Anda di halaman 1dari 38

Tinjauan Pustaka

IKTERUS NEONATORUM

Oleh :

Stella Widjaja
2007 10 038
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
2007

IKTERUS NEONATORUM
Stella Widjaja
Mahasiswi Semester Empat Tahun Ajaran 2007
Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jakarta

ABSTRAK
Ikterus neonatorum adalah warna kekuningan pada kulit dan atau sclera pada bayi baru lahir yang disebabkan
oleh akumulasi dari bilirubin. Pada ikterus fisiologis terdapat sejumlah ringan bilirubin yang tidak terkonjugasi dan
mengenai hampir semua bayi baru lahir. Batas puncak pada ikterus fisiologis adalah 5-6 mg/dL (86 -103 mol/L) tampak
pada 48-120 jam setelah kelahiran. Angka yang lebih tinggi dari yang fisiologis tadi adalah hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi patologis dan timbul pada kondisi yang bervariasi. Bilirubin yang tidak terkonjugasi dengan albumin dapat
memasuki otak dan menimbulkan fokal nekrosis dari saraf, bisa akut (akut bilirubin ensefalopati) atau kronis (kern ikterus).
Pada total bilirubin serum konsentrasi mencapai 25-30 mg/dL(428 to 513 mol/L).
Bayi cukup bulan dengan bilirubin total 25-30 mg/dL (428-513 mol/L) mempunyai risiko tinggi terserang
toksisitas bilirubin. Terapi sinar di mana kulit bayi terpapar sinar terbukti aman dan efektif menurunkan toksitas bilirubin
dengan cara meningkatkan ekskresi bilirubin. Transfusi tukar ditujukan untuk menghilangkan bilirubin dari sirkulasi,
apabila dengan terapi sinar gagal. Beberapa obat-obatan (IVIG = Intra Venous Immuno Globulin, phenobarbital,
metalloporphyrins) dipakai untuk menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin serta menghambat
pembentukan bilirubin.
Kata kunci: Ikterus Neonatorum, hiperbilirubinemia, ensefalopati bilirubin/ kernikterus

Alamat korespondensi:
silver_valkyrielynx@yahoo.com

IKTERUS NEONATORUM
Stella Widjaja
College Student Fourth Semester 2007
Faculty of Medicine Krida Wacana Christian University

Neonatal jaundice is the yellowish discoloration of the skin and/or sclerae of newborn infants caused by
accumulation of bilirubin. Physiologic jaundice is mild uncojugated (indirect-reacting) bilirubinemia and affects nearly all
newborns. The peak level in physiologic jaundice typically is 5 to 6 mg/dL (86 to 103 mol/L), occurs at 48 to 120 hours of
age. Higher level of unconjugated hyperbilirubinemia are pathologic and occur in variety of conditions. Unconjugated
bilirubin that is not bound to albumin (free bilirubin) can enter the brain and cause focal necrosis of neurons, either acutely
(acute bilirubin encephalopathy) or chronically (kern icterus).
Term infants are at risk for bilirubin toxity when Total Serum Bilirubin (TSB) concentration exceed 25 to 30 mg/dL
(428 to 513 mol/L). Phototherapy contist of exposing the infants skin to light. It is a safe and efficient method to reduce the
toxicity of bilirubin and increase its elimination. Exchange transfusion is used to remove bilirubin from the circulation when
intensive phototherapy fails. Pharmacologics agents including IVIG (Intra Venous Immuno Globulin), phenobarbital and
mettaloporphyrins can be used to inhibit hemolysis, increase conjugation and excretion of bilirubin, or inhibit the formation
of bilirubin.
Key word: Neonatal Jaundice, hyperbilirubinemia, acute bilirubin encephalopathy/kernicterus.

Correspondence address:
Silver_valkyrielynx@yahoo.com

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat kemurahanNya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini saya membahas ikterus neonatorum, suatu permasalahan yang banyak terjadi di
masyarakat.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam

pemahaman masalah ikterus

neonatorum yang sangat diperlukan dalam suatu harapan mendapatkan pemahaman lebih dan
penanggulangannya.
Demikian makalah ini saya buat, semoga bermanfaat.

Jakarta, 20Juni 2009

Penulis

Daftar Isi
Judul...1
Abstrak Bahasa Indonesia..2
Abstrak Bahasa Inggris......3
Kata pengantar4
Daftar isi.... 5
Pendahuluan.. 6
Dispepsia.... 7-9
Dispepsia fungsional.... 9-10
GERD. 10-11
Gastritis.. 11-12
Tukak gaster... 12-23
Tukak duodenum.... 23-26
Karcinoma gaster... 26-31

Penutup.... 32
Daftar pustaka...... 33

Pendahuluan
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa
angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan.
Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin
bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama
apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin
meningkat > 5 mg/dL (> 86mol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat,
ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan
keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan. Tujuan membahas topik ini adalah agar dapat menyikapi kasus-kasus ikterus
secara maksimal sehingga kasus kernikterus, gangguan otak yang sifat menetap serta
terjadinya kematian dapat dihindarkan.

Ikterus Neonatorum
Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit
(terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. 1-4 Pada orang dewasa, ikterus
akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L), sedangkan pada neonatus
baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86mol/L).
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil
laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia
fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut
Excessive Physiological Jaundice.1-4 Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis
(Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00
menurut Normogram Bhutani. 5,6

Gambar 1. Normogram Bhutani (di kutip dari http://www.brownfamilymedicine.org/)

METABOLISME BILIRUBIN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

METABOLISMEBILIRUBIN
Bilirubinmerupakanprodukyangbersifattoksikdanharusdikeluarkanolehtubuh.
Sebagianbesarbilirubintersebutberasaldaridegradasihemoglobindarahdansebagianlagidari
hemebebasatauproseseritropoesisyangtidakefektif.Pembentukanbilirubintadidimulai
denganprosesoksidasiyangmenghasilkanbiliverdinsertabeberapazatlain.Biliverdininilah
yangmengalamireduksidanmenjadibilirubinbebas.Zatinisulit
larutdalamairtetapilarutdalamlemak,karenanyamempunyaisifatlipofilikyangsulit
diekskresidanmudahmelaluimembranbiologiksepertiplasentadansawardarahotak.

I.

1,4,6,7

J.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
Q.
R.

Bilirubinbebastersebutkemudianbersenyawadenganalbumindandibawakehepar.
Dalamheparterjadimekanismeuptake,sehinggabilirubinterikatolehreseptormembransel
hepardanmasukkedalamhepar.Segerasetelahadadalamselheparterjadipersenyawaan
ligandin(proteinY),proteinZdanglutationheparlainyangmembawanyakeretikulum
endoplasmahepar,tempatterjadinyakonjugasi.Prosesinitimbulberkatadanyaenzim
glukoroniltransferaseyangkemudianmenghasilkanbentukbilirubindirek.Jenisbilirubinini
dapatlarutdalamairdanpadakadartertentudapatdiekskresimelaluiginjal.Sebagianbesar
bilirubinyangterkonjugasiinidiekskresimelaluiduktushepatikuskedalamsaluranpencernaan
danselanjutnyamenjadiurubilinogendankeluardengantinjasebagaisterkobilin.Adapunyang
keluarmelaluiurin.Dalamusus,
S. sebagiandiabsorpsikembaliolehmukosaususdanterbentuklahprosesabsorpsienterohepatik.
T.
U.

1,4,6,

V. Gambar
2.
Metabolisme
bilirubin
http://dhenael.files.wordpress.com/2008/10/met-bilirubin1.jpg)

(dikutip

dari

IKTERUSFISIOLOGISvsIKTERUSPATOLOGIS

a. Ikterus Fisiologis
- warna kuning akan timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3.
- Tidak mempunyai dasar patologis.
- Kadarnya tidak melampuai kadar yang membahayakan.
- Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus.
- Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
b. Ikterus Patologis
- Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
- Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
- Ikterus yang disertai :
-. Berat lahir < 2000 g.
-. Masa gestasi < 36 minggu.
-. Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus.
-. Infeksi
-. Trauma lahir pada kepala
-. Hipoglikemia, hiperkabia
-. Hiperosmolaritas darah
-. Proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis)
-. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari.
Etiologi
1. Produksi bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
3. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
4. Gangguan dalam ekskresi.
5. Peningkatan reabsorbsi dari saluran cerna.
PEMERIKSAAN
Anamnesis
1.Riwayatkehamilandengankomplikasi(obatobatan,ibuDM,gawatjanin,malnutrisi
intrauterin,infeksiintranatal)
2.Riwayatpersalinandengantindakan/komplikasi
3.Riwayatikterus/terapisinar/transfusitukarpadabayisebelumnya
4.Riwayatinkompatibilitasdarah
5.

