Anda di halaman 1dari 11

Tinjauan pustaka

PENCEGAHAN
DEKUBITUS DI UNIT RAWAT INTENSIF

oleh :
dr. Dodhi Kuncoro
Pembimbing:
dr.Danu Soesilowati SpAn,KIC

BAGIAN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FK UNDIP / RS Dr. KARIADI
SEMARANG
2015

Tinjauan Pustaka

PENCEGAHAN DEKUBITUS DI UNIT RAWAT INTENSIF


DODHI KUNCORO, DANU SOESILOWATI
Bagian / SMF Anestesiologi FK UNDIP / RS dr. KARIADI Semarang

Pendahuluan
Setiap tahun sekitar lebih dari 2,5 juta orang di Amerika Serikat ( AS ) menderita karena
ulkus dekubitus / pressure ulcer. Di AS insidensi pada pasien yang membutuhkan perawatan yang
lama dan mengalami ulkus dekubitus sebesar 2,2 % dampai 23,9%. Dan persentasenya juga lebih
tinggi pada pasien yang di rawat di unit rawat intensif ( Intensive Care Unit ) / URI, angkanya
berkisar antara 8 % sampai 40%. Sebuah lembaga non profit EPUAP (European Pressure Ulcer
Advisory Panel) mengumumkan angka 8,3 % untuk kejadian ulkus dekubitus di Italia dan 22,9% di
Swedia. Ulkus dekubitus yang disebabkan karena penekanan bagian - bagian tubuh dalam waktu
yang lama, dapat berakibat fatal. Umur, penyakit seperti diabetes, penyakit yang menyebabkan
imobilisasi dan penyakit penyakit kritis akan mempermudah pasien mengalami ulkus dekubitus.
Ulkus dekubitus diduga salah satu penyebab kematian iatrogenik di negara berkembang.1
Definisi
Ulkus dekubitus adalah suatu nekrosis jaringan terlokalisir yang terjadi saat jaringan lunak
tertekan antara penonjolan tulang dan suatu permukaan, dalam jangka waktu lama. 2 National
Pressure Ulcer Advisory Panel ( NPUAP ) dan EPUAP membagi ulkus dekubitus menjadi 4
kategori / staging : 3

Gambar 1. Tekanan pada penonjolan tulang5

Kategori I : eritema pada kulit, kulit masih utuh.


Pada tahap ini terjadi perubahan warna kulit, kulit teraba hangat, edema, dan dapat terasa
sakit. Tahap ini sulit dikenali pada pasien dengan kulit yang gelap.

Gambar 2. Ulkus dekubitus derajat I

Kategori II : Kehilangan sebagian ketebalan kulit atau terjadi bula


Kulit akan terlihat ulkus dangkal dengan warna merah tanpa adanya sekret. Namun dapat
juga kulit terlihat utuh atau terbuka dengan berisi serum atau berupa bula yang berisi cairan
serousanguineus. Kelainan ini tidak sama dengan kelainan kulit lain yang mirip, seperti dermatitis,
maserasi atau ekskoriasi.

Gambar 3. Ulkus dekubitus kategori II

Kategori III : Kehilangan seluruh ketebalan kulit dan jaringan lemak terlihat.
3

Lemak subkutan dapat terlihat, namun tulang, tendon atau jaringan otot tidak terlihat. Dapat
terlihat adanya sekret, dan gambaran seperti terowongan / lubang.

Gambar 4. Ulkus dekubitus kategori III

Kategori IV : Kehilangan seluruh jaringan dan tulang / otot terlihat


Ulkus dekubitus derajat 4 dapat meluas sampai otot dan jaringan pendukung seperti fasci,
tendon atau mangkok sendi. Sehingga pada tahap 4, pasien dapat terkena osteomielitis.

Gambar 5. Ulkus dekubitus derajat IV

Patofisiologi
Hubungan yang berkebalikan antara tekanan ( dari luar ) dan waktu yang dibutuhkan untuk
menimbulkan kerusakan jaringan telah di buktikan pada penelitian pada hewan uji coba. Uji coba
pada hewan mencit, ditemukan bahwa ulkus terjadi dengan tekanan 500 mmHg bila diberikan
selama 2 jam, atau 150 mmHg bila tekanan diberikan selama 10 jam. Namun secara mikroskopis
terlihat bahwa perubahan di jaringan telah terjadi pada tekanan sebesar 60 mmHg dalam waktu 1
jam. 4, 5 Pada pasien dengan posisi supine di tempat tidur rumah sakit akan menimbulkan tekanan
sebesar 45 75 mmHg pada tonjolan tulang di tubuh, seperti sacrum, trochanter major dan tumit.
Bila tekanan ini berlangsung terus menerus selama 3 4 jam, tekanan perfusi kapiler, (sekitar 12
32mmHg) pada jaringan dibawahnya akan terlampaui dan akan terjadi oklusi kapiler - kapiler
4

