Anda di halaman 1dari 35

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 

Kreativitas
Posted on 16 Desember 2011 by psikologikreativitasump

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas menurut Rogers (dalam Munandar, 1999)
adalah:

a. Faktor internal individu

Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu yang dapat mempengaruhi
kreativitas, diantaranya :

1. Keterbukaan terhadap pengalaman dan rangsangan dari luar atau dalam individu. Keterbukaan
terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalaman
hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa kekakuan
terhadap pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan demikian individu kreatif adalah individu
yang mampu menerima perbedaan

2. Evaluasi internal, yaitu kemampuan individu dalam menilai produk yang dihasilkan ciptaan
seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain.
Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan kritikan dari

orang lain.

3. Kemampuan untuk bermaian dan mengadakan eksplorasi terhadap unsur-unsur, bentuk-


bentuk, konsep atau membentuk kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

b. Faktor eksternal (Lingkungan)

Faktor eksternal (lingkungan) yang dapat mempengaruhi kreativitas individu adalah lingkungan
kebudayaan yang mengandung keamanan dan kebebasan psikologis. Peran kondisi lingkungan
mencakup lingkungan dalam arti kata luas yaitu masyarakat dan kebudayaan. Kebudayaan dapat
mengembangkan kreativitas jika kebudayaan itu memberi kesempatan adil bagi pengembangan
kreativitas potensial yang dimiliki anggota masyarakat. Adanya kebudayaan creativogenic, yaitu
kebudayaan yang memupuk dan mengembangkan kreativitas dalam masyarakat, antara lain :

(1) tersedianya sarana kebudayaan, misal ada peralatan, bahan dan media, (2) adanya
keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan bagi semua lapisan masyarakat, (3) menekankan
pada becoming dan tidak hanya being, artinya tidak menekankan pada kepentingan untuk masa
sekarang melainkan berorientasi pada masa mendatang, (4) memberi kebebasan terhadap semua
warga negara tanpa diskriminasi, terutama jenis kelamin, (5) adanya kebebasan setelah
pengalamn tekanan dan tindakan keras, artinya setelah kemerdekaan diperoleh dan kebebasan
dapat dinikmati, (6) keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan yang berbeda, (7) adanya
toleransi terhadap pandangan yang berbeda, (8)adanya interaksi antara individu yang berhasil,
dan (9) adanya insentif dan penghargaan bagi hasil karya kreatif. Sedangkan lingkungan dalam
arti sempit yaitu keluarga dan lembaga pendidikan. Di dalam lingkungan keluarga orang tua
adalah pemegang otoritas, sehingga peranannya sangat menentukan pembentukan krativitas
anak. Lingkungan pendidikan cukup besar pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir anak
didik untuk menghasilkan produk kreativitas, yaitu berasal dari pendidik.

Selain itu Hurlock (1993), mengatakan ada enam faktor yang menyebabkan munculnya variasi
kreativitas yang dimiliki individu, yaitu:

1. Jenis kelamin
Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak perempuan, terutama setelah
berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan
perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk
mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para
orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

2. Status sosioekonomi

Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif dari anak kelompok
yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih
banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi
kreativitas.

3. Urutan kelahiran

Anak dari berbgai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini
lebih menekankan pada lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir ditengah, belakang dan
anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak
yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini
lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta.

4. Ukuran keluarga

Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif daripada anak dari
keluarga besar. Dalam keluarga besar cara mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosiekonomi
kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan
kreativitas.

5. Lingkungan

Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari anak lingkungan pedesaan.

6. Intelegensi

Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak yang
kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana sosial
dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

A.    Pengertian Kreativitas


Kreativitas merupakan salah satu kemampuan yang memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia. Kemampuan ini didasari oleh kemampuan intelektual, seperti intelegensi,
bakat dan kecakapan hasil belajar.
Kreatifitas dan kecerdasan seseorang tergantumg pada kemampuan mental yang berbeda-
beda. Menurut J.P. Guilford, kreatifitas adalah berpikir divergen, yaitu aktivitas mental yang asli,
murni, dan baru, yang berbeda dari pola pikir sehari-hari dan menghasilkan lebih dari satu
pemecahan persoalan.[1] Carkl Monstakis (dalam Munandar, 1995) mengatakan bahwa
kreativitas merupakan pengalaman dalam antara hubungan diri sendiri, alam, dan orang lain.[2]
Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru,
berupa gagasan karya nyata,baik dalam cirri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya
baru maupun dalam kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada yang semua itu relative berbeda
dengan apa yang sudah ada sebelumnya.(Reni Akbar, 2001:5).
B.     Ciri-ciri Kreatifitas
Ada dua kolompok ciri-ciri krativitas, yaitu kognitif dan afektif . Ciri-ciri afektif meliputi
kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas. Pengertian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.      Kelancaran, ini menunjuk pada kemampuan untuk menciptakan ide-ide sabagai alternatif
pemecahan masalah. Orang yang kreatif memiliki kemampuan untuk mengajukan ide-ide atau
alternatif pemecahan masalah. Untuk dapat menghasilkan ide-ide diperlukan adanya
pengetahuan yang luas tetapi juga dalam. Orang yang kreatif memiliki kemampuan melihat
masalah dari bermacam-macam sudut pandang.
2.      Fleksibitas (kelenturan), hal ini menunjuk pada kemampuan memindah ide, meninggalkan
suatu kerangka piker lain, untuk mengganti pendekatan satu dengan pendekatan lain. Orang
kreatif tidak terlalu terikat padacara-cara  pemecahan masalah yang digunakan, sebaliknya dia
selalu berupaya menemukan alternatif baru untuk memecahkan masalah yang lebih efektif lagi.
3.      Orisinalitas (keaslian pemikiran), menunjuk pada kemampuan menciptakan pemikiran atau
ide-ide yang asli dari dirinya. Orang kreatif memiliki kemampuan menciptakan ide atau
pemikiran dalam bentuk baru, imajinatif, orisinal dan berbeda dengan ide-ide pemecahan
masalah yang lama. Orang kreatif dapat menjangkau diluar pemikiran orang biasa, dia berpikir
dengan cara yang unik melampaui cara-cara yang biasa digunakan, dan meraka lebih terbuka
terhadap ide-ide baru dan mudah menerima ide-ide yang baru, baik idenya sendiri maupun
idenya orang lain.

C.    Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas


1.      Faktor tersedianya sarana kebudayaan                     
Seorang musikus akan sulit mengembangkan bakatnya jika ia hidup dilingkungan dimana
tidak ada kemungkinan untuk mempelajari musik secara wajar walaupun ia berbakat.
Tersedianya sarana juga meliputi sarana fisik dalam bentuk peralatan atau bahan yang
dibutuhkan untuk suatu bidang. Oleh karena itu jika kreatifitasdalam bidang seni ingin
dikembangkan, maka peningkatan sarana dan media kebudayaan perlu dikembangkan.
Tersedianya media tersebut merupakan persyaratan bagu pertumbuhan suatu kebudayaan.
2.      Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan                   
Rangsangan dan lingkungan kebudayaan tidak hanya harus tersedia, tetapi juga harus
diingini dan mudah didapatkan. Kebudayaan tidak hanya memperhatikan tujuan-tujuan seperti
kesejahteraan, keamanan, dan pertahanan, namun juga sebaiknya media kebudayaan terbuka bagi
semua lapisan masyarakat dan tidaklagi golongan tertentu saja.
3.      Memberikan kesempatan bebas terhadap media kebudayaan bagi semua warga negara, tanpa
diskriminasi
Dahulu dan sekarang, sampai batas tertentu yang mendapat privilege untuk bidang-
bidang kebudayaan tertentu. Diskriminasi juga berlaku bagi jenis kelamin. Jarang sekali wanita
yang mencapai keunggulan dalam salah satu bidang dibandingkan dengan pria.
Menurut penelitian Terman (dalam Venom, 1982), yang menyelidiki biografi dari tokoh-
tokoh yang unggul serta mengikuti perkembangan anak-anak berbakat dari masa anak sampai
masa dewasanya, maka wanita pada umumnya sejak di SD sampai dengan di perguruan tinggi
dapat melebihi pria dalam prestasi akademik, akan tetapi dalam dunia pekerjaan mereka tidak
lagi dapat bersaing dengan pria. Keadaan ini bukan karena faktor kemampuan, tapi dikarenakan
faktor motivasi dan kesempatan.
4.      Faktor interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti
Orang-orang yang berarti saling mempengaruhi melelui produk yang mereka hasilkan
maupun melalui kontak pribadi langsung. Interaksi antara kelompok orang yang tenar dalam
bidang tertentu (misalnya para seniman di Taman Ismail Marzuki), dengan adanya kesepakatan
bekerja sama, dapat mempunyai dampak yang bermakna.
5.      Faktor insentif, penghargaan atau hadiah
Dari segi pendidikan, apabila insentif atau motifasi eksternal (yaitu berupa hadiah, uang
dan sebagainya) terlalu sering diberikan, justru dapat mempunyai dampak bahwa motifasi
internal berkurang atau hilang. Artinya orang tidak lagi mencipta demi ciptaan itu sendiri, akan
tetapi terutama karena dibayangi oleh keinginan mendapat hadiah. Dalam hal ini motivasi
internal (mencipta demi hadiah yang akan diperoleh).
Bagaimanapun, sampai batas-batas tertentu insentif dari luar dapat menguatkan motivasi
untuk berprestasi dan mempunyai dampak memperkuat (reinforcing), tidak terutama karena
hadiahnya, hadiah tersebut hanya melambangkan penghargaan terhadap si pencipta.
Satu hal yang perlu disadari ialah bahwa dengan terpenuhinya kesembilan factor
creativogenic tersebut dimuka, belum merupakan jaminan bahwa kreativitas akan muncul.
Faktor-faktor tersebut hanya merupakan faktor penunjang atau ketidakhadirannya merupakan
faktor penghambat. Akan tetapi akhirnya yang paling menentukan adalah unsure-unsur
intrapsikis dari diri pribadi individu itu sendiri. Karena itu mungkin saja timbul tokoh yang
kreatif, walaupun lingkungannya tidak kondusif untuk perkembangan kreativitas.

