awitan?
Apakah encer atau kental? Purulent atau berdarah?
1
awitan?
Adakah riwayat trauma?
Adakah riwayat operasi hidung atau eprasi THT lainnya?
Adakah gangguan alergi terutama yang berkaitan dengan perubahan musim? Bila
sistemik?
Apakah kehilangan atau perubahan penghiduan sebagian atau sama sekali?
Adakah riwayat penyakit hidung atau sinus?
Pemeriksaan Fisik
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paransal dilakukan inspeksi, palpasi,
rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic, dan sinoskopi.
Palpasi : Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya
sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan pada dasar sinus
frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa
nyeri tekan di daerah kantus medius.2
Pemeriksaan Penunjang
infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal
atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam
sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi, sedangkan
pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus.
rhinosinusitis
etmoidalis
berupa
pemberian
antibiotic
sistemik,
dekongestan hidung, dan obat semprot atau tetes vasokonstriktor topical. Ancaman terjadinya
komplikasi atau perbaikan yang tidak memadai merupakan indikasi untuk etmoidektomi.
Rhinosinusitis Frontalis
Rhinosinusitis frontalis akut hampir selalu bersama sama dengan infeksi sinusitis
etmoidalis anterior yang disertai rhinitis. Penyakit ini terutama ditemukan pada dewasa, dan
selain gejala infeksi yang umum, pada sinusitis frontalis terdapat nyeri kepala yang khas.
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah
hari, kemudian perlahan lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya
menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh, dan mungkin terdapat pembengkakan
supraorbital. Tanda patognomonik adalah nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas
daerah sinus yang terinfeksi.
Pengobatan berupa pemberian antibiotic yang tepat, dekongestan, dan tetes hidung
vasokonstriktor. Kegagalan penyembuhan segera atau timbulnya komplikasi memerlukan
drainase sinus frontalis dengan teknik trepanasi.2,3
Epidemiologi
Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat
dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang
4
tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sisnusitis maksilaris adalah
sinusitis dengan insiden yang terbesar. 4
Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis.
Virus adalah
penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah
diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik.
5 milyar dollar
dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya
dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.4
Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi ( penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar dan sinus
maksilaris ikut terangkat), infeksi nasofaring, kelainan imunologik.
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumonia (30 50%), Haemophylus influenza (20 40%), dan Moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan
kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama lama menyebabkan perubahan mukosa
dan merusak silia.5
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung substansi
antimikroba dan zat zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Pada saat terjadi infeksi baik infeksi virus dan bakteri,akan terjadi reaksi radang yang
salah satunya berupa edema. Edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal yang
sempit. Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di
dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh mukosa sinus akan menjadi kental. Lendir yang
kental tersebut menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen. Bila sumbatan
berlangsung terus menerus maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul
infeksi oleh bakteri anaerob.
Pada infeksi virus, virus juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang
mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini
menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih
kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri pathogen. 6,7
Manifestasi Klinis
Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulent, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Serta gejala lain seperti sakit kepala
dan anosmia.5
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas
sinusitis akut. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang
kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan
sinusitis frontalis, dan pada sinusitis sfenoid nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang
bola mata, dan mastoid. Pada sinusitis maksila kadang kadang ada nyeri alih ke gigi dan
telinga.5
Dapat disertai gejala :
Demam, malaise.
Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin. Sakit
dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi atau gigi.
Sakit bertambah saat menunduk.
Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi.
Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk.
Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus
media, dan nasofaring.
Penatalaksanan
Tujuan terapi sinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan, 2) mencegah
komplikasi, dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka
sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.5
6
Terapi Medikamentosa
o Antibiotik (diberikan minimal 2minggu):
Lini pertama:
Amoxycilline 3x500mg.
Cotrimoxazole 2x1tablet.
Erythromycine 4x500mg.
Lini kedua:
Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta-laktamase
diberikan kombinasi Amoxycilline+Clavulanic acid, cefaclor
atau cephalosporine generasi II atau III oral
o Dekogestan
Topikal:
Sistemik:
Fenil Propanolamine
Pseudoefedrine 3x60mg
o Mukolitik: N-acetytilcystein, bromhexine
o Analgesik/antipiretik (bila perlu):
Parasetamol 3x500mg
Metampiron 3x500mg
o Antihistamin (diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi)
CTM (Chlorpheniramin Maleat)
Loratadine
Tidakan Pembedahan
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua
jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan
yang lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik
setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip
ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.5
Komplikasi
akan menyebabkan kebutaan. Apabila tidak dilakukan perawatan, selulitis orbita ini
akan menjadi abses.
