Anda di halaman 1dari 19

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Partus Prematur Iminens


2.1.1

Definisi
Partus Prematur Iminens adalah perdarahan pada usia kehamilan

antara 20 37 minggu dan diikuti dengan dilatasi serviks yang


progresif atau penipisan serviks pada usia gestasi kurang dari 37
minggu.4
Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram.4
Menurut World Health Organization (WHO) bayi premature
adalah bayi yang lahir pada usia 37 minggu atau kurang. Menurut
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
persalinan pre-term persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan
20 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. 3
Menurut World Health Organisation (WHO), yang dimaksud
dengan persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada umur
kehamilan kurang dari 259 hari berdasarkan hari pertama haid
terakhir. Ancaman persalinan prematur sering menimbulkan masalah
bagi ibu hamil, karena ibu hamil dengan umur kehamilan kurang dari
259 hari sering datang mengeluh timbulnya kontraksi yang
memberikan ancaman terjadinya proses persalinan. Pada ancaman

persalinan prematur terjadi kontraksi uterus yang reguler diikuti


dengan dilatasi serviks yang progresif dan atau penipisan serviks.1
2.1.2

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Persalinan

preterm

merupakan

kelainan

proses

yang

multifactorial.3 Kombinasi keadaan obstetric, sosiodemografi, dan


faktor medic yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
persalinan preterm. Kadang hanya faktor resiko tunggal dijumpai
seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma.
Banyak persalinan preterm merupakan akibat dari terjadinya kontraksi
rahim dan perubahan servix, yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik
pada ibu maupun jani, akibat stress pada ibu atau janin.
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi
asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.
3. Perdarahan desidua.
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau servix
Faktor resiko partus prematurus imminens yaitu1 :
a. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal,
perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan janin
terhambat,
b.

cacat

bawaan

janin,

gemeli,

polihidramnion.
Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan
demam, kelainan bentuk uterus, riwayat partus preterm
atau

abortus

berulang,

inkompetensi

serviks,

pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat,


kelainan imun/rhesus.
Namun menurut Rompas ada beberapa resiko yang dapat
menyebabkan partus prematurus yaitu :2

a.

Faktor resiko mayor


Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, serviks mendatar/memendek kurang dari 1
cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada
trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan
preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas

b.

uterus.
Faktor resiko minor
Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam
setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis,
merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus
pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I
lebih dari 2 kali.

2.1.3

Patofisiologi
Persalinan prematur dapat dipicu oleh beberapa keadaan seperti

infeksi, iskemik pada janin dan distensi uterus. Pada permukaan


plasenta dan membrane amnion banyak mengandung makrofag. Bila
ada invasi bakteri akan dihasilkan produk-produk bakteri seperti
Phospholipase A2(PLA2), endotoksin, dan collagenase. Peningkatan
Phospholipase (PLC, PLA2) akan melepaskan asam arachidonat yang
dipakai untuk mensintesis COX-1 dan COX-2 pada jalur sintesis
prostaglandin. Selain itu terjadi peningkatan produksi lipoxygenase,
cycloxygenase, dan sitokin ( IL-1, IL-6, IL-8, TNF). Makrofag akan

mensintesis prostaglandin, enzim protease dan collagenase yang akan


menyebabkan penipisan serviks dan kontraksi otot miometrium
sehingga menginduksi persalinan prematur.3

Gambar : Patofisiologi Persalinan Preterm


a. Infeksi
Mikro-organisme dapat mempengaruhi perkembangan janin
dan/atau respons inflamasi maternal seperti chorionamnioitis,
dan khususnya Fetal Inflammatory Respons Syndrome (FIRS).5
Patogenesis dari persalinan preterm sangat berhubungan
dengan sitokin dan prostaglandin.5 Bakteri mungkin juga

mendapatkan akses menuju rongga ketuban melalui penyebaran


secara hematogen atau melalui bersamaan dengan dilakukannya
prosedur yang invasif.5
Produk-produk
monosit