D.    Peran Serta Masyarakat


Dalam suatu daerah tentunya sudah ada wadah yang menampung dan membina bakat
dalam bidang seni dan visual dan pertunjukan. Ada sekolah music, sekolah tari, sanggar melukis,
dan lain sebagainya.
Demikian pula untuk bakat dalam bidang psikomotor, seperti olahraga, juga cukup
tampak lembaga pendidikan atau perkumpulan yang menangani berbagai bidang olahraga,
seperti berenang, bulu tangkis, sepak bola, atletik, dan lain-lainnya yang diprakarsai oleh
masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini tampak diadakan kursus-kursus untuk berbagai macam
ketrampilan seperti menjahit, memasak, tekhnik computer, dan sebagainya. Tetapi lembaga yang
khusus bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif melalui berbagai media
masih sangat sedikit.
Yang masih perlu digalakkan di Negara ini adalah peran serta masyarakat dalam
pengadaan program pendidikan anak berbakat yang merupakan kerja sama antar sekolah dan
keluarga. Yang perlu dilakukan ialah menemukan penerapan spesifik dari sumber-sumber social
cultural yang memupuk perkembangan kreatif dalam lingkungan pendidikan. Agar melalui
magic synthesis anak berbakat kita dapat menjadi pribadi yang unggul serta kreatif.
Pendapat dan gagasan beberapa pakar Indonesia mengenai kaitan dan peranan faktor-
fakor social-budaya dengan pengembangan kreatifitas anggota masyarakat menunjukkan
kesamaan dengan temuan pakar dan peneliti diluar negeri sehubungan dengan kondisi social-
budaya yang menunjang atau menghambat kreativitas bangsa. Faktor penentu yang dimaksud
melalui antara lain, adanya interaksi antara dua gerak psikologis, yaitu pengendalian konservatif
dan tantangan menghadapi pembaruan, perkembangan teknologi tingkat tinggi yang digunakan
secara efektif, keterbukaan terhadap rangsangan budaya baru yang memungjan pembuahan
saling system antar budaya, adanya kebebasan untuk ungkapan kretif dan komunikasi, dan
keterpaduan kebudayaan Indonesia yang baru dengan kebudayaan dunia yang sedang tumbuh.
Peran serta masyarakat dalm penyalenggaraan pelayanan pendidikan anak berbakat dapat
terwujud melalui barbagai bentuk kerja sama. Anak berbakat dapat mengunjungi beberapa
tempat kerja bisnis dan organisasi, dan memperoleh latihan disana. Pemimpin ataupun tokoh-
tokoh masyarakat yang memiliki keahliam atau ketrampilan dalam bidang tertentu dapat
memberi pengetahuan terhadap anak-anak, sehingga dengan demikian melatih ketrampilan
penelitian dan mendekatkan siswa terhadap masalah nyata dalam kehidupan. Program luar
sekolah dapat membantu memenuhi kebutuhan kognitif (mengembangkan ketrampilan berpikir),
afektif (berkomunikasi dengan teman sebaya atau orang dewasa yang kreatif), dan generatif
(menemukan cara-cara baru untuk memecahkan masalah).
Akhir-akhir ini telah tampak peran serta masyarakat untuk memupuk bakat dan talenta
siswa berbakat dalam berbagai bidang dengan menyelenggarakan kursus, pelatihan, sanggar, dan
sebagainya. Namun masih perlu digalakkan adalah kerja sama tiga lingkungan pendidikan
(sekolah, keluarga, dan masyarakat) dalam pengadaan berbagai alternative program pendidikan
anak berbakat.
- See more at: http://www.master-exselen.com/2012/12/pengertian-ciri-ciri-dan-faktor-
yang.html#sthash.BQNYLHdV.dpuf
Pengertian Kreativitas Definisi Menurut Para Ahli Ciri, Tahap, Konsep,
dan Asumsi tentang Kreativitas
12.17

Teori Olahraga

Pengertian Kreativitas adalah - Kreativitas merupakan potensi yang dimiliki setiap manusia dan bukan
yang diterima dari luar diri individu. Kreativitas yang dimiliki manusia, lahir bersama lahirnya manusia
tersebut. Sejak lahir individu sudah memperlihatkan kecenderungan mengaktualisasikan dirinya. Dalam
kehidupan ini kreativitas sangat penting, karena kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat
berarti dalam proses kehidupan manusia. Harus diakui bahwa memang sulit untuk menentukan satu
definisi yang operasional dari kreativitas, karena kreativitas merupakan konsep yang majemuk dan
multidimensional sehingga banyak para ahli mengemukakan tentang definisi dari kreativitas.

Definisi Kreativitas Menurut Para Ahli


Menurut Conny R Semiawan (2009: 44) kreativitas adalah modifikasi sesuatu yang sudah ada menjadi
konsep baru. Dengan kata lain, terdapat dua konsep lama yang dikombinasikan menjadi suatu konsep
baru. 

Sedangkan menurut Utami Munandar (2009: 12), bahwa kreativitas adalah hasil interaksi antara individu
dan lingkungannya, kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau
unsur-unur yang sudah ada atau dikenal sebelumnya, yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang
telah diperoleh seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari
lingkungan masyarakat.

Menurut Barron yang dikutip dari Ngalimun dkk (2013: 44) kreativitas didefinisikan sebagai kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford yang dikutip dari Ngalimun dkk (2013: 44) menyatakan   
bahwa    kreativitas    mengacu  pada   kemamampuan    yang menandai    seorang    kreatif.    

Rogers    (Utami    Munandar,    1992:        51) mendifiniskan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-
hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang
berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. 

Demikian juga dreavdahl (Hurlock, 1978: 325) yang dikutip dari    Ngalimun    dkk        (2013:     45)
mendifinsikan    kreativitas    sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan
baru yang dapat berwujud kreativitas imanjenatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan
pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada
pada situasi sekarang. Kreativitas juga tidak selalu menghasilkan sesuatu yang dapat diamati dan dinzlai. 

Menurut Jawwad (2004) dikutip dari Kemendikbud (2011: 28) kreativitas adalah kemampuan berpikir
untuk meraih hasil-hasil yang variatif dan baru, serta memungkinkan untuk diaplikasikan, baik dalam 
bidang  keilmuan,  keolah  ragaan,  kesusastraan,  maupun    bidang kehidupan lain yang melimpah.
Menurut Chandra (1994) dikutip dari Kemendikbud (2011: 28) kreativitas merupakan kemampuan
mental dan berbagai jenis ketrampilan khas   manusia   yang   dapat   melahirkan   pengungkapan   unik,
berbeda, orisinal, sama sekali baru, indah, efisien, tepat sasaran dan tepat guna. 

Maslow (dalam Schultz, 1991) dikutip dari Kemendikbud (2011) menyatakan bahwa kreativitas
disamakan dengan daya cipta dan daya khayal naif yang dimiliki anak-anak, suatu cara yang tidak
berprasangka, dan langsung melihat kepada hal-hal atau bersikap asertif. Kreativitas merupakan suatu
sifat yang akan diharapkan seseorang dari pengaktualisasian diri.

Menurut Utami Munandar (2011: 29) memberikan batasan sebagai berikut, kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada.
Dalam hal ini, Munandar mengartikan bahwa kreativitas sesungguhnya tidak perlu menciptakan hal-hal
yang baru, tetapi merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan
yang dimaksud dengan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada, dalam arti sudah ada atau sudah
dikenal sebelumnya, adalah semua pengalaman yang telah diperoleh seorang selama hidupnya
termasuk segala pengetahuan yang pernah diperolehnya. Oleh karena itu, semua pengalaman
memungkinkan seseorang mencipta, yaitu dengan menggabung-gabungkan (mengkombinasikan) unsur-
unsurnya menjadi sesuatu yang baru. Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah
kemampuan berkreasi berdasarkan data atau informasi yang tersedia dalam menemukan banyak
kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya   adalah   pada   kuantitas,  
ketepatgunaan,   dan keragaman jawaban. Jawaban-jawaban yang diberikan harus sesuai dengan
masalah yang dihadapi dengan memperhatikan kualitas dan mutu dari jawaban tersebut. Berpikir kreatif
dalam menjawab segala masalah adalah dengan menunjukkan kelancaran berpikir (dapat memberikan
banyak jawaban), menunjukkan keluwesan dalam berpikir (fleksibilitas), memberikan jawaban yang
bervariasi, dan melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan. Secara operasional kreativitas dapat
dirumuskan sebagai “kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan
orisinalias dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya,
memperinci) suatu gagasan.

Kreativitas sebagai proses berpikir yang membawa seseorang berusaha menemukan metode dan cara
baru di dalam memecahkan suatu masalah. Kemudian ia menemukan bahwa kreativitas yang penting
bukan apa yang dihasilkan dari proses tersebut tetapi yang pokok adalah kesenangan dan keasyikan
yang terlihat dalam melakukan aktivitas kreatif. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa kreativitas merupakan suatu proses berpikir yang lancar, lentur dan orisinal dalam menciptakan
suatu gagasan yang bersifat unik, berbeda, orisinal, baru, indah, efisien, dan bermakna, serta membawa
seseorang berusaha menemukan metode dan cara baru di dalam memecahkan suatu masalah.

