BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir semua
golongan masyarakat baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Rani, et all, 2009).
Di seluruh dunia , peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta
kematian, sekitar 12,8% dari total kematian di seluruh dunia. Data epidemiologi
menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah
pasien dengan hipertensi kemungkinan besar bertambah, dimana baik hipertensi sistolik
maupun kombinasi hipertensi sitolik dan diastolik sering muncul pada lebih dari separuh
orang yang berusia > 65 tahun. Di Indonesia, prevalensi masyarakat yang terkena
hipertensi berkisar antara 6-15% dari total penduduk.
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi kinerja
berbagai organ. Hipertensi juga menjadi suatu faktor resiko penting terhadap terjadinya
penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke. Apabila tidak
ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan organ tubuh. Hipertensi disebut
sebagai silent killer karena dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ tanpa gejala
yang khas. Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang paling sering
diderita olah lansia dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberculosis (Kemenkes RI, 2010).
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke dalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi krisis
hipertensi dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Namun, krisis hipertensi
jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab
sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi
maupun komplikasi lainnya menjadi kurang dari 1%.(WHO, 2010)
Referat Hipertensi
Referat Hipertensi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi atau lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan darah diatas normal yaitu lebih dari 140/ 90
mmHg (Yogiantoro, 2014). Pada waktu pembacaan tekanan darah, bagian atas adalah
tekanan darah adalah tekanan sistolik, sedangkan bagian bawah adalah tekanan diastolik.
Tekanan sistolik (bagian atas) adalah tekanan puncak yang tercapai pada waktu jantung
berkontraksi dan memompakan darah melalui arteri, sedangkan tekanan diastolik adalah
tekanan pada waktu jantung beristirahat di antara pemompaan. Tekanan darah yang
ideal adalah 120/80 mmHg.
2.2 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia
lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar bertambah, dimana
baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sitolik dan diastolik sering muncul
pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Di Indonesia berdasarkan survey
RISKESDAS tahun 2007, pada penduduk usia diatas 50 tahun, penderita hipertensi
ditemukan lebih banyak pada wanita yaitu 37% bila dibanding dengan pria yaitu 28%.
Pada usia diatas 25 tahun, ditemukan 29% pada wanita dan 27% pada pria. Hipertensi
primer merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi(Mohani, 2014).
2.3 Klasifikasi
I.
Berdasarkan etiologi
Hipertensi Primer / esensial
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Merupakan kasus hipertensi
terbanyak. 90% dari semua penyakit hipertensi merupakan hipertensi
Referat Hipertensi
Tekanan
Darah
Sistolik Tekanan
Darah
(mmHg)
(mmHg)
Normal
<120
Dan <80
Prehipertensi
120 139
Atau 80 89
Hipertensi derajat 1
140 159
Atau 90 99
Hipertensi derajat 2
160
Atau 100
Diastolik
Sumber: JNC-7,2003
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Hipertensi berdasarkan WHO-ISH 1999
Klasifikasi
Grade 1
140 159
90 99
Grade 2
160 179
100 109
Grade 3
180
110
Sumber: WHO-ISH,1999
Referat Hipertensi
Usia
Tekanan darah menigkat seiring dengan berjalannya usia. Tekanan sistolik
meningkat sesuai dengan usia, sedangkan tekanan diastolik tidak berubah
mulai dekade ke-5. Hipertensi sistolik isolasi merupakan jenis hipertensi
yang paling sering ditemukan pada orangtua (Habermann dan Ghosh,
2008).
Faktor genetik
Referat Hipertensi
ini
2.5 Etiologi
Sembilan puluh sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial),
Hipertensi adalah salah satu faktor risiko terpenting pada penyakit jantung koroner dan
cerebrovascular accidents. Sebagian besar sisa hipertensi essensial ini disebabkan oleh
penyakit ginjal, atau lebih jarang penyempitan arteria renalis, biasanya oleh sebuah plak
ateromatosa (hipertensi renovaskular). Walaupun jarang, hipertensi dapat disebabkan
Referat Hipertensi
Referat Hipertensi
Referat Hipertensi
kelainan
vaskular.