desidua

bakteri
untuk

seperti

endotoksin

memproduksi

sitokin,

merangsang
termasuk

interleukin-1, faktor nekrosis tumor, dan interleukin-6, yang pada


gilirannya

merangsang

asam

arakidonat

dan

kemudian

memproduksi prostaglandin. Prostaglandin E2 dan F2 bertindak


sebagai parakrin untuk merangsang kontraksi myometrium.5
Sepanjang kehamilan, serviks uterus membutuhkan untuk
tetap kokoh dan tertutup ketika tubuh dari uterus tumbuh secara
hipertrofi dan hiperplasia tetapi tanpa disertai adanya kontraksi.
Untuk persalinan yang normal serviks diubah menjadi struktur
yang lembut dan lentur sehingga dapat berdilatasi membesar dan
uterus menjadi organ yang dapat berkontraksi dengan kuat.
Beberapa minggu sebelum melahirkan terjadi perubahan bagian
bawah uterus yang menjadi masak dan terjadi penipisan dari
cervix. Perubahan pada segmen bawah uterus ini berhubungan
dengan peningkatan produksi sitokin yang merupakan suatu
produk inflamasi, terutama interleukin-1, -6 dan -8 dan
prostaglandin dari membran yang melapisi janin dan desidua dan
dari leher uterus itu sendiri. Pematangan cervix dikaitkan dengan
masuknya sel-sel inflamasi ke dalam cervix yang melepaskan
matriks metalloprotein yang berkontribusi anatomis dengan

perubahan yang terkait dengan pematangan cervix. Kemudian


peningkatan kontraktilitas dominan terjadi di segmen atas uterus
dikaitkan dengan peningkatan ekspresi reseptor dari oksitosin dan
prostaglandin, pada protein gap-junction yang menengahi
konektivitas elektris antara miosite-miosit, dan perubahan yang
lebih kompleks lagi pada jalur sinyal intraselular yang bisa
meningkatkan kontraktilitas dari miosit-miosit.2
b. Peranan Hormon
Dalam banyak spesies progesteron diduga memainkan peran
penting dalam menekan onset persalinan. Progesteron memiliki
sifat anti-inflamasi umumnya pada uterus. Peristiwa biokimia
yang berhubungan dengan pematangan cervix dan telah
dimulainya proses persalinan seperti yang dijelaskan sebelumnya
merupakan suatu proses peradangan. Pada beberapa spesies
dimulainya proses persalianan didahului dengan menurunnya
kadar progesteron. 5
Penelitian menunjukkan penurunan yang signifikan kadar
serum progesteron dan peningkatan tingkat estrogen dalam
banyak perempuan sebelum persalinan. Temuan ini belum
direproduksi secara konsisten. Peningkatan estriol mungkin
merupakan sinyal dari janin yang menunjukkan bahwa itu matang
dan siap untuk persalinan. Produksi estriol meningkat selama
bulan terakhir kehamilan. Dalam jumlah besar yang dihasilkan,
fungsi estriol sama dengan estradiol dalam merangsang

pertumbuhan uterus. Terdapat laporan dari meningginya rasio


estradiol / progesteron pada akhir kehamilan.5
Kadar sirkulasi corticotrophin releasing hormone (CRH),
yang disintesis oleh plasenta, meningkat secara progresif selama
kehamilan dan terutama selama minggu-minggu sebelum onset
persalinan. Konsentrasi CRH binding protein menurun dengan
bertambahnya usia kehamilan, kira-kira 3 minggu sebelum onset
persalinan

dimana

konsentrasi

CRH

melebihi

protein

pengikatnya. Tidak seperti CRH pada hipothalamus, CRH di


plasenta

diatur

oleh

kortisol.

Beberapa

studi

telah

menghubungkan antara produksi CRH plasenta dengan waktu


persalinan dan telah menunjukkan bahwa kenaikan prematur
CRH dikaitkan dengan kelahiran prematur. 5
Tidak ada peningkatan produksi oksitosin terkait dengan
permulaan atau perkembangan baik persalinan prematur atau
aterm. Namun, terdapat peningkatan reseptor ekspresi oksitosin
dalam uterus dan terdapat produksi oksitosin lokal dalam uterus,
desidua dan membran janin. Walaupun mungkin oksitosin tidak
berperan penting dalam waktu yang tepat dari kelahiran pada
manusia,

peningkatan

dari

kepadatan

reseptor

oksitosin

menunjukkan bahwa oksitosin tidak memainkan peran dalam


menengahi kontraktilitas. 5
c. Inkompetensi Serviks

10

Kemampuan penutupan serviks sangat bervariasi pada wanita


hamil. Diagnosis ini biasanya berhubungan dengan riwayat aborsi
pada trimester II dan persalinan pretermserta kemungkinan
adanya

persalinan

lama.

