Anda di halaman 1dari 9

Kreativitas Anak Usia Dini

Desember 06, 2016

1. DASAR TEORI
A. PENGERTIAN KREATIVITAS
Menurut Drevdahl kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan
komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak
dikenal pembuatnya.
Menurut Supriadi, dalam Yeni dkk, 2010–13 menyatakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun
karya nyata yang relative berbeda dengan yang telah ada.1[1]
Menurut semiawan mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk
memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah sedangkan
menurut Chaplin dalam yeni mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan
menghasilkan bentuk baru dalam seni atau dalam permesinan atau dalam memecahkan
masalah-masalah dengan metode baru.
Rahmawaty mengemukakan Kreativitas adalah suatu proses mental individu yang
melahirkan gagasan, proses, metode, ataupun produk baru yang efektif yang bersifat
imajinatif, estetis, fleksibel, integrasi, suksesi, diskontinuitas dan diferensiasi yang berdaya
guna dalam berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah.
Drevdahi mengemukakan pendapatnya mengenai kreativitas yang merupakan
kapasitas seseorang untuk menciptakan komposisi, hasil atau ide secara esensial baru dan
sebelumnya tidak dikenal oleh penghasil.2[2]
Dapat dikatakan kreativitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan atau
menciptakan sesuatu yang baru.
A. Pandangan Tentang Kreativitas
Kreativitas merupakan konsep yang perlu dijelaskan berdasarkan berbagai sudut
pandang. Hal ini disebabkan setiap sudut pandang memiliki keunikan dalam menjelaskan
makna kreativitas. Berbagai sudut pandang tersebut didasarkan pada berbagai teori yang

1[1] Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati. Strategi Penegembangan Kreativitas Pada Anak.
(Jakarta : Kencana, 2010) h 13

2 [2] Elizabeth B. Hurlock. Child Development. (Singapore, Tokyo : Mc. Graw-Hill Book Company, 1985).
p. 326
menjelaskan tentang kreativitas. Jamaris (2013:74-78) mensintesis berbagai pandangan
tentang kreativitas seperti yang diuraikan pada bagian berikut ini.
1. Pandangan Behaviorisme
Teori behaviorisme menyatakan bahwa kreativitas bukan merupakan hasil dari
inisiatif individu tanpa pengaruh dari lingkungan. Kreativitas merupakan suatu kemampuan
yang bersifat genetik yang berkembangn karena pengaruh yang diterima oleh individu dari
lingkungan di sekitarnya. Berkaitan dengan hal tersebut, Skinner menyatakan bahwa
lingkungan berpengaruh pada perkembangan individu. Pengalaman individu berinteraksi
dengan lingkungannya, dalam hal ini lingkungan memberikan contoh atau model
untukberperilaku dan bertindak dalam cara-cara yang khusus, termasuk bertindak secara
kreatif menjadi dasar kemampuan individu dalam kreativitas.
2. Pandangan Psikoanalis
Teori yang berbasis pada perkembangan kepribadian menjelaskan bahwa kreativitas
merupakan bagian dari kepribadian. Berkaitan dengan hal tersebut, Kitano dan Kirby (1986)
dalam Jamaris (2013:75), memandang kreativitas sebagai mekanisme kontrol yang dilakukan
oleh manusia terhadap berbagai tekanan yang dialaminya. Adanya tekanan yang dialami
individu maka akan terjadi kemunduran atau regresi. Oleh sebab itu, individu berusaha untuk
mengendalikan regresi. Psikoanalisis memandang kreativitas proses pelepasan terhadap
pelepasan kontrol ego sehingga ambang sadar manusia dapat terungkap secara bebas.
Pengungkapan tersebut dapat berbentuk berbagai karya, seperti karya seni, lukisan atau
musik, dan karya lainnya.
3. Pandangan Humanisme
Carl Roger dan Abraham Maslow dalam Jamaris (2013) mengemukakan bahwa
kreativitas sebagai salah satu aspek kepribadian yang berkaitan dengan aktualisasi diri. Oleh
sebab itu, setiap individu sejak lahir memiliki potensi untuk menjadi kreatif. Perkembangan
potensi kreatif sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan di sekitar individu
tersebut.
Carl Rogers mengemukakan ada 3 kondisi dari pribadi yang kreatif, adalah keterbukaan
terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi
seseorang, dan kemampuan untuk bereksperiman atau untuk ‘bermain’ dengan konsep-
konsep.