Hipertensi
pada
penyakit
ginjal
dapat
adanya
retensi
natrium
yang
dikelompokkan dalam :
1) Penyakit glumerolus akut
Hipertensi
terjadi
karena
yang
terjadi
karena
adanya
retensi
natrium,
Referat Hipertensi
dapat
dikendalikan
dengan
pengobatan
yang
meliputi
10
Referat Hipertensi
d. Sindrom Cushing
Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral yang
disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan Adenocorticotropin
Hormone (ACTH).
e. Hipertensi adrenal kongenital
Hipertensi adrenal kongenital merupakan penyabab terjadinya hipertensi
pada anak (jarang terjadi).
f. Feokromositoma
Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut
dicurigai apabila terdapat riwayat dalam keluarga. Tanda tanda yang
mencurigai adanya feokromositoma yaitu hipertensi, sakit kepala,
hipermetabolisme, hiperhidrosis, dan hiperglikemia.
Feokromositomia disebabkan oleh tumor sel kromatin asal neural yang
mensekresikan katekolamin. Sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal,
dan hanya 10 % terjadi di tempat lain dalam rantai simpatis. 10 % dari
tumor ini ganas dan 10 % adenoma adrenal adalah bilateral.
Feokromositomia dicurigai jika tekanan darah berfluktuasi tinggi, disertai
takikardi, berkeringat atau edema paru karena gagal jantung.
g. Koartasio aorta
Koarktasi aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri
subklavia kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan
tekanan pada kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak
ada. Hipertensi ini dapat menetap bahkan setelah reseksi bedah yang
berhasil, terutama jika hipertensi terjadi lama sebelum operasi.
h. Hipertensi pada kehamilan
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan
morbiditas dan mortalitas maternal, janin dan neonatus.Kedaruratan
hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015
11
Referat Hipertensi
2.7 Patogenesis
12
Referat Hipertensi
Tekanan darah dibutuhkan untuk mengalirkan darah dalam pembuluh darah yang
dilakukan oleh aktivitas memompa jantung (cardiac output) dan tonus arteri (peripheral
resistent). Faktor faktor ini menentukan besarnya tekanan darah. Banyak sekali faktor
yang mempengaruhi cardiac output dan resistensi perifer. Hipertensi terjadi karena
kelainan dari salah satu faktor tersebut (Kaplan, 2006). Cardiac output berhubungan
dnegan hipertensi, peningkatan cardiac output secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik
melalui peningkatan cairan (preload) atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi
saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat
yaitu dengan meningkatkan resistensi perifer. Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat
menyebabkan hipertensi karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan
preload sehingga meningkatkan cardiac ouput (Kaplan, 2006).
Gambar 1. Faktor faktor yang berpengaruh pada tekanan darah (Mohani, 2014).
13
Referat Hipertensi
14
Referat Hipertensi
2.9 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakn kepada penderita hipertensi meliputi :
Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
Indikasi adanya hipertensi sekunder
Faktor faktor resiko
Gejala kerusakan organ
o Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA,
defisit neurologis
o Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
o Ginjal : poliuri, hematuri
Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya (Yogiantoro, 2014).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tekanan darah
o Pengukuran rutin di kamar pemeriksa
o Pengukuran 24 jam ( Ambulatory Blood Pressure Monitoring
hipertensi sekunder
Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bilan tekanan darah <160
/ 100 mmHg (Yogiantoro,2014).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari :
o
o
o
o
o
o
o
2.10 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
o Target tekanan darah untuk populasi umum (tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik)
pada lansia (umur 60 tahun) <150/90 mmHg, untuk pasien < 60 tahun <140/90
15
Referat Hipertensi
mmHg. Untuk individu beresiko tinggi ( diabetes dan atau gagal ginjal) <140/90
mmHg.
o Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
o Menghambat laju penyakit ginjal proteinuri (Mohani, 2014)
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga
mencapai target terapi maisng masing kondisi. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi
nonfarmakologis dan farmakologis. Terpai nonfarmakologis harus dillaksanakan oleh
semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.