Penyebab

konginetal

termasuk

hypoplasia serviks dan paparan diethylstilbestrol (DES) pada ibu.


d. Senggama
Prostaglandin yang terlibat dalam mekanisme orgasme serta
ada dalam cairan seminal dapat merangsang pematangan serviks
dan kontraksi miometrium sehingga menyebabkan persalinan
kurang bulan pada ibu yang sensitif.5
e. Gaya Hidup
Faktor-faktor

yang

menyebabkan

kelahiran

prematur

(terutama kelahiran prematur spontan) masih belum diketahui dan


diapahami dengan baik. Walaupun jalur yang tepat antara
merokok selama kehamilan dan kelahiran prematur tidak
diketahui, para peneliti berteori bahwa salah satu mekanisme
yang dapat diperkirakan ialah gangguan aliran darah plasenta
akibat

nikotin

dan

karbon

monoksida,

yang

merupakan

vasokonstriktor yang poten pada pembuluh plasenta. 5


Plasenta dari ibu yang perokok telah terbukti menjadi lebih
besar, dengan meningkatnya luas permukaan plasenta, dan
memiliki karakteristik lesi-lesi sebagai akibat kurangnya perfusi
dari uterus. Merokok dapat menyebabkan perubahan sel endotel
yang kemudian menyebabkan vasokonstriksi dan kekakuan

11

dinding arteriol, dengan perfusi yang kurang dari plasenta. Hal


ini, dapat mengakibatkan iskemia dari desidua basalis, yang
kemudian menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan. 5
Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengganggu
oksigenasi janin dengan membentuk carboxyhemoglobin, dan
nikotin dapat meningkatkan tekanan darah ibu dan detak jantung,
juga menghambat aliran darah ke janin, sehingga pada ibu
perokok sering dapat membuat pertumbuhan janin terganggu dan
melahirkan dengan berat badan bayi yang rendah. 5
Komplikasi plasenta dapat berupa perdarahan, terutama
placenta abruption (solutio plasenta) dan, yang lebih sedikit, ialah
plasenta

previa,

merupakan

faktor

yang

penting

dalam

predisposisi kelahiran prematur dan bayi lahir mati pada ibu yang
merokok selama kehamilan. 5
Dalam sebuah penelitian ditemukan faktor-faktor ibu lain
yaitu ibu terlalu muda atau lanjut usia; kemiskinan; penggunaan
alcohol, dan faktor-faktor seperti pekerjaan lama berjalan atau
berdiri, kondisi kerja berat dan panjang meningkatkan insidensi
kelahiran prematur.5
Pada ibu yang terlalu tua terjadi lesi sklerotik (proses
ateriosklerosis)

pada

arteri

miometrium

sehingga

dapat

menyebabkan perfusi yang kurang dari plasenta mengarah pada


risiko yang lebih tinggi pada hasil mortalitas dan morbiditas
perinatal. Perfusi yang kurang dapat mengakibatkan iskemia dari

12

desidua basalis, yang kemudian menjadi nekrosis dan terjadi


perdarahan. 5
2.1.4

Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis partus

preterm iminen. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan


tidak benar-benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa
criteria dapat dipakai sebagai diagnosis partue preterm iminen, yaitu:
a. Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau
2-3 kali dalam waktu 10 menit
b. Adanya nyeri punggung bawah
c. Perdarahan bercak
d. Perasaan menekan daerah serviks
e. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan
sedikitnya 2 cm dan penipisan 50 80%
f. Persentasi janin rendah sampai mencapai spina isciadika
g. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya
persalinan preterm
h. Terjadi pada usia kehamilan 22 37 minggu.6

2.1.5

Penatalaksanaan
Segera lakukan penilaian tentang:6
a.

Usia gestasi ( untuk prognosis)

b.

Demam ada/tidak

c.

