Anda di halaman 1dari 12

1

Tinjauan pustaka
Perdarahan yang disebabkan Fraktur pada Tulang Hidung
Welhan CHAU / 102013338 / E7
welhan.2013fk338@civitas.ukrida.ac.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021)5694-2061, fax : (021) 563-1731
Pendahuluan
Hidung merupakan salah satu saluran pernapasan atas luar yang terdiri atas rangka
tulang dan tulang rawan yang dibungkus jaringan ikat dan kulit. Dibagi dalam rongga hidung
(cavum nasale / cavum nasi) secara dextra dan sinistra oleh septum hidung (septum nasale).
Rongga hidung merupakan organ pernapasan, penghidu, pertukaran panas dan
penguapan air, meskipun demikian, juga terlibat dalam pembentukan suara. Larynx berfungsi
pula sebagai: sphincter yang penting (yakni sebagai hasil usaha otot mencegah material yang
ditelan masuk ke dalam larynx dan memberikan fasilitasi penyekatan pernapasan, guna
membentuk tekanan sewaktu batuk atau mengejan); pembentuk suara (sebagai hasil otot
larynx yang luar biasa dan pengaturan sarafnya) yang seringkali dipertimbangkan sebagai
fungsi utama larynx. Produksi suara melalui kerja sama antara gerak-gerak otot pernapasan,
larynx, pharynx, palatum, lidah dan bibir sewaktu artikulasi bicara yang kompleks,
menghasilkan mahluk manusia yang berkemampuan unik.
1
Terjadinya perdarahan pada hidung dapat disebabkan karena adanya fraktur pada
tulang hidung akibat benturan atau momentum hal ini diakibatkan oleh struktur tulang hidung
yang tipis. Efek terjadinya perdarahan dapat memberi pengaruh terhadap mekanisme
pernapasan. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk membahas lebih lanjut dan
meningkatkan pengetahuan tentang sistem saluran nafas atas terutama rongga hidung.
Struktur Makroskopik Alat Pernapasan
Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru-paru itu sendiri, dan
struktur-struktur toraks yang berperan menyebabkan aliran udara masuk dan keluar paru
melalui saluran napas. Saluran napas adalah tabung yang mengangkut udara antara atmosfer
dan kantung udara (alveolus), alveolus merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas antara
udara dan darah. Saluran nafas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluran hidung membuka
ke dalam faring (tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem
pernapasan dan pencernaan. Terdapat dua saluran yang berfungsi hanya sebagai saluran
pernapasan dari faring- trakea, yang dilalui oleh udara untuk menuju paru. Dan esofagus yang
dilalui oleh makanan untuk menuju lambung. Udara dalam keadaan normal masuk ke faring
melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut ketika saluran hidung tersumbat.
Karena faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk udara dan makanan. Maka sewaktu
menelan terjadi mekanisme refleks yang menutup trakea agar makanan masuk ke esofagus
dan bukan ke saluran napas. Esofagus selalu tertutup kecuali ketika menelan untuk mencegah
udara masuk ke lambung sewaktu bernapas. Laring, terletak di pintu masuk trakea. Tonjolan
anterior laring membentuk jakun. Pita suara, dua pita jaringan elastik yang melintang di pintu

2
masuk laring, dapat diregangkan dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring.
Sewaktu udara dilewatkan melalui pita suara yang kencang, lipatan tersebut bergetar untuk
menghasilkan berbagai suara ketika bicara. Bibir, lidah, dan palatum mole memodifikasi
suara menjadi pola suara yang dapat dikenali. Sewaktu menelan, pita suara melaksanakan
fungsi yang tidak berkaitan dengan bicara; keduanya saling mendekat untuk menutup pintu
masuk ke trakea.
1,2

Di belakang laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri,
yang masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Di dalam masing-masing paru, bronkus
terus bercabang-cabang menjadi saluran napas yang semakin sempit, pendek, dan banyak.
seperti percabangan sebuah pohon. Cabang-cabang yang lebih kecil dikenal sebagai
bronkiolus. Di ujung bronkiolus terminal berkelompok alveolus, kantung-kantung udara
halus tempat pertukaran gas antara udara dan darah. Agar aliran udara dapat masuk dan
keluar bagian paru tempat pertukaran berlangsung, kontinum saluran napas penghantar dari
pintu masuk melalui bronkiolus terminal hingga alveolus harus tetap terbuka. Trakea dan
bronkus besar adalah tabung yang cukup kaku tak berotot yang dikelilingi oleh serangkaian
cincin tulang rawan yang mencegah saluran ini menyempit. Bronkiolus yang lebih kecil tidak
memiliki tulang rawan untuk menjaganya tetap terbuka. Dinding saluran ini mengandung otot
polos yang disaraf oleh sistem saraf otonom dan peka terhadap hormon dan bahan kimia lokal
tertentu. Faktor-faktor ini mengatur jumlah udara yang mengalir dari atmosfer ke setiap
kelompok alveolus, dengan mengubah derajat kontraksi otot polos sehingga mengubah
kaliber saluran napas bronkiolus terminal.
2,3


