Anda di halaman 1dari 8

SENGKETA

INTERNASIONAL

PENGERTIAN
SENGKETA INTERNASIONAL adalah
suatu perselisihan antara subjeksubjek
hukum
internasional
mengenai fakta, hukum atau politik
dimana tuntutan atau pernyataan
satu pihak ditolak, dituntut balik
atau diingkari oleh pihak lainnya.

SENGKETA
INTERNASIONAL
BISA TERJADI KARENA
:
Pelanggaran
Kesalahpaha
man tentang

suatu hal

Salah satu

pihak sengaja
melanggar
hak /
kepentingan
negara lain.

Pelanggaran
hukum /
perjanjian
internasional
.

Dua negara
berselisih
pendirian
tentang
suatu hal.

SEBAB
timbulnya sengketa internasional yang
sangat potensial terjadinya perang terbuka :
1. Segi Politis (adanya pakta pertahanan / pakta
perdamaian).
Pasca Perang Dunia II (1945) muncul dua kekuatan besar
yaitu Blok Barat (NATO pimpinan AS) dan Blok Timur
(PAKTA WARSAWA pimpinan Uni Soviet). Mereka bersaing
berebut pengaruh di bidang Ideologi, Ekonomi, dan
Persenjataan. Akibatnya sering terjadi konflik di berbagai
negara, missalnya Krisis Kuba, Perang Korea (Korea Utara
didukung Blok Timur dan Korea Selatan didukung Blok
Barat), Perang Vietnam dll.
2. Batas Wilayah.
Suatu Negara berbatasan dengan wilayah Negara lain.
Kadang antar Negara terjadi ketidak sepakatan tentang
batas wilayah masing masing. Misalnya Indonesia
dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan
(Kalimantan). Sengketa ini diserahkan kepada Mahkamah

CONTOH KASUS SENGKETA


INTERNASIONAL
NEGARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA

Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas
pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan
(luas: 50.000 meter) dengan koordinat: 4652.86N 1183743.52E dan pulau Ligitan
(luas: 18.000 meter) dengan koordinat: 49N 11853E. Sikap Indonesia semula ingin
membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk
menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional.
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika
dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara
ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas
wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam
keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia
membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena
Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai
persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status
ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan
atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak
memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.

LANJUTAN

Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia


Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia)
dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa
akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan
yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia
menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk
klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta
sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei
Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada
tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob)
melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak
Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan
Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian
melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpurpada tanggal 7 Oktober
1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut
yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM
Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal
31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut.
Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres
Nomor 49 Tahun 1997, demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19
November 1997, sementara pihak mengkaitkan dengan kesehatan Presiden
Soeharto dengan akan dipergunakan fasilitas kesehatan di Malaysia

CARA PENYELESAIAN
Dalam kaitan ini, maka beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan
pembinaan mengenai pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam (SDA), membangun
infrastruktur dan sarana perhubungan, serta pembinaan wilayah dan pertahanan. Khusus untuk
pulau-pulau atau kawasan yang tidak dapat dihuni, namun sangat rawan sengketa dengan
negara tetangga
Di kawasan pulau-pulau terluar atau wilayah perbatasan, terutama kawasan yang memiliki
kandungan sumber daya alam tambang dan minyak. Indonesia harus mengerahkan dana dan
upaya secara terpadu untuk mengamankan wilayahnya sendiri, antara lain untuk membangun
pos-pos pengamatan dan pembangunan mercusuar, baik di darat maupun di laut, terutama di
wilayah yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi.
Masalah wilayah perbatasan memang perlu segera memperoleh pehatian, karena ternyata
tidak saja rawan atas sengketa dan pencaplokan wilayah oleh negara lain. Namun, jika tidak
diurus dan dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan banyak masalah lainnya. Antara
lain, adalah kerawanan pencurian ikan dan pembalakan liar hutan, penyelundupan barang
secara ilegal, rawan terjadinya kejahatan, penyelundupan narkoba, dan kegiatan perompakan
di lautan,
Inilah maknanya bagi kita. Bahwa masalah sengketa perbatasan dengan Malaysia, masih
merupakan pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan oleh Indonesia. Agar keutuhan
wilayah negeri ini tetap terjaga dan lestari. Agar sebuah penyesalan mengenai kehilangan
wilayah, tidak lagi terulang lagi. Tidak cukup hanya dengan sikap tegas, unjuk kekuatan, atau
bahkan hanya dengan sekedar sikap yang emosional

KEPUTUSAN MAHKAMAH
INTERNASIONAL
Keputusan Mahkamah Internasional Pada tahun 1998 masalah sengketa
Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17
Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa
kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia.
Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16
hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari
17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim
merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.
Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan
effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial
dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia)
telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan
ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap
pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar
sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan
Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan
Chain Of Title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi
gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan
Indonesia di selat Makassar.

Anda mungkin juga menyukai