Riwayatkeluargayangmenderitaanemia,pembesaranhepardanlimpa.
4,5,7,9

PemeriksaanSistemik

Pemeriksaan sistemik

Dari ujung rambut ujung kaki


Pada bayi & anak kecil :

o
o
o
o

Inspirasi
Auskultasi
Palpasi dan perkusi (perkusi tidak dilakukan pd anak-anak kecuali pada ascites)
Pemeriksaan dengan alat (periksa tonsil)

Kulit, Rambut dan Kelenjar Getah Bening


kulit

Warna:
Vitiligo (depigmentasi) dt tak ada arti/awal tuberosklerosis/ penyakit
neuroektoderm
Depigmentasi umum/ albinisme
Coklat gelap:
Penyakit addison
Thalassemia
Pasien dengan transfusi darah sering
cafe auldit (coklat)/ coklat muda; masih normal sampai gejala bercak dengan
diameter 1 1.5 cm pada anak < 5 tahun (bila lebih: penyakit VON
RECKLINGHAUSEN)
Nevus pigmentosus (hiperpigmentasi menetap)
Melanoma malignum sangat jarang pada anak (abu-abu)
Pasca ruam campak (hiperpigmentasi sementara)

Spider nevi
Dari pembuluh kapiler bercabang seperti laba-laba
Sedikit di lengan dan wajah = normal
Di badan banyak: cirrhosis hepatis, hepatitis kronik

Sianosis
o
o

Kebiruan pada kulit dan mukosa (kadar Hb reduksi > 5 g/dL)


Macamnya:
Sianosis sentral
Penyakit paru
Atelectasis (alveole paru menutup)
Pneumonia (radang paru)
Sindroma gangguan pernapasan pada pneumonia
Penyakit jantung bawaan sianotik
Sianosis lain
Obstruksi saluran napas
Kejang napas (breath holding spell) tidak bisa napas tapi tidak lama,
lalu bisa napas normal kembali
Penyakit SSP
Sianosis differensial
Bagian tubuh atas berbeda dengan bawah
(koarktasio aorta praduktal) ektremitas bawah lebih biru daripada atas
Sianosis tepi
Sianosis di kapiler: kedinginan, dehidrasi, renjatan (kejang)
Perban ketat
Thrombo emboli

Ikterus
o
o
o
o

Penilaian dengan sinar alamiah


Hampir semua BBL icterus fisiologis (= keadaan bilirubin darah < 15 mg/dL)
Terlihat kuning bila bilirubin > 5 mg/dl (pd neonatus) belum bisa dikeluarkan
normal karena hati belum sempurna
> 2mg/dl pada bayi dan anak (sudah jelas pada sclera, kulit, muka)
Harus dibedakan dengan:

Karotenemia (kebanyakan makan vit A: wortel, pepaya) kuning pada telapak


tangan/ kaki, tidak pada sklera
o Karena penyakit infeksi/ akibat obat (Rova.INH)

Hemolisis (bila hepar masih bagus maka ikterus tak tlalu tampak)
[dewasa]

Infeksi hepatitis virus

Mononukleus infeksiosa

Leptospitosis, syfking (sifilis)

Obstruksi empedu (kebanyakan congenital pada bayi)

Sepsis
Bayi: bila darah pecah terlalu banyak dapat menjadi icterus oleh krn penimbunan
bilirubin dalam darah krn fungsi hepar belum sempurna. Contoh: kelainan darah ibu
dan anak therapy: lakukan transfusi tukar
Hemangioma (Pembesaran kel kapiler penonjolan pembuluh darah bisa hilang
sendiri
o Hemangioma kapilaris (kelopak mata, bibir atas, leher)
Rata, difus
Dapat disertai kejang : syndrome STURGE WEBER
Menimbul
Batas tegas, lunak, berlobulasi
Ada sejak lahir/ umur beberapa minggu
Bertambah besar sampai 6 12 bulan mengecil hilang
o Hemangioma kavernosa

Sjk lahir/ pd masa bayi di kulit, bwh kulit, lbh dlm (kulit di atasnya
dapat N/ ungu)

Ekzema
o Dermatitis atopik

Pada bayi di pipi/ dahi, dapat meluas ke kepala


Akut subakut kronik
Pada anak > besar : leher, lipat siku, lipat lutut

Dermatitis kontak

Karena: sabun bedak bahan kosmetik pakaian bahan plastik


Prosesnya: eritema edema vesikula (berbatas tegas)
o Diaper rash (karena popok pada bayi)
o Dermatitis sirkumonal (air liur)
o Dematitis numularis (vesikel eksudasi krusta)
Pucat pada anemia (telapak tangan, kuku, conjungtiva, mukosa mulut)

Purpura
o
o
o

merupakan perdarahan kulit dan selaput lendir


petechiae (kecil)
echimosis (besar), terdapat pada :
penyakit sistemik berat, sepsis, mengingokoksemia, endokarditis, penyakit
perdarahan, ITP/ Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, leukemia, DHF, pertusis)

Erythema
o
o

Lesi kulit kemerahan diaper rash


Eritema multiforme (berbagai bentuk):
Serentak
Membesar ke perifer
Menipis ke tengah

Eritema nodosum

Noduler
2 4 cm
nyeri

Urtikaria
o
o

terdapat pada:
reaksi obat
arthritis rheumatoid
syndroma Steven Johnson
Lupus Erithematous
Tuberculosis

Merupakan bentuk eritema yang menimbul


Dapat
Lokal
Konfluensi
Generalisata
Gatal
Tunggal
Dasar alergi : obat/kosmetik, makanan (ikan, telur, kerang), gigitan serangga,
inhalasi serbuk sari

Erysipelas eritema lokal


o Lokal, nyeri
o Paling sering di daerah kaki
o Hangat indurasi
o Tepi menimbul
o Oleh karena infeksi streptococcus (jadi hrs diberi antibiotik)
o Demam
Selulitis:
Infeksi subkutis
Tanpa batas jelas
Eritema
Pada thromboflebitis
Limfangitis superfisialis : mengikuti pembuluh limfe
Makula (lesi kulit):
o Tidak menimbul
o Timbul cepat
Eksantema
Pada campak, rubeola, dll
o Menyembuh dengan sisa hiperpigmentasi khas 2 minggu
o Mula-mula merah lalu menghitam timbul pada satu temapat (bibir)
Papula (elevasi kulit/ subkutis, keras)
Vesikula : elevasi kulit bersisi cairan serosa (herpes)
Pustula : elevasi kulit berisi nanah (infeksi bakteri)
Ulkus : nekrosis superfisialis dan dalam kulit
Impetigo : koloni pustula oleh karena streptococcus/ staphylococcus
Furunkel
Karbunkel
Nodul subkutan :
o Subkutan
o O.K bekas suntik
o Abses steril dll
o Demam reumatik
o Lupus erythematous
Turgor kulit
o
Diperiksa pada kulit abdomen

o
Dicubit lambat kembali (dehidrasi, malnutrisi)
Kelembaban kulit
o Keringat banyak (palmaris : psikogen)
o anhidrosis
Tekstur kulit
o Kasar: pada defisiensi vitamin A, hipotiroid, paratiroid
o Icthyosis : kasar kering seperti sisik ikan
o Sclerema skleredema skleroderma pada dermatomiositis
o Sklerema neonatus (bayi sakit berat, sepsis, dehidrasi, anoxia)