4. Pandangan Kognitivisme
Para kognitivist memandang kreativitas sebagai suatu proses mental yang terjadi pada
waktu manusia memahami lingkungannya dalam memecahkan berbagai masalah yang
dihadapinya. Seperti yang dikemukakan oleh Sternberg dan Williams (2012:2) dalam Jamaris
(2013) menjelaskan bahwa kreativitas memerlukan kemampuan dalam menyeimbangkan
proses berpikir secara sintesis, berpikir analisis dan berpikir praktis dalam mengolah
informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah3[3]. Oleh sebab itu, untuk menjadi
kreatif, seorang individu perlu memiliki kemampuan dalam menyeimbangkan tiga proses
berpikir tersebut.
B. Dimensi Kreativitas
Terdapat empat dimensi yang sering disebut (4P) yang melandasi pengembangan
kreativitas menurut Kaufman, diantaranya: (1) Person atau pribadi (2) Press atau pendorong,
(3) Process atau proses, dan (4) Product atau produk.4[4] Berikut ini akan dideskripsikan
secara rinci keempat dimensi kreativitas.
1. Person
Kreativitas merupakan ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam interaksi
dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif tersebut yang mencerminkan individu tersebut.
2. Press
Bakat kreatif anak akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan dari lingkungannya
atau pun jika ada dorongan kuat dari dalam dirinya sendiri untuk menghasilkan sesuatu.
3. Process
Untuk mengembangkan kreativitas, anak perlu diberi kesempatan untuk berpikir
secara kreatif. Pendidik hendaknya dapat merangsang anak untuk melibatkan dirinya dalam
kegiatan kreatif dengan menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan.
4. Product
Kondisi yang memungkinkan bagi seseorang untuk menciptakan produk kreatif yang
bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan. Kedua hal tersebut dapat mendorong
seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses kreatif.
C. Aspek Kreativitas

3[3] Martini Jamaris., op.cit. h. 77

4 [4] James C. Kaufman, Jonathan A. Plucker, & John Baer, Essential of Creativity. (Jersey: John Wiley &
Sons, InC. 2008)., pp. 1-6
Williams mengungkapkan terdapat beberapa aspek mendasar yang menyusun
kreativitas seseorang, diantaranya: (1) Ketangkasan, (2) Fleksibilitas, (3) Orisinalitas, dan (4)
Elaborasi.5[5] Aspek-aspek tersebut akan dideskripsikan sebagai berikut:
1. Ketangkasan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan pemikiran atau pertanyaan dalam
jumlah banyak.
2. Fleksibilitas, Guildford mengungkapkan bahwa fleksibilitas mencerminkan kemampuan
untuk cepat menghasilkan berbagai pemikiran yang berkembang menjadi berbagai macam
pemikiran yang berbeda dan berkaitan dengan satu sikap tertentu.
3. Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk berpikir dengan cara yang baru atau dengan ungkapan
yang unik, dan kemampuan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran jenius yang lebih
banyak daripada pemikiran yang telah menyebar dan diketahui
4. Elaborasi, yaitu kemampuan untuk menambah hal-hal yang detail dan baru atas pemikiran-
pemikiran atau suatu hasil produk tertentu. Seperti, mengambil suatu pemikiran yang
sederhana, kemudian dimodifikasi dan menjadikannya lebih menarik.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Anak
Lehmen memberikan gambaran mendasar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kreativitas anak. Faktor-faktor tersebut antara lain:6[6]
1. Rumah
Rumah merupakan salah satu kondisi yang mempengaruhi perkembangan kreativitas
anak. Rumahlah yang dianggap sebagai lingkungan pertama yang membangkitkan
kemampuan alamiah anak untuk berpikir kreatif. Untuk itu, penting bagi orangtua untuk
menyadari bahwa setiap anak memiliki kepribadian yang unik, pribadi yang mempunyai
minat yang berbeda-beda.
2. Sekolah
Sekolah kerap lebih memberikan penghargaan pada berpikir konvergen daripada
divergen. Dengan cara tersebut, tentunya dapat menghambat kreativitas berpikir anak. Untuk
itu, pembelajaran yang diberikan di sekolah hendaknya dibuat sedemikian rupa agar anak
dapat berpikir secara holistik dan memberi makna bagi perkembangan kreativitas anak.
3. Lingkungan Sosial
Kondisi masyarakat terkadang kurang mendukung sikap kreatif anak dan kurang
memberikan penghargaan pada usaha-usaha kreativitas yang dilakukan anak. Hal tersebut
dapat menjadi penghambat munculnya kreativitas dari dalam diri anak. Untuk itu, orangtua,
5[5] Al-Khalili, Mengembangkan Kreativitas Anak (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006)., h. 29