Beberapa uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kreativitas pada intinya merupakan kemampuan
seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam
bentuk    karya baru maupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda
dengan apa yang telah ada sebelumnya.

Beberapa teknik untuk memacu timbulnya kreativitas menurut Nursito (1999: 34) : a) aktif membaca, b)
gemar melakukan telaah, c) giat berapresiasif, d) mencintai nilai seni, e) resprektif terhadap
perkembangan, f) menghasilkan sejumlah karya, g) dapat memberikan contoh dari hal-hal yang
dibutuhkan orang lain.

Dalam bidang olahraga kreativitas dapat diartikan dengan kemampuan berpikir secara lancar, lentur,
dan orisinal dalam menciptakan suatu gagasan yang bersifat unik, berbeda, orisinal, baru, indah, efisien,
dan bermakna baik pada olah raga tari, olah raga musik, olah raga rupa sehingga mampu menemukan
suatu cara baru dalam memecahkan masalah yang ditemui pada bidang olah raga yang ditekuni.
Selanjutnya Gowan (2011: 51) menjelaskan kreativitas kaitannya dengan keberbakatan menyatakan
bahwa keberbakatan adalah hasil dari berfungsinya  secara total otak manusia, sehingga kreativitas pun
adalah pernyataan tertinggi keberbakatan bisa di teliti dari dasar biologis otak.

Iklim yang mendukung kreativitas di antaranya keterbukaan dilingkungan rumah, persuasive, tidak
otoriter, memotivasi, menghargai anak baik kelebihan maupun kekurangannya, memberi kebebasan
terpimpin, menghindari hukuman yang berlebihan, dan memberi kesempatan terbuka untuk memberi
pengalaman. Minat anak dipupuk  sejak  kecil  merupakan  modal  untuk  selanjutnya,  anak  senang
terhadap sesuatu yang diminati merupakan awal dan sukses di kemudian hari. Anak melakukan
observasi, eksperimen, dan bertanya, mengerjakan hal-hal yang rumit, tekun dan ulet dalam
memecahkan masalah, serta mencoba dan mencoba lagi dalam aktivitas hidup sehari-hari ini sebagai
pertanda anak mempunyai kreativitas sejak dini. Kreativitas (berfikir kreatif atau berfikir divergen)
adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan
keragaman jawaban. Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah
makin kreatiflah, tetapi jawaban itu  harus relevan dengan masalahnya.

Ciri-Ciri Kreativitas
Menurut Pedoman Diagnostik Potensi Peserta Didik (Depdiknas 2004: 19) dalam Nurhayati (2011: 10),
disebutkan ciri kreativitas antara lain : a) menunjukan rasa ingin tahu yang luar biasa, b) menciptakan
berbagai ragam dan jumlah gagasan guna memecahkan persoalan, c)  sering mengajukan tanggapan
yang unik dan pintar, d) berani mengambil resiko, e) suka mencoba, f) peka terhadap keindahan dan segi
estetika dari lingkungan.

Menurut Conny R. Semiawan (2009: 136) ciri-ciri kreativitas adalah: a) berani mengambil resiko, b)
memainkan peran yang positif berfikir kreatif,  c) merumuskan  dan  mendefinisikan  masalah,  d)
tumbuh kembang mengatasi masalah, e) toleransi terhadap masalah ganda (ambigutiy), f) menghargai
sesama dan lingkungan sekitar.

Menurut Utami Munandar (2009: 10) ciri-ciri kreativitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu ciri kognitif
(aptitude) dan ciri non-kognitif (non-aptitude). Ciri kognitif (aptitude) dari kreativitas terdiri dari
orisinalitas, fleksibilitas, kelancaran dan elaboratif. Sedangkan ciri nonkognitif dari kreativitas meliputi
motivasi, kepribadian, dan sikap kreatif. Kreativitas baik itu yang meliputi ciri kognitif maupun non-
kognitif merupakan salah satu potensi yang penting untuk dipupuk dan dikembangkan.

Menurut David Cambel dalam Bambang Sarjono (2010: 9)

1. Kelincahan mental berpikir dari segala arah dan kemampuan untuk bermain-main dengan ide-
ide, gagasan-gagasan, konsep, lambang-lambang, kata-kata dan khususnya melihat hubungan-
hubungan yang tak bisa antara ide-ide, gagasan-gagasan, dan sebagainya. Berpikir ke segala
arah (convergen thinking) adalah kemampuan untuk melihat masalah atau perkara dari berbagai
arah, segi, dan mengumpulkan fakta yang penting serta memgarahkan fakta itu pada masalah
atau perkara yang dihadapi.
2. Kelincahan mental berpikir ke segala arah (divergen thinking) adalah kemampuan untuk berpikir
dari satu ide, gagasan menyebar ke segala arah.
3. Fleksibel konseptual (conseptual fleksibility) adalah kemampuan untuk secara spontan
mengganti cara pandang, pendekatan, kerja yang tidak selesai.
4. Orisinilitas (originality) adalah kemampuan untuk memunculkan ide, gagasan, pemecahan, cara
kerja yang tidak lazim (meski tidak selalu baik) yang jarang bahkan “mengejutkan”
5. Lebih menyukai kompleksitas daripada simplisitas. Dari penyelidikan ditemukan bahwa pada
umumnya orang-orang kreatif lebih menyukai kerumitan dari pada kemudahan, memilih
tantangan daripada keamanan, cenderung pada tali- temalinya (complexity) dari yang sederhana
(simplixity).
6. Latar belakang yang merangsang. Orang –orang kreatif biasanya sudah lama hidup dalam
lingkungan orang-orang  yang dapat menjadi contoh dalam bidang tulis-menulis, seni, studi,
penelitian, dan pengembangan ilmu serta penerapannya, dan dalam suasana ingin belajar, ingin
bertambah tahu, ingin maju dalam bidang-bidang yang digumuli.
7. Kecakapan dalam banyak hal. Para manusia kreatif pada umumnya banyak minat dan kecakapan
dalam berbagai bidang (multiple skill).

Menurut Utami Munandar (2009: 31) pentingnya pengembangan kreativitas ini memiliki empat alasan,
yaitu :

1. Dengan berkreasi, orang dapat mewujudkan dirinya, perwujudan dirinya, perwujudan diri
tersebut termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Menurut Maslow
(Munandar, 2009) kreativitas juga merupakan manifestasi dari seseorang yang berfungsi
sepenuhnya dalam perwujudan dirinya.
2. Kreativitas atau berfikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
untuk menyelesaikan suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran dalam pendidikan (Guilford,
1967). Di sekolah yang terutama dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan
penalaran (berpikir logis).
3. Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungannya tetapi
juga memberi kepuasan pada individu.
4. Kreativitaslah yang memungkinan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, yang dimaksud kreativitas dalam penelitian ini adalah
kemampuan untuk menciptakan ide, gagasan, dan berkreasi untuk memecahkan masalah atau
mengatasi permasalahan secara spontanitas. Ciri kreativitas atau orang kreatif secara garis besar
menurut para ahli dapat disimpulkan, yaitu : memiliki kemampuan dalam melihat masalah, memiliki
emampuan menciptakan ide atau gagasan untuk memecahkan masalah, terbuka pada hal-hal baru serta
menerima hal-hal tersebut.

Tahapan Kreativitas
Menurut model Wallas, yang dikutip oleh Solso (1991), dikutip  dari Ngalimun dkk (2013: 52) kreativitas
muncul dalam empat tahap sebagai berikut :

a)    Tahap Persiapan


Merupakan tahapan awal yang berisi kegiataan pengenalan masalah, pengumpulan data informasi yang
relevan, melihat hubungan antara hiptesis dengan kaidah-kaidah yang ada, tetapi belum sampai
menemukan sesuatu, baru menjajaki kemungkinan- kemungkinan. Sampai batas tertentu keseluruhan
pendidikan, latar belakang umum dan pengalamanhidup turut menyumbang proses persiapan menjadi
kreatif.

b)    Tahap inkubasi


Masa inkubasi dikenal luas sebagai tahap istrirahat, masa menyimpan informasi yang sudah
dikumpulkan, lalu berhenti dan tidak lagi memusatkan diri atau merenungkannya. Kreativitas
merupakan hasil kemampuan pikiran dalam mengaitkan berbagai gagasan, menhasilkan sesuatu yang
bary dan unik.dalam proses mengaitkan ide, pikiran sebenarnya melakukan proses, termasuk berikut
ini :

1. Menjajarkan : mengambil satu gagasan dan mengadunya dengan ide lain, dari kontras muncul
ide baru.
2. Memadukan : meminjam sifat aspek dari dua ide dan menyatukannya untuk bersama-sama
membentuk ide baru.
3. Menyusun atau memilih : menggabungkan banyak ide untuk membentuk suatu sintesis
dipuncak atau dasar, ide yang benar-benar bary, yang menyatukan seluruh elemen.
4. Mengitari : dimulai dengan gambaran kabur ide baru, kemudian mempersempitnya pilihan
untuk mendapatkan suatu konsep pokok yang manjur.
5. Membayangkan : menggunakan imajinasi dan fantasi untuk menghasilkan ide baru dari ide
lama.

c)    Tahap Pencerahan


Tahap pencerahan dikenal luas sebagai pengalaman eureka atau “Aha”, yaitu saat inspirasi ketika
sebuag gagasan baru muncul dalam pikiran, seakan-akan dari ketiadaaan untuk menjawab tantangan
kreatif yang sedang dihadapi.