Edema
Akibat cairan ekstraseluler abnormal
Disebabkan oleh karena:
o Tekanan hidrostatik
o Permeabilitas kapiler
o Tekanan onkotik berkurang (tek keluar sel lebih besar daripada ke dalam)
o Retensi Na dan elektrolit lain
Bentuk pitting edema : bila ditekan tidak kembali/ lambat (periksa pada pretibial)
Bentuk non-pitting edema : bila cepat kembali = pada turner syndrom, kretinisme
Edema sedikit/ mulai pada palpebra
Edema banyak:pretibia, pergelangan kaki, sakrum
Edema anasarca : di seluruh tubuh dengan ascites, efus pleura/ perikardial (pada
malnutrisi, syndroma nefrotik, penyakit jantung, cirrhosis hepatis, kwashiorkor)
Edema lokal :
o
Alergi
o
Gigitan seranggga
o
Bendungan limfe
Miliaria
Keringat buntat
Dapat berupa
1. Miliaria pustulosa (bintik-bintik kecil seperti pustula)
2. Miliaria rubra (merah)
Lain-lain
Emphysema subkutan (udara, karena kelenjar udara di bawah kulit)
o Krepitasi
o Pada pneumothorax/ pn.med, tracheostomi, dll
Sikatriks keloid (hipertrofi sikatriks); bekas luka yg jelas
Stria :
o Garis-garis hipopigmentasi
o Normal pada anak gemuk
o Sindrom cushing (ungu) obat kortikostreroid

RAMBUT

Warna
Kelebatan

Kelenjar getah bening

Oksipital
Retroauriculer

Distribusi
Karakter rambut lain

Cervical anterior dan posterior di tepi M.st cl mast


Parotis paralisis (bila membesar)
Submaxilla dan sublingual (disebabkan ok kelainan gigi/ faring)
Supraclaviculer
Axillar pada kelainan leukemia
Inguinal
Dimensi
o
Ukuran bentuk
o
Besar 3 mm masih normal
o
Mobilitas, tanda radang
o
Cervical dan inguinal 1 cm
normal (anak < 12 tahun)
Adenopati (infeksi regional, infeksi spesifik, sering unilateral)

JANTUNG
* Inspeksi dan palpasi *
Ictus cordis/ denyut apeks
Bayi dan anak kecil : pada sela iga 4
Garis midkavikuler kiri/ sedikit lateral
Anak 3 tahun dan lebih : sela iga ke 5
Sedikit medial, garis mid kl.kiri
Pada bayi dan anak kecil inspeksi sukar jadi palpasi
Pada pembesaran ventrikel kiri apeks ke bawah lateral denyut > kuat left
ventricular lift/ left ventricular thrust
Pembesaran ventrikel kanan apeks tetap teraba peningkatan aktif di para
sternal kiri bawah dan epigastrium: right ventricular cave
Apeks dan aktifitas ventrikel sulit diraba pada:
Pneumomed
Pneumothoraks kiri
Efusi peric/ pleura

Detak pulmonal (bunyi jantung II)

Normal: bunyi jantung II tidak teraba

Hipertensi pulmonal : bunyi jantung II mengeras


Teraba di sela iga 2 tepi kiri sternum (detak pulmonal/ pulmonary tapping) :
pada penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan yang besar : Persisten
Ductus Arteriosus (PDA), Defek Septum Ventrikel (DSV), Defek Septum Atrium
(DSA), stenosis mitral Rheumatik (stenosis karena rhema)

Getaran Bising (thrill) : dg ujung jari II III/ telapak tangan


o
Getaran pada dinding dada o.k bising jantung yang keras (derajat 4/6 atau
lebih : kelainan organik)
o
Tempat getaran = punctum maksimum bising
o
Teraba pada fase sistolik/ diastolik
Getaran bising sistolik teraba : defek septum ventrikular, stenosis aorta, stenosis
pulmonalis, tetralogi Fallot, insufisiensi mitral
o
Defek septum ventrikel teraba getaran bising sistolik di sela iga ke 3/ ke 4
kiri sternum
o
Stenosis pulmonalis dan tetralogi Fallot: di sela iga ke 2 kiri sternum dan
suprasternal
o
Stenosis aorta di sela iga 2
Tepi kanan sternum atau sela iga 2 kiri sternum menjalar ke suprasternal dan
karotis
o
Insufisiensi mitral : getaran bising sistolik di apeks

o
o

PERKUSI
o
o
o

Sudah ditinggalkan pada anak


Pada anak besar : perkusi dari perifer ke tengah (menentukan besar jantung)
Pada bayi dan anak kecil sulit (lebih baik dengan inspeksi dan palpasi cermat

Auskultasi
o
o
o

Insufisiensi trikuspidalis jarang ada getaran bising


Getaran bising diastolik : pada stenosis mitral
Duktus arteriosus persisten : bising keras disertai getaran bising
sistolik dan getaran bising diastolik (kontinu) spt suara mesin (machinery
murmur) trdpt pd bayi baru lahir

Penting pengetahuan fisiologi dan patofisiologi KVS mampu memahami : apa,


dimana, bagaimana mencari, mendengar, interpretasi bunyi dan bising jantung
Sebaiknya dimulai dengan sisi mangkok, kemudian dengan diaphragma, dengan
stetoskop
Teknik Auskultasi:
Daerah auskultasi tradisional
Daerah mitral di apeks
Daerah trikuspid di parasternal kiri bawah
Daerah pulmonal di sela iga ke 2 tepi kiri sternum
Daerah aorta di sela iga 2 tepi kanan sternum (gb.18)
Dilengkapi dengan auskultasi jantung di seluruh bagian dada, punggung,
leher, bahkan abdomen : deteksi bunyi dan bising jantung, bising akibat aliran
turbulen arteri di rongga toraks dan abdomen
Biasakan dengan sistematika pemeriksaan tertentu :
Mulai dari apeks
Tepi kiri sternum bawah
Ke atas sepanjang tepi kiri sternum
Daerah infra dan supraclavicula kiri dan kanan
Lekuk supra sternal
Daerah karotis leher kiri dan kanan
Seluruh sisa dada dan punggung
Posisi pasien : telentang miring duduk
Auskultasi dimulai dengan memperhatikan bunyi jantung.
Kemudian setelah semua karakteristik bunyi jantung di identifikasi baru
diperhatikan bising jantung

Bunyi Jantung
o Bunyi akibat vibrasi pendek bunyi jantung
o Bunyi akibat vibrasi panjang lebih panjang = bising jantung
o Bunyi jantung
Bunyi jantung I, II, III, IV
Opening snap
Hampir tidak pernah ditemui
Irama derap
Klik
o Bunyi jantung I tanda fase sistolik
o Bunyi jantung II tanda fase diastolik
Kedua bunyi tersebut harus diidentifikasi secara akurat dan selalu terdengar pada
setiap pasien
o Beberapa patokan :
Bunyi jantung I bersamaan dengan iktus cordis
Bunyi jantung I bersamaan dengan denyut karotis