A. Terapi farmakologis
Jenis jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi antara lain :
o
o
o
o
o
o
o
o
o
ACE inhibitors
Angiotensin receptor blocker (ARB)
Beta-blockers
Calcium channel blockers (CCBs)
Diuretics
Alpha-blockers
Alpha-beta blockers
Clonidine
Minoxidil
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target
tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan
satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah
awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan
dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka
langkah selanjutnya adalah meningkatakan dosis obat tersebut, atau berpindah ke
antihipertensi lain dengan dosis rendah. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi
obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah
obat yang harus diminum bertambah.
a) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEi)
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015
16
Referat Hipertensi
ACE inhibitors adalah obat-obat yang memperlambat aktivitas dari enzim ACE,
yang mengurangi produksi dari Angiotensin II (kimia yng sangat kuat yang
menyebabkan otot-otot yang mengelilingi pembuluh-pembuluh darah untuk
berkontraksi, jadi menyempitkan pembuluh-pembuluh). Sebagai akibatnya,
pembuluh-pembuluh membesar atau melebar, dan tekanan darah berkurang.
Contoh-contoh dari ACE inhibitors termasuk:
c) Beta-blockers
Beta blockers adalah obat-obat yang menghalangi norepinephrine dan epinephrine
(adrenaline) mengikat pada reseptor-reseptor beta pada saraf-saraf. Beta blockers
terutama menghalangi reseptor-reseptor beta 1 dan beta 2. Dengan menghalangi
efek-efek dari norepinephrine dan epinephrine, beta blockers mengurangi denyut
jantung; mengurangi tekanan darah dengan melebarkan pembuluh-pembuluh
darah; dan mungkin menyempitkan saluran-saluran udara dengan menstimulasi
otot-otot yang mengelilingi saluran-saluran udara untuk berkontraksi.
Contoh-contoh dari beta-blockers termasuk:
17
Referat Hipertensi
Dua tipe lain dari calcium channel blockers dirujuk sebagai agen-agen nondihydropyridine. Contoh-contoh dari obat ini termasuk:
e) Diuretics
Diuretics adalah diantara obat-obat paling tua yang dikenal untuk merawat
hipertensi. Mereka bekerja pada tabung-tabung kecil (tubules) dari ginjal-ginjal
untuk mengeluarkan garam dari tubuh. Air (cairan) juga mungkin dikeluarkan
bersama dengan garam. Diuretics mungkin digunakan sebagi perawatan obat
tunggal (monotherapy) untuk hipertensi. Lebih seringkali, bagaimanapun, dosisdosis yang kecil dari diuretics digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat antihipertensi lain untuk meningkatkan efek dari obat-obat lain.
Diuretics yang paling umum digunakan untuk merawat hipertensi termasuk:
18
Referat Hipertensi
Untuk individu-individu yang alergi pada obat-obat sulfa, ethacrynic acid, loop
diuretic, adalah opsi yang baik. Catat bahwa diuretics kemungkinan harus tidak
digunakan pada wanita-wanita hamil.
f) Alpha-blockers
Alpha-blockers menurunkan tekanan darah dengan menghalangi reseptor-reseptor
alpha pada otot halus dari arteri-arteri peripheral diseluruh jaringan-jaringan tubuh.
Contoh-contoh dari alpha-blockers termasuk:
g) Alpha-beta blockers
Alpha-beta-blockers bekerja dengan cara yang sama seperti alpha-blockers namun
juga memperlambat denyut jantung, seperti yang dilakukan beta-blockers. Sebagai
akibatnya, lebih sedikit darah yang dipompa melalui pembuluh-pembuluh dan
tekanan darah menurun. Contoh-contoh dari alpha-beta blockers termasuk:
h) Clonidine
Clonidine (Catapres) adalah penghalang sistim saraf. Penghalang-penghalang
sistim saraf bekerja dengan menstimulasi reseptor-reseptor pada saraf-saraf di otak
yang mengurangi traNnimisi dari pesan-pesan dari saraf-saraf dalam otak ke sarafsaraf pada area-area lain dari tubuh. Sebagai akibatnya, denyut jantung melambat
dan tekanan darah berkurang.