Gambar 1. Makroskopik Alat Pernapasan Manusia.
Struktur Mikroskopik Alat Pernapasan
Bagian konduksi dari sistem pernapasan dilapisi oleh epitel respirasi jenis bertingkat
silindris bersilia dan bersel goblet. Selain menghantar udara ke jaringan paru, bagian ini

3
memiliki fungsi lain. Saluran ini menyaring materi renik dalam udara inspirasi (rambut dalam
cuping hidung, mukus, dan sel bersilia), membasahi atau melembabkan udara inspirasi
(sekresi serosa) dan menghangatkan atau mendinginkannya, bergantung pada suhu ambien
(leksus vaskular dalam dinding). Penting untuk menjaga terbukanya jalan udara, yaitu bahwa
jalan napas tidak kolaps, dan kekakuan ini terjadi oleh adanya tulang rawan dalam
dindingnya. Variasi garis tengah dari jalan napas ini teradi dengan berkontraksinya otot
polos, yang juga terdapat dalam dindingnya. Lubang hidung dilapisi epidermis dengan
rambut kasar dan kelenjar sebasea. Kemudian ada zona peralihan sempit yang dilapisi epitel
berlapis gepeng. Rongga hidung dilapisi epitel respirasi, dengan silia yang bergetar ke
posterior ke arah nasofarings. Di luarnya rongga ini ditunjang oleh tulang dan tulang rawan,
yang menonjolkan tiga konka (concha nasalis) ke dalam rongga itu. Pada atap rongga hidung
terdapat mukosa olfaktoris, yaitu reseptor untuk pembauan. Sinus paranasalis berhubungan
dengan rongga hidung. Sinus ini adalah rongga-rongga tulang dalam tulang maksila, frontal,
etmoid, dan sfenoid, dan rongga ini pun dilapisi epitel respirasi dan mengandung udara.
Pada muara larings terdapat epiglotis. Bangunan ini mempunyai pusat tulang rawan
elastis yang ditutupi oleh membran mukosa dengan epitel berlapis gepeng pada aspek atasnya
dan epitel respirasi aspek bawahnya. Larings mengandung kelenjar campur mukosa dan
serosa. Larings sendiri dilapisi epitel respirasi, kecuali pada pita suara, yang dilapisi epitel
berlapis gepeng. Beberapa tulang rawan hialin menunjang dinding, dan larings berfungsi
terutama dalam fonasi.
Trakea ditunjang oleh sekitar 20 keping tulang rawan berbentuk tapal kuda yang
saling menumpuk, dihubungkan oleh jaringan ikat, dan bagian posteriornya bebas tulang
rawan. Di tempat ini terdapat berkas-berkas polos (muskulus trakealis), tersusun terutama
melintang, yang bila otot berkontraksi akan mengurangi garis tengah traka. Dalam
submukosa trakea terdapat kelenjar campur kecil-kecil, terutama di bagian posterior dan di
antara cincin- cincin tulang rawan. Mukosa dilapisi epitel respirasi dan disini silia bergetar ke
atas ke arah nasofarings. Di dalam jaringan ikat trakea, seperti saluran napas lainnya, terdapat
banyak serat-serat elastin.
Struktur bronkus ekstra pulmoner sangat mirip trakca. tetapi bronkus di dalam paru
berbeda dari yang ada di luar dalam beberapa hal. Di dalam paru tulang rawan dalam
dindingnya adalah dalam bentuk cincin utuh, meskipun cincin ini berbentuk tidak teratur.
Pada batas mukosa dan submukosa, yang pada traka dan bronkus ekstrapulmoner banyak
mengandung serat-serat elastin, pada bronkus intrapulmoner selain jaringan elastis, terdapat
pula serat-serat otot polos yang berpilin mengitari bronkus. Serat- serat ini berpengaruh pada
garis tengah lumennya. Bronkus dalam paru bercabang membentuk bronkiolus. Meskipun
tidak ada peralihan mendadak antara bronkus kecil dan bronkiolus, sebuah bronkiolus adalah
saluran konduksi bergaris tengah 1 mm atau kurang, ditunjang oleh sedikit sekali jaringan
ikat dan dikelilingi jaringan paru. Tidak ada tulang rawan, kelenjar dan jaringan limf tetapi
lamina propria mengandung banyak berkas otot polos dan serat elastin. Pada bronkiolus
besar, epitel pelapisnya ialah silindris bersilia dengan beberapa sel goblet. Pada bronkiolus
lebih kecil, epitel pelapisnya ialah silindris rendah atau kuboid bersilia. Sel goblet
menghilang di sini. Tersebar di sana sini dalam epitel bronkioli terdapat sel-sel silindris silia,
dengan apeks yang menonjol ke dalam lumen. Sel ini adalah sel sekresi (Clara) yang