Bunyi jantung I paling jelas di apeks


Bunyi jantung II paling jelas di sela iga 2 tepi kiri sternum
Bunyi jantung II normal terpecah pada inspirasi dan tunggal pada ekspirasi
Pada irama lambat:
Jarak bunyi jantung I dengan bunyi jantung II (= fase sistolik) lebih pendek
drpd jarak antara bunyi jantung II dan bunyi jantung I (fase diastolik)
Pada takikardi sulit
Gb. 19
Bunyi jantung I
Bunyi jantung I terjadi akibat bunyi penutupan katup atrioventrikuler
Komponen mitral bunyi jantung I disebut M 1
Komponen trikuspidnya disebut T 1
T 1 terjadi 0,03 detik setelah M1 bunyi jantung I terpecah (split) sempit
Penilaian : bunyi jantung I : normal, melemah atau mengeras
Bunyi jantung I mengeras : defek septum atrium, stenosis mitral, stenosis
trikuspid
Bunyi jantung I melemah : insufisiensi mitral dan trikuspid, myocarditis,
pericarditis, efusi pericardium
Bunyi jantung II
Bunyi jantung II terjadi dari kompleks bunyi akibat penutupan katup semiluner
(aorta dan pulmonal)
Komponen aorta bunyi jantung II disebut A 2
Komponen pulmonal disebut P 2
Pada bayi, anak dan dewasa muda yang normal, bunyi jantung II terdengar
terpecah (split) pada inspirasi dan tunggal pada ekspirasi
Pada inspirasi A 2 maju, P 2 mundur bunyi jantung II terpecah
Pada ekspirasi bunyi jantung II tunggal/ terpecah sempit (gb. 20)
Keterangan fenomena di atas :
1. Pada inspirasi, tekanan neg intratorakal makin menurun alir balik ke
jantung kanan bertambah pengisian atrium kanan dan ventrikel kanan
bertambah waktu ejeksi ventrikel kanan bertambah lama dan penutupan
katup pulmonal (P2) lebih lambat
2. Pada inspirasi resistensi vaskuler paru menurun kapasitas pembuluh
darah paru untuk menerima darah dari a.pulmonalis bertambah tahanan
ejeksi ventrikel kanan bertambah dan penutupan katup pulmonal (P2) lebih
lambat
3. Pada inspirasi : terjadi penumpukan darah di pembuluh vena paru alir
balik ke atrium kiri bertambah waktu ejeksi ventrikel kiri lebih pendek
A 2 terjadi lebih cepat
Bunyi jantung II pada anak penting
Normal : bunyi jantung II harus terpecah saat inspirasi
Bila tunggal pada seluruh siklus pernapasan : berarti ada obstruksi jalan
keluar ventrikel kanan berat atau malposisi arteri-arteri besar
Intensitas bunyi jantung II : normal, melemah, mengeras
Bunyi jantung II terpecah lebar pada : right bundle branch block (RBBB),
defek septum atrium, stenosis pulmonalis, gagal jantung kanan,
insufisiensi mitral akut
Kadang-kadang P2 mendahului A2 (reversed splitting):

Pada stenosis aorta, LBBB (left bundle branch block)

Pada keadaan tersebut bunyi jantung II pecahnya jelas pada saat


ekspirasi dan pada inspirasi bunyi jantung II terdengar tunggal
P2 lemah bunyi jantung II terdengar tunggal pada seluruh siklus
pernapasan : siklus pulmonalis berat, tetralogi Fallot, atresia pulmonalis,
atresia trikuspidalis, transposisi arteri-arteri besar, truncus arteriosis

o
o
o

P2 mengeras pada insufisiensi pulmonalis, hipertensi pulmonal


Bunyi Jantung III
Nada rendah
0.10 0.20 detik setelah bunyi jantung II
di apeks/ parasternal kiri bawah
pada anak dan dewasa muda normal
mengeras bila pengisian ventrikel bertambah
mengeras + takikardia irama derap (patologis)
Bunyi Jantung IV
Nada rendah
Oleh karena deselerasi darah pada pengisian ventrikel oleh atrium (bunyi
atrium)
Tidak ada pada bayi dan anak normal
Terdengar pada keadaan patologi: dilatasi ventrikel, hipertrofi ventrikuler,
fibrosis myokardium
(gb.21)

Bunyi jantung IV didengar dengan membran stetoskop yang ditekan


kuat pada dinding dada : bunyi jantung IV menghilang bunyi jantung I
yang terpecah lebih jelas

Irama Derap (Gallop Rhythm)


o
Terjadi bila bunyi jantung III dan atau IV terdengar keras disertai takikardia
spt derap kuda lari
o
Irama derap yang terdiri atas bunyi jantung I, II, dan III disebut : irama
derap protodiastolik
o
Bila t.d bunyi jantung IV, I dan II disebut irama derap presistolik
o
Bila bunyi jantung III dan IV bergabung disebut irama derap sumasi
(summation gallop)
o
Adanya irama derap = keadaan patologik
o
Pada neonatus = gagal jantung
Opening Snap

Bunyi pembukaan katup (mitral)

Bunyi patologis : pada penderita dewasa = stenosis mitral (pada anak jarang)

Terjadi setelah bunyi jantung II mendahului bising mid-diastolik (gb.22)


Klik
o
Bunyi detakan pendek bernada tinggi
o
Ada beberapa jenis:
1. Klik ejeksi : stenosis aorta/ stenosis pulmonar valvular
2. klik sistolik : dilatasi aorta (tetralogi Fallot, syndroma Marfan)
3. klik midsistolik : prolaps katup mitral
(gb.23)
o
pada myocarditis, cardiomegaly, pericarditis dengan efusi, edema
anasarca berat : semua bunyi jantung melemah
o
Pada pasien sangat kurus semua bunyi jantung mengeras (pengalaman !!!)
Bising Jantung
o Terjadi akibat arus darah turbulen melalui jalan sempit/ jalan abnormal
o Pada setiap bising jantung harus diperinci :
1. Fase bising
Berdasar tempatnya pada siklus jantung ditentukan:
a. bising sistolik : terdengar antara bunyi jantung I dan bunyi jantung II
b. bising diastolik : terdengar antara bunyi jantung II dan bunyi jantung I
Penentuan bunyi jantung I dan bunyi jantung II secara akurat : suatu sine qua
non (gb.24)

2. Kontur/ bentuk bising


a.
Bising sistolik
Bising holosistolik (pansistolik) mulai bersamaan bunyi jantung I
terdengar sepanjang fase sistolik berhenti bersamaan bunyi jantung
II :
i. Defek septum ventrikel
ii. Insufisiensi mitral
iii. Insufisiensi trikuspidal

Bising sistolik dini : mulai bersamaan bunyi jantung I,


dekresendo dan berhenti sebelum bunyi jantung II : defek septum
ventrikel, kecil

Bising ejeksi sistolik mulai setelah bunyi jantung I


kresendo dekresendo, berhenti sebelum bunyi jantung II ; terdapat
pada :
Bising inosen
Bising fungsional
Stenosis pulmonal
Stenosis aorta
Defek septum atrium
Tetralogi Fallot

Bising sistolik akhir mulai setelah pertengahan fase


sistolik, kresendo, berhenti bersamaan dengan bunyi jantung II :
Insufisiensi mitral kecil
Prolaps
katup
mitral
b. Bising diastolik
Bising diastolik dini mulai bersamaan bunyi jantung II, dekresendo,
berhenti sebelum bunyi jantung I:

Insufisiensi aorta

Insufisiensi pulmonal
Bising middiastolik (diastolik flow murmur) akibat aliran darah
berlebih (stenosis relatif katup mitral/ trikuspid)

Defek septum ventrikel besar

Ductus arteriosus persisten besar

Defek septum atrium besar

Insufisiensi mitral/ trikuspidal berat


Bising diastolik akhir/ bising presistolik mulai pertengahan fase
diastolik, kresendo, berakhir pada bunyi jantung I :

Stenosis mitral organik


c. Bising diastolik dan sistolik
Bising kontinu mulai setelah bunyi jantung I, kresendo, capai puncak
pada bunyi jantung II, dekresendo berhenti sebelum bunyi jantung I
berikut :

Ductus arteriosus persisten

Fistula arteri - vena


Bising to and fro kombinasi bising ejeksi sistolik dan diastolik dini,
pada:

Stenosis aorta + insuf aorta, stenosis


pulm + insuf pulm
3. Derajat bising
Intensitas bising dinyatakan dalam 6 (enam) derajat : (Gb. 24)
Derajat 1/6 : sangat lemah (hanya oleh yang berpengalaman)
Derajat 2/6 : lemah tapi mudah terdengar penjalaran minimal

4. Pungtum

Derajat 3/6 : keras, tapi tak disertai getaran bising penjalaran


sedang
Derajat 4/6 : disertai getaran bising penjalaran luas
Derajat 5/6 : sangat keras terdengar bila stetoskop ditempelkan
sebag saja pd dinding dada penjalaran luas
Derajat 6/6 : terdengar meskipun stetoskop diangkat dari dinding
dada penjalaran sangat luas
maksimum bising (yg paling keras)