19
Referat Hipertensi
i) Minoxidil
Minoxidil adalah vasodilator. Vasodilators adalah pengendur-pengendur (relaxants)
otot yang bekerja secara langsung pada otot halus dari arteri-arteri periferal
diseluruh tubuh. Arteri-arteri peripheral kemudian melebar dan tekanan darah
berkurang.
20
Referat Hipertensi
kombinasi.
Pada hipertensi stage II, dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya
golongan diuretic, tiazid dan penghambat ACE atau antagonis reseptor
A II atau penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium.
Kondisi risiko
tinggi dengan
compelling
Beta
ACE-I
bloker
Antagonis
CCB
Antagonis
reseptor A II
Aldosteron
indication
Gagal jantung
Pasca infark
myocard
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015
21
Referat Hipertensi
Risiko tinggi
penyakit coroner
DM
Penyakit ginjal
kronik
Pencegahan stroke
berulang
2. Pada penggunaan ACE-I atau antagonis reseptor A II: evaluasi kreatinin dan kalium
serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau rimbul hiperkalemi harus
dihentikan
22
Referat Hipertensi
Gambar 3. Bagan alur pilihan terapi farmakologis untuk Hipertensi (Aru, et all : 2010)
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
o
o
o
o
23
Referat Hipertensi
o AB dan BB (Mohani,2014)
Tabel 5. Indikasi dan Kontra Indikasi kelas kelas utama obat antihipertensi
Kelas Obat
Indikasi
Kontraindikasi
Mutlak
Diuretika
Gagal jantung kongestif, usia Gout
(Thiazide)
lanjut,
isolated
systolic
hypertension, ras Afrika
Diuretika (Loop)
Insufisiensi ginjal, gagal jantung
kongestif
Diuretika
(anti Gagal jantung kongestif, pasca Gagal Ginjal
aldosteron)
infark miokard
Beta blocker
Angina pektoris, pasca infark Asma, penyakit
miokard,
gagal
jantung paru obstruktif
kongestif, kehamilan, takiaritmia menahun, A-V
block (derajat 2
atau 3)
Calcium
antagonist
(dihydropiridine)
Tidak Mutlak
Kehamilan
Penyakit pembuluh
darah
perifer,
intoleransi glukosa,
atlit atau pasien
yang aktif secara
fisik
Takiaritmia, gagal
jantung kongestif
jantung
24
Referat Hipertensi
25
Referat Hipertensi
26
Referat Hipertensi
didapatkan manfaat tambahan dibandingkan dengan kelompok dengan target tekanan darah
sistolik yang lebih tinggi. Namun, terdapat beberapa anggota komite JNC yang tepat
menyarankan untuk menggunakan target JNC 7 (<140 mmHg) berdasarkan expert opinion
terutama pada pasien dengan factor risiko multipel, pasien dengan penyakit kardiovaskular
termasuk stroke serta orang kulit hitam.
Rekomendasi 2. Rekomendasi kedua dari JNC 8 adalah pada populasi umum yang lebih
muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah
diastolik <90 mmHg.
Secara umum, target tekanan darah diastolic pada populasi ini tidak berbeda dengan populasi
yang lebih tua. Untuk golongan usia 30-59 tahun, terdapat rekomendasi A, sementara untuk
usia 18-29 tahun, terdapat expert opinion.
Terdapat bukti-bukti yang dianggap berkualitas dan kuat dari 5 percobaan tentang tekanan
darah diastolic yang dilakukan oleh HDFP, Hypertension-Stroke Cooperative, MRC, ANBP,
dan VA Cooperative. Dengan tekanan darah <90 mmHg, didapatkan penurunan kejadian
serebrovaskular, gagal jantung, serta angka kematian secara umum. Juga, didapatkan bukti
bahwa menatalaksana dengan target 80 mmHg atau lebih rendah tidak memberikan manfaat
yang lebih dibandingkan target 90 mmHg.