4
menambah sekret bronkiolus an dapat menghasilkan sejumlah surfaktan. Pada bronkiolus
terkecil atau bronkiolus terminalis, epitel ini menampakkan bercak-bercak sel bersilia di
antara sel-sel kuboid tanpa silia.
Bronkiolus terminal berlanjut sebagai bronkiolus respiratorius, disebut demikian
karena dindingnya sudah mulai mengandung saku- saku udara, atau alveoli, tempat
berlangsung pertukaran gas. Epitel pelapis bronkiolus respiratorius yang lebih besar ialah
kuboid bersilia, yang menjadi selapis kuboid pada yang lebih kecil, dan berlanjut dengan
selapis gepeng sebagai pelapis alveolus pada muara alveoli. Bagian dinding di luar epitel
dibentuk oleh anyaman berkas otot polos dan jaringan ikat fibro-elastis. Bronkiolus
respiratorius berakhir dengan bercabang menjadi dua atau lebih duktus alveolaris.
Dukus alveolaris adalah tabung berdinding tipis berbentuk kerucut dengan epitel
gepeng sebagai pelapis, dan dengan banyak alveoli dan sakus alveolar (kelompok alveoli)
bermuara padanya. Serat otot polos dengan serat elastin dan beberapa serat kolagen
menunjang epitel ini dan membentuk di antara dan di sekeliling muara alveoli sepanjang
dinding duktus alveolar. Duktus alveolar bermuara ke dalam atria, yang hanya merupakan
vestibulum atau bilik tidak teratur, yang menampung sakus alveolaris dan alveoli. Biasanya
dua atau lebih sakus alveolaris bermuara dalam tiap atrium.
Gambar 2. Mikroskopik Bronkiolus Terminalis, sampai Alveolus.
Sakus alveolaris bersifat multilokular, berupa kumpulan alveoli yang bermuara ke
dalam bilik tengah yang sedikit lebih besar. Di sekitar muara atria, sakus alveolaris, dan
alveoli terdapat jalinan serat-serat retikulin dan elastin. Alveolus berbentuk polihedral atau
heksagonal, berhimpitan, dan dipisahkan oleh septa interalveolaris yang berisikan kapiler
pulmoner. Septa mengandung serat-serat retikulin dan elastin dan sedikit sel di dalam
jaringan ikat yang dibatasi oleh lamina basal sekeliling kapiler darah (dilapisi oleh endotel)
dan terdapat di bawah epitel pelapis alveoli. Epitel alveoli terutama dibentuk oleh sel epitel
permukaan gepeng (sel alveolar atau tipe I), yang demikian tipisnya (hanya 0,2 um) hingga
tidak tampak dengan mikroskop cahaya. Tersebar satu-satu atau dalam kelompok kecil dua-
dua atau tiga-tiga dalam epitel ini terdapat sel alveolar besar (sel septal atau tipe II). Sel-sel
ini kuboid dan dapat menonjol ke dalam rongga alveolus, tetapi biasanya terletak di sudut

5
atau tikungan pada dinding alveolus. Sitoplasma sering tampak bervakuol karena adanya
badan-badan pengandung lipid (sitosom), dan sel ini menghasilkan surfaktan, suatu materi
detergen (terutama in dipalmitoil) yang mengurangi dari tegangan permukaan cairan
alveolus. Pada gilirannya hal ini mengurangi kekuatan diperlukan mengisi alveoli yang
diperlukan untuk mengisi alveoli dan memudahkan pernapasan. Makrofag atau fagosit
alveolar ditemukan dalam interstisium dari septum interalveolaris, bebas dalam rongga
alveolus, dan dalam proses melintasi dinding alveolus masuk dalam rongga alveolus. Seperti
telah disebutkan, pertukaran gas teradi dalam alveoli.
4-6
Struktur Makroskopik dan Mikroskopik Hidung
Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi hidung dan
cavitas nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernapasan, penyaringan debu,
pelembapan udara pernapasan, penampungan sekret dari sinus paranasales dan ductus
nasolacrimalis.
7

Gambar 3. Sel-sel yang Terdapat di Hidung.