lokal, kemudian terjadi iskemia jaringan dan hipoksia jaringan. Jaringan lemak dan otot lebih rentan
terhadap tekanan daripada kulit, sehingga terkadang penilaian pada penampilan kulit tidak sesuai
dengan kerusakan jaringan dibawahnya yang lebih berat.
Gesekan dan tarikan dapat terjadi pada saat pemindahan posisi pasien, gesekan akan
merusak kulit superfisial dan tarikan akan menggeser posisi pembuluh darah yang terletak
dibawahnya, sehingga akan menimbulkan iskemia jaringan. Ulkus yang ditimbulkan karena tarikan
dapat berupa nekrosis yang luas dan dalam dan lebih berat dari kerudakan kulit diatasnya.
Sedangkan kelembaban kulit, misal kelembaban yang berlebihan karena inkontinensia, akan
meningkatkan risiko ulkus dekubitus sebesar lima kali lipat, dan dapat menjadi sumber infeksi
bakteri.5,6

Gambar 6. Grafik hubungan antara tekanan dengan waktu.5

Ulkus dekubitus terinfeksi


Suatu penelitian menjelaskan insidensi infeksi pada ulkus dekubitus sebesar 6%. Manifestasi
klinis ulkus yang terinfeksi dapat bervariasi, penyembuhan ulkus yang lambat dapat menjadi tanda
satu satunya infeksi, terutama bila terdapat > 10 6 mikroorganisme per gram jaringan. Manifestasi
infeksi yang lebih berat yaitu bakteremia dan osteomielitis, osteomielitis dapat berupa ulkus yang
tidak dapat sembuh baik dengan atau tanpa manifestasi sistemik, seperti demam, leukositosis dan
5

tanda tanda sepsis lainnya. Angka mortalitas bakteremia karena ulkus dekubitus terinfeksi
berkisar 50%.5

Gambar 7. Lokasi lokasi ulkus decubitus pada posisi prone dan supine5

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pencitraan dapat dilakukan untuk memantau adanya osteomielitis dan luas
ulkus ke arah inferior.
Rontgen
Pemeriksaan X-Ray dilakukan terutama untuk perubahan perubahan yang terjadi pada
tulang. Adanya reaksi periosteal dan formasi tulang heterotropik baru menunjukkan kemungkinan
osteomielitis walaupun dapat pula terjadi pada ulkus yang tidak terinfeksi.4,5
CT dan MRI
Penggunaan CT berguna untuk melihat dalamnya luka pada jaringan lunak, walaupun
spesifik namun CT memiliki sensitivitas yang rendah untuk deteksi osteomielitis, hanya sekitar
11%. MRI memiliki keunggulan pada kasus osteomielitis, dengan sensitivitas sekitar 98% dan
spesifitas sebesar 89%, dibandingkan dengan gold standard biopsi tulang. 4,5
Radionuklida skintigrafi
Teknik ini memiliki spesifitas yang rendah dalam kasus osteomielitis karena ulkus
dekubitus, yaitu sebesar 77%. 4
6

Evaluasi mikrobiologi dilakukan untuk menemukan bakteri aerob dan anaerob. Bakteri
aerob lebih banyak didapat daripada anaerob. Bakteri yang dapat yang diperoleh dari ulkus
dekubitus antara lain : Proteus mirabilis, Escherichia coli, enterococcus, staphylococcus, dan
spesies

Pseudomonas.

Bakteri

anaerob

yang

dapat

ditemukan

antara

lain:

spesies

Peptostreptococcus, Bacteroides fragilis, dan Clostridium perfringens. Sampel kultur ulkus dapat
diambil dari darah, aspirasi jaringan atau swab superfisial.5

Faktor Risiko
Faktor risiko ulkus dekubitus yaitu :
1. Pasien dengan imobilisasi misal hanya dapat berbaring atau menggunakan kursi roda.
2. Pasien yang telah memiliki kelainan atau luka pada kulit, seperti adanya kulit kering, dan
eritema.
3. Gangguan nutrisi, seperti : anemia, hipoalbumin dan berat badan dibawah normal.
4. Gangguan oksigenasi dan perfusi, seperti adanya diabetes, penggunaan vasokonstriktor dan
hipotensi.
5. Kelembaban kulit, kulit yang terlalu lembab atau kering memermudah terjadinya ulkus
dekubitus.
6. Usia tua.
7. Faktor internal individu :
a. Fungsi sensorik,
b. Keadaan umum,
c. Suhu tubuh,
d. Gesekan,
Penilaian faktor risiko ulkus dekubitus dapat dinilai menggunakan Skala Braden dengan risiko
terjadinya ulkus dekubitus bila skor total 16 atau kurang. Skala ini menilai beberapa aspek pasien
yaitu :
1. Fungsi sensorik,
2. Kelembaban,
3. Aktivitas,
7

