Anda di halaman 1dari 35

Referat Hipertensi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir semua
golongan masyarakat baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Rani, et all, 2009).
Di seluruh dunia , peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta
kematian, sekitar 12,8% dari total kematian di seluruh dunia. Data epidemiologi
menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah
pasien dengan hipertensi kemungkinan besar bertambah, dimana baik hipertensi sistolik
maupun kombinasi hipertensi sitolik dan diastolik sering muncul pada lebih dari separuh
orang yang berusia > 65 tahun. Di Indonesia, prevalensi masyarakat yang terkena
hipertensi berkisar antara 6-15% dari total penduduk.
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi kinerja
berbagai organ. Hipertensi juga menjadi suatu faktor resiko penting terhadap terjadinya
penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke. Apabila tidak
ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan organ tubuh. Hipertensi disebut
sebagai silent killer karena dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ tanpa gejala
yang khas. Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang paling sering
diderita olah lansia dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberculosis (Kemenkes RI, 2010).
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke dalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi krisis
hipertensi dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Namun, krisis hipertensi
jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab
sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi
maupun komplikasi lainnya menjadi kurang dari 1%.(WHO, 2010)

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

Referat Hipertensi

Pentingnya teknik pemeriksaan tekanan darah sangat berperan dalam penegakan


diagnosis hipertensi. Pengukuran tekanan darah hendaknya tidak hanya dilakukan 1 kali
kunjungan saja dalam menilai hipertensi, dan terlebih dikarenakan tekanan darah juga
dipengaruhi oleh beberapa keadaan seperti aktivitas fisik, adanya penyakit comorbid yang
juga dapat menimbulkan hipertensi sekunder, dan untuk menyingkirkan adanya
kemungkinan white coat hypertension maka teknik pemeriksaan tekanan darah sangatlah
penting dilakukan secara tepat. Sedangkan untuk mendapatkan hasil pengendalian
tekanan darah yang optimal, maka evaluasi penderita hipertensi tak kalah pentingnya
dilakukan dengan tepat pula.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

Referat Hipertensi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi atau lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan darah diatas normal yaitu lebih dari 140/ 90
mmHg (Yogiantoro, 2014). Pada waktu pembacaan tekanan darah, bagian atas adalah
tekanan darah adalah tekanan sistolik, sedangkan bagian bawah adalah tekanan diastolik.
Tekanan sistolik (bagian atas) adalah tekanan puncak yang tercapai pada waktu jantung
berkontraksi dan memompakan darah melalui arteri, sedangkan tekanan diastolik adalah
tekanan pada waktu jantung beristirahat di antara pemompaan. Tekanan darah yang
ideal adalah 120/80 mmHg.

2.2 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia
lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar bertambah, dimana
baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sitolik dan diastolik sering muncul
pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Di Indonesia berdasarkan survey
RISKESDAS tahun 2007, pada penduduk usia diatas 50 tahun, penderita hipertensi
ditemukan lebih banyak pada wanita yaitu 37% bila dibanding dengan pria yaitu 28%.
Pada usia diatas 25 tahun, ditemukan 29% pada wanita dan 27% pada pria. Hipertensi
primer merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi(Mohani, 2014).

2.3 Klasifikasi
I.

Berdasarkan etiologi
Hipertensi Primer / esensial
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Merupakan kasus hipertensi
terbanyak. 90% dari semua penyakit hipertensi merupakan hipertensi

esensial (Tanto-Liwang et al., 2014).


Hipertensi Sekunder

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

Referat Hipertensi

Diakibatkan suatu penyakit atau kelainan mendasari, seperti stenosis arteri


renalis, panyakit parenkim ginjal, feokromositoma, hiperaldosteronisme,
dan sebagainya (Tanto-Liwang et al., 2014).
II.

Berdasarkan derajat hipertensi


Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC-7, 2003)
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Hipertensi berdasarkan JNC-7
Klasifikasi

Tekanan

Darah

Sistolik Tekanan

Darah

(mmHg)

(mmHg)

Normal

<120

Dan <80

Prehipertensi

120 139

Atau 80 89

Hipertensi derajat 1

140 159

Atau 90 99

Hipertensi derajat 2

160

Atau 100

Diastolik

Sumber: JNC-7,2003
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Hipertensi berdasarkan WHO-ISH 1999
Klasifikasi

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastol (mmHg)

Grade 1

140 159

90 99

Grade 2

160 179

100 109

Grade 3

180

110

Sumber: WHO-ISH,1999

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

Referat Hipertensi

2.4 Faktor Resiko


Faktor resiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko reversibel dan
irreversibel. Faktor resiko yang irreversibel adalah usia, ras dan riwayat keluarga.
Sedangkan faktor resiko yang bersifat reversibel adalah obesitas, kurang aktivitas,
konsumsi makanan yang mengandung natrium tinggi, merokok dan sindroma metabolik
(Habermann dan Ghosh, 2008).

Usia
Tekanan darah menigkat seiring dengan berjalannya usia. Tekanan sistolik
meningkat sesuai dengan usia, sedangkan tekanan diastolik tidak berubah
mulai dekade ke-5. Hipertensi sistolik isolasi merupakan jenis hipertensi
yang paling sering ditemukan pada orangtua (Habermann dan Ghosh,

2008).
Faktor genetik

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

Referat Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu


keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua
kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua

yang tekanan darahnya normal (Habermann dan Ghosh, 2008).


Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada
wanita. Pada pria sering kali dipicu oleh perilaku tidak sehat seperti

merokok, dan kelebihan berat badan (Habermann dan Ghosh, 2008).


Stres psikis
Stres meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan

ini

mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap.


Obesitas
Asupan Garam
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah
dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat, dan juga memperkuat
efek vasokonstriksi noradrenalin. Kelompok individu yang mengkonsumsi
garam dalam jumlah banyak lebih rentan terkena resiko mengalam
hipertensi dibandingkan dengan individu yang hanya mengkonsumsi

sedikit garam (Habermann dan Ghosh, 2008).


Rokok
Zat zat kimia pada rokok dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
arteri yang menyebabkan penyempitan arteri sehingga dapat meningkatkan

tekanan darah. (Habermann dan Ghosh, 2008).


Alkohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara
keseluruhan semakin banyak alkohol yang diminum semakin tinggi
tekanan darah (Habermann dan Ghosh, 2008).

2.5 Etiologi
Sembilan puluh sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial),
Hipertensi adalah salah satu faktor risiko terpenting pada penyakit jantung koroner dan
cerebrovascular accidents. Sebagian besar sisa hipertensi essensial ini disebabkan oleh
penyakit ginjal, atau lebih jarang penyempitan arteria renalis, biasanya oleh sebuah plak
ateromatosa (hipertensi renovaskular). Walaupun jarang, hipertensi dapat disebabkan

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

Referat Hipertensi

oleh penyakit kelenjar adrenal, seperti aldosteronisme primer, sindrom Cushing,


feokromositoma, atau penyakit lain.
Sekitar 5% pengidap hipertensi memperlihatkan peningkatan cepat tekanan darah
yang apabila tidak diterapi, menyebabkan kematian dalam 1 2 tahun. Sindrom klinis
ini, yang disebut hipertensi maligna atau hipertensi dipercepat (accelerated
hypertension), yang ditandai dengan hipertensi berat (dengan tekanan diastol > 120
mmHg), gagal ginjal, serta perdarahan dan eksudat retina, dengan atau tanpa papil
edema. Keadaan ini dapat timbul pada orang yang sebelumnya normotensi, tetapi lebih
sering pada orang pengidap hipertensi jinak, baik esensial maupun sekunder.
Tabel 3 Jenis dan Penyebab Hipertensi

(Sistolik dan Diastolik)

Hipertensi esensial (90 % 95% kasus)


Hipertensi sekunder
Ginjal
Glomerulonefritis akut
Penyakit ginjal kronis
Penyakit ginjal polikistik
Stenosis arteria renalis
Vaskulitis ginjal
Tumor penghasil renin
Endokrin
Hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer,
hiperplasia adrenal kongenital),
Hormon eksogen (glukokortikoid ; estrogen [termasuk akibat
kehamilan dan kontrasepsi oral]; makanan yang mengandung tiramin
seperti keju, yoghurt, tuak/ alkohol ; dan simpatomimetik, inhibitor
monoamin oksidase)
Feokromositoma
Akromegali
Hipotiroidisme (miksedema)
Hipertiroidisme (tirotoksikosis)
Akibat kehamilan
Kardiovaskular
Koarktasio aorta
Poliarteritis nodosa
Peningkatan volume intravaskular
Peningkatan curah jantung
Rigiditas aorta
Neurologik
Psikogenik
Peningkatan tekanan intrakranium
Apnea tidur
Stress akut, termasuk pembedahan
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

Referat Hipertensi

Sumber : Cotran et all, 2007


2.6 Patofisiologi
A. Hipertensi primer
Beberapa teori patognesis hipertensi primer meliputi :

Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik

Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA

Retensi Na dan air oleh ginjal

Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada


ginjal dan pembuluh darah

Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel

Sebab-sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun


sebagian besar disebabkan oleh ketidaknormalan tertentu pada arteri. Yakni mereka
memiliki resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas) pada
arteri-arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau arterioles),
hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik, obesitas, kurang olahraga,
asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dan lain lain.
B. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit,
kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah diketahui
penyebabnya. Terdapat 10% orang menderita apa yang dinamakan hipertensi
sekunder. Umumnya penyebab Hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan
pengobatan kuratif, sehingga penderita dapat terhindar dari pengobatan seumur hidup
yang seringkali tidak nyaman dan membutuhkan biaya yang mahal (Cotran , 2007).
Patofisiologi hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab
spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

Referat Hipertensi

renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio


aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain lain.
a. Hipertensi pada penyakit ginjal
Penyakit ginjal dapat meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya
hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Secara
klinis sulit untuk membedakan dua keadaan tersebut, terutama pada
penyakit ginjal menahun. Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal
tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi.
Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat komplikasi
yang mungkin ditimbulkan.
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut
maupun penyakit ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun
pada

kelainan

vaskular.

Hipertensi

pada

penyakit

ginjal

dapat

adanya

retensi

natrium

yang

dikelompokkan dalam :
1) Penyakit glumerolus akut
Hipertensi

terjadi

karena

menyebabkan hipervolemik. Retensi natrium terjadi karena


adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus koligentes.
Peningkatan ini dimungkankan abibat adanya retensi relatif
terhadap Hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas
pompa Na K ATPase di duktus koligentes.
2) Penyakit vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemi yang kemudian merangsang
sistem renin angiotensin aldosteron.
3) Gagal ginjal kronik
Hipertensi

yang

terjadi

karena

adanya

retensi

natrium,

peningkatan sistem Renin Angiotensinogen Aldosteron akibat


iskemi relatif karena kerusakan regional, aktifitas saraf simpatik
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

Referat Hipertensi

yang meningkat akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidis


sekunder, dan pemberian eritropoetin.
4) Penyakit glumerolus kronik
Sistem Renin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakansatu
sistem hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan
berperan dalm naiknya tekanan darah, pangaturan keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit.
b. Hipertensi pada penyakit renovaskular.
Hipertensi renovaskular merupakan penyebab tersering dari hipertensi
sekunder. Diagnosa hipertensi renovaskular penting karena kelainan ini
potensial untuk disembuhkan dengan menghilangkan penyebabnya yaitu
stenosis arteri renalis. Stenosis arteri renalis adalah suatu keadaan
terdapatnya lesi obstruktif secara anatomik pada arteri renalis. Sedangkan
hipertensi renovaskular adalah hipertensi yang terjadi akibat fisiologis
adanya stenosis arteri renalis.
Istilah nefropati iskemik menggambarkan suatu keadaan terjadinya
penurunan fungsi ginjal akibat adanya stenosis arteri renalis. Jika terjadi
gangguan fungsi ginjal, kelainan ini akan menetap walaupun tekanan
darahnya

dapat

dikendalikan

dengan

pengobatan

yang

meliputi

medikamentosa antihipertensi, revaskularisasi dengan tindakan bedah


ataupun angioplasti.
c. Hipertensi pada kelainan endokrin
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan endokrin adalah
aldosteronisme primer (Sindrom Conn). Hiperaldosteronisme primer adalah
sindrom yang disebabkan oleh hipersekresi aldesteron yang tidak terkendali
yang umumnya berasal dari kelenjar korteks adrenal. Hiperaldosteronisme
primer secara klinis dikenal dengan triad terdiri dari hipertensi, hipokalemi,
dan alkalosis metabolik. Sindrom ini disebabkan oleh hiperplasi kelenjar
korteks adrenal, adenoma atau karsinoma adrenal.
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