Berbentuk piramid; pangkalnya berkesinambungan dan dengan dahi ujung bebasnya
disebut puncak hidung. Ke arah inferior hidung dua memiliki pintu masuk berbentuk bulat
panjang, yakni dua nostril atau nares, yang terpisah oleh septum nasi. Permukaan infero-
lateral hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat. Kearah medial permukaan lateral ini
berlanjut pada dorsum nasi di tengah. Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang
rawan hialin. Rangka bagian tulang terdiri atas os nasale, processus frontalis maxillae dan
bagian nasal ossis frontalis. Rangka tulang rawannya terdiri atas cartilago septi nasi, cartilago
nasi lateralis dan cartilago ala nasi major dan minor, yang bersama-sama dengan tulang di
dekatnya saling dihubungkan. Keterbukaan bagian atas hidung dipertahankan oleh os nasale
dan processus frontalis maxillae dan di bagian bawah oleh tulang-tulang rawannya. Otot yang
melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari M. nasalis dan
M. depressor septi nasi. Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A.
faciais, A. dorsalis nasi cabang A. ophthalmica dan A. infraorbitalis cabang A. maxillars
interna. Pembuluh baliknya menuju v. facialis dan V. ophthalmica. Persarafan otot-otot
hidung oleh N. facialis kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi

6
oleh cabang-cabang infratrochlearis dan nasalis externus N. ophthalmicusN. V1, kulit sisi
lateral hidung dipersaraf oleh cabang infraorbitalis N.maxillaris/N.V2.
1
Gambar 4. Rangka dan Otot Tulang Hidung Luar, Perdarahan dan Persarafannya.
8

Cavitas nasi yang dapat dimasuki lewat nares anteriores berhubungan dengan
nasopharynx melalui kedua choana (nares posteriores). Cavitas nasi dilapisi oleh membran
mukosa, kecuali vestibulum nasi yang dilapisi oleh kulit. Membran mukosa hidung melekat
sangat erat pada periosteum dan perikondrium tulang dan tulang rawan hidung. Membran
mukosa ini bersinambungan dengan membran mukosa yang melapisi nasopharynx di sebelah
posterior, sinus paranasales di sebelah superior dan lateral, dan saccus lacrimalis dan
conjunctiva di sebelah superio. Bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung
termasuk area respiratoria, dan bagian sepertiga superior adalah area olfactoria. Udara yang
melewati area respiratoria dihangatkan dan dilembapkan sebelum memasuki saluran napas
lebih lanjut ke paru-paru. Area respiratoria berisi organum olfactorium perifer, dengan
mendengus udara tersedot ke daerah ini. Batas-batas atap cavitas nasi berbentuk lengkung
dan sempit, kecuali pada ujungnya di sebelah posterior, di sini dapat dibedakan tiga bagian
(frontonasal, etmoidal, dan sfenoidal) yang dinamakan sesuai dengan nama tulang-tulang
pembatasnya. Dasar cavitas nasi yang lebih luas daripada atapnya, dibentuk oleh processus
palatinus maxillae dan lamina horizontalis ossis palatini. Dinding medial cavitas nasi
dibentuk oleh septum nasi. Dinding lateral cavitas nasi berwujud tidak rata karena adanya
tiga tonjolan yang berbentuk seperti gulungan, yakni concha nasalis gamak, conchae nasales).
Concha nasalis superior, concha nasalis media, dan concha nasalis inferior membagi cavitas
nasi menjadi empat lorong: meatus nasalis superior, meatus nasalis medius, meatus nasalis
inferior, dan hiatus semilunaris. Meatus nasalis superior adalah sebuah lorong yang sempit
antara concha nasalis superior dan concha nasalis media dan merupakan tempat bermuaranya
sinus ethmoidalis superior melalui satu atau lebih lubang. Meatus nasalis medis berukuran
lebih panjang dan lebih luas daripada yang atas. Bagian anterosuperior meatus nasalis medius
ini berhubungan dengan sebuah lubang yang berbentuk sebagai corong, yakni mundibulum