6[6] Ibid., hh. 140-141


pendidik, dan masyarakat hendaknya menyediakan suasana yang kondusif dalam upaya
mengembagkan kreativitas anak.
4. Status Ekonomi
Anak-anak yang berasal dari latar belakang status ekonomi sosial tinggi cenderung
lebih kreatif daripada yang berasal dari status ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan mereka
memiliki fasilitas yang dapat menunjang perkembangan kreativitas mereka.
E. Faktor Penghambat Krativitas
Amabile mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat
kreativitas anak, diantaranya: (1) evaluasi, (2) hadiah, (3) persaingan/kompetisi antara anak,
dan (4) lingkungan yang membatasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Mursi bahwa
terdapat beberapa hal yang dapat menghambat kreativitas anak, diantaranya: 7[7] (1) tindakan
orang lain yang membuat anak merasa dirinya kurang atau tidak disukai, (2) ketakutan anak
menghadapi hinaan atau kritikan, (3) takut gagal, (3) tidak adanya motivasi, (4) tidak adanya
perhatian pada anak, (5) pendidikan orangtua yang salah, (6) orangtua atau guru menganut
konsep yang salah sehingga mereka menghambat anak untuk melakukan upaya kreatif dan
mencari tahu, dan (7) orangtua atau guru melupakan pentingnya berkarya bagi anak dan tidak
membiasakan anak untuk berkarya. Sementara itu menurut Torrance beberapa hal yang dapat
menghambat kreativitas anak diantaranya: (1) usaha terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi,
(2) pembatasan terhadap rasa ingin tahu anak, (3) terlalu menekankan peran berdasarkan
perbedaan seksual, (4) terlalu banyak melarang, (5) takut dan malu, (6) penekanan yang
salah kaprah terhadap keterampilan verbal tertentu, dan (7) memberikan kritik yang bersifat
destruktif.
F. Hal-hal yang Dapat Mengembangkan Kreativitas
Secara umum, Amabile (1989) menyebutkan terdapat beberapa upaya yang biasa
dilakukan untuk mengembangkan kreativitas anak, diantaranya:8[8]
1. Kebebasan, artinya tidak selalu berusaha mengendalikan anak-anaknya dan tidak merasa
cemas dengan apa yang dilakukan oleh anak.
2. Rasa hormat, artinya menghargai dan menghormati keberadaan anak sebagai individu yang
unik dan memiliki kemampuan yang berbeda.
3. Kedekatan emosional, artinya pendidikan tidak bersikap mengekang yang menyebabka anak
tergantung pada orang lain.

7 [7] Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar)., hh. 459-460

8 [8] Reni Akbar, op. ci.t, hh. 115-116


4. Nilai dan bukan peraturan, artinya tidak menjejali anak dengan peraturan-peraturan yang
detail.
5. Prestasi dan bukan angka, artinya lebih menekankan pentingnya meraih hal-hal sebaik
mungkin dengan tidak menekankan anak untuk memperoleh angka yang baik di rapor.
6. Orangtua aktif, orangtua memiliki minat yang beragam baik di dalam maupun di luar rumah
dan tidak menekankan pada perbedaan status sosial serta tidak terpengaruh pada tuntutan
sosial.
7. Menghargai kreativitas, yaitu mendukung anak untuk melakukan hal-hal yang kreatif melalui
permainan ataupun pengalaman yang telah dimiliki anak.
2. APLIKASI DALAM PENDIDIKAN PAUD
Pada anak usia dini, pengembangan kreativitas selalu berhimpit dan menjadi satu
dalam satu kegiatan bermain. Para pakar sepakat bahwa, bermain yang selalu bermuatan
kreatif merupakan suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan fisik,
intelektual, sosial, moral, dan emosional.9[9] Oleh karena itu, perlu disediakan peralatan dan
bahan permainan yang memudahkan penemuan minat baru dan penyampaian gagasan,
perasaan, serta ekspresi daya kreasi anak. Mengacu pada Treffinger, terdapat beberapa upaya
yang dapat dilakukan untuk mengkondisikan suasa yang mendukung tumbuh dan
berkembangnya kreativitas anak dalam kegiatan belajar yang diuraiakan sebagai berikut : 10
[10]
1. Pengaturan fisik atau lingkungan kelas
a. Pengaturan fisik dalam kelas harus diperhatikan, seperti pengaturan tempat duduk untuk
berdiskusi secara melingkar atau sebagian anak dapat duduk di lantai dalam diskusi
kelompok.
b. Ruang kelas perlu dilengkapi dengan perpustakaan mini yang lengkap. Akan lebih baik
apabila dilengkapi dengan bahan permainan yang memungkinkan siswa dapat melakukan
kegiatan konstruktif.
c. Ruang kelas perlu dilengkapi dengan ruang kerja mandiri bagi anak yang membutuhkan.
2. Persiapan yang perlu dilakukan guru dalam layanan pembelajaran
a. Didalam pembelajaran, guru lebih bertugas sebagai fasilitator. Sebagai fasilitator,
mempunyai tugas untuk mendorong anak mengembangkan idea atau inisiatif dalam
menjajaki tugas-tugas baru.

