Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum ke-2

MK. Evaluasi Nilai Gizi

Tanggal Mulai : 15 Oktober 2014


Tanggal Selesai: 15 Oktober 2014

PREPARASI SAMPEL ANALISIS KETERSEDIAAN MINERAL


SECARA IN VITRO
METODE DIALISIS
Oleh:
Kelompok 3 E1
Devieka Rhama D
Dwi Astuti
Sri Lusiawati I
Wittresna Julianty
Syaara Avia B
Tri Oktiana

I14120009
I14120017
I14120022
I14120030
I14120148
I14134009

Asisten Praktikum
Hana Fitria N, M. Sc
Ajeng Agustianty Putri
M Fahmi Arsyada
Koordinator Mata Kuliah
Dr. Rimbawan

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan komponen gizi lainnya adalah karbohidrat. Suatu bahan makanan dikatakan
memiliki nilai gizi karbohidrat yang tinggi apabila dapat diserap dan dimanfaat sebagai sumber
energi bagi sel-sel tubuh. Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan yang terdiri
dari fraksi amilosa dan amilopektin. Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda-beda dalam
pati berbagai bahan makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah
lebih besar, sedangkan sebagian besar pati mengandung antara 15% sampai 30%
amilosa (Almatsier 2004).
Pati adalah homopolimer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan alfa-glikosidik. Enzim
pencernaan yang menghidrolisis pati akan memecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil
untuk diserap oleh sel-sel tubuh. Daya cerna pati ditentukan dengan banyaknya pati yang dapat
dihidrolisis menjadi komponen yang lebih sederhana dalam waktu tertentu (Jacobs & Delcour
1998). Pati dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya bila diinkubasikan dengan enzim, yaitu
sebagai pati cepat dicerna, pati lambat dicerna, dan pati resisten. Pati cepat dicerna yaitu jenis pati
yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi molekul glukosa dalam waktu 20 menit. Pati
lambat dicerna yaitu jenis pati yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi glukosa
setelah dicerna selama 100 menit. Pati resisten merupakan fraksi pati atau produk degradasi pati
yang tidak terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat karena bersifat resisten terhadap
perlakuan hidrolisis oleh enzim alfa-amilase lengkap dan pullulanase secara in vitro
(Prangdimurti 2007).
Daya cerna pati merupakan kemampuan suatu enzim pemecah pati untuk
menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Enzim pemecah pati dapat dibagi menjadi
dua golongan yaitu endo-amilase dan ekso-amilase. Enzim alfa-amilase termasuk kedalam
golongan endo-amilase yang bekerja memutus ikatan didalam molekul amilosa dan
amilopektin. Daya cerna pati dipengaruhi oleh proses pengolahan, interaki antar pengolahan dan
penyimpanan tetapi tidak dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan (Tjokroadikoesoemo 1986).
Selain itu, daya cerna pati dipengaruhi oleh besar atau kecilnya kandungan tanin.
Tepung sagu dan aren merupakan jenis bahan pangan yang mengandung tanin, tanin yang
terkandung didalam sagu dan aren mampu menurunkan daya cerna pati. Daya cerna pati
dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (soluble starch). Pati murni
diasumsikan dapat dicerna dengan sempurna dalam saluran pencernaan. Oleh
karena itu, dalam penentuan daya cerna pati dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
menggunakan enzim atau menggunakan pereaksi (Prangdimurti 2007). Oleh karena itu, sebagai
mahasiswa ilmu gizi perlu menganalisis daya cerna pati dari beberapa jenis bahan pangan.
Tujuan
Praktikum penentuan daya cerna pati secara in vitro bertujuan untuk
mengetahui daya cerna pati dari beberapa jenis bahan pangan dengan
menggunakan enzim.