7
yang merupakan jalan pengantar ke dalam sinus frontalis. Hubungan dari masing-masing
sinus frontalis ke infundibulum terjadi melalui ductus frontonasalis. Sinus maxillaris juga
bermuara ke dalam meatus nasalis medius. Meatus nasalis inferior adalah sebuah lorong
horisontal yang terletak inferolateral terhadap concha nasalis inferior. Ductus nasolacrimalis
bermuara di bagian anterior meatus nasalis inferior. Hiatus semilunaris adalah sebuah alur
berbentuk setengah lingkaran dan merupakan muara sinus frontalis. Bulla ethmoidalis adalah
sebuah tonjolan yang membulat di sebelah superior hiatus semilunaris, dan baru terlihat
setelah concha alis media disingkirkan. Bulla ethmoidalis ini dibentuk oleh cellulae
ethmoidales tengah yang membentuk sinus ethmoidalis. Di dekat hiatus semilunaris terdapat
lubang sinus anterior.
1
Pendarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui cabang arteria
sphenopalatina, arteria ethmoidalis anterior dan arteria ethmoidalis posterior, arteria palatina
major, arteria labialis superior, dan rami laterales arteriae facialis. Plexus venosus
menyalurkan darah kembali ke dalam vena sphenopalatina, vena facialis, dan vena
ophthalmica. Persarafan bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung terutama terjadi
melalui nervus nasopalatinus, cabang nervus cranialis v2. Bagian anterior dipersarafi oleh
nervus ethmoidalis anterior, cabang nervus nasociliaris yang merupakan cabang nervus
cranialis V. Dinding lateral cavitas nasi memperoleh persarafan melalui rami nasales nervi
maxillaris (nervus cranialis V2), nervus palatinus major, dan nervus ethmoidalis anterior.
7
Mekanisme Pernafasan
Fungsi utama pernafasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi sel sel tubuh dalam
proses metabolik, yang kemudian dihasilkan zat sisa CO
2
yang akan dikeluarkan lagi ke
udara.Proses pernafasan dibagi menjadi dua, yaitu pernapasan seluler dan pernapasan
eksternal.
Pernafasan seluler, metabolisme intra sel yang terjadi di mitokondria termasuk
konsumsi oksigen dan produksi CO
2
selama pengambilan energi dari molekul nutrient.
Pernafasan eksternal, urutan jalan kejadian masuknya udara dari udara luar sampai
ke sel tubuh.Jalan udara sampai ke sel dibagi menjadi dua, yaitu bagian yang mengalami
pertukaran udara dan yang tidak (hanya merupakan saluran ruang rugi). Yang merupakan
ruang rugi adalah dari hidung sampai ke bronkiolus terminalis. Sedangkan yang mengalami
pertukaran udara dengan kapiler darah, dari bronkiolus respiratorius sampai alveolus. Jalan
nafas atau udara dari lingkungan luar sampai terjadi pertukaran udara sampai ditingkat sel
ditentukan oleh tekanan gas yang bersangkutan di tempat tempat yang dilewati. Perjalanan
udara berjalan dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah. Perbedaan tekanan intra
alveolar saat inspirasi sebesar -1 mmHg dari udara luar,sedangkan ekspirasi +1 mmHg.
2

Perjalanan udara: Udara masuk ke hidung faringlaringtrakeaparu kanan
bronkus kecil bronkiolus bronkiolus terminalis bronkiolus respiratorius duktus
alveolaris sakus alveolaris alveolus.
2
Udara masuk ke dalam paru-paru karena adanya tekanan yang lebih rendah akibat
menurunnya otot diafragma.Saat inilah terjadi inspirasi tenang, akibat kontraksi otot
diafragma dan interkostalis eksternus.Sedangkan dalam keadaan istirahat, diafragma
berbentuk kubah yang luas permukaannya 250 cm
2.
Otot diafragma dirangsang oleh n.

