Sejarah Mesin Uap, Lensa Dan Pendulum
Sejarah Mesin Uap, Lensa Dan Pendulum
Penemu mesin uap pertama yang banyak disebut orang adalah James Watt, tetapi
sebenarnya James Watt bukanlah penemu mesin uap pertama, sebelumnya sudah ada para
penemu mesin uap seperti: Hero (10-70 M ), Giovanni Battista della Porta(1538 1615),
Denis Papin (1647 1712), Thomas Savery (1650 1715), dan Thomas Newcomen (1663
1729).
Hero (10-70M )
Awal sejarah teknologi mesin uap dapat kita lihat ke kota Alexandria pada tahun
75. Disana terdapat seorang ahli matematika bernama Hero yang juga dikenal denga
nama Heros atau Heron yang menulis tiga buku tentang mekanik dan sifat-sifat
udara serta memperkenalkan rancangan dari mesin uap sederhana. Mesin ini dikenal
dengan nama Aeolipile atau Aeolypile, atau juga disebut dengan Eolipile.
Prinsip kerja mesin ini adalah dengan menggunakan tekanan uap untuk
memutarkan bola (bejana) yang berisi air sebagai bahan baku penghasil uap. Bola
(bejana) tersebut dapat berputar karena adanya dorongan dari uap yang keluar dari
nosel yang terletak pada sisi samping bejana.
Metode Hero yang mengubah tenaga uap menjadi gerak ini merupakan dasar
bagi para penerusnya untuk mengembangkan teknologi mesin uap di masa yang akan
datang.
Sejarah Lensa
Lensa ditemukan pada tahun 1850 oleh arkeolog John Layard dengan menggali di
istana Nimrud yang sekarang adalah Irak. Hal ini dapat menyatakan bahwa lensa sekitar 3000
tahun lebih tua daripada yang diperkirakan. Menurut Profesor Giovanni Pettinato dari
Universitas Roma. Kristal batu lensa ini dipamerkan di Museum Inggris. Artefak lain yang
muncul menjadi lensa yang berasal dari kira-kira abad ke 5 SM ditemukan di sebuah gua di
Gunung Ida di Kreta. Hal ini lebih kuat dan kualitas yang lebih baik daripada lensa Nimrud.
Selain itu, para penulis Romawi Pliny dan Seneca kedua menyebut lensa digunakan oleh
pengukir di Pompeii.
Menurut beberapa sumber, kaca mulai ditemukan
sejak 5000 SM yang dibuktikan oleh sejarawan Romawi
Kuno, Pliny. Pliny mengadakan penelitian kecil yang
merujuk pada kenyataan bahwa kaca telah ditemukan oleh
para pedagang Phoenic di wilayah yang sekarang disebut
Suriah pada 5000 tahun SM. Pliny mengungkapkan bahwa
saat istirahat, para pedagang ini membakar makanan dalam
wadah yang sebenarnya terbuat dari kaca.
Kemudian, pegetahuan berkembang yakni pembakaran kaca/burning glass oleh
seorang dramawan asal Yunani Kuno bernama Aristophanes sekitar tahun 424 SM. Caranya
adalah dengan memusatkan cahaya matahari pada fokus lensa (titik api lensa). Aristophanes
juga memasukkan fenomena burning glass tersebut ke dalam salah satu sandiwaranya yang
berjudul The Clouds.
Lensa juga di kenal pada masa Kekaisaran Romawi di masa lalu. Nero, Kaisar Roma
yang ke lima, juga di ketahui menggunakan sebuah batu zamrud yang berbentuk cekung
(konkaf) untuk menonton Gladiator.
Pengguna lensa tidak begitu populer hingga di temukannya kacamata di Italia sekitar
tahun 1280 an. Seorang ahli matematika berkebangsaan Arab bernama Abu Ali Al-Hasan Ibn
Al-Haitham atau yang lebih di kenal dengan Al-Hazen (965 - 1038) menulis teori yang
menjelaskan bahwa lensa di mata manusia membentuk sebuah gambar di dalam retina.
Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan, lensa pun juga
mengalami perkembangan. Lensa yang dahulu hanya digunakan sebagai alat pembakaran,
mengalami perubahan fungsi yakni menjadi alat perbesaran (magnifier). Sejarah mencatat
bahwa fisikawan Muslim legendaris, Ibnu al-Haitham (965 M-1039 M) merupakan orang
pertama yang mempelajari tentang masalah perbesaran benda dan pembiasan cahaya. Hal ini
dibuktikan dalam karyanya bertajuk Kitab al-Manazir (tentang optik). Lensa mulai
diaplikasikan pada alat bantu penglihatan seperti kacamata dan lup (kaca pembesar) pada
abad ke-13. Lup (kaca pembesar) ditemukan oleh seorang sarjana Inggris, Roger Bacon
(1214-1294) pada awal abad ke-13. Sedangkan kacamata ditemukan setelah penemuan lup
tersebut, kurang lebih pada abad ke-14.
Pada abad ke-17, Anthony Van Leuwenhook adalah penemu serta pedagang
berkebangsaan Belanda lahir di Delft, Belanda pada 24 Oktober 1632. Anthony disebut
sebagai Bapak Mikrobiologi karena menjadi orang pertama yang menekuni ilmu
mikrobiologi. Anthony dibesarkan di Delft, kota kelahirannya. Sejak muda ia sudah bekerja
sebagai pedagang kain, tahun 1654 ia sudah memiliki toko sendiri.
Anthony mampu menggosokkan lensa yang memiliki ukuran kecil, sehingga ia
menghasilkan
mikroskop yang memiliki daya kekuatan pengamatan yang
lebih baik di banding
dengan mikroskop yang telah ada sebelumnya. Mikroskop
temuannya dilengkapi
dengan lensa yang memiliki kapasitas membesarkan hingga
270 kali.
Penemuan
tersebut menandakan bila ia berhasil
menemukan
mikroskop
yang lebih sempurna. Anthony telah berhasil membuat
lebih dari 500
lensa optik dan menciptakan lebih dari 25
mikroskop dengan jenis yang berbeda-beda,
namun yang mampu bertahan hanya Sembilan jenis saja.
Mikroskop
buatan Anthony terbuat dari frame perak atau
tembaga
dengan menggunakan lensa buatan tangan. Ia
mampu mampu membuat pembesaran hingga mencapai 275 kali. Kemungkinan Anthony
memiliki mikroskop yang mampu memperbesar hingga 500 kali.
Selain itu Anthony juga telah menemukan perak dan perunggu yang dapat digunakan
untuk mengapit lensa. Hal tersebut membuat lensa dapat memperbesar hingga 275 kali, hal
ini yang memperkuat dugaan bila Anthony telah menemukan mikroskop dengan pembesaran
hingga 500 kali. Anthony memiliki kesabaran yang sangat tinggi dan tekun melakukan
penelitian, selain itu ia memiliki penglihatan yang sangat tajam serta selalu ingin tahu segala
hal.
Dengan menggunakan lensa yang memiliki ukuran sangat kecil, ia mampu meneliti
berbagai macam benda mulai dari rambut, serat, titik hujan, serat hingga serangga yang
sangat kecil. Sejak tahun 1673, Anthony bekerjasama dengan The Royal Society of England,
ini merupakan suatu lembaga ilmu pengetahuan terkemuka pada saat itu. Ia menjadi anggota
pada lembaga tersebut pada tahun 1680. Banyak penemuan yang telah ia lakukan diantaranya
menjabarkan darah merah dan darah putih, meneliti kuman, cairan sperma, biji kopi dan lain
sebagainya. Karena kemampuan Anthony Van Leuwenhook membuat lensa memiliki daya
kekuatan pengamatan yang lebih baik menyebabkan dia yang dikenal sebagai penemu lensa.