10

Referat Hipertensi

d. Sindrom Cushing
Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral yang
disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan Adenocorticotropin
Hormone (ACTH).
e. Hipertensi adrenal kongenital
Hipertensi adrenal kongenital merupakan penyabab terjadinya hipertensi
pada anak (jarang terjadi).
f. Feokromositoma
Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut
dicurigai apabila terdapat riwayat dalam keluarga. Tanda tanda yang
mencurigai adanya feokromositoma yaitu hipertensi, sakit kepala,
hipermetabolisme, hiperhidrosis, dan hiperglikemia.
Feokromositomia disebabkan oleh tumor sel kromatin asal neural yang
mensekresikan katekolamin. Sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal,
dan hanya 10 % terjadi di tempat lain dalam rantai simpatis. 10 % dari
tumor ini ganas dan 10 % adenoma adrenal adalah bilateral.
Feokromositomia dicurigai jika tekanan darah berfluktuasi tinggi, disertai
takikardi, berkeringat atau edema paru karena gagal jantung.
g. Koartasio aorta
Koarktasi aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri
subklavia kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan
tekanan pada kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak
ada. Hipertensi ini dapat menetap bahkan setelah reseksi bedah yang
berhasil, terutama jika hipertensi terjadi lama sebelum operasi.
h. Hipertensi pada kehamilan
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan
morbiditas dan mortalitas maternal, janin dan neonatus.Kedaruratan
hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

11

Referat Hipertensi

terjadi pada hipertensi kronik.Perempuan hamil dengan hipertensi


mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi yang berat
seperti abruptio plasenta, penyakit serebrovaskuler, gagal organ, koagulasi
intravaskular. Penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang ringan
didapatkan risiko kehamilan preaklampsia 10 25 %, abruptio 0,7 1,5 %,
kehamilan prematur kurang dari 37 minggu 12 34 %, dan hambatan
pertumbuhan janin 8 16 %. Risiko bertambah pada hipertensi kronik yang
berat pada trimester pertama dengan didapatnya preaklampsia sampai 50 %.
Terhadap janin, mengakibatkan risiko retardasi perkembangan intrauterin,
prematuritas dan kematian intrauterin. Selain itu risiko hipertensi seperti
gagal jantung, ensepalopati, retinopati, perdarahan serebral, dan gagal
ginjal akut dapat terjadi. Sampai sekarang yang belum jelas apakah tekanan
darah yang terkontrol secara agresif dapat menurunkan terjadinya
eklampsia.
i. Hipertensi akibat dari penggunaan obat obatan.
Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi adalah
pil kontrasepsi oral (OCP). 5% perempuan mengalami hipertensi sejak
mulai penggunaan. Perempuan usia lebih tua (> 35 tahun)lebih mudah
terkena, begitupula dengan perempuan yang pernah mengalami hipertensi
selama kehamilan. Pada 50 % tekanan darah akan kembali normal dalam 3
6 sesudah penghentian pil. Penggunaan estrogen pascamenopause bersifat
kardioproteksi dan tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang
terkait dengan hipertensi termasuk siklosporin, eritopoietin, dan kokain.

2.7 Patogenesis

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

12

Referat Hipertensi

Tekanan darah dibutuhkan untuk mengalirkan darah dalam pembuluh darah yang
dilakukan oleh aktivitas memompa jantung (cardiac output) dan tonus arteri (peripheral
resistent). Faktor faktor ini menentukan besarnya tekanan darah. Banyak sekali faktor
yang mempengaruhi cardiac output dan resistensi perifer. Hipertensi terjadi karena
kelainan dari salah satu faktor tersebut (Kaplan, 2006). Cardiac output berhubungan
dnegan hipertensi, peningkatan cardiac output secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik
melalui peningkatan cairan (preload) atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi
saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat
yaitu dengan meningkatkan resistensi perifer. Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat
menyebabkan hipertensi karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan
preload sehingga meningkatkan cardiac ouput (Kaplan, 2006).

Gambar 1. Faktor faktor yang berpengaruh pada tekanan darah (Mohani, 2014).

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

13

Referat Hipertensi

2.8 Manifestasi Klinis


Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak
memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi
(occult). Seringkali yang terlihat adalah gejala akibat penyakit, komplikasi atau penyakit
yang menyertai. Gejala seperti sakit kepala, pusing, dan perasaan lelah seringkali
ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Gejala lain yang mungkin timbul antara lain
mual muntah, gangguan penglihatan, sesak nafas, nyeri tengkuk, bahkan sampai
penurunan kesadaran(Mohani, 2014).

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

14

Referat Hipertensi

2.9 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakn kepada penderita hipertensi meliputi :
Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
Indikasi adanya hipertensi sekunder
Faktor faktor resiko
Gejala kerusakan organ
o Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA,
defisit neurologis
o Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
o Ginjal : poliuri, hematuri
Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya (Yogiantoro, 2014).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tekanan darah
o Pengukuran rutin di kamar pemeriksa
o Pengukuran 24 jam ( Ambulatory Blood Pressure Monitoring

ABPM (Yogiantoro, 2014).


Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan

hipertensi sekunder
Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bilan tekanan darah <160
/ 100 mmHg (Yogiantoro,2014).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari :
o
o
o
o
o
o
o

Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)


Glukosa darah
Kolestrol total serum
Kolestrol LDL dan HDL serum
Trigliserida serum, asam urat, kreatinin, kalium
Urinalisis
Elektrokardiogram (Yogiantoro, 2014).