Pada populasi lebih muda dari 30 tahun, belum ada RCT yang memadai. Namun,
disimpulkan bahwa target untuk populasi tersebut mestinya sama dengan usia 30-59 tahun.
Rekomendasi 3. Rekomendasi ketiga dari JNC adalah pada populasi umum yang lebih
muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik
<140 mmHg. Rekomendasi ini berdasarkan pada expert opinion. RCT terbaru mengenai
populasi ini serta target tekanan darahnya dianggap masih kurang memadai. Oleh karena itu,
panelist tetap merekomendasikan standar yang sudah dipakai sebelumnya pada JNC 7. Selain
itu, tidak ada alasan yang dirasakan membuat standar tersebut perlu diganti.
Alasan berikutnya terkait dengan penelitian tentang tekanan darah diastolic yang digunakan
pada rekomendasi 2 yang mana didapatkan bahwa pasien yang mendapatkan tekanan darah
kurang dari 90 mmHg juga mengalami penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 140
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 05 Oktober 2015 07 November 2015
27
Referat Hipertensi
mmHg. Sulit untuk menentukan bahwa benefit yang terjadi pada penelitian tersebut
disebabkan oleh penurunan tekanan darah sistolik, diastolic atau keduanya. Tentunya dengan
mengkombinasikan rekomendasi 2 dan 3, manfaat yang didapatkan seperti pada penelitian
tersebut juga diharapkan mampu digapai.
Rekomendasi 4. Rekomendasi 4 dikhususkan untuk populasi penderita tekanan darah tinggi
dengan chronic kidney disease (CKD). Populasi usia 18 tahun atau lebih dengan CKD perlu
diinisiasi terapi hipertensi untuk mendapatkan target tekanan darah sistolik kurang dari
140 mmHg serta diastolik kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert
opinion.
RCT yang digunakan untuk mendukung rekomendasi ini melibatkan populasi usia kurang
dari 70 tahun dengan eGFR atau measured GFR kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 dan pada
orang dengan albuminuria (lebih dari 30 mg albumin/g kreatinin) pada berbagai level GFR
maupun usia.
Perlu diperhatikan bahwa setelah kita mengetahui data usia pasien, pada pasien lebih dari 60
tahun kita perlu menentukan status fungsi ginjal. Jika tidak ada CKD, target tekanan darah
sistolik yang digunakan adalah 150/90 mmHg sementara jika ada CKD, targetnya lebih
rendah, yaitu 140/90 mmHg.
Rekomendasi 5. Pada pasien usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi
dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan diastolic
kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert opinion. Target tekanan darah
ini lebih tinggi dari guideline sebelumnya, yaitu tekanan darah sistolik <130 mmHg serta
diastolic <85 mmHg.
Rekomendasi 6. Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan
diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic thiazid, Calcium
channel blocker (CCB), Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau
Angiotensin Receptor Blocker (ARB). Rekomendasi ini merupakan rekomendasi B.
28
Referat Hipertensi
Masing-masing kelas obat tersebut direkomendasikan karena memberikan efek yang dapat
dibandingkan terkait angka kematian secara umum, fungsi kardiovaskular, serebrovaskular
dan outcome ginjal, kecuali gagal jantung. Terapi inisiasi dengan diuretic thiazid lebih efektif
dibandingkan CCB atau ACEI, dan ACEI lebih efektif dibandingkan CCB dalam
meningkatkan outcome pada gagal jantung. Jadi pada kasus selain gagal jantung kita dapat
memilih salah satu dari golongan obat tersebut, tetapi pada gagal jantung sebaiknya thiazid
yang dipilih.
Beta blocker tidak direkomendasikan untuk terapi inisial hipertensi karena penggunaan beta
blocker memberikan kejadian yang lebih tinggi pada kematian akibat penyakit
kardiovaskular, infark miokard, atau stroke dibandingkan dengan ARB.