9 [9] Freeman & Munandar. Cerdas dan Cemerlang (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 2002)., h. 85

10[10] Treffinger, D. Research On Creativity (Giften Child Quarterly: 1986)., h. 93


b. Gagasan baru dari semua anak harus diterima secara terbuka serta berupaya untuk dipahami
c. Menciptakan pelayanan pembelajaran yang menjadikan anak merasa bebas mengemukakan
pikiran atau pendapat serta gagasan-gagasan yang berbeda dengan yang lain (gagasan yang
aneh atau tidak lazim)
d. Guru perlu memupuk kemampuan diri sendiri, mengkritik secara konstruktif, dan
memberikan penilaian terhadap diri sendiri secara obyektif.
e. Guru perlu memhami dan menerima perbedaan kecepatan antar anak dalam melahirkan ide-
ide baru
Saran untuk menciptakan iklim dan suasana yang mendorong dan menunjang
pemikiran peningkatan kreativitas yang dikemukakam oleh Semiawan antara lain:11[11]
1. Bersikaplah terbuka terhadap minat dan gagasan anak.
2. Berilah waktu kepada anak untuk memikirkan dan mengembangkan idea atau gagasan
kreatif. Kreativitas tidak timbul secara langsung dan spontan.
3. Ciptakan suasana saling menghargai dan saling menerima antara anak dengan anak, anak
dengan orang tua, anak dengan guru atau pengasuh, sehingga antara mereka dapat belajar,
bekerjasama, maupun mandiri dengan baik.
4. Kreativitas dapat diterapkan di semua bidang kurikulum dan bukan monopoli seni.
5. Suasana yang hangat dan mendukung memberi keamanan dan kebebasan untuk berpikir
menyelidik (eksploratif).
6. Berikaplah positif terhadap kegagalan dan bantulah anak untuk menyadari kesalahan atau
kelemahan serta usahakan peningkatan gagasan dan usahakan memenuhi syarat, dalam
suasana yang menunjang dan mendukung.
Uraian diatas merupakan syarat minimal yang harus diupayakan guru khususnya
dalam kaitannya dengan terciptanya suasana pembelaharan yang kondusif bagi tumbuhnya
kreatifitas anak.
3. Permainan yang Menstimulasi Kreativitas Anak
Dunia anak adalah dunia bermain, jadi apa pun kegiatan pembelajarannya harus
menekankan pada tumbuh kembang anak bukan pada materi pembelajaran, memberikan
permainan yang menarik dapat menjadi solusinya. Terdapat beberapa jenis permainan yang
dapat menstimulasi kreativitas anak diantaranya, (1) constructive play, (2) mastery play, (3)

