelas, singkat mudah ketenangan klien.
dimengerti
Mmengetahui perkembangan klien secara

Singkirkan stimulasi yang berlebihan dini.


misalnya :
Obat
dapat

menurunkan

tingkat

- Tempatkan klien diruangan yang kecemasan klien


lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang
lain /klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
Observasi tanda-tanda vital.
Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis
4. Nyeri Akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria
-

Klien

mengungkapakan

nyeri

yang

dirasakan

- Klien tidak menyeringai kesakitan


No.
1

Intervensi
2

Rasional
3

11

berkurang

atau

hilang

Mmengetahui tingkat nyeri klien dalam

Kkaji tingkat nyeri klien

Jejelaskan sebab dan akibat nyeri menentukan tindakan selanjutnya


Ddengan

pada klien serta keluarganya


Aajarkan

tehnik

relaksasi

sebab

dan

akibat

nyeri

dan diharapkan klien berpartisipasi dalam


perawatan untuk mengurangi nyeri

distraksi

Oobservasi tanda tanda vital danKklien mengetahui tehnik distraksi dan


relaksasi

keluhan klien

nyeri

- Tterapi konservatif :
obat

Acetaminopen;

dekongestan

dapat

mempraktekkannya bila mengalami

Kkolaborasi dngan tim medis


a.

sehinggga

Mmengetahui keadaan umum


Aspirin,
hidung perkembangan kondisi klien.

dan

Mmenghilangkan /mengurangi keluhan


nyeri klien

12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau
sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala
suatukelainan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan
berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga
hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
B. Saran
Dengan terselesaikannya Askep yang kami buat ini, maka kami sebagai
penulis menyadari bahwa banyaknya kesalahan dalam pembuatan Askep ini.Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca
sekalian, agar dalam pembuatan Askep kami selanjutnya dapat lebih baik dari
sebelumnya.

13

Anda mungkin juga menyukai