TINJAUAN PUSTAKA
Pati
Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati merupakan
bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman, berupa
granula dalam kloroplas daun serta dalam amiloplas pada biji dan umbi. Monomer
dari pati adalah glukosa yang (1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang berikatan
dengan ikatan menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen
terhadap sesamanya (Sajilata et al 2006). Pati merupakan zat tepung dari
karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua
komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa
membentuk amilosa dengan 1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah
terbentuk ikatan 1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatandari ikatan
1,6-glukosida (Almatsier 2004).
Daya Cerna Pati
Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat
dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana.
Daya cerna pati dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (soluble
starch). Pati murni diasumsikan dapat dicerna dengan sempurna dalam saluran
pencernaan. Daya cerna pati dipengaruhi oleh komposisi amilosa atau
amilopektin. Sampai saat ini masih terjadi perbedaan pendapat diantara ilmuwan
mengenai kecepatan pencernaan pati, hubungannya dengan kandungan amilosaamilopektin. Sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa amilosa dicerna lebih
lambat dibandingkan dengan amilopektin, karena amilosa merupakan polimer dari
gula sederhana dengan rantai lurus, tidak bercabang. Rantai yang lurus ini
menyusun ikatan amilosa yang solid sehingga tidak mudah tergelatinasi. Oleh
karena itu amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan dengan amilopektin yang
merupakan polimer gula sederhana, bercabang dan struktur terbuka (Miller et al
1992; Foster-Powell et al 2002; Behall & Hallfrisch 2002).
Pati dalam Sampel
Pati murni adalah pati yang hanya terdiri dari komponen (fraksi) utama
pati, yaitu amilosa dan amilopektin. Pati murni dapat dicerna secara sempurna
oleh enzim amylase. Pati sagu merupakan pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi
inti batang sagu (empulur batang). Pati sagu mengandung 27% (w/w) amilosa dan
73% (w/w) amilopektin. Pati jagung mengandung 28% (w/w) amilosa dan 72%
(w/w) amilopektin. Pati jagung berbentuk bulat (polihedral) dan granulanya
berukuran kurang lebih 15 m. Daya cerna pati murni (sebagai kontrol) adalah
100 %, daya cerna pati sagu adalah 97.4%, pati jagung (maizena) 95.8%, tepung
beras adalah 97.9%, tepung terigu 64.8%, dan hunkwe 99.8 %. Ketan merupakan
bahan pangan yang memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi dari beras
sehingga akan lebih sulit dicerna (Ramadhan 2009).

Metode In Vitro
Penentuan daya cerna pati secara in vitro relatif lebih mudah dibandingkan
analisis secara in vivo dimana pada analisis iin vivo pati biasanya sudah diubah
menjadi energi sehingga sulit untuk dianalisis daya cernanya. Prinsip penentuan
daya cerna pati secara in vitro dilakukan dengan memberikan perlakuan tertentu
agar pati dalam bahan pangan terhidrolisis oleh enzim -amilase menjadi unit-unit
yang lebih kecil (gula sederhana). Menurut Winarno (2002) hidrolisis enzim amilase pada amilosa melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu degradasi amilosa
menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Tahap selanjutnya yaitu
pembentukan glukosa dan maltosa sebagai akhir secara tidak acak dan berjalan
lebih lambat.
Fungsi Pereaksi
Menentukan daya cerna pati secara in vitro adalah menggunakan bahanbahan yang mendukung dalam analisis ini. Larutan buffer Na-fosfat 0,1 M pH 7.0
ini adalah sebagai larutan penyangga dan menjaga pH agar tidak berubah
(konstan) (Apriyadi 2009). Enzim amilase untuk membantu proses
pemecahan/hidrolisis pati menjadi maltosa (Winarno 2004) dan diinkubasi lagi
selama 30 menit pada suhu 370C dengan maksud agar sesuai dengan suhu tubuh
manusia dan enzim bisa bekerja secara optimum untuk menghidrolisis pati
menjadi maltosa. Setelah selesai inkubasi, sebanyak 1 ml larutan diambil,
ditempatkan dalam tabung reaksi yang berbeda dan ditambahkan 2 ml perekasi
dinitrosalisilat sebagai indikator pembentukan warna dengan maltosa. DNS akan
dapat berikatan dengan maltosa yang dibebaskan dari hasil hidrolisis pati
membentuk kompleks senyawa berwarna orange merah sehingga memudahkan
saat pembacaan absorbansi (Sajilata dkk. 2006). Kemudian, larutan tersebut
dididihkan selama 10 menit pada suhu 1000C untuk mempercepat reaksi antara
maltosa yang dibebaskan dari hasil hidrolisis pati dengan DNS serta untuk
menghentikan aktivitas enzim yang menghidolisis pati. Adanya fungsi pereaksi
pada perlakuan diatas menyebabkan pati terhidrolisis oleh enzim -amilase
menjadi unit-unit yang lebih kecil (gula sederhana). Semakin tinggi daya cerna
suatu pati berarti semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis dalam waktu
tertentu yang ditunjukkan oleh semakin banyaknya glukosa dan maltosa yang
dihasilkan (Setiawan 2006). Glukosa dan maltosa dapat bereaksi dengan pereaksi
asam dinitrosalisilat sehingga kadar keduanya dapat diukur secara
spektrofotometri.
Aplikasi Daya Cerna Pati Secara In Vitro Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari kita melakukan aktivitas. Untuk melakukan
aktivitas kita memerlukan energi. Energi yang diperlukan kita peroleh dari
makanan yang kita makan. Pada umumnya bahan makanan itu mengandung tiga
kelompok utama senyawa kimia, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak namun
sebagian besar makanan terdiri atas karbohidrat, maka karbohidratlah yang