d)    Tahap Pelaksanaan/Pembuktian


Pada tahap ini titik tolaj seseorang member bentuk pad aide atau gagasan baru, untuk menyakinkan
bahwa gagasan tersebut dapat diterapkan. Dalam tahap ini ada gagasan yang dapat berhasil dengan
cepat dan ada pula yang perlu waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Asumsi Tentang Kreativitas


Menurut Dedi Supriadi (1994 : 15). Ada enam asumsi tentang kreativitas, yaitu :

1. Setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda beda. Tidak ada orang
yang sama sekali tidak memiliki kreativitas, dan yang diperlukan adalah bagaimana
menggembangkan kreativitas. Dikemukakan oleh Devito (1971: 213 – 216) bahwa kreativitas
merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Setiap orang lahir dengan potensi kreatif, dan potensi ini dapat dikembangkan
dan dipupuk.
2. Kreativitas dinyatakan dalam bentuk-bentuk produk-produk kreatif, baik berupa benda maupun
gagasan.produk kreatif merupakan “criteria puncak” untuk memiliki tinmggi rendahnya
kreativitas seseorang.
3. Aktulalisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor-faktor psikologis
(internal) dengan lingkungan (eksternal). Pada setiap orang peranan masing-masing faktor
tersebut berbeda-beda. Asumsi ini disebut juga sebagai asumsi interaksional (Stain,1967) atau
sosial-psikologi  (Amabilic,1983, Sumonto, 1975) yang memandang kedua faktor tersebut secara
komplementar. Artinya kreativitas berkembang berkat serangkaian proses interaksi sosial
individu dengan potensi kreatifnya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial-
budaya temapat ia hidup.
4. Dalam diri seorang dan lingkunganya terdapat faktor-faktor yang menghambat dan menunjang
perkembangan  kreativitas itu. Faktor-faktor tersebut dapat diindentifikasikan persamaan dan
perbedaanya pada kelompok individu atau antara individu yang satu denga yang lain.
5. Kreativitas seseorang tidak berlangasung dalam bervakuman, melainkan didahului oleh dan
merupakan pengembangan dari hasil-hasil kreativitas orang-orang yang berkaya sebelumnya.
Jadi kreativitas merupaka kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya sehingga
melahirkan sesuatu yang baru. Karya kreatif tidak hanya lahir karena kebetulan, melainkan
melalui serangkaian proses kreatif yang menuntut kecapakan, ketrampilan.
6. Karya kreatif tidak hanya lahir karena kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses kreatif
yang menuntut kecakapan, ketrampilan dan motivasi yang kuat. Ada tiga faktor yang
menentukam prestasi seseorang, yaitu motivasi atau komitmen yang tinggi, ketrampilan dalam
bidang yang ditekuninya dan kecakapan kreatif.

Konsep Tentang Kreativitas


Kreativitas    merupakan    kemampuan    yang    mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan
originalitas dalam berfikir,  serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan (Utami Munandar
1992 : 47).
Definisi Kreativitas dari Clark berdasarkan hasil berbagai penelitian tentang spesialisasi belahan otak,
mengemukakan kreativitas merupakan ekspresi tertinggi keterbakatan dan sifatnya terintegrasikan,
yaitu sintesa dari semua fungsi dasar manusia yaitu: berfikir, merasa, menginderakan dan intuisi (basic
function of thingking, feelings, sensing and intuiting).

Konsep kreativitas, pengertian kreativitas dapat di tinjau dari empat segi (3P dari kreativitas) yaitu:

a)    Kreativitas sebagai Proses


Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu
objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru Proses kreatif sebagai munculnya dalam tindakan
suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak, dan dari kejadian, orang-orang,
dan keadaan hidupnya dilain pihak. Jadi Kreativitas sebagai proses: Bersibuk diri secara kreatif yang
menunjukan kelancaran fleksibilitas (keluwesan) dan orisinalitas dalam berfikir dan berperilaku.

Penekanan pada aspek baru dari produk kreatif yang dihasilkan dan aspek interaksi antara individu dan
lingkungannya / kebudayaannya. Kreativitas adalah suatu proses upaya manusia atau  bangsa  untuk 
membangun  dirinya   dalam  berbagai    aspek kehidupannya. Tujuan pembangunan diri itu ialah untuk
menikmati kualitas kehidupan yang semakin baik. Kreativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam
kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan originalitas dalam berfikir. Guilford (1986) menekankan
perbedaan berfikir divergen (disebut juga berfikir kreatif) dan berfikir konvergen. Berfikir Divergen:
bentuk pemikiran terbuka, yang menjajagi macam-macam kemungkinan jawaban terhadap suatu
persoalan/ masalah. Berfikir Konvergen: sebaliknya berfokus pada tercapainya satu jawaban yang paling
tepat terhadap suatu persoalan atau masalah.

Dalam pendidikan formal pada umumnya menekankan berfikir konvergen dan kurang memikirkan
berfikir divergen. Torrance (1979) menekankan adanya ketekunan, keuletan, kerja keras, jadi jangan
tergantung timbulnya inspirasi.

b)    Kreativitas sebagai Produk


Definisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk
atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah
elaborasi/penggabungan yang inovatif. “Creativity is the ability to bring something new into
existence”(Baron, 1976 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001) Definisi yang berfokus pada  produk kreatif
menekankan pada orisinalitas, seperti yang dikemukakan    oleh    Baron    (1969)    yang    menyatakan
bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru. Begitu
pula menurut Haefele (1962) dalam Munandar, 1999; yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan
untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Dari dua definisi ini maka
kreatifitas tidak hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu yang
sudah ada sebelumnya.

Kreativitas dikatakan suatu produk artinya suatu karya dapat di katakan kreatif jika merupakan suatu
ciptaan yang baru atau orisinil dan bermakna dari individu atau bagi lingkungannya Kreativitas sebagai
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru.

Kecuali unsur baru, juga terkandung peran faktor lingkungan dan waktu (masa). Produk baru dapat
disebut karya kreatif jika mendapatkan pengakuan (penghargaan) oleh  masyarakat pada waktu
tertentu. Namun menurut ahli lain pertama- tama bukan suatu karya kreatif bermakna bagi umum,
tetapi terutama bagi si pencipta sendiri

Kreativitas atau daya kreasi itu dalam masyarakat yang progresif dihargai sedemikian tingginya dan
dianggap begitu penting sehinnga untuk memupuk dan mengembangkannya dibentuk laboratorium
atau bengkel-bengkel khusus tang tersedia tempat, waktu dan fasilitas yang diperlukan.

c)    Kreativitas ditinjau dari segi Pribadi


Kreativitas merupakan ungkapan unik dari seluruh pribadi sebagai hasil interaksi individu, perasaan,
sikap dan perilakunya. Sebagai pribadi: Kreativitas mencerminkan keunikan individu dalam pikiran-
pikiran dan ungkapan-ungkapannya. Kreativitas mulai dengan kemampuan individu untuk menciptakan
sesuatu yang baru. Biasanya seorang individu yang kreatif memiliki sifat yang mandiri. Ia tidak merasa
terikat pada nilai-nilai dan norma- norma umum yang berlaku dalam bidang keahliannya. Ia memiliki
sistem nilai dan sistem apresiasi hidup sendiri yang mungkin tidak sama yang dianut oleh masyarakat
ramai. Dengan perkataan lain: Kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu (bukan merupakan
sifat sosial yang dihayati oleh masyarakat) yang tercermin dari kemampuannya untuk menciptakan
sesuatu yang baru.

Kreativitas pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada individu 
atau person dari individu yang dapat disebut kreatif. Guilford menerangkan bahwa kreativitas
merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya dengan
bakat. Dalam mendefinisikan pribadai kreatif anak  usia dini,  perlu diperhatikan  4  kriteria dasar
menurut  Guilford (1957) dan Jackson&Messick (1965) yang dikutipdari Kemendikbud (2011: 37) sebagai
berikut:

 Orisinal (original), perilaku yang tidak biasa dan di luar dugaan (mengejutkan) daripada hal yang
khas dan dapat diprediksi.
 Sesuai dan berkaitan (appropriate and relevant), perilaku kreatif memiliki kesesuaian dan
berkaitan dengan tujuan dari seseorang ketika ia membuat sesuatu.
 Kelancaran (fuent) yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam bentuk yang berarti, perilaku
kreatif menunjukkan kelancaran yang berkaitan dengan kreativitas dan dapat disamakan dengan
kelancaran dalam berbahasa, hal ini dimaksudkan bahwa seorang anak dapat menghasilkan
sebuah ide dengan mudah setelah menghasilkan ide sebelumnya.
 Fleksibel (flexible) dalam mengembangkan dan menggunakan pendekatan yang tidak biasanya
dalam memecahkan masalah.