Sebenarnya penemuan lensa pernah menjadi sebuah perdebatan bagi dua bangsa, yakni
bangsa Eropa dan bangsa Arab. Bangsa Eropa mengaku bahwa merekalah penemu lensa,
sedangkan beberapa bukti mengatakan ilmuwan Muslim lah yang lebih dahulu menemukan
lensa. Beberapa sumber bukti tersebut antara lain adalah puisi-puisi karya Ibnu al-Hamdis
(1055 M- 1133 M). Dia menulis sebuah syair yang menggambarkan tentang kacamata. Syair
itu ditulis sekitar 200 tahun, sebelum masyarakat Barat menemukan kacamata.
Sejarah Pendulum
Beberapa percobaan yang dilakukan Galileo tidaklah seperti yang diharapkan. Dia
mencoba menentukan kecepatan kilat dengan menempatkan suatu alat bantu di sebuah bukit
sedangkan dirinya berdiri di bukit yang lain dan menghitung kilat yang menyambar di bukit
itu. Dia gagal karena puncak bukit itu terlalu dekat untuk membuat perhitungan.
Dari tahun 1602 hingga 1609, Galileo mempelajari pergerakan pendulum dan bendabenda lain yang melengkung dan miring. Dengan menggunakan bidang miring yang
dirakitnya sendiri, ia menyimpulkan bahwa benda yang jatuh memiliki laju kecepatan yang
tetap. Hukum laju kecepatan ini kemudian membantu Issac Newton dalam menemukan
hukum gravitasi.
Galileo menandai waktu dengan menggandakan panjang tali pendulum akan membuat
ayunan menjadi empat kali lebih panjang dan membagi dua oanjang tali akan memotong
waktu menjadi seperempat. Galileo menyarankan guru pribadinya bahwa dokter dapat
menggunakan pendulum khusus untuk mengukur denyut nadi seorang pasien. Penyakit akan
meningkatkan kecepatan denyut nadi seseorang sehingga para dokter harus memeriksanya
secara rutin. Alat Galileo disebut sebagai sebuah pulsilogium, alat ini membantu para dokter
menghitung denyut nadi seseorang secara tepat.
Bagaimanapun, hal itu tidak terpikir sampai Galileo berusai 77 tahun dan buta total, dia
berpikir mengenai penggunaan ayunan pendulum untuk menjaga jam agar berjalan teratur.
Putranya, Vicenzo (1606-1649) membuat sketsa jam pendulum yang dijelaskan ayahnya.
Setelah Galileo meninggal, Vicenzo membuat sebuah model jam, tetapi dia tidak dapat
membuat model tersebut berdetak. Seorang ilmuan Belanda, Christian Huygens (1629-1695)
yang berhasil membuat jam pendulum pertama pada 1656.
Momen eureka Galileo menjaga dunia berjalan tepat waktu selama hamper tiga abad.
Pendulum tetap digunakan pada sebagian besar jenis jam sampai penemuan jam elektronik
pada 1929.
Ternyata dari sebuah sumber juga ditemukan bahwa Ibnu Yunus sebagai penemu
pendulum 600 tahun sebelum Galileo Galilei. Ibnu Yunus atau lengkapnya Abu al-Hasan Ali
bin Abi Said Abdur Rahman bin Yunus as-Sadafi adalah salah satu seorang astronom Muslim
terkemuka. Selain itu, namanya juga tercatat sebagai ahli sejarah lewat karyanya Tarikhu
A`yani Mishra. Namanya melejit sebagai astronom ulung yang datang setelah alBattani dan Abu al-Wafa. Hal ini disebabkan oleh penemuannya berupa bandul (ayunan)
yang digunakan untuk mengetahui detik-detik waktu dalam meneropong bendabenda angkasa, seperti halnya bandul yang digunakan untuk jam dinding. Dengan demikian,
beliau lebih dahulu menemukannya kurang lebih enam abad dibandingkan Galileo Galilei
(1564-1642 M) yang selama ini dianggap sebagai penemu alat bandul, yang di Negara Arab
disebutmiwar dan dikenal sebagai pendulum di Negara Barat.