terutama merupakan sumber energi bagi tubuh (Schmidl dan Labuza 2000). Daya
cerna tubuh manusia terhadap karbohidrat bermacam-macam bergantung pada
sumbernya, yaitu bervariasi antara 90%98% . Aplikasi daya cerna pati secara in
vitro dalam kehidupan sehari-hari yaitu berperan sebagai cadangan energi.
Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati akan bervariasi dalam
produk pangan dimana produk pangan yang memiliki kandungan amilopektin
tinggi akan semakin mudah untuk dicerna (Almatsier 2001). Pati digunakan
sebagai bahan yang digunakan untuk dicerna dan memekatkan makanan cair
seperti sup, dan sebagainya dalam kehidupan sehari-hari.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 15 Oktober 2014
pukul 11.00-13.00 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Evaluasi
Nilai Zat Gizi Lantai 2, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Praktikum penentuan daya cerna pati in vitro menggunakan alat seperti
tabung reaksi, penangas air, pipet mohr, labu takar, neraca analitik,
spektrofotometer, kuvet, gelas piala, dan gegep kayu. Bahan yang digunakan
dalam praktikum ini adalah aquades, tepung sagu, air destilata, buffer, alfaamilase, larutan maltosa, dan larutan dinitrosalisilat.
Prosedur Percobaan
A. Penentuan standar
Praktikum penentuan daya cerna pati in vitro dilakukan dalam beberapa
tahapan. Prosesnya dapat dituliskan sebagai berikut:
Volume larutan maltosa dihitung terlebih dahulu berdasarkan nilai standar

Larutan maltosa dimasukan kedalam labu takar sebanyak 0.75 mL

Larutan maltosa ditera hingga 50 mL

Larutan maltosa dipipetkan kedalam tabung reaksi sebanyak 1 mL

Larutan maltosa ditambahkan larutan dinitrosalisilat sebanyak 2 mL

Larutan dipanaskan pada suhu 100 C selama 10 menit

X
X

Larutan didinginkan
Larutan ditambahkan air aquades sebanyak 10 mL

Larutan dihomogen

Larutan siap dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm


Gambar 1 Prosedur penentuan standar
B. Analisis sampel
Sampel tepung sagu ditimbang sebanyak 0.25 g

Sampel ditambahkan air aquades sebanyak 12.5 mL

Sampel dipanaskan dalam penangas air pada suhu 90 C selama 30 menit

Sampel didinginkan

Tabung reaksi disiapkan sebanyak 2 buah dengan diberi label A dan B

Tabung reaksi A dan B dimasukan suspensi tepung sagu sebanyak 1 mL

Tabung reaksi A dan B ditambahkan air destilata sebanyak 1.5 mL dan buffer
sebanyak 2.5 mL

Tabung reaksi A dan B diinkubasi pada suhu 37 C selama 15 menit

Tabung reaksi A ditambahkan buffer sebanyak 2.5 mL, sedangkan tabung reaksi B
ditambahkan larutan alfa-amilase sebanyak 2.5 mL

