Anda di halaman 1dari 20

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. DM

Jenis Kelamin

: Perempuan

TTL

: 20-05-2015

Usia

: 8 bulan

Nama Orangtua

: Tn. AF

Alamat

: Jl. Tanah tinggi XII No 33

Agama

: Islam

Tanggal masuk RS

: 27-01-2016

No. Kamar

: 04

Dokter yang merawat : dr. Ommy .A, Sp.A

II.

ALLO ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang

: Kejang sejak 5 jam SMRS


: demam (+), BAB cair (+)
: Os datang dengan kejang sejak 5 jam SMRS.
Kejang dirasakan selama 1 menit. Saat kejang
mata os mendelik keatas. Setelah kejang os
langsung sadar dan kemudian menangis beberapa
jam setelahnya. Os mengalami demam 4 jam
sebelum timbul kejang, demam dirasakan mendadak
tiggi dan mencapai 38,0

C. Batuk dan pilek

disangkal. Mual dan muntah disangkal. BAB cair


1x sejak 1 hari yang lalu. BAK lancar dan tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu

keluhan.
: Os sebelumnya pernah mengalami hal yang sama.
Riwayat kejang satu kali 1 bulan yang lalu. Kejang
didahului dengan adanya demam. Kejang dirasakan
1 menit dan setelah kejang Os langsung sadar.
1

Riwayat Penyakit Keluarga

: Dikeluarga tidak ada yang pernah mempunyai

Riwayat Pengobatan

sakit seperti ini


: Os sudah berobat ke klinik 24 jam untuk
mengobati keluhan demam tersebut, namun saat di
klinik Os tiba-tiba kejang dan diberikan obat kejang
melalui anus oleh dokter dan kemudian kejang

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

berhenti setelah 1 menit.


: Os lahir cukup bulan (39 bulan), lahir spontan
pervaginam dan menangis spontan. BB lahir 3900
gram, PB 48 cm. Tidak ada penyulit dalam

Riwayat Imunisasi

kehamilan dan persalinan.


: Os rutin melakukan imunisasi di dokter. Imunisasi
BCG sudah dilakukan saat usia 2 bulan, hepatitis B
sudah dilakukan 3x pada saat lahir, 1 bulan dan 6
bulan. Polio dan DPT sudah di lakukan sebanyak 3x

Riwayat Perkembangan

pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.


: Usia 2-3 bulan os sudah dapat bereaksi terhadap
suara dan membolak balikkan badannya, usia 4-5
bulan os sudah dapat meraih mainan, usi 6-8 bulan
os sudah dapat merangkak, sudah belajar duduk,

Riwayat Makanan

dan sudah dapat mengatakan mama papa.


: Os mengkonsumsi ASI selama 4-5 bulan. Setelah
itu os diberikan susu formula oleh karena ibu os
sibuk bekerja. Setelah usia 6 bulan os mulai
diberikan bubur Promina dan buah-buahan seperti

Riwayat Alergi
III.

pisang.
: riwayat alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat alergi susu sapi disangkal.


PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umun
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tanda Vital
:
o
Suhu : 38 C
Nadi : 132 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Nafas : 32 x/menit
2

Antropometri

BB
TB

:
: 8,8 kg
: 78 cm

Status gizi

BB/U : 8,8 kg/8,8 kg x 100% =100% ( gizi baik )


TB/U : 78 cm/71 cm x 100% = 109, 8% ( baik/ normal)
BB/TB : 8,8 kg/10,6 kg x 100% = 83 % (gizi kurang)

STATUS GENERALIS
Kepala
:
Bentuk
: normocephal
Lingkar kepala : 44 cm
Ubun-ubun : normal, tidak cekung
Rambut
: rambut hitam, distribusi merata
Alis
: warna hitam, tidak ada madarosis
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+), pupil
isokor
Hidung
: epistaksis (-), sektet (-)
Telinga: membrane timpani intak (+), serumen (-)
Mulut
: bibir kering (-), anemis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-), tonsil T1-T1
hiperemis (-)
: pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Leher
Thoraks
Paru

Inspeksi

: dada simetris (+), retraksi dinding dada (-)

Palpasi

: vocal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: vesikuler (+)/(+), ronki -/-, wheezing -/-

Jantung
3

Inspeksi

: tidak tampak ictus cordis

Palpasi

: teraba ictus cordis ICS-V linea midklavikularis sinistra

Perkusi

: Redup. Batas jantung kanan linea parasternalis dextra


Batas jantung kiri linea midklavikula sinistra

Auskultasi

: S1 dan S2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: perut cembung (+), luka bekas operasi (-)

Auskultasi

: bising usus normal

Perkusi

: timpani pada keempat kuadran abdomen

Ascites

:-

Palpasi

: abdomen supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas Atas
Akral

: hangat

RCT <2 detik : (+)


Edema

: (-)

Ekstremitas Bawah
Akral

: hangat

RCT <2 detik : (+)


Edema
Anogenital

: (-)
: Dalam batas normal.