2.10 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
o Target tekanan darah untuk populasi umum (tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik)
pada lansia (umur 60 tahun) <150/90 mmHg, untuk pasien < 60 tahun <140/90

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

15

Referat Hipertensi

mmHg. Untuk individu beresiko tinggi ( diabetes dan atau gagal ginjal) <140/90
mmHg.
o Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
o Menghambat laju penyakit ginjal proteinuri (Mohani, 2014)
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga
mencapai target terapi maisng masing kondisi. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi
nonfarmakologis dan farmakologis. Terpai nonfarmakologis harus dillaksanakan oleh
semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.
A. Terapi farmakologis
Jenis jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi antara lain :
o
o
o
o
o
o
o
o
o

ACE inhibitors
Angiotensin receptor blocker (ARB)
Beta-blockers
Calcium channel blockers (CCBs)
Diuretics
Alpha-blockers
Alpha-beta blockers
Clonidine
Minoxidil
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target

tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan
satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah
awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan
dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka
langkah selanjutnya adalah meningkatakan dosis obat tersebut, atau berpindah ke
antihipertensi lain dengan dosis rendah. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi
obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah
obat yang harus diminum bertambah.
a) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEi)
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

16

Referat Hipertensi

ACE inhibitors adalah obat-obat yang memperlambat aktivitas dari enzim ACE,
yang mengurangi produksi dari Angiotensin II (kimia yng sangat kuat yang
menyebabkan otot-otot yang mengelilingi pembuluh-pembuluh darah untuk
berkontraksi, jadi menyempitkan pembuluh-pembuluh). Sebagai akibatnya,
pembuluh-pembuluh membesar atau melebar, dan tekanan darah berkurang.
Contoh-contoh dari ACE inhibitors termasuk:

Enalapril, Captopril, Lisinopril, Benazepril, Quinapril, Perindopril, Ramipril,


Trandolapril, Fosinopril, dan Moexipril.

b) Angiotensin receptor blocker (ARB)


Angiotensin II receptor blockers (ARBs) adalah obat-obat yang menghalangi aksi
dari Angiotensin II dengan mencegah Angiotensin II mengikat pada reseptorreseptor Angiotensin II pada pembuluh-pembuluh darah. Sebagai akibatnya,
pembuluh-pembuluh darah membesar (melebar) dan tekanan darah berkurang.
Contoh-contoh dari obat-obat ARB termasuk:

Losartan, Irbesartan, Valsartan, Candesartan, dan lain lain.

c) Beta-blockers
Beta blockers adalah obat-obat yang menghalangi norepinephrine dan epinephrine
(adrenaline) mengikat pada reseptor-reseptor beta pada saraf-saraf. Beta blockers
terutama menghalangi reseptor-reseptor beta 1 dan beta 2. Dengan menghalangi
efek-efek dari norepinephrine dan epinephrine, beta blockers mengurangi denyut
jantung; mengurangi tekanan darah dengan melebarkan pembuluh-pembuluh
darah; dan mungkin menyempitkan saluran-saluran udara dengan menstimulasi
otot-otot yang mengelilingi saluran-saluran udara untuk berkontraksi.
Contoh-contoh dari beta-blockers termasuk:

Atenolol, Propranolol, Metoprolol, Nadolol, Betaxolol, Acebutolol, dan


Bisoprolol .

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

17

Referat Hipertensi

d) Calcium channel blockers (CCBs)


Calcium channel blockers menghalangi gerakan dari calcium kedalam sel-sel otot
dari jantung dan arteri-arteri. Calcium diperlukan oleh otot-otot ini untuk
berkontraksi. Calcium channel blocker menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi kekuatan dari aksi memompa jantung (kontraksi jantung) dan
mengendurkan sel-sel otot pada dinding-dinding dari arteri-arteri. Tiga tipe utama
dari calcium channel blockers digunakan.
Satu tipe adalah dihydropyridines, yang tidak memperlambat denyut jantung atau
menyebabkan denyut-denyut atau irama-irama jantung lain yang abnormal (cardiac
arrhythmias).
Contoh-contoh dari obat-obat ini termasuk:

Amlodipine , Sustained release Nifedipine, Felodipine, Nisoldipine, dll.

Dua tipe lain dari calcium channel blockers dirujuk sebagai agen-agen nondihydropyridine. Contoh-contoh dari obat ini termasuk:

Verapamil dan Diltiazem.

e) Diuretics
Diuretics adalah diantara obat-obat paling tua yang dikenal untuk merawat
hipertensi. Mereka bekerja pada tabung-tabung kecil (tubules) dari ginjal-ginjal
untuk mengeluarkan garam dari tubuh. Air (cairan) juga mungkin dikeluarkan
bersama dengan garam. Diuretics mungkin digunakan sebagi perawatan obat
tunggal (monotherapy) untuk hipertensi. Lebih seringkali, bagaimanapun, dosisdosis yang kecil dari diuretics digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat antihipertensi lain untuk meningkatkan efek dari obat-obat lain.
Diuretics yang paling umum digunakan untuk merawat hipertensi termasuk:

Hydrochlorothiazide, Loop diuretics furosemide dan torsemide, Kombinasi dari


triamterene dan hydrochlorothiazide, serta Metolazone.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

18

Referat Hipertensi

Untuk individu-individu yang alergi pada obat-obat sulfa, ethacrynic acid, loop
diuretic, adalah opsi yang baik. Catat bahwa diuretics kemungkinan harus tidak
digunakan pada wanita-wanita hamil.
f) Alpha-blockers
Alpha-blockers menurunkan tekanan darah dengan menghalangi reseptor-reseptor
alpha pada otot halus dari arteri-arteri peripheral diseluruh jaringan-jaringan tubuh.
Contoh-contoh dari alpha-blockers termasuk:

Terazosin dan Doxazosin

g) Alpha-beta blockers
Alpha-beta-blockers bekerja dengan cara yang sama seperti alpha-blockers namun
juga memperlambat denyut jantung, seperti yang dilakukan beta-blockers. Sebagai
akibatnya, lebih sedikit darah yang dipompa melalui pembuluh-pembuluh dan
tekanan darah menurun. Contoh-contoh dari alpha-beta blockers termasuk:

Carvedilol dan labetalol.