Tempat terdengar yang paling keras :


o Bising mitral di apeks
o Bising trikuspid di parasternal kiri bawah
o Bising pulmonal di sela iga ke-2 tepi kiri sternum
o Bising aorta di sela iga ke 2 tepi kanan atau kiri sternum
5. Penjalaran bising
Arah bising paling baik dijalarkan:
o Bising mitral ke lateral/ aksila
o Bising pulmonal ke sepanjang tepi kiri sternum
o Bising aorta ke apeks dan daerah karotis
6. Kualitas bising

Dapat terdengar spt meniup (blowing) spt defek dan


insuf mitral

Dapat rumbling spt pada stenosis mitral


7. Perubahan intensitas bising dengan perubahan posisi dan respirasi

Bising mitral mengeras : pada miring ke kiri

Bising pulmonal dan aorta mengeras : pada


menunduk

Bising jantung kanan mengeras pada inspirasi

Ikhtisar penemuan auskultasi pada beberapa kelainan jantung

BISING INOSEN

Bising inosen adalah bising yang tidak disebabkan kelainan organik atau kelainan
struktural jantung
Sering pada anak normal ( > 75%)
Dibedakan dari bising fungsional, yaitu bising akibat hiperaktivitas fungsi jantung :
o Anemia
o tireotoksikosis
Karakteristik bising inosen :
1. Berupa bising ejeksi sistolik
2. derajat 3/6 atau kurang (tanpa getaran bising)
3. penjalaran terbatas
4. intensitas berubah dengan perubahan posisi: lbh jelas saat terlentang
menghilang saat duduk
5. Tidak ada kelainan struktural jantung
Yang sering ditemui pada anak dengan kelainan jantung:
1. bising inosen
2. PDA
3. Stenosis aorta

DEFEK SEPTUM ATRIUM (Gb. 25)


Bunyi jantung normal atau mengeras bila defek besar
Bunyi jantung II terpecah lebar dan menetap (wide and fixed split)

Waktu ejeksi ventrikel kanan memanjang (ok pirau dari atrium kiri ke atrium kanan)
bunyi jantung II terpecah lebar pada pernapasan tidak ada perubahan
Beban volume ventrikel kanan stenosis pulmonalis relatif : bising ejeksi sistolik
di tepi kiri sternum sela iga 2 (derajat 3/6)

DEFEK SEPTUM VENTRIKEL (Gb. 26)

Defek septum ventrikel tanpa komplikasi bunyi jantung I dan II normal. Bunyi jantung
III terdengar keras bila ada dilatasi ventrikel
Bising yang khas : bising pansistolik di sela iga ke 3 & 4 tepi kiri sternum menjalar
ke tepi kiri sternum
Makin kecil defek bising makin keras
Sifat bising meniup, nada tinggi derajat 3/6 6/6
Pada defek besar dapat ada : bising middiastolik di apeks (ok stenosis mitral relatif)
Pada bayi baru lahir dengan defek septum ventrikel tidak terdengar bising ok
resistansi vaskuler paru tinggi terdengar pada umur 2 6 minggu

DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTEN (Gb. 27)

Pirau dari aorta ke a.pulmonalis terjadi bising kontinu di sela iga ke 2 tepi kiri
sternum menjalar ke infraklavikula, karotis dan punggung
Bunyi jantung I dan Bunyi jantung II normal
Bunyi jantung II sulit diidentifikasikan karena tertutup puncak bising
Pada BBL : hanya terdengar bising sistolik
Bising middiastolik di apeks dpt terdengar (pirau kiri ke kanan besar)

STENOSIS PULMONAL (gb. 28)


Bunyi jantung I normal, bunyi jantung II terpecah agak lebar dan lemah
Pada sten berat bunyi jantung II terdengar tunggal krn P2 tidak terdengar
Bising ejeksi sistolik terdengar di sela iga ke 2 tepi kiri sternum
Makin berat stenosis P2 makin lemah dan bising makin panjang (dapat menempati
seluruh fase sistolik)

TETRALOGI FALLOT (gb. 29)

Karakteristik bunyi dan bising jantung mirip dengan stenosis pulmonal


Dapat terdengar klik sistolik (akibat dilatasi aorta)
STENOSIS AORTA (gb. 30)

Terjadi reversed splitting : P2 mendahului A2 lebih jelas terdengar pada ekspirasi

Terdengar bising ejeksi sistolik di sela iga ke-2 tepi kanan atau tepi kiri sternum
menjalar ke apeks dan karotis (disertai getaran)

Pada stenosis valvular ada klik mendahului bising

INSUFISIENSI PULMONAL (gb. 31)

Bising diastolik dini


Di sela iga ke-2 tepi kiri sternum (regurgitasi darah dr a.pulmonalis ke ventrikel kanan
pd diastole)
Bila bising diastolik dini pada insuf pulmonal menyertai hipertensi pulmonal disebut
Graham Steele
Bunyi jantung II mengeras

INSUFISIENSI AORTA (gb. 32)


Karakteristik bising: mirip pada insuf pulm
Nada kadang-kadang sangat tinggi membran stetoskop harus ditekan keras

INSUFISIENSI MITRAL (gb. 33)

Merupakan gejala sisa penyakit jantung rematik

Insuf ringan, bunyi jantung I normal

Insuf berat, bunyi jantung I melemah

Bising karakter : pansistolik meniup paling keras di apeks ke aksila mengeras


bila miring ke kiri

Derajat 3/6 6/6

Pada yang berat; bising mid-diastolik di apeks nada rendah

Pada valvulitis mitral reumatik akut : bising pansistolik dan middiastolik di apeks
(bising Carry Coombs)

STENOSIS MITRAL (gb. 34)

Bunyi jantung I sangat mengeras


Bunyi jantung II dapat normal/ terpecah sempit
P2 keras bila ada hipertensi pulmonal
Bising khas : middiastolik aksentuasi pre sistolik nada renda rumbling (spt
guntur) di apeks

PROLAPS KATUP MITRAL (gb. 35)

Bunyi jantung normal


Bising yang terdengar sistolik akhir (spt pd insuf mitral ringan)
Didahului klik sistolik
Sering hanya klik tanpa bising
Sering pada wanita usia remaja/ dewasa muda

Kepala
Lingkaran kepala : periksa rutin sampai umur 2 tahun
(glabela dahi atas alis mata protuberans oksipitalis : diameter oksipita frontal
terbesar)
Makrosefali (diameter > N)
Hidrosefalus (produksi > ; abs <
- H.komunikans
- H.nonkomunikans : sumbatan
Mikrosefali (diameter < N) : ada retardasi motor dan mental (disgenesis/ hipoplasi
otak, rubella, toxoplasma, CMV, sy down disgenesis/ hipoplastik otak,
kraniostenosis)
Kontrol kepala
BBL 1 bulan : telentang kepala dilepas jatuh ke belakang didudukkan
kepala jatuh ke depan
Akhir bulan 2 : tengkurap kepala diangkat sebentar
Bulan 3 bulan 5 : posisi duduk kepala tegak
Kraniotabes

Tekan tengkorak di belakang/ di atas telinga cukup keras


teraba spt menekan bola pingpong (normal sampai 6 bulan ; abnormal rakitis,
sifilis, hidrosefalus)

Cracked pot sign : ketok dg jari pd tulang tengkorak, spt


pot retak

Selama ubun-ubun besar terbuka normal;


Ubun-ubun menutup abnormal - TIK meningkat)
Rambut dan kulit kepala
Warna, kelebatan, distribusi pertumbuhan rambut
Pasien KKP : merah jagung, kering dan mudah dicabut)

Kulit: hemangioma dan lesi lain


Ubun-ubun

Ubun-ubun besar diameter transversal 2,5 4 cm


Menutup umur :
6 bulan 3%
9 bulan 13%
1 tahun 40%
19 bulan 90%

Ubun-ubun kecil teraba sampai 4 8 minggu (tdpt pd lobus


occipital)

Ubun-ubun besar menutup:


Lambat : rakitis, hidrosefalus, hipotiroid, rubella kongenital
Cepat : pada kraniosinostosis, osteopetrosis