Kondisi

janin

(jumlah,

letak,TB)

janin/mati,atau kelainan kongenital dll


d.

Letak plasenta

Hidup/gawat

13

Kesiapan Untuk Menangani bayi prematur.1

e.

Tentukan kemungkinan penanganan selanjutnya:5


a.

Pertahankan Janin hingga kelahiran aterm.

b.

Tunda persalinan 2-3 hari untuk memberikan obat


pematangan paru janin.
Biarkan terjadi persalinan.5

c.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan


preterm, terutama mencegah morbiditas dan mortalitas neonates
preterm adalah :
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian
tokolitik
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat
persalianan, tidak ada yang benar-benar efektif. Namun,
pemeberian tokolitik masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai
kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks. Alasan
pemeberian tokolitik pada partus preterm iminen adalah ;
a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi premature.
b. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk
menstimulir kematangan suraktan paru janin.
c. Member kesempatan taransfer pada fasilitas yang lebih
lengkap.
d. Optimalisasi personel.5
Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolitik
adalah :

14

a.

Nifedipin 10 mg PO diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan


tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat
diberiakn lagi apabila ada kontraksi berulang.

b.

Obat beta mimetic : terbutalin, ritrodin, isokpurin, dan


salbutamol

c.

Sulfas magnesikus dan antiprostaglandin (indometacin)

d.

Untuk menghambat proses persalinan preterm selain


tokolitik perlu membatasi aktifitas atau tirah baring. 1

2. Pematangan

surfaktan

paru

janin

dengan

kortikosteroid,

kortikosteroid diberikan bila usia kehamilan kurang dari 35


minggu.
a.

Betametason 2 x 12 mg im dengan jarak pemeberian 24


jam

b.

Deksametasoen 4 x 6 mg im dengan jarak pemberian


12 jam.6

3. Bila perlu dilakukan pencegahan infeksi


Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
resiko terjadinya infeksi seperti pada kasus KPD. Antibiotika yang
dapat diberikan adalah :
1. Eritromicin 3 x 500 mg selama 3 hari PO.
2. Ampisislin 3 x 500 mg selama 3 hari PO.1
Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres
nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau darah
pervaginam, DJJ, balance cairan , gula darah).1

15

2.1.6

Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih
sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi.5
Prematurnya

masa

gestasi

akan

dapat

mengakibatkan

ketidakmatangan pada semua sistem organ. Baik itu pada sistem


pernapasan (organ paru-paru), sistem peredaran darah (jantung),
sistem pencernaan dan sistem saraf pusat (otak). Ketidakmatangan
pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi prematur
cenderung mengalami kelainan dibandingkan bayi normal. Kelainan
itu bisa berupa :6
1. Sindroma gangguan pernapasan.
Kelainan ini terjadi karena kurang matangnya paru-paru,
sehingga jumlah surfaktan (cairan pelapis paru-paru) kurang
dari normal. Ini menyebabkan paru-paru tidak dapat
berkembang sempurna.
2. Perdarahan otak
Biasanya terjadi pada minggu pertama kelahiran, terutama
pada bayi prematur yang lahir kurang dari 34 minggu.
Pendarahan otak ini menyebabkan bayi prematur tumbuh
menjadi anak yang relatif kurang cerdas, dibanding anak yang
lahir normal.
3. Kelainan jantung
Yang sering terjadi adalah Patent Ductus Arteriosus, yaitu
adanya hubungan antara aorta dengan pembuluh darah
jantung yang menuju paru-paru.
4. Kelainan usus
Ini disebabkan akibat imaturitas atau kurang mampu dalam
menerima nutrisi.

16

5. Anemia dan infeksi


Belum matangnya fungsi semua organ tubuh, membuat bayi
prematur menghadapi berbagai masalah. Seperti mudah
dingin, lupa napas, mudah infeksi karena sensor otaknya
belum sempurna, pengosongan lambung terhambat (refluks),
kuning dan kebutaan.6
2.2 Ketuban Pecah Dini
2.2.1

Definisi
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra
uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
serviks.6
Beberapa batasan lain mengenai ketuban pecah dini :
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya
tanda-tanda persalinan. Sedangkan menurut Saifudin, Ketuban pecah
dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang
usia kehamilan sebelum persalinan di mulai. 6
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina
setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan
berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.1