Perilaku kreatif pada orang dewasa dan perilaku kreatif pada anak- anak adalah sesuatu yang berbeda.
Kematangan kreativitas seseorang biasanya menekankan pada tiga hal yaitu, keahlian dalam
kemampuan teknis dan artistik, kemampuan kreativitas seseorang, dan motivasi instrinsik. Seorang anak
secara jelas memiliki pengalaman yang sedikit dibandingkan dengan orang dewasa, oleh sebab itu
mereka memiliki sedikit keahlian dan gaya bekerja mereka belum berkembang dengan baik.
PTK
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

UPAYA MENINGKATKAN KREATIFITAS BELAJAR SISWA


DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI
PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS V MIN BETUNGAN KEDURANG
BENGKULU SELATAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang


Berdasarkan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 pasal 3 (tiga) Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk pencapaian itu semua tentunya tidak lepas dari semua pihak, untuk meningkatkan
kualitas hasil belajar anak dalam pembelajaran, salah satu yang berperan penting dalam
keberhasilan peningkatan  kualitas hasil belajar anak dalam pembelajaran adalah proses belajar
yang baik, menyenangkan,dan kreatif. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang
dapat membuat anak lebih kratif dan proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan anak,
diperlukan beberapa keterampilan salah satunya keterampilan mengajar.
Keterampilan mengajar merupakan kompetensi professional yang cukup kompleks,
sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh (Mulyasa, 2007).
Keberhasilan suatu kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh faktor-faktor antara lain
guru, siswa dan bagaimana kegiatan belajar mengajar tersebut berlangsung.
Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) guru bertanggung jawab untuk melaksanakan
proses pendidikan. Guru yang profesional harus memikirkan bagaimana cara mengajar dengan
baik, cara meningkatkan motivasi dan kualitas dalam mengajar sehingga dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar anak didiknya, untuk itu guru perlu adanya inovasi-inovasi
pembelajaran yang membantu peningkatan hasil pembelajaran.
Mengajar tidak sama dengan membelajarkan. Hal ini terdeteksi dari hasil mengajar
seorang guru yang tidak selalu dapat membelajarkan siswanya. Hasil belajar siswa yang
bervariasi, apalagi kegiatan mengajar seorang guru tidak mempunyai tujuan atau tidak mengacu
pada tujuan (Sutarno, dkk. 2008).
Aktivitas yang sangat menonjol dalam pengajaran adalah pada siswa. namun, bukan
berarti peran guru tersisihkan, tetapi diubah, kalau guru dianggap sebagai sumber pengetahuan,
sehingga guru selalu aktif dan siswa selalu pasif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru adalah
seorang pemandu dan pendorong agar siswa belajar secara aktif dan kreatif.
Berdasarkan hasil observasi pembelajaran di kelas V MIN Betungan Kedurang diketahui
bahwa siswa kurang terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar pada mata pelajaran PKn. Hal ini
terlihat dari 10 orang siswa sebanyak 60 % siswa belajar kurang tertib / ribut dan kurang
memperhatikan penjelasan guru. Selain itu, selama proses pembelajaran berlangsung gurulah
yang paling dominan berbicara dan menyampaikan informasi . Metode yang digunakan adalah
ceramah. Metode ini lebih banyak memberikan informasi dan hanya penjelasan/bercerita
sehingga siswa merasa bosan dan menjadi tidak memperhatikan penjelasan guru. Dengan kata
lain masih kurangnya penguasaan guru terhadap keterampilan mengajar, misalnya kurangnya
penguasaan guru dalam mengelola kelas dan kurang keterampilannya guru dalam penyampaian
materi. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn
sehingga kelas tidak kondusif.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran yang terjadi belum
optimal, baik dari segi penyampaian guru maupun perhatian siswa. Dalam proses pembelajaran
ini perlu dilakukan modifikasi untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Sehubungan
dengan ini maka peneliti mencoba memperbaiki proses pembelajaran melalui penelitian tindakan
kelas dengan menerapkan metode diskusi kelompok untuk meningkatkan keaktifan, kreatifitas
dalam proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukkan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pembelajaran dengan metode diskusi merupakan pendekatan pembelajaran yang
sederhana. Dengan belajar diskusi, siswa yang kurang akan meningkatkan kemampuan
belajarnya karena di dalam pelaksanaanya siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi
pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Dalam hal ini perbaikan pembelajaran
diterapkan pada mata pelajaran PKn khususnya pada pokok bahasan organisasi.

B.       Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang diteliti maka yang menjadi pokok permasalahan adalah
:
1.      Apakah dengan menerapkan metode diskusi dapat meningkatkan keaktifan dan kreatifitas belajar
siswa pada mata pelajaran PKn di kelas V MIN Betungan?
2.      Bagaimanakah hasil belajar siswa pada perbaikan proses pembelajaran PKn dengan penerapan
metode diskusi di kelas V MIN Betungan ?
C.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan agar dapat meningkatkan kreatifitas belajar siswa dan dapat
menunjang pencapaian tujuan kegiatan belajar PKn, Adapun secara khusus tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian  ini yaitu :
1.      Mendeskripsikan peningkatan keaktifan dan kreatifitas belajar siswa kelas V MIN Betungan
pada mata pelajaran PKn dengan menggunakan metode diskusi.
2.      Untuk mengetahui peningkatan prestasi hasil belajar siswa kelas V MIN Betungan pada mata
pelajaran PKn dengan menggunakan metode diskusi.

D.      Manfaat penelitian


Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah dan peneliti.
1.       Manfaat bagi siswa
Memudahkan siswa memahami konsep-konsep PKn, dapat membantu siswa dalam
meningkatkan prestasi hasil belajar dan dapat meningkatkan keaktifan  dan  berkreatifitas dalam
belajar.
2.       Manfaat bagi guru
Guru dapat mengetahui sejauh mana kemampuan yang dimilikinya dalam peningkatan
penguasaan  keterampilan belajar dalam pembelajaran, Guru dapat mengembangkan alternatif
baru untuk mengatasi kelemahan pembelajaran yang diampunya.

3.      Manfaat bagi sekolah


a.       Sekolah yang mempunyai guru professional yang tinggi dengan melaksanakan penelitian akan
dapat meningkatkan kualitas sekolah
b.      Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas berbagai pembelajaran di sekolah.
c.       Secara tidak langsung akan meningkatkan minat orangtua siswa memasukkan anak ke sekolah
yang gurunya aktif dan kreatif dalam pembelajaran

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.      Hakikat Pembelajaran PKn


Somantri (2001) Dalam kepustakaan asing pendidikan kewarganegaraan (PKn) disebut
civid education yang batasanya ialah seluruh kegiatan sekolah, rumah dan masyarakat yang dapat
menumbuhkan demokrasi. Nu’man soemantri (2001) sangat merekomendasikan pentingnya
dialog kreatif (creative dialogue) sebagai wahana untuk memcahkan masalah yang dihadapi
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Menurut sumarna dan muhamad hatta (2004 :
1950) memberikan catatan beberapa hal yang sangat pentig yang harus diperhatikan guru : a).
Guru harus dapat membedakan antara bentuk penilaian portofolio individu, kelompok kecil atau
kelompok besar b). Guru harus membuat kriteria yang sesuai dengan potensi dasar maupun
indikator pencapaian hasil belajar dll.
 Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education) merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa,
usia, dan suku bangsa.
Hasil belajar PKn adalah hasil belajar yang dicapai siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran PKn berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar yang berguna
bagi siswa untuk kehidupan sosialnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang yang
meliputi: keragaman suku bangsa dan budaya Indonesia, keragaman keyakinan (agama dan
golongan) serta keragaman tingkat kemampuan intelektual dan emosional. Hasil belajar didapat
baik dari hasil tes (formatif, subsumatif dan sumatif), unjuk kerja (performance), penugasan
(Proyek), hasil kerja (produk), portofolio, sikap serta penilaian diri.
Untuk meningkatkan hasil belajar PKn, dalam pembelajarannya harus menarik sehingga
siswa termotivasi untuk belajar. Diperlukan model pembelajara interaktif dimana guru lebih
banyak memberikan peran kepada siswa sebagai subjek belajar, guru mengutamakan proses
daripada hasil. Guru merancang proses belajar mengajar yang melibatkan siswa secara integratif
dan komprehensif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar.
Agar hasil belajar PKn meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran yang tepat
untuk melibatkan siswa secara aktif baik pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotor
dalam proses belajar mengajar.

B.       Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


Dirjen Pendidikan Islam DEPAG RI (2006). menyatakan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan bertujuan agar perserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.      Berpikir secara kritis, nasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
2.      Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi
3.      Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup  bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4.      Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung
dengan memanfaatkan teknologi dan informasi.
C.      Metode Diskusi Kelompok
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada
suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur
berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati
bersama.
Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut:
a.       Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat.
b.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai
sumber data.
c.       Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-
sama.
d.      Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru.
e.       Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang
pendapat teman-temannya.
f.       Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan
yang akan atau telah diambil.
g.      Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin
bertentangan sama sekali.
h.      Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara.
i.        Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga
menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis.
j.        Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan
pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas.

Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:
a.    Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa
b.    Memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya
c.    Mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai
d.   Membantu siswa belajar berpikir secara kritis
e.    Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman
f.     Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari
pelajaran sekolah
g.    Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.
Laporan Penelitian Tindakan Kelas PKN SD: UPAYA PENINGKATAN
AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PKN DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW
Posted by INFO PENDIDIKAN on Sunday, February 12, 2012
Bab I Pendahuluan

A.    Latar Belakang Masalah

Negara berkembang selalu berusaha untuk mengejar ketinggalannya, yaitu dengan giat
melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan pemerintah
selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan berbagai cara seperti
mengganti kurikulum, meningkatkan kualitas guru melalui penataran-penataran atau
melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, memberi dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) dan sebagainya. Sesuai dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, pasal 3 menyatakan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta


peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”.

Dengan memperhatikan isi dari UU No. 20 tahun 2003 tersebut, peneliti berpendapat bahwa
tugas seorang guru memang berat, sebab kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan
pendidikan dari bangsa itu sendiri. Jika seorang seorang guru atau pendidik tidak berhasil
mengembangkan potensi peserta didik maka negara itu tidak akan maju, sebaliknya jika guru atau
pendidik berhasil mengembangkan potensi peserta didik, maka terciptalah manusia yang cerdas,
terampil, dan berkualitas. Sesuai dengan Depdiknas (2005 : 33) yang menyatakan bahwa, “Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari
segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945”.