h) Clonidine
Clonidine (Catapres) adalah penghalang sistim saraf. Penghalang-penghalang
sistim saraf bekerja dengan menstimulasi reseptor-reseptor pada saraf-saraf di otak
yang mengurangi traNnimisi dari pesan-pesan dari saraf-saraf dalam otak ke sarafsaraf pada area-area lain dari tubuh. Sebagai akibatnya, denyut jantung melambat
dan tekanan darah berkurang.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

19

Referat Hipertensi

i) Minoxidil
Minoxidil adalah vasodilator. Vasodilators adalah pengendur-pengendur (relaxants)
otot yang bekerja secara langsung pada otot halus dari arteri-arteri periferal
diseluruh tubuh. Arteri-arteri peripheral kemudian melebar dan tekanan darah
berkurang.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

20

Referat Hipertensi

Gambar 2. Golongan terapi farmakologis Hipertensi.(Longo, et all : 2012)

Pemilihan rencana terapi farmakologis untuk pasien Hipertensi


1. Obat inisial dipilih berdasarkan1
o HT tanpa compelling indication
Pada HT stage I dapat diberikan diuretic. Pertimbangkan pemberian
penghambat ACE, penyakit reseptor beta, penghambat kalsium, atau

kombinasi.
Pada hipertensi stage II, dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya
golongan diuretic, tiazid dan penghambat ACE atau antagonis reseptor
A II atau penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium.

Tabel 4. Terapi hipertensi tanpa compelling indication (Rani, et all : 2009)

Kondisi risiko
tinggi dengan

Obat-obat yang direkomendasikan


Diuretik

compelling

Beta

ACE-I

bloker

Antagonis

CCB

Antagonis

reseptor A II

Aldosteron

indication
Gagal jantung
Pasca infark

myocard
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

21

Referat Hipertensi

Risiko tinggi

penyakit coroner
DM
Penyakit ginjal

kronik
Pencegahan stroke

berulang

o HT dengan compelling indication


Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis atau ditambahkan
obat lain sampai target tekanan darah tercapai. Pertimbangkan untuk
koNniultasi ke spesialis hipertensi.

2. Pada penggunaan ACE-I atau antagonis reseptor A II: evaluasi kreatinin dan kalium
serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau rimbul hiperkalemi harus
dihentikan

3. Kondisi khusus lain:


o Obesitas dan sindrom metabolic (terdapat 3 atau lebih keadaan berikut: lingkar
pinggang laki-laki >102cm atau perempuan >89 cm, toleraNnii glukosa
terganggu dengan gula darah puasa 110 mg/dL, tekanan darah minimal
130/85 mmHg, trigliserida tinggi 150 mg/dL, kolesterol HDL rendah <40
mg/dL pada laki-laki atau <50 mg/dL pada perempuan) modifikasi gaya
hidup yang inteNniif dengan pilihan terapi utama golongan ACE-I. Pilihan
lain: antagonis reseptor A II, CCB, dan penghambat A
o Hipertrofi ventrikel kiri tatalaksana tek. darah yang agresif termasuk
penurunan BB, restriksi asupan natrium, dan terapi dengan semua kelas
antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin dan minoksidil.
o Penyakit arteri perifer semua kelas antihipertensi, tatalaksana factor risiko
lain, dan pemberian aspirin
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

22

Referat Hipertensi

o Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi diuretika


(tiazid) sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12,5 mg/hari.
Penggunaan obat antihipertensi lain dengan mempertimbangkan penyakit
penyerta
o Kehamilan pilihan terapi adalah golongan metildopa, beta bloker, CCB,
dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor A tidak boleh
digunakan selama kehamilan.

Gambar 3. Bagan alur pilihan terapi farmakologis untuk Hipertensi (Aru, et all : 2010)

Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
o
o
o
o

Diuretika dengan ACEI atau ARB


CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

23

Referat Hipertensi

o AB dan BB (Mohani,2014)
Tabel 5. Indikasi dan Kontra Indikasi kelas kelas utama obat antihipertensi
Kelas Obat

Indikasi

Kontraindikasi
Mutlak
Diuretika
Gagal jantung kongestif, usia Gout
(Thiazide)
lanjut,
isolated
systolic
hypertension, ras Afrika
Diuretika (Loop)
Insufisiensi ginjal, gagal jantung
kongestif
Diuretika
(anti Gagal jantung kongestif, pasca Gagal Ginjal
aldosteron)
infark miokard
Beta blocker
Angina pektoris, pasca infark Asma, penyakit
miokard,
gagal
jantung paru obstruktif
kongestif, kehamilan, takiaritmia menahun, A-V
block (derajat 2
atau 3)
Calcium
antagonist
(dihydropiridine)

Tidak Mutlak
Kehamilan

Penyakit pembuluh
darah
perifer,
intoleransi glukosa,
atlit atau pasien
yang aktif secara
fisik
Takiaritmia, gagal
jantung kongestif

Usia lanjut, isolated systolic


hypertension, angina pektoris,
penyakit
pembuluh
darah
perifer, aterosklerosis karotis,
kehamilan
Calcium
Angina pektoris, aterosklerosis A-V
block
antagonist
karotis,
takikardi ( derajat 2 / 3 ),
(verapamil,
supraventrikular
gagal
jantung
diltiazem)
kongestif
ACEI
Gagal
jantung
kongestif, Kehamilan,
disfungsi ventrikel kiri, pasca hiperkalemia,
infark miokard, non-diabetik stenosis
arteri
nefripati, nefropati DM tipe 1, renalis bilateral
proteinuri
AT1 blocker
Nefopati
DM
tipe
2, Kehamilan,
mikroalbuminuria
diabetik, hiperkalemia,
proteinuri, hipertrofi ventrikel stenosis
arteri
kiri, batuk karena ACEI
renalis bilateral
- blocker
Hiperplasia
prostat, Hipotensi
Gagal
hiperlipidemia
ortostatik
kongestif
Sumber: European Society of Hypertension (ESH,2003

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

jantung

24

Referat Hipertensi

Gambar 4. Tatalaksana hipertensi menurut JNC-8 (JNC-8, 2014).