17

Dari beberapa definisi KPD di atas maka dapat disimpulkan


bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda tanda
persalinan.
Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran
chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu.
2.2.2

Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009
meliputi antara lain :
1. Serviks inkompeten.
2. Faktor keturunan.
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia).
4. Overdistensi uterus.
5. Malposisi atau malpresentase janin.
6. Faktor yang menyebabkan kerusakan serviks.
7. Riwayat KPD sebelumnya dua kali atau lebih.
8. Faktor yang berhubungan dengan berat badan sebelum dan
selama hamil.
9. Merokok selama kehamilan.
10. Usia ibu yang lebih tua lebih dari 35 tahun
11. Riwayat coitus.
12. Anemia.7,8

2.2.3

Patofisiologi
Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh
membrane fetal akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang.
Membran yang mengalami rupture premature ini tampak memiliki
defek fokal dibanding kelemahan menyeluruh. Daerah dekat tempat
pecahnya membrane ini disebut restricted zone of extreme altered
morphology yang ditandai dengan adanya pembengkakan dan
kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan kompakta, fibroblast

18

maupun spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah


dini dan merupakan daerah breakpoint awal. Patogenesis terjadinya
ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien dengan resiko
tinggi.9
2.2.4

Diagnosis
Bila air ketuban keluar banyak dan mengandung mekonium /
verniks maka diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila
keluar cairan sedikit maka diagnosa harus didasarkan pada :
a. Anamnesa (kapan keluar air, warna, bau, adakah partikel dalam
cairan).
b. Inspeksi (keluar cairan pervaginam).
c. Inspekulo (bila fundus ditekan atau bagian trendah digoyangkan
keluar cairan dari OUE dan terkumpul di forniks posterior).
d. Periksa dalam (ada cairan dalam vagina, selaput ketuban sudah
tidak utuh lagi).
- Pemeriksaan lab (kertas lakmus: reaksi basa, mikroskopik :
tampak lanugo verniks kaseosa) (10)
e. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis :
- Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda,
anormali janin atau melokalisasi kantong cairan amnion
-

pada amniosintesis.
Amniosintesis : cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium

untuk evaluasi kematangan paru janin.


Pemantauan janin
Protein C-reaktif

19

Peningkatan

protein

C-reaktif

serum

menunjukkan

peringatan korioamnionitis.9
2.2.5

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan
usia kehamilan, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan
adanya tanda-tanda persalinan.3
1. Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik
pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
a. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau
eritromisisn bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2
x 500 mg selama 7 hari.
b. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar
lagi.
c. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak
ada infeksi, tes buss negative

beri deksametason,

observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin,


terminasi pada kehamilan 37 minggu.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak
ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason,
dan induksi sesudah 24 jam.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi.
f. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intra uterin).
g. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memicu

kematangan

paru

janin,

dan

kalau

20

memungkinkan

periksa kadar lesitin dan spingomielin

tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis


tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali. 3
2. Aktif
a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila
gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol
50,mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis
tinggi. Dan persalinan diakhiri :
- Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri
-

persalinan dengan seksio sesarea


Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus
pervaginam. 3

Tabel 2. Score pelvic menurut Bishop


Nilai
Keadaan serviks

1 -2

3 -4

5-6

Pendataran serviks

0-30 %

40-50%

60-70%

80%

Konsistensi serviks

keras

sedang

Lunak

Posisi serviks

posterior

tengah

anterior

Penurunan

-3

-2

-1

Pembukaan serviks

+1 +2

21

2.2.6

Komplikasi
1. Infeksi intrapartum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke
intrauterin.
2. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
Pecahnya selaput ketuban (spontan atau artifisial ) akan
mengawali rangkaian proses berikut: Cairan amnion mengalir
keluar dan volume uterus menurun; Produksi prostaglandine,
sehingga merangsang proses persalinan; HIS mulai terjadi (bila
pasien belum inpartu) ; menjadi semakin kuat (bila sudah
inpartu).
3. Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin
akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak
lintang).
4. Oligohidramnion bahkan sering partus kering (dry labor) karena

air ketuban habis.

Anda mungkin juga menyukai