Untuk mencapai tujuan ini peranan guru sangat menentukan. Menurut Wina Sanjaya (2006 :
19), peran guru adalah: “Sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, dan
evaluator”. Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran berhasil dengan baik.
Salah satu cara untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan
mengganti cara / model pembelajaran yang selama ini tidak diminati lagi oleh siswa, seperti
pembelajaran yang dilakukan dengan ceramah dan tanya-jawab, model pembelajaran ini membuat
siswa jenuh dan tidak kreatif. Suasana belajar mengajar yang diharapkan adalah menjadikan siswa
sebagai subjek yang berupaya menggali sendiri, memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu
konsep yang dipelajari, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Situasi
belajar yang diharapkan di sini adalah siswa yang lebih banyak berperan (kreatif).

Pada SDN Sodong 1 sejak peneliti mengajar tahun 1999 dalam pembelajaran PKn, peneliti sering
menggunakan model pembelajaran ceramah. Model pembelajaran ini tidak dapat membangkitkan
aktivitas siswa dalam belajar. Hal ini tampak dari perilaku siswa yang cenderung hanya mendengar dan
mencatat pelajaran yang diberikan guru. Siswa tidak mau bertanya apalagi mengemukakan pendapat
tentang materi yang diberikan siswa yang mau bertanya dan berani mengemukakan pendapat dari 20
orang siswa kelas VI A hanya sekitar 3 orang (15%) di atas (85%) siswa tidak mau bertanya dan tidak
berani mengemukakan pendapat. Melihat kondisi ini, peneliti berusaha untuk mencarikan model
pembelajaran lain yaitu model pembelajaran diskusi. Siswa dibagi atas beberapa kelompok yang
beranggotakan 6 orang (melihat kondisi siswa di kelas). Dari diskusi yang telah dilaksanakan, ternyata
siswa masih kurang mampu dalam mengemukakan pendapat, sebab kemampuan dasar siswa rendah.
Dalam bekerja kelompok, hanya satu atau dua orang saja yang aktif, sedangkan yang lainnya
membicarakan hal lain yang tidak berhubungan dengan tugas kelompok. Dalam melaksanakan diskusi
kelompok, peneliti juga melihat di antara anggota kelompok ada yang suka mengganggu teman karena
mereka beranggapan bahwa dalam belajar kelompok (diskusi) tidak perlu semuanya bekerja. Karena
tidak semua anggota kelompok yang aktif, maka tanggung jawab dalam kelompok menjadi kurang,
bahkan dalam kerja kelompok (diskusi), peneliti juga menemukan ada di antara anggota kelompok yang
egois sehingga tidak mau menerima pendapat teman.

Melihat kenyataan-kenyataan yang peneliti temui pada sikap siswa di dalam proses
pembelajaran tersebut di atas, peneliti berpendapat bahwa aktivitas siswa di SDN Sodong 1 dalam
pembelajaran PKn sangat kurang. Dalam hal ini peneliti berani mengungkapkan karena memang
aktivitas siswa SDN Sodong 1 masih jauh dari pengertian aktivitas yang diungkapkan dari para ahli,
seperti Paul D. Dierich dalam Oemar Hamalik (2001: 173), mengemukakan bahwa jenis aktivitas dalam
kegiatan lisan atau oral adalah mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu
kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan
interupsi.

Berdasarkan pengamatan atau observasi pendahuluan yang peneliti lakukan, ditemukan bahwa
siswa SDN Sodong 1 dalam melaksanakan diskusi kelas jarang sekali mengemukakan pendapat,
mengajukan pertanyaan, apalagi mengajukan saran. Karena aktivitas siswa yang rendah itu, hasil belajar
yang diperoleh juga menjadi rendah.
Sumber Data Sekunder Nilai PKn SDN Sodong 1. Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain rendahnya perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran PKn. Guru sering
memberikan pelajaran dalam bentuk ceramah dan tanya-jawab, sehingga siswa tidak terangsang untuk
mengembangkan kemampuan berfikir kreatif.

Berdasarkan pengalaman yang peneliti hadapi di dalam proses pembelajaran PKn yang tidak
aktif maka peneliti berusaha mencarikan model pembelajaran lain, sehingga pembelajaran lebih
bermakna dan lebih berkualitas. Model pembelajaran yang akan di coba untuk melakukannya adalah
model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw. Ketertarikan peneliti mengambil model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw, karena peneliti melihat dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw semua
anggota kelompok diberi tugas dan tanggungjawab, baik individu maupun kelompok. Jadi, keunggulan
pada pembelajaran kooperatif Jigsaw dibanding dengan diskusi yaitu seluruh anggota dalam kelompok
harus bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan, sebab tugas itu ada yang merupakan tanggung jawab
individu dan ada pula tanggung jawab kelompok. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini peneliti mengambil
sebuah judul yaitu: “Upaya Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran PKn dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif Jigsaw”.

Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di SDN Sodong 1, diharapkan aktivitas
siswa dalam pembelajaran meningkat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Siswa kurang memperhatikan dalam pembelajaran.

2. Siswa kurang berani dalam mengemukakan pendapat.

3. Adanya siswa beranggapan bahwa dalam belajar kelompok tidak perlu semua bekerja.

4. Adanya siswa yang suka membicarakan hal lain, yang tidak berhubungan dengan tugas
kelompok.

5. Tanggung jawab siswa terhadap tugas masih rendah.

6. Adanya anggota kelompok yang tidak mau menerima pendapat teman.

C. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan kemampuan waktu dan tenaga yang peneliti miliki, maka peneliti memberi
batasan masalah:

1. Siswa kurang berani dalam mengemukakan pendapat.

2. Tanggung jawab siswa terhadap tugas masih rendah.


3. Motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran kurang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah ditetapkan dalam pembelajaran PKn dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk mengembangkan


aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn?

2. Apakah penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw memberikan aktivitas


siswa dalam pembelajaran PKn kelas VI A SDN Sodong 1?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah “untuk mengetahui peningkatan
aktivitas belajar siswa dan motivasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan melalui model pembelajaran
kooperatif Jigsaw”.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengharapkan
penilitian ini bermanfaat sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Mengembangkan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran yang bermutu

b. Melatih guru agar lebih cermat dalam memperhatikan kesulitan belajar siswa

2. Bagi Siswa

a. Memberikan suasana pembelajaran yang menggairahkan

b. Menghilangkan anggapan bahwa belajar kelompok itu cukup dikerjakan oleh satu atau dua
orang saja

c. Memupuk pribadi siswa aktif dan kreatif

d. Memupuk tanggung jawab individu maupun kelompok

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di SDN
Sodong 1.
Bab II Kajian Kepustakaan

A. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk diri
yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas,
terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Depdiknas (2005: 34) bahwa :

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk
mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan
keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas
dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan pendapat di atas jelas bagi kita bahwa PKn bertujuan mengembangkan potensi
individu warga negara, dengan demikian maka seorang guru PKn haruslah menjadi guru yang berkualitas
dan profesional, sebab jika guru tidak berkualitas tentu tujuan PKn itu sendiri tidak tercapai. Secara garis
besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu:

1. Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang mencakup bidang politik,


hukum dan moral.

2. Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics Skills) meliputi keterampilan partisipasi


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics Values) mencakup antara lain percaya diri,
penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur. (Depdiknas 2003 : 4)

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan bahwa dalam mata pelajaran Kewarganegaraan
seorang siswa bukan saja menerima pelajaran berupa pengetahuan, tetapi pada diri siswa juga harus
berkembang sikap, keterampilan dan nilai-nilai. Sesuai dengan Depdiknas (2005 : 33) yang menyatakan
bahwa tujuan PKn untuk setiap jenjang pendidikan yaitu mengembangkan kecerdasan warga negara
yang diwujudkan melalui pemahaman, keterampilan sosial dan intelektuan, serta berprestasi dalam
memecahkan masalah di lingkungannya.

Untuk mencapai tujuan Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, maka guru berupaya melalui
kualitas pembelajaran yang dikelolanya, upaya ini bisa dicapai jika siswa mau belajar. Dalam belajar
inilah guru berusaha mengarahkan dan membentuk sikap serta perilaku siswa sebagai mana yang
dikehendaki dalam pembelajaran PKn.

B. Aktivitas Belajar Siswa dalam Pembelajaran PKn

1. Aktivitas Belajar
Sebelum peneliti meninjau lebih jauh tentang aktivitas belajar, terlebih dahulu dijelaskan
tentang Aktivitas dan Belajar. Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26), Aktivitas artinya “kegiatan /
keaktivan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun
nonfisik, merupakan suatu aktivitas. Belajar menurut Oemar Hamalik (2001: 28), adalah “Suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut
adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial,
jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Jika seseorang telah belajar maka akan terlihat terjadinya
perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.

Selanjutnya Sardiman A.M. (2003 : 22) menyatakan: “Belajar sebagai suatu proses interaksi
antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun
teori”. Dalam proses interaksi ini terkandung dua maksud yaitu:

1. Proses Internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar.

2. Proses ini dilakukan secara aktif dengan segenap panca indera ikut berperan.

Dari uraian tentang belajar di atas peneliti berpendapat bahwa dalam belajar terjadi dua proses
yaitu 1. perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang sedang belajar, 2. interaksi dengan
lingkungannya, baik berupa pribadi, fakta, dsb.