Sementara itu, alpha blocker tidak direkomendasikan karena justru golongan obat tersebut
memberikan kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang lebih
jelek dibandingkan dengan penggunaan diuretic sebagai terapi inisiasi.
Rekomendasi 7. Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi inisial
hipertensi sebaiknya menggunakan diuretic tipe thiazide atau CCB. Pada populasi ini, ARB
dan ACEI tidak direkomendasikan. Rekomendasi untuk populasi kulit hitam adalah
rekomendasi B sedangkan populasi kulit hitam dengan diabetes adalah rekomendasi C.
Pada studi yang digunakan, didapatkan bahwa penggunaan diuretic thiazide memberikan
perbaikan yang lebih tinggi pada kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome
kardiovaskular yang dikombinasi dibandingkan ACEI. Sementara itu, meski CCB lebih
kurang dibandingkan diuretic dalam mencegah gagal jantung, tetapi outcome lain tidak
terlalu berbeda dibandingkan dengan diuretik thiazide.
CCB juga lebih direkomendasikan dibandingkan ACEI karena ternyata didapatkan hasil
bahwa pada pasien kulit hitam memiliki 51% kejadian lebih tinggi mengalami stroke pada
penggunaan ACEI sebagai terapi inisial dibandingkan dengan penggunaan CCB. Selain itu,
pada populasi kulit hitam, ACEI juga memberikan efek penurunan tekanan darah yang
kurang efektif dibandingkan CCB.
29
Referat Hipertensi
Rekomendasi 8. Pada populasi berusia 18 tahun atau lebih dengan CKD dan
hipertensi, ACEI atau ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan
untuk meningkatkan outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam
semua ras maupun status diabetes.
Pasien CKD, dengan atau tanpa proteinuria mendapatkan outcome ginjal yang lebih baik
dengan penggunaan ACEI atau ARB. Sementara itu, pada pasien kulit hitam dengan CKD,
terutama yang mengalami proteinuria, ACEI atau ARB tetap direkomendasikan karena
adanya kemungkinan untuk progresif menjadi ESRD (end stage renal disease). Sementara
jika tidak ada proteinuria, pilihan terapi inisial masih belum jelas antara thiazide, ARB, ACEI
atau CCB. Jadi, bisa dipilih salah satunya. Jika ACEI atau ARB tidak digunakan dalam terapi
inisial, obat tersebut juga bisa digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi.
Penggunaan ACEI dan ARB secara umum dapat meningkatkan kadar kreatinin serum dan
mungkin menghasilkan efek metabolic seperti hiperkalemia, terutama pada mereka dengan
fungsi ginjal yang sudah menurun. Peningkatan kadar kreatinin dan potassium tidak selalu
membutuhkan penyesuaian terapi. Namun, kita perlu memantau kadar elektrolit dan kreatinin
yang mana pada beberapa kasus perlu mendapatkan penurunan dosis atau penghentian obat.
Rekomendasi 9. Rekomendasi 9 ini termasuk dalam rekomendasi E atau expert opinion.
Rekomendasi 9 dari JNC 8 mengarahkan kita untuk melakukan penyesuaian apabila terapi
inisial yang diberikan belum memberikan target tekanan darah yang diharapkan. Jangka
waktu yang menjadi patokan awal adalah satu bulan, Jika dalam satu bulan target tekanan
darah belum tercapai, kita dapat memilih antara meningkatkan dosis obat pertama atau
menambahkan obat lain sebagai terapi kombinasi. Obat yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi yaitu thiazide, ACEI, ARB atau CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak
dikombinasikan. Jika dengan dua obat belum berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga
secara titrasi. Pada masing-masing tahap kita perlu terus memantai perkembangan tekanan
darahnya serta bagaimana terapi dijalankan, termasuk kepatuhan pasien. Jika perlu lebih dari
tiga obat atau obat yang direkomendasikan tersebut tidak dapat diberikan, kita bisa
menggunakan antihipertensi golongan lain.