Meningitis
Biasanya disebabkan karena perluasan langsung dari sinusitis maksilaris atau
tromboflebitis yang menyebar.
Abses otak
Merupakan kelanjutan peradangan otak, biasanya ditandai dengan adanya gangguan
ingatan, sikap dan tingkah laku serta sakit kepala yang hebat.
Mukokel
Terjadi akibat adanya penimbunan dan retensi sekresi mukus dan mukoid sehingga
terjadi penyumbatan osteum sinus. Jika terdapat pus didalam sinus dikenal sebagai
mukokel atau piokel.
Pencegahan
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terkena sinusitis.
Bagi perokok lebih baik menurangi rokok karena asap dapat mengiritasi saluran hidung dan
meningkatkan kemungkinan infeksi. Alergi hidung bisa memicu infeksi sinus, juga. Dengan
mengidentifikasi alergen (zat yang menyebabkan reaksi alergi) dan menghindari hal itu,
Jika memiliki kemacetan dari pilek atau alergi, berikut ini dapat membantu
mengurangi risiko mengembangkan sinusitis:
8
Minum banyak air. Hal ini menipis sekresi hidung dan membuat membran mukosa
lembab.
Menggunakan uap untuk menenangkan bagian hidung. Tarik napas panjang sambil
berdiri di mandi air panas, atau menghirup uap dari baskom berisi air panas sambil
Prognosis
Individu dengan sinusitis akut tanpa komplikasi dapat mengharapkan pemulihan penuh
dan kembali bekerja . Sekitar 70 % dari sinusitis bakteri akut sembuh spontan tanpa
antibiotik, penggunaan antibiotik meningkatkan persentase ini pemulihan sampai 85 %
( Orlandi ) . Jarang, sinusitis rumit oleh penyebaran infeksi ke tulang wajah atau otak akan
memperpanjang waktu pengobatan dan memerlukan pemulihan yang lebih panjang . Sinusitis
jamur jarang terjadi tetapi dapat menyebar dengan cepat dan mengakibatkan kematian pada
individu immunocompromised ( misalnya , pasien kanker , pasien HIV / AIDS , atau diabetes
yang tidak terkontrol atau pasien dialisis ) .
Sinusitis kronis bervariasi dalam ketajaman antara individu tetapi membutuhkan
pengobatan jangka panjang yang berkelanjutan untuk peradangan dan pengobatan berkala
akut flare-up. Individu dengan tidak ada penyakit yang mendasari signifikan dapat pulih
sepenuhnya. Individu dengan penyakit inflamasi, sistem kekebalan tubuh, atau kondisi alergi
tunduk pada episode sinusitis bakteri akut. Individu yang membutuhkan pembedahan sinus
dapat berharap untuk kembali ke aktivitas normal dalam waktu 5 sampai 7 hari pasca operasi
dan untuk mencapai pemulihan penuh di sekitar 4 sampai 6 minggu . Pengobatan gagal pada
sekitar 10 % sampai 25 % dari pasien.7
Kesimpulan
Rinosinusitis makilaris akut merupakan pradangan pada sinus maksilaris yang disertai
dengan gejala rinitis yang berlangsung kurang dari 4 minggu. Gejala klinis dapat berupa
demam dan rasa lesu. Hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus
purulent, yang seringkali turun ke tenggorok. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh
dipipi waktu membungkuk ke depan. Pada pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan
kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.
9
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Terapi
medikamentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari. Pengobatan lokal dengan inhalasi,
pungsi percobaan dan pencucian.
Daftar Pustaka
1. Abdurrahman N, dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta : Interna Publishing
FKUI 2007.
2. George L. Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 2013.
3. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis,
disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik,
Sinusitis dan Demo Timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali.
4. Musher DM. Moraxella Catarrhalis and Other Moraxella Species.. In: Kasper DL,
Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrisons Principle
of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005.h.862-3
5. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Fakultas kedokteran universitas indonesia. 7th ed. Jakarta;
2015.h.122-53.
6. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of the Immune System, in: McPhee
Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of
Disease: An Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia,
2003.
7. Siswantoro,Pawarti D, Soerarso Bakti. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD Dr. Soetomo. Edisi 3. Surabaya, 2005.
10