8
Phrenicus yang dapat menyebabkan pembesaran rongga dada sekitar 75% oleh
diafragma.Sedangkan untuk inspirasi kuat dibutuhkan otot tambahan
sepertisternocleidomatoideus, pectoralis mayor dan lain lain. Udara yang masuk inikemudian
melewati jalan nafas.Setelah CO
2
sampai ke alveoli, maka terjadilah proses ekspirasi. Proses
ini adalah proses pasif, akibat dari relaksasi otot inspirasi sehingga jaringan paru kembali ke
kedudukan semula sesudah teregang (daya recoil). Akan tetapi, untuk ekspirasi kuat dibantu
oleh otot intercostalis internus dan otot dinding perut (abdomen).
2
Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan
tekanan rendah, yaitu menuruni gradient tekanan.Hubungan tekanan di dalam dan di luar paru
penting dalam ventilasi.Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas
karena berpindah mengikuti gradient tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah
secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan.
Ventilasi dilakukan secara mekanis dengan mengubah secara bergantian arah
gradient tekanan untuk aliran udara antara atmosfer dan alveolus melalui expansi dan recoil
siklik paru. Ketika tekanan intra-alveolus meningkat akibat recoil paru selama ekspirasi,udara
mengalir keluar paru menuju tekanan atmosfr yang lebih rendah.
Kontraksi dan relaksasi bergantian otot-otot inspirasi (terutama diafragma) secara tak
langsung menimbulkan inflasi dan deflasi periodic paru dengan secara siklis mengembangkan
dan mengempiskan rongga thoraks, dengan paru secara pasif mengikuti geraknya.
Paru mengikuti gerakan rongga thoraks berkat daya rekat (kohevitas) cairan
intrapleura dan gradient tekanan transmural terbentuk karena tekanan intrapleura yang
subatmosfer dan karenanya lebih rendah dari pada tekanan intra-alveolus.
Karena energy dibutuhkan untuk kontraksi otot-otot inspirasi, maka inspirasi adalah
proses aktif, tetapi ekspirasi bersifat pasif selama bernapas tenang karena tercapai melalui
recoil elastic paru setelah otot-otot inspirasi melemas, tanpa mengeluarkan energy.
Untuk ekspirasi aktif yang lebih kuat, kontraksi otot-otot ekspirasi (yaitu otot
abdomen) semakin mengurangi ukuran rongga thoraks dan paru, yang meningkatkan gradient
tekanan intra-alveolus terhadap atmosfer.
Semakin besar gradient tekanan antara alveolus dan atmosfer di kedua arah, semakin
besar laju aliran udara, karena udara terus mengalir sampai tekanan intra-alveolus seimbang
dengan tekanan atmosfer.
2
Selain berbanding lurus dengan gradient tekanan, laju aliran udara juga berbanding
terbalik dengan resistensi saluran napas.Karena resistensi saluran napas, yang ebrgantung
pada caliber saluran napas penghantar dan normalnya sangat rendah, maka laju aliran
udaranya biasanya terutama bergantung pada gradient tekanan antara alveolus dan atmosfer.
Paru dapat diregangkan dengan derajat bervariasi selama inspirasi dan kemudian
mengempis kembali ke ukuran prainspirasinya sewaktu ekspirasi karena sifat elastiknya. Sifat
elastis paru bergantung pada anyaman jaringan ikat elastic di dalam paru dan pada interaksi
tegangan permukaan alveolus-surfaktan paru. Tegangan permukaan alveolus, yang
disebabkan oleh gaya tarik antara molekul-molekul air permukaan dalam lapisan cairan yang
membatasi dinding dalam setiap alveolus, cenderung menolak peregangan alveolus saat
inflasi (menurunkan compliance) dan cenderung mengembalikannya ke luas permukaan yang
lebih kecil saat deflasi (meningkatkan rebound paru).Jumlah udara yang masuk dan keluar
paru dalam satu menit, ventilasi paru, sama dengan volume alun napas kali kecepatan

9
napas.Tidak semua udara yang masuk dan keluar tersedia untuk pertukaran O
2
dan CO
2

dengan darah, karena sebagian menempati saluran napas penghantar, yang dikenal sebagai
ruang rugi anatomic. Ventilasi alveolus, volume udara yang dipertukarkan antara atmosfer
dan alveolus dalam satu menit adalah ukuran udara yang benar-benar tersedia untuk
pertukaran gas dengan darah.
2
Ruang Rugi
Tidak semua udara yang dihirup sampai ke tempat pertukaran gas di
alveolus.Sebagian tetap berada di saluran napas penghantar, di mana tidak terjadi pertukaran
gas.Volume saluran napas penghantar pada orang dewasa rerata adalah 150 ml. volume ini
dianggap sebagai ruang rugi anatomic, karena udara di dalam saluran penghantar ini tidak
berguna untuk pertukaran.Ruang rugi anatomic sangat mempengaruhi efisiensi ventilasi paru.
Pada efeknya meskipun 500 ml udara masuk dan keluar setiap kali bernapas namun hanya
350 ml yang benar-benar dipertukarkan antara atmosfer dan alveolus karena 150 ml
menempati ruang rugi anatomic.
2
Pemadanan antara udara dan darah tidak selalau sempurna, karena tidak semua
alveolus mendapat ventilasi udara dan aliran darah yang sama. Setiap alveolus yang
mendapat ventilasi namun tidak ikut serta dalam pertukaran gas dianggap sebagai ruang rugi
alveolus.Pada orang sehat, ruang rugi alveolus cukup kecil dan tidak bermakna, namun ruang
ini dapat bertambah bahkan hingga ke tingkat mematikan pada beberapa jenis penyakit paru.
Keseimbangan Asam Basa
Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hydrogen dalam tubuh.
Kadar normal ion hydrogen arteri adalah 4x10
-8
atau pH= 7,4. Asidosis terjadi apabila kadar
pH darah 7,35 dan alkalosis terjadi apabila kadar pH darah .7,45. Beberapa gangguan
keseimbangan asam basa, yaitu:
a. Asidosis respiratorik, memiliki rasio kurang dari 20/1 berasal dari peningkatan [CO
2
].
b. Alkalosis respiratorik, memiliki rasio lebih dari 20/1 karena berkurangnya [CO
2
].
c. Asidosis metabolik, memiliki rasio kurang dari 20/1 yang berikatan dengan penurunan [HCO
3
-
].
d. Alkalosis metabolik, memiliki rasio lebih dari 20/1 yang berasal dari peningkatan [HCO
3
-
].
Pada pengaturan respiratorik terhadap pH, melibatkan pengubahan ventilasi pulmonar untuk
mengeluarkan CO
2
dan untuk membatasi jumlah asam karbonat yang terbentuk.Pengaturan
respiratorik memerlukan waktu satu sampai tiga menit untuk mulai bekerja dan fungsinya setelah
bufer asam basa yaitu sebagai garis pertahanan kedua terhadap perubahan pH.
Karbondioksida secara terus menerus ditambahkan dalam darah vena akibat metabolisme sel
dan ditranspor ke paru-paru. Saat CO
2
terurai dalam plasma, maka akan terbentuk asam karbonat yang
kemudian akan terurai untuk membentuk ion hidrogen dan ion karbonat.Karbon dioksida
dikeluarkan pada paru-paru sehingga reaksi bergerak ke kiri dan plasma tidak menjadi terlalu
asam.Dalam kondisi normal, produksi karbon dioksida diimbangi dengan pengeluarannya
seperti fungsi sistem pernapasan dalam pengaturan asam-basa.
Jika aktivitas metabolik meningkat karena olahraga, akan terjadi peningkatan tekanan
parsial karbon dioksida arteri (pCO
2
), peningkatan kadar asam karbonat plasma, penurunan
pH plasma(asidosis). Pernapasan disesuaikan untuk mengeluarkan lebih banayk karbon
dioksida.