Keadaan Normal : ubun-ubun besar rata/ sedikit cekung


Menonjol : T.I.K meningkat (Tumor IK, meningitis, perdarahan IV)
Cekung : dehidrasi, malnutrisi
Wajah
Asimetri wajah :
Posisi intra uterina
Paralisis fasial
Pembengkakan lokal
Edema, radang lokal, infeksi kelenjar (parotitis)
Penyakit Caffey (hiperostosis kortikal infantil) pd BBL, mandibula ka ki
bengkak --> hilang sendiri atau dg corticosteroid
Thrombosis sinus kavernosus oedema luas dan sakit kepala
Sindroma Down (wajah dismorfik) jarak kedua alis mata agak jauh,
hidung ke dalam sedikit
Sindroma Pierre Robin (wajah dismorfik)
Hipertelorisme : jarak antara kedua pupil membesar (normal: 3,5 5,5
cm)
Mata
Visus (ketajaman penglihatan)
Neonatus bereaksi thd cahaya (dg senter terjadi perubahan gerak dari
muka; umur 1 bulan)
Umur 2 bulan : dpt mengikuti gerakan jari
Umur 6 bulan : memfokus pandangan thdp obyek tertentu
Anak yang lebih besar diuji dengan gambar/ tulisan
Palpebra
Ptosis (palpebra tidak dpt terbuka)
Lesi N.oculomotor
Miastenia gravis
Syndroma Horner
Ensefalitis
(Ptosis + Miosis)

Lagofthalmus
Kelopak tidak dapat menutup sempurna:
(kornea tidak tertutup lesi) ulkus
Pasien koma : pseudo lagofthalmus
Hemangioma (bisa menghilang sendiri)
Hordeolum (infeksi, diberi antibiotik tp tidak pd kulitnya, spt bisul kecil, bila
merambar ke dalam mata maka diberi obat mata)
Edema

Alis
Kanan dan kiri bertemu di tengah: syndroma Waardenburg
Bulu mata
Panjang lentik: normal, malnutrisi, penyakit kronik
Duktus nasolakrimalis
Hubungan mata dan hidung. Cairan yg membasahi mata akan ke hidung
dan menguap bersama napas. Jadi tidak akan keluar air mata klo tidak
nangis
Bila sampai umur 6 bulan masih belum terbuka (air mata keluar) dokter
mata
Epiphora
Penutupan ductus nasolacrimalis
Produksi air mata berlebih
Bisa ok radang, ulkus kornea, benda asing, alergi
Mata kering : dehidrasi, defisiensi vit A
Konjungtiva

Perdarahan subkonjungtiva: diatesis haemorrhagic, trauma, pertusis,


dll

Konjungtivitis : dg sekret cair, mukopurulent, purulent

Ophthalmia neonatorum, GO, dll

Defisiensi vit A:
1. Hemeralopi/ rabun senja
2. Xerosis konjungtiva (kering bercak BITOT) ada garis putih yg berdiri
pd konjungtiva lateral/ medial
3. Xerosis kornea masuknya infeksi
4. Keratomalasi ulserasi perforasi
Lunaknya kornea menutup sinar yg masuk buta harus diganti
kornea.

Pterigium : lipatan membran konjungtiva (reaksi thdp debu,


matahari, angin)
Sklera

Normal : putih

Pada bayi kebiruan

Bayi ikterus dg blue light bisa sembuh


Kasi luminal angkat bilirubin shg tidak tjd kuning
Kasi enzim dlm hepar (krn BBL fungsi hepar blum kerja sempurna) kasi
blue light bilirubinnya lgsg masuk ke usus tidak kuning bayinya (tidak
lewat hepar)

Jelas biru (blue sclerae) : osteogenesis imperfecta, glaucoma,


synd.Marfan

Sering ada nevus, ikterus mudah dilihat pada sklera


Kornea

Jernih

Perhatian : keratitis, ulkus, dsb


Pupil

Normal:
Bulat simetris
Diameter 3 4 mm, tidak midriasis ataupun miosis
Reflex cahaya + (cahaya dari lateral konsensual/ langsung)

24

Midriasis (dilatasi)
Buta, keracunan (barbiturat, atropin), koma, acidosis, TIK meningkat
Miosis (kecil): syndroma Horner, kerac opi, lesi otak
Katarak : putih biasa pada ortu, suatu kelanjutan usia, bila
tidak diambil buta. Anak-anak suatu penyakit
Albinisme : merah
Lensa
Normal : jernih
Bila keruh : katarak (kongenital toxopl, rubela, herpes simplex, dll)
Bola mata
Eksoftalmos (menonjol keluar) : hipertiroid, glaukoma, tumor retrobulbar,
abses orbita
Enoftalmos (kecil/ dalam) : dehidrasi berat, malnutrisi, sindrom horner
Sun-set Sign (iris di bawah palpebra inferior) : hidrosefalus, TIK
meningkat, kern icterus
Strabismus (juling) : masih normal 3 6 bulan (1 thn), sebentar hilang
Nistagmus (gerak bola mata ritmik) : cepat horizontal vertikal
berputar / campuran
Dolls eye phenomenone : refleks okulosefalik (koma); BBL sampai 10
hari masih normal

Telinga
Serumen
Membran timpani
Normal: sedikit cekung, mengkilat, refleks cahaya positif
Otitis media kataral: sangat merah, refleks cahaya <, tjd abses dalam telinga
(cepat kirim ke bagian THT)
Otitis media sup: menonjol kemerahan, refleks cahaya menghilang
Perdarahan (menonjol biru)
Perforasi yang akan menyebabkan congek

Mastoid

Otitis media mastoiditis : nyeri tekan + ; daun telinga terdorong terasa sakit
pada retroauriculer

Pendengaran
Dinilai dengan garpu tala, audiometer (pada anak besar)
Neonatus : sudah ada reaksi thd suara (klintingan)
Hidung
Napas cuping hidung
Saddle nose : syndroma kongenital
Mukosa tebal pucat : alergi
Benda asing : sekret purulen, berdarah, berbau
Difteri hidung : sekret berdarah
Epistaksis : pleksus Kiesselbach (pd septum nasi) pecah - demam, kelainan darah,
kongenital
Mulut
Trismus (mulut sukar dibuka); tetanus, tetani, infeksi/ abses sekitar mulut,
dislokasi sendi mandibula, parotitis, dll
Diukur berapa besar mulut dpt dibuka : dari ujung gigi atas dan bawah
Foetor ex ore (halitosis)
Bau aseton asidosis
Bau amonia - uremia
Labio skisis/ bibir sumbing

25

Mukosa anemia (pucat)


- sianosis (biru)
Fisura pada sudut bibir (kekurangan riboflavin dan vit B lain)
Perleche : infeksi streptococcus
Fisura, deskuamasi, maserasi, krusta di sudut mulut
Herpes simplex
Mukosa pipi
Oral thrush : infeksi candida albicans ; bercak-bercak membran putih, menimbul
mirip sisa susu pada selaput lendir bibir, pipi, lidah, palatum, faring (bila diangkut
terjadi perdarahan) biasanya pd bayi/ anak kecil
Bercak koplik : stadium prodromal campak pada mukosa pipi berhadapan
geraham bawah
Noma : stomatitis gangrenosa ; destruksi mukosa pipi perforasi ke kulit.
(keganasan/ kwasiorkor) pipi hancur/ tembus
Palatum

Petechiae (infeksi)

Paralisis (difteria)

Palatoskisis
Lidah
Bifurkasio terbelah di tengah
Makroglosia: hipotiroid, sy.down, hurler, neoplasma
Mikroglosia : sy. MABIUS, pioroptin (lidah >>)
Kista duktus tiroglossus : pada pangkal lidah
Ranula : kista retensi transparan (biru) sublingual
Lidah terjulur keluar (pada retard mental)
Tremor lidah : hipertiroid, demam typhoid lidah keluar ujung merah
Lidah kotor (coated tongue)
Geografic tongue
Gloso ptosis : lidah tertarik ke belakang (syndroma pierre robin)
Neonatus : keluar masuk ritmik (perdarahan otak/ edema otak)
Lidah ada gambaran-gambaran pulau di tengah ada alergi
Gigi geligi
Bayi baru lahir, kadang-kadang ada 1 2 gigi dan mudah dicabut
Mulai tanggal umur 6 thn caninus blom keluar, molar 2,3 baru keluar
Umur 5 bulan 1 thn: gigi susu 3 tahun lengkap 20 buah