Secara umum, JNC 8 ini memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan target tekanan
darah dan golongan obat hipertensi yang direkomendasikan.
Kekuatan rekomendasi sesuai dengan tabel berikut

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

25

Referat Hipertensi

Grade A/Rekomendasi A Strong recommendation. Terdapat tingkat keyakinan yang tinggi


berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan tersebut memberikan manfaat atau
keuntungan yang substansial.
Grade B/Rekomendasi B Moderate recommendation. Terdapat keyakinan tingkat
mengenah berbasis bukti bahwa rekomendasi yang diberikan dapat memberikan manfaat
secara moderate.
Grade C/Rekomendasi C Weak recommendation. Terdapat setidaknya keyakinan tingkat
moderate berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan memberikan manfaat meskipun
hanya sedikit.
Grade D/Rekomendasi D Recommendation against. Terdapat setidaknya keyakinan
tingkat moderate bahwa tidak ada manfaat atau bahkan terdapat risiko atau bahaya yang lebih
tinggi dibandingkan manfaat yang bisa didapat.
Grade E/Rekomendasi E Expert opinion. Bukti-bukti belum dianggap cukup atau masih
belum jelas atau terdapat konflik (misal karena berbagai perbedaan hasil), tetapi
direkomendasikan oleh komite karena dirasakan penting untuk dimasukan dalam guideline.
Grade N/Rekomendasi N no recommendation for or against. Tidak ada manfaat yang jelas
terbukti. Keseimbangan antara manfaat dan bahaya tidak dapat ditentukan karena tidak ada
bukti-bukti yang jelas tersebut.
Rekomendasi 1. Rekomendasi pertama yang dipublikasikan melalui JNC 8 ini terkait dengan
target tekanan darah pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih. Berbeda dengan
sebelumnya, target tekanan darah pada populasi tersebut lebih tinggi yaitu tekanan darah
sistolik kurang dari 150 mmHg serta tekanan darah diastolik kurang dari 90
mmHg. Rekomendasi A menjadi label dari rekomendasi nomor 1 ini.
Apabila ternyata pasien sudah mencapai tekanan darah yang lebih rendah, seperti misalnya
tekanan darah sistolik <140 mmHg (mengikuti JNC 7), selama tidak ada efek samping pada
kesehatan pasien atau kualitas hidup , terapi tidak perlu diubah.
Rekomendasi ini didasarkan bahwa pada beberapa RCT didapatkan bahwa dengan
melakukan terapi dengan tekanan darah sistolik <150/90 mmHg sudah terjadi penurunan
kejadian stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner. Ditambah dengan penemuan
bahwa dengan menerapkan target tekanan darah <140 mmHg pada usia tersebut tidak
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

26

Referat Hipertensi

didapatkan manfaat tambahan dibandingkan dengan kelompok dengan target tekanan darah
sistolik yang lebih tinggi. Namun, terdapat beberapa anggota komite JNC yang tepat
menyarankan untuk menggunakan target JNC 7 (<140 mmHg) berdasarkan expert opinion
terutama pada pasien dengan factor risiko multipel, pasien dengan penyakit kardiovaskular
termasuk stroke serta orang kulit hitam.
Rekomendasi 2. Rekomendasi kedua dari JNC 8 adalah pada populasi umum yang lebih
muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah
diastolik <90 mmHg.
Secara umum, target tekanan darah diastolic pada populasi ini tidak berbeda dengan populasi
yang lebih tua. Untuk golongan usia 30-59 tahun, terdapat rekomendasi A, sementara untuk
usia 18-29 tahun, terdapat expert opinion.
Terdapat bukti-bukti yang dianggap berkualitas dan kuat dari 5 percobaan tentang tekanan
darah diastolic yang dilakukan oleh HDFP, Hypertension-Stroke Cooperative, MRC, ANBP,
dan VA Cooperative. Dengan tekanan darah <90 mmHg, didapatkan penurunan kejadian
serebrovaskular, gagal jantung, serta angka kematian secara umum. Juga, didapatkan bukti
bahwa menatalaksana dengan target 80 mmHg atau lebih rendah tidak memberikan manfaat
yang lebih dibandingkan target 90 mmHg.
Pada populasi lebih muda dari 30 tahun, belum ada RCT yang memadai. Namun,
disimpulkan bahwa target untuk populasi tersebut mestinya sama dengan usia 30-59 tahun.
Rekomendasi 3. Rekomendasi ketiga dari JNC adalah pada populasi umum yang lebih
muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik
<140 mmHg. Rekomendasi ini berdasarkan pada expert opinion. RCT terbaru mengenai
populasi ini serta target tekanan darahnya dianggap masih kurang memadai. Oleh karena itu,
panelist tetap merekomendasikan standar yang sudah dipakai sebelumnya pada JNC 7. Selain
itu, tidak ada alasan yang dirasakan membuat standar tersebut perlu diganti.
Alasan berikutnya terkait dengan penelitian tentang tekanan darah diastolic yang digunakan
pada rekomendasi 2 yang mana didapatkan bahwa pasien yang mendapatkan tekanan darah
kurang dari 90 mmHg juga mengalami penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 140
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

27

Referat Hipertensi

mmHg. Sulit untuk menentukan bahwa benefit yang terjadi pada penelitian tersebut
disebabkan oleh penurunan tekanan darah sistolik, diastolic atau keduanya. Tentunya dengan
mengkombinasikan rekomendasi 2 dan 3, manfaat yang didapatkan seperti pada penelitian
tersebut juga diharapkan mampu digapai.
Rekomendasi 4. Rekomendasi 4 dikhususkan untuk populasi penderita tekanan darah tinggi
dengan chronic kidney disease (CKD). Populasi usia 18 tahun atau lebih dengan CKD perlu
diinisiasi terapi hipertensi untuk mendapatkan target tekanan darah sistolik kurang dari
140 mmHg serta diastolik kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert
opinion.
RCT yang digunakan untuk mendukung rekomendasi ini melibatkan populasi usia kurang
dari 70 tahun dengan eGFR atau measured GFR kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 dan pada
orang dengan albuminuria (lebih dari 30 mg albumin/g kreatinin) pada berbagai level GFR
maupun usia.
Perlu diperhatikan bahwa setelah kita mengetahui data usia pasien, pada pasien lebih dari 60
tahun kita perlu menentukan status fungsi ginjal. Jika tidak ada CKD, target tekanan darah
sistolik yang digunakan adalah 150/90 mmHg sementara jika ada CKD, targetnya lebih
rendah, yaitu 140/90 mmHg.
Rekomendasi 5. Pada pasien usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi
dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan diastolic
kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert opinion. Target tekanan darah
ini lebih tinggi dari guideline sebelumnya, yaitu tekanan darah sistolik <130 mmHg serta
diastolic <85 mmHg.
Rekomendasi 6. Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan
diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic thiazid, Calcium
channel blocker (CCB), Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau
Angiotensin Receptor Blocker (ARB). Rekomendasi ini merupakan rekomendasi B.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