Berdasarkan pendapat diatas disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang
dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang
dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman
Natawijaya dalam Depdiknas, 2005 : 31, belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang
menekankan keaktivan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil
belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.

Aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, sehingga para ahli mengadakan klasifikasi. Paul D.
Dierich, dalam Oemar Hamalik (2001 : 172) mengklasifikasikan aktivitas belajar atas delapan kelompok,
yaitu:

1. Kegiatan-kegiatan Visual

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan


mengamati orang lain bekerja dan bermain.

2. Kegiatan-kegiatan Lisan (oral)

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan


pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.

3. Kegiatan-kegiatan Mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok,
mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.

4. Kegiatan-kegiatan Menulis

Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman,
mengerjakan tes dan mengisi angket.

5. Kegiatan-kegiatan Menggambar

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.

6. Kegiatan-kegiatan Metrik

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model,


menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.

7. Kegiatan-kegiatan Mental

Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-


hubungan dan membuat keputusan.

8. Kegiatan-kegiatan Emosional

a. Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.

Berdasarkan pengertian aktivitas tersebut di atas, bahwa dalam belajar sangat dituntut
keaktifan siswa. Siswa yang lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak membimbing
dan mengarahkan. Tujuan pembelajaran PKn tidak mungkin tercapai tanpa adanya aktivitas siswa
apalagi dalam pembelajaran PKn antara lain tujuannya adalah untuk menjadikan manusia kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dalam rangka membentuk
manusia yang kreatif dan bertanggung jawab ini peneliti berusaha melatih dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif Jigsaw, sebab dalam model pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif dan
bertanggung jawab baik secara individu maupun kelompok.

Hal lain yang juga sangat penting pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa adalah motivasi.
Menurut Oemar Hamalik (2001: 158), “Motivasi adalah perubahan energi pada diri seseorang yang
ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan”. Motivasi dapat dibagi menjadi
dua jenis:

1. Motivasi Intrinsik, adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan menemui
kebutuhan dan tujuan-tujuan murid. Motivasi ini disebut motivasi murni karena timbul dari diri siswa
sendiri, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi,
mengembangkan sikap untuk berhasil, dll.
2. Motivasi Ekstrinsik, adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi
belajar, misalnya ijazah, tingkatan hadiah, medali, dll. Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah, sebab
pengajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat siswa. Oleh sebab itu motivasi perlu dibangkitkan
oleh guru, sehingga siswa mau dan ingin belajar.

Dari uraian di atas peneliti berpendapat bahwa dengan adanya motivasi siswa dalam belajar,
maka aktivitas siswa dalam proses pembelajaran juga akan meningkat.

Aktivitas Siswa yang Diamati

Dalam penelitian ini peneliti akan mengamati aktivitas siswa sebagai berikut:

a. Mengajukan pertanyaan

b. Menjawab pertanyaan siswa maupun guru

c. Memberi saran

d. Mengemukakan pendapat

e. Menyelesaikan tugas kelompok

f. Mempresentasikan hasil kerja kelompok

C. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)

Keberhasilan dari pembelajaran sangat ditentukan oleh pemilihan metode belajar yang
ditentukan oleh guru. Sebab dengan penyajian pembelajaran secara menarik akan dapat
membangkitkan motivasi belajar siswa, sebaliknya jika pembelajaran itu disajikan dengan cara yang
kurang menarik, membuat motivasi siswa rendah. Untuk menciptakan pembelajaran yang menarik,
upaya yang harus dilakukan guru adalah memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi
pembelajaran. Dengan model pembelajaran yang tepat diharapkan akan meningkatkan aktivitas siswa
dalam belajar sehingga hasil belajar pun dapat ditingkatkan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa adalah pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan pada kelompok kecil, siswa
belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu
maupun pengalaman kelompok. Esensi pembelajaran kooperatif itu adalah tanggung jawab individu
sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terdapat sikap ketergantungan positif
yang menjadikan kerja kelompok optimal.
Pada pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif antar anggota kelompok.
Siswa saling bekerja sama untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Keberhasilan kelompok
dalam mencapai tujuan tergantung pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok itu.

Dengan memperhatikan pengertian dari pembelajaran kooperatif di atas, peneliti berpendapat


bahwa model pembelajaran ini sangat baik untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa, sebab semua
siswa dituntut untuk bekerja dan bertanggung jawab sehingga di dalam kerja kelompok tidak ada
anggota kelompok yang asal namanya saja tercantum sebagai anggota kelompok, tetapi semua harus
aktif.

2. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran
yang dilakukan dalam kelompok kecil, di mana Muslim Ibrahim (2006 : 6, dalam Depdiknas 2005 : 45)
menguraikan unsur-unsur pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:

a. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan


bersama”.

b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka
sendiri.

c. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang
sama.

d. Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota
kelompoknya.

e. Siswa akan dikena evaluasi atau hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk
semua kelompok.

f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar


bersama selama proses belajarnya.

g. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok kooperatif.

Dengan memperhatikan unsur-unsur pembelajaran kooperatif tersebut, peneliti berpendapat


bahwa dalam pembelajaran kooperatif setiap siswa yang tergabung dalam kelompok harus betul-betul
dapat menjalin kekompakan. Selain itu, tanggung jawab bukan saja terdapat dalam kelompok, tetapi
juga dituntut tanggung jawab individu.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif:


Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu ia akan memilih
manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi pelajaran tertentu. Apabila seorang
guru ingin menggunakan pembelajaran kooperatif, maka haruslah terlebih dahulu mengerti tentang
pembelajaran kooperatif tersebut. Dalam hal ini Muslim Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46)
mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda.

d. Penghargaan lebih berorientasi pada individu.

Dengan memperhatikan ciri-ciri tersebut, seorang guru hendaklah dapat membentuk kelompok
sesuai dengan ketentuan, sehingga setiap kelompok dapat bekerja dengan optimal.

4. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif:

Pada pembelajaran kooperatif dikenal ada 4 tipe, yaitu: 1) tipe STAD, 2) tipe Jigsaw, 3)
Investigasi Kelompok dan 4) tipe Struktural. Tentang hal itu dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) adalah pembelajaran
kooperatif di mana siswa belajar dengan menggunakan kelompok kecil yang anggotanya heterogen dan
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran untuk menuntaskan materi pembelajaran,
kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pembelajaran melalui tutorial, kuis
satu sama lain dan atau melakukan diskusi.

b. Tipe Jigsaw

Tipe Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif di mana pembelajaran melalui
penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman
individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran tipe Jigsaw ini setiap siswa menjadi
anggota dari 2 kelompok, yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok
asal terdiri dari 3-5 siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang sama
pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli.

c. Investigasi Kelompok

Investigasi kelompok merupakan pembelajaran kooperatif yang paling komplek dan paling sulit
untuk diterapkan, di mana siswa terlibat dalam perencanaan pemilihan topik yang dipelajari dan
melakukan pentelidikan yang mendalam atas topik yang dipilihnya, selanjutnya menyiapkan dan
mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

d. Tipe Struktural

Ada 2 macam pembelajaran koooperatif tipe struktural ini yang terkenal, yaitu:

1. Think-pair-share, yaitu pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tahap-tahap


pembelajaran sebagai berikut:

a) Tahap Pertama: Thinking (berfikir), dengan mengajukan pertanyaan, kemudian siswa


diminta untuk memikirkan jawaban secara mandiri beberapa saat.

b) Tahap Kedua: Siswa diminta secara berpasangan untuk mendiskusikan apa yang
dipikirkannya pada tahap pertama.

c) Tahap Ketiga: Meminta kepada pasangan untuk berbagi kepada seluruh kelas secara
bergiliran.

2. Numbered head together yaitu pembelajaran kooperatif dengan langkah-langkah sebagai


berikut:

a) Langkah 1 : siswa dibagi per kelompok dengan anggota 3-5 orang, dan setiap anggota
diberi nomor 1-5.

b) Langkah 2 : guru mengajukan pertanyaan.

c) Langkah 3 : berfikir bersama menyatukan pendapat.

d) Langkah 4 : nomor tertentu disuruh menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Dari keempat tipe pembelajaran kooperatif di atas, peneliti lebih tertarik melakukan penelitian
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, di mana pada pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw setiap siswa berkewajiban mempelajari materi yang ditugaskan kepada mereka
secara bersama pada kelompok ahli, kemudian setiap siswa harus menyampaikan materi yang sudah
dipelajarinya dalam kelompok asal, sehingga siswa memperoleh pengalaman langsung. Tingkat aktivitas
pada kooperatif Jigsaw lebih tinggi karena semua siswa berpartisipasi dan punya tanggung jawab baik
individu maupun kelompok.

D. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terdapat 3 karakteristik yaitu: a. kelompok kecil, b.
belajar bersama, dan c. pengalaman belajar. Esensi kooperatif learning adalah tanggung jawab individu
sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif
yang menjadikan kerja kelompok optimal. Keadaan ini mendukung siswa dalam kelompoknya belajar
bekerja sama dan tanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai suksesnya tugas-tugas dalam
kelompok.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Johnson (1991 : 27) yang menyatakan
bahwa “Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ialah kegiatan belajar secara kelompok kecil, siswa belajar dan
bekerja sama sampai kepada pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun
pengalaman kelompok”.

Persiapan dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw

1. Pembentukan Kelompok Belajar

Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa dibagi menjadi dua anggota kelompok yaitu
kelompok asal dan kelompok ahli, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Kelompok kooperatif awal (kelompok asal).