V IV III II I
.
I II III IV V
-------------------------------------------------V IV III II I
.
I II III IV V
Gigi susu:
2 insisor sentral bawah
2 insisor sentral atas
2 insisor sentral atas
2 insisor sentral bawah
2 molar pertama bawah
2 molar pertama atas
4 kuspid pertama
4 molar kedua

5 10 bulan
8 12 bulan
9 13 bulan
10 14 bulan
13 16 bulan
13 17 bulan
12 22 bulan
24 30 bulan

Gigi tetap
8 7 6 5 4 3 2 1
1 2 3 4 5 6 7 8
----------------------------------------------------------------------8 7 6 5 4 3 2 1
1 2 3 4 5 6 7 8

26

Gigi susu mulai tanggal: insisor sentral bawah


Gigi susu berakhir umur 12 tahun
Gigi tetap (waktu erupsi):
Molar pertama
6 7 tahun
Insisor
7 9 tahun
Premolar
9 11 tahun
Kaninus
10 12 tahun
Molar kedua
12 16 tahun
Molar ketiga
17 25 tahun
Kelainan gigi : karies dentis
Salivasi
Pengeluaran saliva berlebih pada neonatus : atresia esofagus
Hipersalivasi pada anak besar : gigi tumbuh, stomatitis, palsi serebral, defisiensi
mental, down syndrome
Faring

Infeksi, hiperemia, edema, abses di dalam

Infeksi difteria:
Bercak putih abu-abu yang sulit diangkat bila dipaksa mudah berdarah
(pseudomembran)

Tonsil
Perhatikan : kripti, hiperemia ulserasi, bercak perdarahan, abses perotonsiler
(sering trismus)
Laring
Stridor (suara napas inspirasi yang keras, kasar, nada sedang)
Terjadi obstruksi di daerah laring/ trachea
therapy/ : corticosteroid dan antibiotik

PemeriksaanKhusus
Pengamatanikteruspalingbaikdilakukandengancahayasinarmatahari.Bayibarulahirtampakkuning
apabilakadarbilirubinserumnyakirakira6mg/dLatau100mikromol/L(1mg/dL=17,1mikromol/L).
SalahsatucarapemeriksaanderajatkuningpadaBBLsecaraklinis,sederhana,danmudahadalahdengan
penilaianmenurutKramer(1969).Caranyadenganjaritelunjukditekankanpadatempattempatyang
tulangnyamenonjolsepertitulanghidung,dada,lutut,danlainlain.Tempatyangditekanakantampak
pucatataukuning.
Bahayahiperbilirubinemiaadalahkernikterus,yaitusuatukerusakanotakakibatperlengketanbilirubin
indirekpadaotak.Secaraklinispadaawalnyatidakjelas,dapatberuapmataberputar,letargi,kejang,tak
maumenghisap,malasminum,tonusototmeningkat,leherkaku,danisoptonus.Bilaberlanjutdapat
terjadispasmeotot,opistotonus,kejang,atetosisyangdisertaiketeganganotot.Dapatditemukanketulian
padanadatinggi,gangguanbicara,danretardasimental.

Zona
1
2
3
4
5

DerajatikteruspadaneonatusmenurutKramer
BagianTubuhyangkuning
Ratarataserumbilirubin
indirek(umol/l)
Kepaladanleher
100
Pusatleher
150
Pusatpaha
200
Lengan+tungkai
250
Tangan+kaki
>250

27

http://gastroresource.com/gitextbook/

Penegakandiagnosisikterusneonatorumberdasarkanwaktukejadiannya
Waktu
DiagnosisBanding
AnjuranPemeriksaan
Harike1
Penyakithemolitik(bilirubin
Kadarbilirubinserum
indirek)
berkala,Hb,Ht,
Inkompatibilitasdarah
retikulosit,sediaan
(Rh,ABO)
apusdarah.
Sferositosis
Golongandarah
Anemiahemolitiknon
ibu/bayi,ujiCoomb
steatosis(misal:
Ujitapisdefisiensi
defisiensiG6PD).
enzim
Ikterusobstruktif(bilirubin
Ujiserologiterhadap
direk)
TORCH
Hepatitisneonatalo.k.
TORCH
Harike2s.d.ke5
Kuningpadabayi
Hitungjenisdarah
premature
lengkap
Kuningfisiologik
Urinmikroskop&

28

Harike5s.d.ke10

Harike10ataulebih

Sepsis
Darahekstravaskuler
Polisitemia
Sferositosiskongenital

Sepsis
Kuningkarenaasi
DefisiensiG6PD
Hipotiroidisme
Galaktosemia
Obatobatan
Atresiabiliaris
Hepatitisneonatal
Kistakoledokus
Sepsis(traumainfeksi
salurankemih)
Stenosispilorik

biakanurin
Pemeriksaanterhadap
infeksibakteri
Golongandarah
ibu/bayi,ujiCoomb

Ujifungsitiroid
UjitapisenzimG6PD
Guladalamurin
Pemeriksaanterhadap
sepsis

Urinmikroskopikdan
biakanurin
Ujiserologicterhadap
TORCH
Alfafetoprotein,alfa1
antitripsin
Biopsihati
Kolesistografi
UjiRoseBengal

PemeriksaanLaboratorium
Pemeriksaanserumbilirubin(bilirubintotaldandirek)harusdilakukanpadaneonatusyang
mengalamiikterus.Terutamapadabayiyangtampaksakitataubayibayiyangtergolongrisiko
tinggiterseranghiperbilirubinemiaberat
.Namunpadabayiyangmengalamiikterusberat,lakukanterapisinarsesegera
mungkin,janganmenundaterapisinardenganmenungguhasilpemeriksaankadar
serumbilirubin.
4,5,9

Transcutaneousbilirubin(TcB)dapatdigunakanuntukmenentukankadarserumbilirubin
total,tanpaharusmengambilsampeldarah.Namunalatinihanyavaliduntukkadarbilirubin
total<15mg/dL(<257mol/L),dantidakreliablepadakasusikterusyangsedangmendapat
terapisinar.
5,11

Pemeriksaantambahanyangseringdilakukanuntukevaluasimenentukanpenyebabikterus
antaralain:
GolongandarahdanCoombstest
Darahlengkapdanhapusandarah
SkriningG6PD
Pemeriksaanserumbilirubintotalharusdiulangsetiap424jamtergantungusiabayidan
tingginyakadarbilirubin.Kadarserumalbuminjugaperludiukuruntukmenentukanpilihan
terapisinarataukahtranfusitukar.
4,5,9

WD:Hiperbilirubinemiae.cKolestasisExtrahepatik
DEFINISI
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal. Gangguan
dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke
dalam duodenum.4 Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam
empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara

29

patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem
bilier.
EPIDEMIOLOGI
Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5000
kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier
pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik
5,6,7
.
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377 (34,7%),
hepatitis neonatal 331 (30,5%), -1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%),
sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%). 3,5
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270
penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%),
atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma
inspissated-bile
1
(1,04%).
KLASIFIKASI
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan
nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan

30

saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik 1,2,4.


Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, 9 infeksi virus terutama CMV10
dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik 11. Biasanya
penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus
baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital
yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler.4,9 Deteksi dini dari
kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatikportoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. 12 Pada
pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses
obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik,
kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu
ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.1,4
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli.
Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui
patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai. 1,2,4,5
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas)
berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat
mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. 4 Beberapa kelainan
intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran
ekstrahepatik.13 Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis
disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. 4,9,10 Karena primer tidak
menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler.
Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase
dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang
besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi
portal.14,15
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding
disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan <
0,5 saluran empedu per portal tract.4 Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu
kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. 16 Sindroma ini
ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi

31

organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae),


kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal
yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit). 17,18 Nonsindromik adalah paucity saluran
empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah
sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu. 4,19
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran
empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport
masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi
kolestasis.1,2,4 Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis
misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada
sepsis.20
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati,
suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan
infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan
multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan
trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak
dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan
metabolik tidak dapat ditemukan.1,2,4,5

http://www.indianjournals.com/showdocument

32

PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi
produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu, kolesterol,
phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi.
Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin
terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi
enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya
berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan
empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif
memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler,
mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. 1,2,4,5 Salah satu contoh adalah penanganan
dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi
yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral,
dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin
terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2
merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam
empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam
empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi
juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti
inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter
hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi. 21
MANIFESTASI KLINIS
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus, tinja
akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai
akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.
Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.

F. Penatalaksanaan :
Pada dasarnya, pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut :
1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbital. Obat ini
bekerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus
yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
2. Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk
memperbaiki transport bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin boleh dilakukan
walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia. Tetapi perlu diingat adanya zat-zat yang
merupakan competitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (mis. Sulfonamida atau
obat-obatan lainnya). Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar biirubin plasma meningkat,
tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin
33

diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah tindakan
transfuse tukar.
3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pmberian makanan oral dini.
4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubn diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik
dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfuse tukar.
Indikasi transfusi tukar dini :
1. Hidrops
2. Adanya riwayat penyakit berat
3. Adanya riwayat sensitisasi.
Tujuannya :
1. Mengkoreksi anemia.
2. Menghentikan hemolisis.
3. Mencegah peningkatan bilirubin.
Pada situasi penyakit hemolitik, pertimbangan dilakukan transfuse dini :
1. Kadar bilirubin tali pusat mencapai 4,5 mg/dL, kadar Hb tali pusat < 11 g/dL.
2. Kecepatan kenaikan kadar bilirubin melebihi 1mg/dL/jam walaupun telah dilakukan terapi
sinar.
3. Kadar hemoglobin antara 10-13g/dl dan kenaikan kadar bilirubin melebihi 0,5mg/dl/jam
walaupun telah dilakukan terapi sinar.
4. Kadar bilirubin 20mg/dl; atau terlihat akan mencapai 20mg/dl dengan kecepatan kenaikan
seperti yang sedang berlangsung.
5. Tetap terjadi anemia yang bertambah berat walaupun telah dilakukan tindakan mengatasi
kenaikan bilirubin dengan cara lain (mis.terapi sinar).
Tindakan transfuse tukar lanjut dapat dilakukan apabila kadar bilirubin diduga dapat berubah
menjadi toksik. Pengulangan transfuse tukar dapat terjadi bila :
1. Setelah transfuse tukar yang pertama selesai, kadar bilirubin masih juga menunjukkan
kecepatan kenaikan lebih dari 1mg/dl/jam
2. Terdapat anemia hemolitik berat yang menetap. Apabila kadar awal bilirubin melebihi
25mg/dl, mungkin biasanya kadar bilirubin setelah transfuse tukar pertama akan masih tinggi
dan perlu dilakukan transfuse tukar ulangan dalam 8-12 jam berikutnya. Terdapat perbedaan
tatalaksana ikterus pada neonatus cukup bulan dan neonatus kurang bulan.
Tatalaksana ikterus pada neonatus sehat cukup bulan berdasarkan kadar bilirubin indirek
(mg/dl)
Usia (jam)
Pertimbangkan
Terapi sinar
Transfusi tukar Transfusi tukar
terapi sinar
bila terapi sinar dan terapi sinar
intensif gagal
intensif
<24

25-48
>11,8
>15,3
>20
>25,3
49-72
>15,3
>18,2
>25,3
>30
>72
>17
>20
>25,3
>30
Keterangan :
Pada keadaan ikterus patologis, angka-angka di atas harus dimodifikasi dan pada umumnya
tatalaksana bersifat levih agresif. Yang dimaksud dengan ikterus patologik adalah ikterus
34

klinis yang terjadi pada bayi berusia kurang dari 24 jam, dengan/peningkatan kadar bilirubin
lebih besar dari 5mg/dl/hari, dengan/hemolisis.
Tatalaksana ikterus pada neonatus kurang bulan, berdasarkan kadar bilirubin indirek (mg/dl),
dengan terapi sinar atau transfuse tukar.
Terapi sinar
Usia (jam)

BL < 1500g
BL 1500-2000g
Kadar
bilirubin Kadar bilirubin
(mg/dl)
(mg/dl)
R.T >4,1
R.T >4,1
>5
>7
>7
>9,1
>8,2
>10

BL > 2000g
Kadar bilirubin
(mg/dl)
>5
>8,2
>11,8
>14,1

BL < 1500g
BL 1500-2000g
Kadar
bilirubin Kadar bilirubin
(mg/dl)
(mg/dl)
>10-15
>15
>10-15
>15
>10-15
>15,9
>15
>17

BL > 2000g
Kadar bilirubin
(mg/dl)
>15,9-18,2
>15,9-18,2
>17-18,8
>18,2-20

<24
25-48
49-72
>72
Keterangan :
BL = berat lahir, RT = bayi prematur resiko tinggi, dipakai patokan batas paling rendah dari
BL dan kadar bilirubin, batas paling rendah berikutnya dari BL, dan batas usia paling rendah
berikutnya.
Transfusi tukar
Usia (jam)
<24
25-48
49-72
>72

Penutup
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dengan riwayat anemia. Tidak nafsu makan, nyeri
ulu hati, mual, muntah (kadang disertai darah di muntahan) dan berat badan turun 10 kg
dalam 2 bulan terakhir. Hasil pemeriksaan laboratorium : hemoglobin 7g/dl, WBC : 3500/l,
fungsi ginjal dan hati normal.
Karena belum dilakukan endoskopi, maka saya menyimpulkan Dispepsia. Tetapi saya
menduga ini adalah Anemia e.c. Dispepsia e. c. tukak duodenum yang sudah komplikasi
menuju Ca gaster. Saya menduga ini adalah tukak duodenum yang berkomplikasi Ca gaster
35

karena pria ini sudah mengalami tanda alarm dari tukak duodenum yaitu usia >45 tahun,
pernah ada hematemesis, berat badan menurun 10 kg dalam 2 bulan terakhir, dan terjadinya
anemia. Sebaiknya pria ini segera diendoskopi untuk diketahui penyebab penyakitnya karena
pria ini sudah menunjukkan gejala-gejala alarm.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. Gastroenterologi Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006; hal287-416.
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, eds.
Gastroenterologi Kapita Selekta Kedoktera. Jakarta : Media Aesculapius, 1999; hal
488-495.
3. Coutrand R. Traktus Gastrointestinalis Buku Ajar Patologi II. Jakarta : Penerbit
36

Buku Kedokteran EGC, 1995; hal 241-254.


4. Marks

JW,

Ingestion

(Dyspepsia),

diunduh

dari

http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=10531&pf=3&page=1,
tanggal 24 Mei 2009.
5. Fisichella

PM,

Gastroesophageal

Reflux

Disease,

diunduh

dari

http://www.emedicine.com/med/topic857.htm, tangal 24 Mei 2009.


6. Burg

MD,

Gastritis,

diunduh

dari

http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?
articlekey=58653&pf=3&page=1, tanggal 24 Mei 2009.
7. Lehler

JK,

Peptic

Ulcer,

diunduh

dari

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000206.htm, tanggal 24 Mei 2009.


8.

Surya

B.

Karsinoma

Gaster.

Juli

2007.

Diunduh

dari

www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_bachtiar_surya.pdf+karsinoma+
gaster, 24 Mei 2009.
9.

Abidin T. Malignansi pada Gastrointestinal. Oktober 2008. Diunduh dari


http://www.scribd.com/doc/7432358/Malignansi-Pada-Gastrointestinal, 24 Mei 2009.

37

Anda mungkin juga menyukai