28

Referat Hipertensi

Masing-masing kelas obat tersebut direkomendasikan karena memberikan efek yang dapat
dibandingkan terkait angka kematian secara umum, fungsi kardiovaskular, serebrovaskular
dan outcome ginjal, kecuali gagal jantung. Terapi inisiasi dengan diuretic thiazid lebih efektif
dibandingkan CCB atau ACEI, dan ACEI lebih efektif dibandingkan CCB dalam
meningkatkan outcome pada gagal jantung. Jadi pada kasus selain gagal jantung kita dapat
memilih salah satu dari golongan obat tersebut, tetapi pada gagal jantung sebaiknya thiazid
yang dipilih.
Beta blocker tidak direkomendasikan untuk terapi inisial hipertensi karena penggunaan beta
blocker memberikan kejadian yang lebih tinggi pada kematian akibat penyakit
kardiovaskular, infark miokard, atau stroke dibandingkan dengan ARB.
Sementara itu, alpha blocker tidak direkomendasikan karena justru golongan obat tersebut
memberikan kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang lebih
jelek dibandingkan dengan penggunaan diuretic sebagai terapi inisiasi.
Rekomendasi 7. Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi inisial
hipertensi sebaiknya menggunakan diuretic tipe thiazide atau CCB. Pada populasi ini, ARB
dan ACEI tidak direkomendasikan. Rekomendasi untuk populasi kulit hitam adalah
rekomendasi B sedangkan populasi kulit hitam dengan diabetes adalah rekomendasi C.
Pada studi yang digunakan, didapatkan bahwa penggunaan diuretic thiazide memberikan
perbaikan yang lebih tinggi pada kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome
kardiovaskular yang dikombinasi dibandingkan ACEI. Sementara itu, meski CCB lebih
kurang dibandingkan diuretic dalam mencegah gagal jantung, tetapi outcome lain tidak
terlalu berbeda dibandingkan dengan diuretik thiazide.
CCB juga lebih direkomendasikan dibandingkan ACEI karena ternyata didapatkan hasil
bahwa pada pasien kulit hitam memiliki 51% kejadian lebih tinggi mengalami stroke pada
penggunaan ACEI sebagai terapi inisial dibandingkan dengan penggunaan CCB. Selain itu,
pada populasi kulit hitam, ACEI juga memberikan efek penurunan tekanan darah yang
kurang efektif dibandingkan CCB.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

29

Referat Hipertensi

Rekomendasi 8. Pada populasi berusia 18 tahun atau lebih dengan CKD dan
hipertensi, ACEI atau ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan
untuk meningkatkan outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam
semua ras maupun status diabetes.
Pasien CKD, dengan atau tanpa proteinuria mendapatkan outcome ginjal yang lebih baik
dengan penggunaan ACEI atau ARB. Sementara itu, pada pasien kulit hitam dengan CKD,
terutama yang mengalami proteinuria, ACEI atau ARB tetap direkomendasikan karena
adanya kemungkinan untuk progresif menjadi ESRD (end stage renal disease). Sementara
jika tidak ada proteinuria, pilihan terapi inisial masih belum jelas antara thiazide, ARB, ACEI
atau CCB. Jadi, bisa dipilih salah satunya. Jika ACEI atau ARB tidak digunakan dalam terapi
inisial, obat tersebut juga bisa digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi.
Penggunaan ACEI dan ARB secara umum dapat meningkatkan kadar kreatinin serum dan
mungkin menghasilkan efek metabolic seperti hiperkalemia, terutama pada mereka dengan
fungsi ginjal yang sudah menurun. Peningkatan kadar kreatinin dan potassium tidak selalu
membutuhkan penyesuaian terapi. Namun, kita perlu memantau kadar elektrolit dan kreatinin
yang mana pada beberapa kasus perlu mendapatkan penurunan dosis atau penghentian obat.
Rekomendasi 9. Rekomendasi 9 ini termasuk dalam rekomendasi E atau expert opinion.
Rekomendasi 9 dari JNC 8 mengarahkan kita untuk melakukan penyesuaian apabila terapi
inisial yang diberikan belum memberikan target tekanan darah yang diharapkan. Jangka
waktu yang menjadi patokan awal adalah satu bulan, Jika dalam satu bulan target tekanan
darah belum tercapai, kita dapat memilih antara meningkatkan dosis obat pertama atau
menambahkan obat lain sebagai terapi kombinasi. Obat yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi yaitu thiazide, ACEI, ARB atau CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak
dikombinasikan. Jika dengan dua obat belum berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga
secara titrasi. Pada masing-masing tahap kita perlu terus memantai perkembangan tekanan
darahnya serta bagaimana terapi dijalankan, termasuk kepatuhan pasien. Jika perlu lebih dari
tiga obat atau obat yang direkomendasikan tersebut tidak dapat diberikan, kita bisa
menggunakan antihipertensi golongan lain.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

30

Referat Hipertensi

Menurut European Society of Hypertension 2003, kombinasi dua obat untuk hipertensi ini
dapat dilihat pada gambar 3 dimana kombinasi obat yang dihubungkan dengan garis tebal
adalah kombinasi yang paling efektif.

B. Terapi nonfarmakologis terdiri dari :


a.
b.
c.
d.