Siswa dibagi atas beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5 anggota. Setiap anggota diberi nomor
kepala, kelompok harus heterogen terutama di kemampuan akademik.

b. Kelompok Ahli

Kelompok ahli anggotanya adalah nomor kepala yang sama pada kelompok asal, dengan
diagram sebagai berikut:

2. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini berbeda dengan kelompok kooperatif lainnya, karena
setiap siswa bekerja sama pada dua kelompok secara bergantian, dengan langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut:

a. Siswa dibagi dalam kelompok kecil yang disebut kelompok inti, beranggotakan 4 orang.
Setiap siswa diberi nomor kepala misalnya A, B, C, D.

b. Membagi wacana / tugas sesuai dengan materi yang diajarkan. Masing-masing siswa dalam
kelompok asal mendapat wacana / tugas yang berbeda, nomor kepala yang sama mendapat tugas yang
sama pada masing-masing kelompok.

c. Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki wacana/ tugas yang sama dalam satu
kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sama dengan jumlah wacana atau tugas yang telah
dipersiapkan oleh guru.
d. Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai
dengan wacana / tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

e. Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan
informasi tentang hasil dari wacana / tugas yang telah dipahami kepada kelompok kooperatif (kelompok
inti). Poin a dan b dilakukan dalam waktu 30 menit.

f. Apabila tugas telah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing siswa kembali
ke kelompok kooperatif asal.

g. Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari
tugas di kelompok asli. Poin c dan d dilakukan dalam waktu 20 menit.

h. Bila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya secara keseluruhan, masing-masing


kelompok menyampaikan hasilnya dan guru memberikan klarifilkasi. (10 menit).

E. Kerangka Konseptual

Dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw kegiatan dilakukan dalam tiga tahapan yaitu : tahap I
(kooperatif inti ), tahap II (kelompok ahli), tahap III (kelompok gabungan). Untuk meningkatkan aktivitas
siswa perlu adamotivasi, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Dalam halini peneliti hanya
meneliti sampai aktivitas siswa, tidak meneliti sampai hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya, kerangka
konseptual dapat digambarkan sebagai berikut :

F. Hipotesis Tindakan

Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di SDN Sodong 1 aktivitas belajar siswa dapat meningkat.

Bab III Metodologi Penelitian

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti berupa
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu suatu kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas dalam arti luas.
Suharsimi Arikunto (2006 : 2 ) memandang Penelitian Tindakan Kelas sebagai bentuk penelitian yang
bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga penelitian harus menyangkut upaya guru
dalam bentuk proses pembelajaran. PTK, selain bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar, juga untuk
meningkatkan kinerja guru dan dosen dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, PTK bukan hanya
bertujuan untuk mengungkapkan penyebab dari berbagai permasalahan yang dihadapi, tetapi yang lebih
penting adalah memberikan pemecahan berupa tindakan untuk mengatasi masalah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PTK adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk
mengatasi masalah-masalah yang ada dalam proses pembelajaran dan upaya meningkatkan proses serta
hasil belajar.

B. Tempat/Waktu dan Subjek Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN Sodong 1 kecamatan Panimbang kabupaten Pandeglang.


Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Februari 2009 (semester II tahun pelajaran 2008/2009)
dengan Kompetensi Dasar (KD):

1. Menjelaskan hakekat kemerdekaan mengemukakan pendapat.

2. Menguraikan pentingnya kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan


bertanggung jawab.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VI A yang berjumlah 20 orang, terdiri dari 9 orang laki-laki
dan 11 orang perempuan. Mereka belajar di Kelas dengan suasana belajar yang memprihatinkan, kalau
hari hujan lantai kotor dan becek dengan bau yang tidak sedap dan kalau hari panas siswa sangat
kepanasan sehingga membuat kondisi belajar tidak kondusif, kelas VI A dipilih sebagai subjek penelitian
karena kondisi siswa pada kelas tersebut bermasalah sesuai dengan identifikasi masalah yang
dipaparkan.

C. Prosedur Penelitian

Menurut prosedur Penelitian Tindakan Kelas, maka penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk
siklus yang terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan
(observing), dan refleksi (reflecting). Suharsimiku dalam Depdikbud (1999 : 21).

1. Rencana Tindakan

a. Menetapkan jumlah siklus yaitu dua siklus, tiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan
tatap muka.

b. Menetapkan kelas yang dijadikan objek penelitian, yaitu kelas VI SDN Sodong 1,
kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang.

c. Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilakukan penelitian.

d. Menyusun perangkat pembelajaran, meliputi:

- Rencana Pembelajaran
- Lembaran Kerja Siswa

- Merancang alat pengumpul data

e. Menetapkan observer

2. Pelaksanaan Tindakan

Siklus 1

a. Kegiatan Pendahuluan

1) Menyampaikan pelaksanaan penelitian tindakan kelas

2) Sebagai apersepsi, siswa diingatkan kembali tentang kompetensi dasar berkaitan dengan
materi yang dipelajari

3) Memberikan motivasi agar siswa tertarik untuk mengikuti pelajaran

4) Menyebutkan dan menuliskan judul pembelajaran

5) Menyebutkan dan menuliskan kompetensi dasar yang ingin dicapai

b. Kegiatan Inti

1). Tahap Kooperatif

a. Siswa dibagi dalam enam kelompok kecil yang anggotanya empat orang dan diberi nomor
kepala A,B,C,D.

b. Kepada setiap kelompok dibagikan tugas yang tidak sama, masing-masing nomor kepala
mendapat tugas yang berbeda.

c. Tugas disajikan dalam bentuk Lembaran Kegiatan Siswa (LKS) yang dipersiapkan oleh
peneliti.

2). Tahap Ahli

Siswa yang menerima wacana yang sama (yang berasal dari masing-masing kelompok
kooperatif), membahas wacana / tugas dengan diskusi / bekerja sama dan mempersiapkan diri untuk
menyampaikan hasil diskusinya kepada masing-masing anggota kelompok kooperatif asal.

3). Tahap Kooperatif Asal

a. Setiap anggota kembali ke kelompok kooperatif masing-masing yang telah menjadi ahli dan
mengajarkan / menginformasikan hasil diskusi kelompok ahli secara bergiliran
b. Setiap kelompok menyusun laporan secara tertulis

c. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan menunjuk salah satu kelompok

c. Kegiatan Penutup

1) Memberi penekanan tentang konsep penting yang harus dikuasai siswa

2) Membantu siswa menarik kesimpulan

3) Memberikan tugas rumah berdasarkan topik pada rencana pembelajaran

D. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah berupa instrumen untuk mencatat semua
aktivitas siswa selama tindakan berlangsung. Ada tiga macam alat pengumpul data yang digunakan,
yaitu:

1. Lembaran Observasi

Aspek-aspek yang diamati adalah:

a. Mengajukan pertanyaan

b. Menjawab pertanyaan siswa maupun guru

c. Memberi saran

d. Mengemukakan pendapat

e. Menyelesaikan tugas kelompok

f. Mempresentasikan hasil kerja kelompok

2. Catatan Lapangan

Catatan lapangan merupakan buku jurnal harian yang ditulis peneliti secara bebas, buku ini
mencatat seluruh kegiatan pembelajaran serta sikap siswa dari awal sampai akhir pembelajaran.

3. Kuesioner Siswa

Kuesioner siswa merupakan dialog secara tertulis dengan siswa yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana model pembelajaran yang dibawakan disenangi atau tidak oleh siswa, ada
sepuluh aspek yang ditanyakan. Pada kuesioner ini siswa diharapkan dapat menjawab jujur dan objektif
dengan jalan memberi ceklis “ya” atau “tidak” pada lajur yang disediakan. Kuesioner ini diberikan
kepada 20 orang siswa setelah berakhirnya siklus kedua. Aspek yang ditanyakan pada kuesioner
tersebut terlampir.
E. Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa secara kolaboratif dengan teman sejawat dan hasilnya dijadikan
sebagai bahan penyusunan rencana tindakan berikutnya. Analisa data dilakukan setiap selesai 1 kali
pertemuan tatap muka dan setiap akhir silkus. Data dianalisa secara kualitatif yaitu lembaran observasi
dan catatan lapangan. Analisa kualitatif untuk catatan lapangan dan lembaran observasi dilakukan
dengan jalan membandingkan keaktifan siswa pada siklus satu dengan keaktifan siswa siklus dua.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anton M Mulyono, 2000, Kamus Besar Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka

Depdikbud, 1999, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Depdikbud

Depdiknas, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan, Kurikulum dan Silabus Pendidikan


Kewarganegaraan, Jakarta : Depdiknas

Depdiknas, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan, Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan


Kewarganegaraan, Jakarta : Depdiknas

Johnson DW & Johnson, R, T (1991) Learning Together and Alone. Allin and Bacon : Massa
Chussetts

Oemar Hamalik, 2001, Proses Belajar Mengajar, Jakarta, P.T., Bumi Aksara

Sardiman, A.M, 2003, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada

Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi
Aksara

Suhardjono, Azis Hoesein, dkk, 1996, Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang
Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Widyaiswara. Jakarta : Depdikbud, Dikdasmen.

Suhardjono, 2006, Laporan Penelitian Sebagai KTI, makalah pada pelatihan peningkatan mutu
guru dalam pengembangan profesi di Pusdiklat Diknas Sawangan. Jakarta, Februari 2006

Team Pelatih Penelitian Tindakan, 2000, Penelitian Tindakan (Action Research), Universitas
Negeri Yogyakarta

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
2003, Jakarta : Depdiknas
Wina Senjaya, 2006, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Standar Proses Pendidikan,
Jakarta : Kencana Prima

Anda mungkin juga menyukai