Pemeriksaan Neurologis
4

Refleks Fisiologis : normal


Refleks Patologis : Babinsky (-), Rangsang meningeal (-).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tanggal 27 Januari 2016
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai rujukan

Hemoglobin

H 12,0

g/ dl

10,5 - 12,9

Jumlah leukosit

13,29

Ribu/ L

6,00 17,5

Jumlah Trombosit

468

Ribu/ L

217-491

Hematokrit

38

35-43

L 134

mEq/L

135 147

Kalium (K) darah

5,4

mEq/L

3,6 5,8

Klorida (Cl) darah

94

mEq/L

94 - 111

McV/VER

72

FL

74-106

McH/HER

23

Pg

21-33

McHc/KHER

32

g/dL

28-32

Natrium (Na) darah

RESUME

: seorang anak laki-laki usia 8 bulan datang dengan keluhan kejang sejak 5 jam
SMRS, lama kejang 1 menit, setelah kejang Os langsung sadar. Kejang
didahului dengan febris 4 jam sebelumnya, BAB cair 1x sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat kejang demam 1 bulan yang lalu (+). Riwayat kejang demam di keluarga
(-). Imunisasi dasar lengkap sampai usia 8 bulan. Riwayat tumbuh kembang
normal. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan suhu : 38

C, nadi 132x/ menit

regular, kuat angkat, isi cukup, nafas 32 x/menit. Status gizi baik. Pada
pemeriksaan penunjang di dapatkan Hb : H 12,0 g/dl , natrium (Na) darah L
137mEq/L.
Assessment

: Kejang demam sederhana


5

Planning

: Infus KAEN 3A 28 tetes/ menit micro drip


Puyer panas (sanmol 150 mg, diazepam 1 mg)
Lacto B 2x1 sch
Zink kid 1x1 cto
Protis supp (jika suhu 38,5o C)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat
kenaikan suhu tubuh. Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan,
1995).
Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya
adalah : Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada
umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa
demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus
dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam
(Mansjoer, 2000).
KEJANG DEMAM (KD): bangkitan kejang yg terjadi pd suhu tubuh (S rektal > 38oC)
yg disebabkan o/proses ekstrakranium
Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum, tonik dan atau
klonik , umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu
24 jam.
Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
7

KD Berulang: KD >1 episode demam


Epilepsi: kejang tanpa demam >1 kali

Epidemiologi
a. Anak < 5 thn: 2-5% pernah kejang + demam
b. 85% kejang I umur < 4 thn (17 23 bln)
c. Faktor penting pd KD: demam, umur, genetik, prenatal & perinatal
d. Demam lebih banyak oleh karena infeksi sal.napas atas, otitis,

pneumonia,

gastroenteritis & ISK


e. KD diturunkan sec. autosomal dominan sederhana

Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam
sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang
(Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan
oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air,
atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel
apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).

Faktor Risiko
Faktor risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80 %, sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut hanya 10 % - 15 % kemungkinan berulang. Kemungkinan
berulang paling besar pada tahun pertama.
Faktor risiko terjadinya epilepsi
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi
epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4
% - 6 %, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.

Patofisiologi
9

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun
sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.
Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan
adanya :
a.

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

b.

Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi


atau aliran listrik dari sekitarnya

c.

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau


keturunan.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel tetangganya sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang
dapat terjadi pada suhu 38 C, sedang pada ambang kejang tinggi baru terjadi pada suhu
40 C atau lebih. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Kejang demam
10

Inflamasi
Infeksi

Peningkatan suhu tubuh

Metabolisme basal meningkat


Kebutuhan O2 meningkat

Glukosa ke otak menurun

Perubahan konsentrasi dan jenis ion


di dalam dan di luar sel

Difusi ion Na+ dan K+

Kejang

Durasi pendek

Sembuh

Durasi lama

Apnea

Metabolisme otak
meningkat

O2 menurun

Kebutuhan O2 meningkat
11

Hiperkapnia

Hipotensi

Hipoxemia

arterial

Aktivitas otot meningkat

Hipoxia

Permeabilitas meningkat

Edema otak

Kerusakan sel neuron otak

Epilepsi

Tanda dan Gejala

Kejang singkat: serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral

Lebih banyak kejang berhenti sendiri

Kejang berhenti anak tak bereaksi sejenak bbrp detik/menit anak terbangun &
sadar kembali, defisit neurologis (-)

Kejang dpt diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) bbrp jam s/ bbrp
hari