Berhenti merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
Latihan fisik
e. Prinsip makan dengan DASH (dietary Approach to stop Hypertension)
Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) adalah perencanaan makan
yang fleksibel dan seimbang. DASH dapat menurunkan tekanan darah tinggi dan
menurunkan kadar lemak darah sehingga mengurangi resiko penyakit jantung .
DASH eating plan yaitu dengan mengkonsumsi :
Sayuran,buah-buahan,dan produk susu bebas atau rendah lemak
Biji-bijian,ikan,daging unggas, kacang-kacangan, dan minyak nabati
Dalam hal kandungan nutrisi :
Rendah lemak jenuh dan rendah lemak trans
Kaya potassium,magnesium, serat dan protein
Rendah Natrium
o Diet rendah garam dibagi menjadi beberapa tingkatan, sesuai dengan
kondisi penderitanya, yaitu;

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

31

Referat Hipertensi

Diet rendah garam tingkat tinggi (200-400 mg Na)


Diet ini diberikan kepada penderita hipertensi berat. Garam dapur sama
sekali tidak boleh ditambahkan ke dalam makanan yang disajikan.
Diet rendah garam tingkat II (600-800 mg Na)
Diet ini diberikan kepada penderita hipertensi sedang. Pada diet ini
penambahan garam hanya 1/2 sdt atau 2gr.
Diet rendah garam tingkat III (1000-1200 mg Na)
Diet ini diberikan pada penderita hipertensi ringan. Dalam diet ini, 1
sdt atau 4gr garam dapur boleh ditambahkan dalam pengolahan
makanan.
Tabel 6. Daily Nutritient Goals used in the DASH studies (for 2000-caloric eating plan)
Total Fat
Saturated Fat
Protein
Carbohydrate
Cholesterol
Sodium
Potassium
Calcium
Magnesium
Fiber

27 % of calories
6% of calories
18% of calories
55% of calories
150 mg
2300 mg
4700 mg
1250 mg
500 mg
30 g

2.11 Komplikasi
Kerusakan organ sasaran yang diakibatkan oleh tidak terkendalinya Hipertensi
(Aru,2010).

Jantung: hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark myocard, riwayat

revaskularisasi coroner, gagal jantung.


Otak: Cerebrovascular diseases seperti (Stroke, dan Transient Ischemic Attack atau

TIA)
Penyakit ginjal kronik
Penyakit arteri perifer
Retinopati

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

32

Referat Hipertensi

2.12 Prognosis
Hipertensi merupakan the disease cardiovascular continuum yang akan berlangsung
seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ. Hipertensi yang
tidak diobati meningkatkan : 35 % semua kematian kardiovaskular, 50 % kematian
stroke, 25% kematian PJK, 50% penyakit jantung kongestif, 25% semua kematian
prematur, serta menjadi penyebab tersering untuk terjadinya penyakit ginjal kronis dan
penyebab gagal ginjal terminal. Pada banyak uji klinis, pemberian obat anti hipertensi
akan diikuti penurunan insiden strok 35% sampai 40%; infark miokard 20% sampai
25%; dan lebih dari 50% gagal jantung (Yogiantoro, 2014).

BAB III
KESIMPULAN

Dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia, kejadian hipertensi pada


populasi ini meningkat pula. Meningkatnya tekanan darah sudah terbukti meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pada lanjut usia. Salah satu karakteristik hipertensi pada lanjut
usia adalah terdapatnya berbagai penyakit penyerta (komorbid) dan komplikasi organ
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

33

Referat Hipertensi

target, seperti kejadian penyakit kardiovaskuler, ginjal, gangguan pada sistem saraf pusat
dan mata. Dengan menurunkan tekanan darah sampai target 150/90 mmHg dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Selain diagnosis yang sangat teliti, tata laksana hipertensi pada lanjut usia harus juga
memperhatikan kedua hal tersebut di atas. Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia
tidak berbeda dengan penatalaksanaan hipertensi pada umumnya, yaitu merubah pola
hidup dan pengobatan antihipertensi. Dan saat ini berbagai pilihan obat-obat antihipertensi
telah beredar di pasaran. Pemakaian berbagai obat tersebut bisa disesuaikan dengan
penyakit komorbid yang menyertai keadaan hipertensi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S.K., dan Siti, S.(2010). Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid III, 5th edition. Jakarta: InternaPublishing

Cotran, R.S., Kumar, V. Robbins, S.L. 2007. Pathology Basic of Disease. 7th edition.

Philadelphia: W.B. Saunders Company. p. 788 802.


Habermann, T.M. dan Ghosh, A.K. (2008) Mayo clinic Internal Medicine Concise
Textbook. Edisi I, Canada : Mayo Foundation for Medical Education and Research

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

34

Referat Hipertensi

JNC -7. (2003) The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,

Detection,
Evaluation,
and
Treatment
of
High
Blood
Pressure
(http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf dikutip pada 5 Februari
2015)
JNC-8.(2014) Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure

in Adult (http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1791497 dikutip pada 5


Februari 2015
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi penyebab kematian nomor

tiga [internet].Indonesia: Pusat Komunikasi Publik; 2010 [cited 2015 Feb 5].
Available
from:
http://www.depkes.go.id/article/print/810/hipertensi-penyebabkematian-nomor-tiga.html
Longo, D.L., Kasper, D.L., Jameson, J.L., Fauci, A.S., Hauser, S.L.,dan Loscalzo, J.

(2012) Harrisons principles of internal medicine, 18th Edition. United States of


America: McGraw-Hill.
Mohani, C.I. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi VI, Jakarta :

InternaPublishing. Hal : 2284, 2286 - 2287, 2289-2290.


Rani,A.A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., dan Nafrialdi.(2009) Panduan

pelayanan medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:


InternaPublishing. p. 168-70.
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., dan Pradipta, E.A. (2014). Kapita Selekta

Kedokteran Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius.


WHO

ISH,
(1999)

(http://new.euromise.org/mgt/who1999/whomiddle.html dikutip pada 5 februari 2015


WHO.RaisedBloodPressure.

http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/.
Accessed February, 5th 2015.
Yogiantoro, M. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi VI, Jakarta :

Hypertension

Guidelines

InternaPublishing. Hal : 2259, 2269-2270, 2281

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015

35

Anda mungkin juga menyukai