10
Molekul karbon dioksida berlebih dalam darah berdifusi ke dalam SSP untuk
mencapai kemoreseptor sentral.CO
2
berdifusi ke dalam neuron dan membentuk asam
karbonat yang kemudian terurai untuk melepas ion hidrogen.
Ion hidrogen menstimulasi kemoreseptor sentral dan mengakibatkan peningkatan
frekuensi dan kedalaman ventilasi.Peningkatan frekuensi pengeluaran CO
2
respiratorik
mengurangi asam karbonat dan meningkatkan pH.
Sebaliknya, jika pH plasma meningkat atau alkalosis, frekuensi respiratorik berkurang
untuk mengurangi pengeluaran CO
2
. Kadar CO
2
yang sedikit dalam plasma menyebabkan
reaksi di atas bergerak ke kanan dan menurunkan pH.
2

Keseimbangan Asam-Basa, untuk fungsi optimal dari sel-sel,proses metabolik
mempertahankan keseimbangan yang pas diantara asam dan basa. pH arteri adalah
pengukuran tak langsung terhadap konsentrasi ion hidrogen, misalnya makin besar
konsentrasi, makin asam larutan dan makin rendah pH. Makin rendah konsentrasi, makin
basa larutan dan makin tinggi pH dan mencerminkan keseimbangan antara CO
2
yang diatur
oleh paru-paru, dan bikarbonat (HCO
3
), basa diatur oleh ginjal. CO
2
terlarut dalam larutan
untuk membentuk asam karbonat (H
2
CO
3
), yang merupakan kunci komponen asam dalam
keseimbangan asam-basa.Karena H
2
CO
3
sulit untuk diukur secara langsung dan CO
2
serta
H
2
CO
3
dalam keseimbangan, maka komponen asam ditunjukkan sebagai CO
2
daripada
H
2
CO
3
.
Rasio asam-basa normal adalah 1:20, menunjukkan satu bagian CO
2
(potensial
H
2
CO
3
) terhadap 20 bagian HCO
3
-
.Jika keseimbangan ini berubah, maka terjadi kekacauan
pH. Jika terdapat ekstra asam atau kehilangan basa dan pH < 7,40 maka terjadi asidosis, bila
terdapat ekstra basa atau terjadi kehilangan asam dan pH >7,40 maka terjadi alkalosis.
Mekanisme ini sangat sensitif terhadap perubahan pH yang sangat kecil dan tubuh biasanya
mampu mempertahankan pH tanpa intervensi dari luar, bila tidak mampu pada kadar normal,
sedikitnya dalam batasn yang dapat menopang kelangsungan hidup.
Sistem Buffer merespon hal tersebut.Buffer terdapat pada semua cairan tubuh dan
bekerja dengan segera (dalam 1 detik) setelah terjadi pH abnormal.Buffer ini berkaitan
dengan kelebihan asam atau basa untuk membentuk substansi yang tidak mempengaruhi
pH.Namun demikian efeknya terbatas.
Bikarbonat, buffer yang paling penting. Buffer ini terdapat dalam jumlah yang paling
besar dalam cairan tubuh. Dihasilkan oleh ginjal dan membantu dalam mengsekresi H
+
.
Fosfat, membantu dalam sekresi H
+
dalam tubulus ginjal.
Amonium, setelah kelebihan asam, amonia (NH
3
) dihasilkan oleh sel tubulus ginjal
dan berikatan dengan H
+
dalam tubulus ginjal untuk membentuk amonium NH
4
+
. Proses ini
memungkinkan sekresi H
+
ginjal lebih besar.
Protein, terdapat dalam sel-sel, darah, plasma.Hemoglobin adalah buffer protein yang
paling penting.
Ion-ion hidrogen menimbulkan kerja langsung pada pusat pernapasan di otak.
Asidemia meningkatkan ventilasi alveolar sampai 4-5 kali kadar normal, sedangkan
alkalemia menurunkan ventilasi alveolar sampai 50%-75% dari tingkat normal. Respons

