Anda di halaman 1dari 6

NAMA : PUPUT RASDIANI

NIM : 21023089

PRODI : PENDIDIKAN SENDRATASIK

SESI : 0176

PERANAN KREATIVITAS DALAM PROSES BELAJAR

A. Pengertian Kreativitas

Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan


kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari
pekerjaan otak. Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989)
melalui Teori Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan bahwa sesungguhnya
otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak
kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri
mengarah kepada cara berfikir konvergen (convergen thinking), sedangkan otak
belahan kanan mengarah kepada cara berfikir menyebar (difergent thinking).

Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan


sudut pandang masing-masing. Barron (1982: 253) mendefinisikan bahwa kreativitas
adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford (1970: 236)
menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri
seorang kreatif. Guilford mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berpikir
konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam
memikirkan sesuatu dengan pandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar.
Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari
berbagai alternative jawaban terhadap suatu persoalan.

Utami Munandar (1992: 47) mendefinisikan kreativitas sebagai berikut.


“Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan
orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan.”
Utami Munandar (1992: 51) menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan
kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya.

Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendefinisikan kreativitas sebagai proses


munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-
sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun
keadaan hidupnya. Demikian juga Drevdahl (Hurlock, 1978: 325) mendefinisikan
kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan
baru yang dapat berwujud kreativitas imajenatif atau sintesis yang mingkin
melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu
yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.

Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah cirri-ciri khas yang dimiliki
oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi
sesuatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk
menghadapi permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara
berpikir divergen.

B. Karakteristik Individu Kreatif


Siswa kreatif memiliki beberapa ciri diantaranya;

1. Memiliki daya imajinasi yang kuat

2. Memiliki inisiatif

3. Memiliki minat yang luas

4. Bebas dalam berpikir (tidak kaku atau terhambat)

5. Bersifat ingin tahu

6. Selalu ingin mendapat pengalaman baru

7. Percaya pada diri sendiri

8. Penuh semangat

9. Berani mengambil risiko (tidak takut membuat kesalahan)

10. Berani dalam pendapat dan keyakinan (tidak ragu dalam menyatakan pendapat
meskipun mendapat kritik dan berani memertahankan pendapat yang menjadi
keyakinannya).

Di samping ciri-ciri di atas, dari pengalaman membelajarkan siswa


kreatif, terkadang siswa kreatif memiliki sifat-sifat yang berani sehingga
kadang-kadang berprilaku berani menentang pendapat, menunjukkan ego yang
kuat, bertindak semau gue, menunjukan minat yang sangat kuat terhadap yang
menjadi perhatiannya namun pada saat yang berbeda mengabaikannya,
memerlukan kebanggaan atas karyanya. Sifat-sifat tersebut sering bertentangan
dengan yang guru harapkan. Guru mengharapkan siswa sopan, rajin, ulet,
menyelesaikan tugas sesuai dengan yang guru targetkan, bersikap kompromis,
tidak selalu bertentangan pendapat dengan guru, percaya diri, penuh energi, dan
mengingat dengan baik. Akibat suasana kontradiktif inilah, maka sering terjadi
prakarsa kreatif siswa diabaikan atau tidak mendapat dukungan dari guru.
C. Tahap-tahap Berkembangnya Kreativitas
Menurut Cropley (1999), terdapat 3 tahap perkembangan kreativitas
diantaranya:
1. Tahap prekonvensional (Preconventional phase)
Tahap ini terjadi pada usia 6–8 tahun. Pada tahap ini, individu menunjukkan
spontanitas dan emosional dalam menghasilkan suatu karya, yang kemudian
mengarah kepada hasil yang aestetik dan menyenangkan. Individu menghasilkan
sesuatu yang baru tanpa memperhatikan aturan dan batasan dari luar.
2. Tahap konvensional (Conventional phase)
Tahap ini berlangsung pada usia 9–12 tahun. Pada tahap ini kemampuan
berpikir seseorang dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga karya yang
dihasilkan menjadi kaku. Selain itu, pada tahap ini kemampuan kritis dan evaluatif
juga berkembang.
3. Tahap poskonvensional (Postconventional phase)
Tahap ini berlangsung pada usia 12 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini,
individu sudah mampu menghasilkan karya-karya baru yang telah disesuaikan
dengan batasan-batasan eksternal dan nilai-nilai konvensional yang ada di
lingkungan.

D. Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Kreatifitas

Hurlock (1993), mengatakan ada enam faktor yang menyebabkan munculnya


variasi kreativitas yang dimiliki individu, yaitu:

1. Jenis kelamin

Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak


perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar
hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak
perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman
sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru
untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

2. Status sosioekonomi

Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih


kreatif dari anak kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok
sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.

3. Urutan kelahiran

Anak dari berbgai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang


berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan pada lingkungan daripada bawaan.
Anak yang lahir ditengah, belakang dan anak tunggal mungkin memiliki
kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama
lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih
mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta.

4. Ukuran keluarga

Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih
kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar cara mendidik
anak yang otoriter dan kondisi sosiekonomi kurang menguntungkan mungkin
lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.

5. Lingkungan

Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari anak lingkungan
pedesaan.

6. Intelegensi

Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar
daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan
baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak
penyelesaian bagi konflik tersebut.

E. Upaya Guru Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik

Sifat relasi bantuan untuk membimbing anak-anak kreatif, menurut Dedi


Supriadi (1994), sebenarnya sama saja dengan relasi untuk anak-anak pada umumnya.
Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui mekanisme proses
kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Dalam konteks relasi dengan anak-anak
kreatif ini, Torrance (1977) menamakan relasi bantuan itu dengan istilah creative
relationship yang memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Pembimbing berusaha memahami berusaha memahami pikiran dan perasaan anak.


2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa
mengalami hambatan.
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga Pembimbing
di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan
dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari
ancaman, dan suasana saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu
kepada anak.
6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan
bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.
7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang
dalam proses bimbingan.
Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk
membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu :

Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;

1. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak;


2. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan
gagasan-gagasan nya.
3. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya;
4. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya;
5. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.

Disamping itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang desain
pembelajaran yang berpotensi mengembangkan kreatifitas siswa adalah:

proses pembelajaran dirancang untuk membangun pengalaman belajar yang baru


bagi siswa.
proses pembelajaran dirancang agar siswa memperoleh informasi terbaru.
proses belajar dirancang sehingga siswa dapat mengembangkan pikiran atau ide-
ide baru.
proses belajar dapat mengasilkan produk belajar yang berbeda dari produk
sebelumnya.
produk belajar diekspersikan dan dikomunikasi melalui media yang kreatif.

Anda mungkin juga menyukai