11[11] Semiawan, C. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah (Jakarta: Gramedia,
1984)., h. 53
dramatic play, dan (4) imaginative atau make believe play.12[12] Berikut ini akan
dideskripsikan secara ringkas jenis-jenis permainan yang dapat menstimulasi kreativitas anak.
(1) Constructive Play
Rubin, Fein & Fandenberg dan Smilansky mengemukakan bahwa bermain
membangun sudah dapat terlihat pada anak usia 3-6 tahun. Dalam kegiatan bermain ini, anak
membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia.
Misalnya anak memiliki inisatif membangun rumah-rumahan dari balok atau lego,
menggambar, menyusun kepingan-kepingan kayu bergambar dan lain sebagainya.
Permainan-permainan tersebut mengasah otak anak untuk berpikir secara kreatif membangun
sebuah bangunan dengan alat-alat yang tersedia.
(2) Mastery Play
Sebagian besar kegiatan bermain pada anak disebut sebagai mastery play atau
bermain untuk menguasai keterampilan tertentu karena kegiatan tersebut dapat merupakan
latihan bagi anak untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang baru baginya melalui
pengulangan-pengulangan yang dilakukan anak. Saat anak mulai lancar berjalan, anak juga
suka berguling-guling, melompat-lompat, berputar-putar, dan kegiatan pengulangan lainnya.
Sejalan dengan bertambahnya usia dan berkembangnya kemampuan kognitif anak, mastery
play pada anak semakin banyak mencakup permainan yang mengasah kecerdasan atau
melibatkan kegiatan berpikir memecahkan masalah. Misalnya, mengisi teka-teki atau
bermain tebak-tebak. Menelusuri jalur gambar jalan tikus (maze), mengelompokkan benda,
dan menyusun potongan gambar, menyusun huruf-huruf untuk membentuk kata-kata atau
kalimat tertentu.
(3) Dramatic Play
Dramatic play mulai tampak sejalan dengan tumbuhnya kemampuan anak untuk
berpikir simbolik. Dalam bermain peran atau khayal ini, anak mengasah imajinasinya seperti
megajak berbicara bonekanya, bermain, menyuapi, dan mengenakan pakaian untuk
bonekanya. Catherine Garvey mengemukakan bahwa dalam permainan ini, sekelompok anak
biasanya bekerjasama untuk menciptakan sebuah jalan cerita sendiri dalam kegiatan
bermainnya. Anak juga dapat memerankan tokoh-tokoh orang dewasa seperti berperan
menjadi seorang ibu, ayah, atau tokoh lain yang anak idolakan seperti pilot, power ranger,
ksatria baja hitam, dan tokoh-tokoh lainnya.
(4) Imaginative atau Make Believe Play

12[12] Mayke S. Tedjasaputra. Bermain, Mainan, dan Permainan (Jakarta: Grasindo, 2001),p. 28-36
Kegiatan bermain khayal atau pura-pura dimulai sejak anak berusia 3 tahun. Kegiatan
bermain ini memperlihatkan unsur imajinasinya dan peniruan terhadap perilaku orang
dewasa. Misalnya, bermain dokter-dokteran, ibu-ibuan, masak-masakan, sekolah-sekolahan,
polisi-polisian, dan permainan lainnya. Kegiatan bermain ini dikategorikan sebagai kegiatan
bermain peran oleh Stasen Berger dan Catherine Garvey. Khayalan anak seringkali
menggambarkan keinginan, perasaan, dan pandangan anak mengenai dunia sekelilingnya.
Garvey mengungkapkan, dalam kegiatan bermain ini, anak seringkali mengubah identitasnya,
namanya, cara bicaranya, cara berpakaiannya, maupun melakukan tindakan yang sama sekali
berbeda dengan perilakunya sehari-hari. Khayalan anak juga mencerminkan keaslian atau
kemampuan menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Melalui khayalannya dalam
bermain, anak menemukan gagasan-gagasan yang asli hasil ciptaannya sendiri dan selalu
menemukan hal-hal baru yang menyenangkan. Misalnya, anak dapat mengkhayalkan
sebatang kayu seperti kapal terbang. Menurut Piaget, kemampuan anak untuk berkhayal
berkaitan dengan perkembangan kemampuan simbolik yang sudah dicapai anak.

DAFTAR PUSTAKA
Jamaris, Martini. Orientasi dalam Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2013)
Khalili AL. Mengembangkan Kreativitas Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006)
Mutiah Diana. Psikologi Bermain Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2010)
Ramli.FaktorfaktorPendukungdanPenghambat.http://ramlimpd.blogspot.com/2010/10/faktor-
pendukung-dan-penghambat.html. (Diakses pada tanggal 29 Maret 2014)
Reni, Akbar. Psikologi Perkembangan Anak (Jakarta: Grasindo, 2001)
Munandar , Utami. 2001. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi. Jakarta: UI press
Pengembangan Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: Rineka Ciptah. 2012
Semiawan, Conny. 2002. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini: Pendidikan
Prasekolahdan Dasar . Jakarta: Prenhalindo
Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Terbukaindeks. 2009
Suratno. 2005. Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini. Jakarta : Departemen Pendidikan
Santrock, John W. ,Life-Span Development , terjemahan Juda Damanik dan Achmad
Chusairi. Jakarta: Erlangga, 2002.

Anda mungkin juga menyukai