11
terjadi dengan cepat dalam 1-2 menit, selama masa di mana paru-paru mengeluarkan atau
menahan karbon dioksida dalam hubungan langsung pada pH arteri. Meskipun sistem
pernapasan tidak dapat memperbaiki ketidakseimbanagn dengan sempurna, namun efektif
50%-75%.
Fraktur pada Hidung
Fraktur pada hidung umum terjadi karena kerangka hidung yang berupa tulang adalah
tipis. Bilamana cedera terjadi akibat benturan langsung, lamina cribosa ossis ethmoidalis
dapat mengalami fraktur dan septum nasi tergeser menyimpang dari bidang median. Kadang-
kadang penyimpangan ini demikian hebat sehingga septum nasi menyentuh dinding lateral
avitas nasi. Karena keadaan ini mempersukar pernapasan, mungkin perlu dilakukan perbaikan
secara bedah. Meskipun lelehan dari hidung umumnya berhubungan dengan infeksi saluran
pernapasan atas, terjadinya lelehan setelah menderita cedera pada kepala mungkin adalah
CSS. Rinorea CSS terjadi akibat fraktur lamina cribosa, robeknya meninges, dan bocornya
CSS. Membran mukosa hidung membengkak dan meradang (rinitis) pada infeksi saluran
pernapasan atas dan pada beberapa keadaan alergik (demam serbuk sari). Pembengkakan
membran mukosa demikian segera terjadi karena banyaknya pembuluh darah dalam
membran mukosa hidung. Infeksi cavitas nasi dapat meluas ke Fossa cranii anterior melalui
lamina cribosa, Nasopharynx dan jaringan-jaringan lunak retrofaringel, Auris media melalui
tuba auditoria (auditiva), Sinus paranasales, Apparatus lacrimalis dan conjunctiva. Epistaksis
(mimisan) relatif umum teriadi karena luasnya vaskularisasi membran mukosa hidung. Sebab
tersering adalah rudapaksa dan perdarahan berasal dari bagian sepertiga anterior hidung.
Epistaksis yang ringan seringkali terjadi akibat mencungkil-cungkil hidung yang
menyebabkan robeknya vena pada vestibulum nasi. Namun epistaksis juga dapat terjadi
akibat berbagai infeksi dan pertensi. Menyemburnya darah dari hidung terjadi karena
koyaknya arteri-arteri.
7

Kesimpulan
Hidung merupakan salah satu bagian pernapasan eksternal dan penting dalam proses
respirasi atau pernapasan. Hidung juga bisa mengalami perdarahan yang bisa disebabkan
karena adanya fraktur pada bagian tulang hidung dan mengenai arteri yang berada di hidung,
dan keseimbangan asam dan basa juga sangan berpengaruh dalam kerja pernafasan karna jika
asam dan basa tidak seimbang dalam sistem pernafasan maka akan mengalami beberapa
gangguan pada kerja pernafasan.
Daftar Pustaka
1. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. h.1-13.
2. Sherwood L. Fisiologi manusia. 6th ed. Jakarta: EGC, 2011. h.496-547.
3. Guyton AC. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC, 2007. h.495-549.
4. Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. Atlas berwarna histologi. Jakarta: Binarupa Aksara,
2003. h.195-209.
5. Gartner LP, Hiatt JL. Buku ajar berwarna histologi ed 3. Jakarta: Sa.unders; 2013. h.129-
54.
6. Geneser F. Buku teks histologi jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara, 2004. h.202-4.

12
7. Eroschenko VP. Di Fiores atlas of histology with functional correlation 10
th
ed. Jakarta:
Lippincott Williams & Wilkins; 2005. h.203-31.
8. Agur AMR, Moore KL. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002. h.397-401.

Anda mungkin juga menyukai