30
Referat Hipertensi
Menurut European Society of Hypertension 2003, kombinasi dua obat untuk hipertensi ini
dapat dilihat pada gambar 3 dimana kombinasi obat yang dihubungkan dengan garis tebal
adalah kombinasi yang paling efektif.
Berhenti merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
Latihan fisik
e. Prinsip makan dengan DASH (dietary Approach to stop Hypertension)
Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) adalah perencanaan makan
yang fleksibel dan seimbang. DASH dapat menurunkan tekanan darah tinggi dan
menurunkan kadar lemak darah sehingga mengurangi resiko penyakit jantung .
DASH eating plan yaitu dengan mengkonsumsi :
Sayuran,buah-buahan,dan produk susu bebas atau rendah lemak
Biji-bijian,ikan,daging unggas, kacang-kacangan, dan minyak nabati
Dalam hal kandungan nutrisi :
Rendah lemak jenuh dan rendah lemak trans
Kaya potassium,magnesium, serat dan protein
Rendah Natrium
o Diet rendah garam dibagi menjadi beberapa tingkatan, sesuai dengan
kondisi penderitanya, yaitu;
31
Referat Hipertensi
27 % of calories
6% of calories
18% of calories
55% of calories
150 mg
2300 mg
4700 mg
1250 mg
500 mg
30 g
2.11 Komplikasi
Kerusakan organ sasaran yang diakibatkan oleh tidak terkendalinya Hipertensi
(Aru,2010).
Jantung: hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark myocard, riwayat
TIA)
Penyakit ginjal kronik
Penyakit arteri perifer
Retinopati
32
Referat Hipertensi
2.12 Prognosis
Hipertensi merupakan the disease cardiovascular continuum yang akan berlangsung
seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ. Hipertensi yang
tidak diobati meningkatkan : 35 % semua kematian kardiovaskular, 50 % kematian
stroke, 25% kematian PJK, 50% penyakit jantung kongestif, 25% semua kematian
prematur, serta menjadi penyebab tersering untuk terjadinya penyakit ginjal kronis dan
penyebab gagal ginjal terminal. Pada banyak uji klinis, pemberian obat anti hipertensi
akan diikuti penurunan insiden strok 35% sampai 40%; infark miokard 20% sampai
25%; dan lebih dari 50% gagal jantung (Yogiantoro, 2014).
BAB III
KESIMPULAN
33
Referat Hipertensi
target, seperti kejadian penyakit kardiovaskuler, ginjal, gangguan pada sistem saraf pusat
dan mata. Dengan menurunkan tekanan darah sampai target 150/90 mmHg dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Selain diagnosis yang sangat teliti, tata laksana hipertensi pada lanjut usia harus juga
memperhatikan kedua hal tersebut di atas. Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia
tidak berbeda dengan penatalaksanaan hipertensi pada umumnya, yaitu merubah pola
hidup dan pengobatan antihipertensi. Dan saat ini berbagai pilihan obat-obat antihipertensi
telah beredar di pasaran. Pemakaian berbagai obat tersebut bisa disesuaikan dengan
penyakit komorbid yang menyertai keadaan hipertensi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S.K., dan Siti, S.(2010). Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid III, 5th edition. Jakarta: InternaPublishing
Cotran, R.S., Kumar, V. Robbins, S.L. 2007. Pathology Basic of Disease. 7th edition.
34
Referat Hipertensi
JNC -7. (2003) The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection,
Evaluation,
and
Treatment
of
High
Blood
Pressure
(http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf dikutip pada 5 Februari
2015)
JNC-8.(2014) Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure
tiga [internet].Indonesia: Pusat Komunikasi Publik; 2010 [cited 2015 Feb 5].
Available
from:
http://www.depkes.go.id/article/print/810/hipertensi-penyebabkematian-nomor-tiga.html
Longo, D.L., Kasper, D.L., Jameson, J.L., Fauci, A.S., Hauser, S.L.,dan Loscalzo, J.
ISH,
(1999)
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/.
Accessed February, 5th 2015.
Yogiantoro, M. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi VI, Jakarta :
Hypertension
Guidelines
35