4. Mobilitas,
5. Nutrisi,
6. Gesekan dan tarikan.

Tabel 1. Tabel Penilaian Braden

Pencegahan
Tiga strategi pencegahan ulkus dekubitus yaitu : (a) identifikasi pasien yang memiliki risiko
tinggi terkena ulkus dekubitus; (b) implementasi tindakan yang sesuai dengan kategori ulkus
dekubitus; (c) Evaluasi ketat pasien dengan risiko tinggi. 5
Pencegahan dititikberatkan pada tindakan mengurangi atau menghilangkan faktor yang
menimbulkan ulkus dekubitus. Tindakan yang umum dilakukan yaitu : alih baring, kasur khusus,
dan perawatan luka yang intensif. Pilihan standar untuk mengurangi tekanan yang berlangsung lama
pada psien dengan gangguan fungsi sensorik berat yaitu melakukan alih baring setiap 2 atau 3 jam.
8

Tujuannya yaitu untuk mencegah pasien berada pada posisi supine ( posisi dimana sakrum dan
tumit menahan berat tubuh ) dan pada posisi di satu sisi tubuh ( posisi dimana trokanter mayor
femur menumpu beban tubuh). Bantal digunakan untuk menahan posisi pasien pada sudut 30
derajat lateral dan pasien diubah posisi dari sisi ke sisi setiap 2 sampai 3 jam atau lebih sering, bila
memungkinkan. Namun posisi ini akan memberikan tekanan pada lutut, maleolus lateral dan
medial, sehingga bantal juga diletakkan diantara lutut dan pergelangan kaki untuk mengurangi
tekanan. 5,6

Gambar 8. Tekanan pada beberapa bagian tubuh dengan menggunakan alat5

Bantal adalah salah satu alat yang mengurangi tekanan pada penonjolan tulang dengan cara
menyebarkan tekanan ke area yang lebih lebar. Semakin luas daerah distribusi tekanan maka
semakin rendah tekanan di satu titik. Sehingga alat yang dapat mengurangi tekanan paling baik
adalah kasur air, namun alat ini tidak praktis. Contoh lain adalah matras yang terbuat dari gel, foam,
atau udara. Matras yang terbuat dari foam dengan tebal 4 inci dapat mengurangi tekanan sebesar
30% dibanding dengan tempat tidur rumah sakit. Matras statik yang lain dapat mengurangi tekanan
9

sebesar 40% sampai 70%. Matras dinamik berisi udara mengurangi tekanan dengan cara mengubah
ubah tekanan udara ditiap bagian matras. 5
Pencegahan gesekan dan tarikan meliputi mengatur posisi tubuh agar tidak terlalu elevasi,
dan menggunakan sprei untuk mengangkat pasien bila akan mengubah posisi pasien. Penggunaan
pelembab kulit dapat dipertimbangkan.5
Kesimpulan
Pengelolaan pasien yang tepat dapat mengurangi kemungkinan pasien terkena ulkus
dekubitus. Penilaian dapat dilakukan dengan Skoring Braden pada pasien yang mengalami penyakit
kritis. Pencegahan dan pengelolaan pasien dengan ulkus dekubitus secara tepat diharapkan dapat
mempercepat sembuhnya luka dan mengurangi angka mortalitas dan morbiditas.

10

Daftar Pustaka
1. Rockville,MD.Preventing Pressure Ulcers in Hospitals:A Toolkit for Improving Quality of Care.AHRQ
Publication No;11-0053-EF,April 2011
2. Brandt K, Capsuto E, Fife C. Critical Care Medicine. 2001; XXIX(2).
3. National Pressure Ulcer Advisory Panel and European Pressure Ulcer Advisory Panel.Prevention and
Treatment of Pressure Ulcers:Clinical Practice Guideline.Washington,DC:National Pressure Ulcer
Advisory Panel:2009
4. Livesley N, Chow A. Infected Pressure Ulcers in Elderly Individuals. Aging and Infectious Diseases.
2002 December 1; 35: p. 1390-6.
5. Reilly E, Karakousis G, Schrag S, Stawicki S. Pressure ulcers in the intensive care unit: The forgotten
enemy. OPUS 12 Scientist. 2007; I(2): p. 17-30.
6. Vanderwee K,et all.Pressure Ulcer Prevalence in Europe:A Pilot Studt.Journal of Evaluation in Clinical
Practice.2007:13;227-235
7. Braden B.The Braden Scale for Predicting Pressure Sork Risk:Reflections of 25 Years Advances in Skin
Wound Care.2012
8. Institute for Clinical System Improvement:Pressure Ulcer Prevention and Treatment Protocol.Maret 2014

11

Anda mungkin juga menyukai