EEG pada Kejang Demam


o Terdapat gelombang lambat di daerah belakang, bilateral, kdng unilateral
12

88% : bila EEG pd hari I kejang

33% : bila EEG 3-7 hari setelah kejang

o KD kompleks: >> gambaran EEG abnormal


o Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tdk dpt digunakan u/menduga akan terjadi epilepsi di kemudian
hari
o Tidak dianjurkan u/melakukan EEG pd penderita KD sederhana

Kriteria Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih
pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari
riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan
adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya,
kondisi medis yang berhubungan, obatobatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan
neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.
Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma
akut kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya
kelainan neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan
lanjutan untuk mencari faktor penyebab. Untuk menentukan faktor penyebab dan
komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu:
laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis
pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan
pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung
jenis.
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah
dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA
FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
13

3. Kejang bersifat umum


4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali.
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam,
dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan
gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu
diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan
lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis)
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan
dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang
mempunyai nilai prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat
ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.
Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan
cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan
elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari
penyebab timbulnya demam.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab demam, seperti darah
perifer, elektrolit dan gula darah.
Pungsi lumbal
14

Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis


adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas
secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas
indikasi, seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Parese nervus VI
3. Papiledema

Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di
otak sehingga terjadi epilepsy.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam :

15

a. Pneumonia aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental

Penatalaksanaan / Pengobatan
Pengobatan fase akut

Semua pakaian yg ketat dibuka

Penderita dimiringkan u/cegah aspirasi

Jalan napas hrs bebas, isap lendir, beri O2, jika perlu intubasi

Awasi keadaan vital: kesadaran, tensi, pernapasan, jantung

Jika suhu tinggi: kompres, beri antipiretika

Penghentian kejang tercepat: diazepam (IV atau Intra Rektal)

Penghentian kejang

Diazepam (IV) 0,3-0,5 mg/kgBB atau diazepam (IR) 5 mg BB anak < 10 kg


diazepam (IR) 10 mg BB anak > 10 kg

Bila kejang (+) diazepam dpt diulang 2 kali jika msh kejang beri fenitoin
Fenitoin dosis awal: 10-20 mg/kgBB (IV) setelah 12-24 jam fenitoin: 4-8
mg/kgBB/hari

Utk maintenance: fenobarbital atau as. valproat

Fenobarbital dosis awal: 10-20 mg/kgBB 4-8 mg/kgBB/hari

16

Mencari & mengobati penyebab

Pada bayi kecil gejala meningitis tidak jelas

Untuk menyingkirkan meningitis perlu pem. cairan serebrospinalis terutama:


o Penderita kejang demam pertama kali
o Bayi < 6 bulan (harus)
o Bayi < 18 bulan

Pengobatan profilaksis
17

KD berulang sbbkan kerusakan otak yg menetap hrs dicegah profilaksis :

Profilaksis intermittent pd waktu demam


o Diazepam intrarektal / 8 jam 5 mg/10 mg
o Diazepam oral 0,5 mg/kgBB/hr (: 3)

Efek samping: mengantuk, ataksia, hipotoni

Profilaksis terus menerus dg antikonvulsan tiap hr


o Fenobarbital: 4-5 mg/kgBB/hr

Efek samping: kelainan watak; iritabel, hiperaktif, pemarah, agresif


(30-50%)

o Asam Valproat: 15-40 mg/kgBB/hr

Efek samping: hepatotoksik, namun tdk sbb kelainan watak

Indikasi pemberian profilaksis terus-menerus

Sebelum KD pertama sdh ada kelainan neurologis / perkembangan

Ada riwayat kejang tanpa demam pd orang tua / saudara kandung

KD > 15 menit, fokal atau diikuti kel.neurologis sementara / menetap

Dapat dipertimbangkan bila KD terjadi pd bayi < 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dlm satu episode demam

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 thn setelah kejang
terakhir, kmdn dihentikan sec.bertahap selama 1-2 bulan

Prognosis

18

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang
berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat
pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan
pria 33%.
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya
Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston
(1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi
epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang
menjadi epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari
akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya
terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam
hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada
penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di
Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti
perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian sebagai
kejang

akibat

demam. Anak dengan kejang demam ini lalu dibandingkan dengan

saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC.


19

Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang
demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak
yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan
gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara
kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini
hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child
Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya
tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.
Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu
diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa
kejang demam.

Pencegahan
Bila anak kejang berikan anti kejang
Bila anak panas berikan antipiretik sebelum terjadi kejang.

Kesimpulan
Penanganan kejang pada anak dimulai dengan memastikan adanya kejang. Tatalaksana
kejang yang adekuat dibutuhkan untuk mencegah kejang menjadi status konvulsivus.
Setelah kejang teratasi dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, dan
pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Nelson Edisi 4. Jakarta. EGC


2. Buku Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I tahun 2010
3. Buku Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I tahun 2004
4. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.
5. www.medicastore.com

20

Anda mungkin juga menyukai