Tabung reaksi A dan B diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit

Tabung reaksi disiapkan sebanyak 2 buah dengan diberi label A2 dan B2

Tabung reaksi A2 dan B2 ditambahkan larutan dinitrosalisilat sebanyak 2 mL

Tabung reaksi A2 dan B2 dipanskan pada suhu 100 C selama 10 menit

Tabung reaksi A2 dan B2 didinginkan

Tabung reaksi A2 dan B2 ditambahkan air aquades sebanyak 10 mL

Tabung reaksi A2 dan B2 dihomogen


Tabung reaksi A2 dan B2 siap dibaca absorpsi pada panjang gelombang 520 nm
Gambar 2 Prosedur penentuan daya cerna pada sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pati adalah sumber karbohidrat utama yang berada dalam bahan pangan.
Pati tersusun dari monomer glukosa dengan ikatan (1-4) glikosidik. Pati terdiri
dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin. Komposisi amilosa dan
amilopektin pada pati berbeda-beda dalam setiap bahan pangan. Amilopektin pada
umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar, sedangkan sebagian besar pati
mengandung antara 15% dan 30% amilosa (Almatsier 2004).
Setiap jenis pati memiliki daya cerna yang berbeda-beda tergantung
komposisi amilosa dan amilopektin dalam bahan pangan. Daya cerna pati
merupakan tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim
pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana dan dihitung sebagai
persentase relatif terhadap pati murni (soluble starch). Penentuan daya cerna pati
dalam sampel dapat dianalisis secara in vitro. Prinsip penentuan daya cerna pati
secara in vitro dilakukan dengan memberikan perlakuan tertentu agar pati dalam
bahan pangan terhidrolisis oleh enzim -amilase menjadi unit-unit yang lebih
kecil (gula sederhana). Unit-unit kecil tersebut terdiri dari glukosa dan maltose
yang dapat diukur secara spektrofotometri setelah penambahan asam
dinitrosalisilat.
Sampel yang digunakan dalam penentuan daya cerna pati dalam bahan
pangan terdiri dari 6 jenis, yaitu ketan putih, tepung hunkue, tepung sagu, tepung
beras, tepung terigu, dan pati murni. Standar dibuat menggunakan maltose dengan
konsentrasi yang berbeda. Berdasarkan hasil yang didapat dari pengukuran
spektrofotometer, didapat 6 nilai absorbansi yang kemudian diubah menjadi
bentuk persamaan y=0.6975x + 0.1913. Persamaan ini kemudian digunakan untuk
menghitung kadar pati dalam sampel. Selanjutnya diolah dengan menggunakan
rumus untuk menentukan daya cerna pati. Berdasarkan perhitungan, didapat hasil
daya cerna pati setiap sampelsebagaiberikut.
Tabel 1 Daya Cerna Sampel Uji
Sampel
Daya Cerna (%)
Ketan Putih
26.897
Hunkwe
98.621
Sagu
21.724
Beras
232.069
Terigu
118.966
PatiMurni
100.00
Daya cerna pati pada beberapa sampel lebih rendah dari pati murni, namun
beberapa lainnya lebih tinggi dibanding pati murni. Daya cerna pati didapat dari
perbandingan antara kadar sampel dengan kadar pati murni dikali 100 persen. Pati
murni merupakan pati yang hanya terdiri dari 2 komponen (fraksi) utama pati,
yaitu amilosa dan amilopektin. Pati murni dapat dicerna secara sempurna oleh
enzim amilase, sehingga memiliki daya cerna 100%.

Berdasarkan tingkat kecernaannya, pati dapat diklasifikasikan menjadi tiga


golongan. Golongan pati yang dapat dicerna secara cepat (rapidly digestible
starch atauRDS), pati yang dicerna secara lambat (slowly digestible starch
atauSDS) dan pati resisten (resistant starch atauRS). RDS merupakan fraksi pati
yang menyebabkan terjadinya kenaikan glukosa darah setelah makanan masuk ke
dalam saluran pencernaan. SDS adalah fraksi pati yang dicerna secara sempurna
dalam usus halus dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan RDS.
RS merupakan bagian pati yang tidak dapat dicerna oleh usus halus, namun dapat
difermentasi di dalam usus besar (Ramadhan 2009).
Sampel ketan putih memiliki memiliki daya cerna pati 26.897%. Ketan
merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi
dari beras sehingga akan lebih sulit dicerna. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ketan putih termasuk kedalam klasifikasi pati lambat dicerna (slowly
digestible starch atau SDS). Sementara itu, tepung hunkwe hasil percobaan
memiliki daya cerna pati sebesar 98.621%. Menurut Ramadhan (2009), hunkwe
memiliki daya cerna 99.8%. Hasil yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan
literatur. Tepung hunkwe termasuk kedalam kategori pati cepat dicerna, karena
memiliki persen daya cerna yang mendekati pati murni. Sampel ketiga adalah
tepung sagu. Tepung sagu mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Daya
cerna sagu pada percobaan ini adalah 21.724%. Sagu memiliki daya cerna yang
relative rendah. Hal ini dapat disebabkan adanya tanin dalam sagu yang
merupakan senyawa yang dapat mencegah hidrolisis pati (senyawa antihidrolisis),
sehingga menurunkan daya cerna pati. Daya cerna pati murni (sebagai kontrol)
mempunyai daya cerna sebesar 100 %, daya cerna pati sagu adalah 97.4 %, pati
jagung (maizena) 95.8%, tepung beras adalah 97.9%, tepung terigu 64.8%
(Ramadhan 2009). Pati yang memiliki daya cerna rendah (sulit dicerna) dapat
berfungsi seperti serat pangan. Pati ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan
terapeutik, misalnya untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah dan
membantu mengendalikan berat badan (Rohajatien 2010).
Pati resisten banyak dikonsumsi karena nilai fungsionalnya. Hidrolisis pati
resisten oleh enzim pencernaan umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama
sehingga proses produksi glukosa menjadi lebih lambat. Hal ini selanjutnya
berkorelasi dengan respons plasma glisemik. Secara tidak langsung, pati resisten
mempunyai nilai fungsional bagi penderita diabetes (Herawati 2011).
Berdasarkan karakteristiknya bahan pangan yang memiliki amilosa tinggi
memiliki aktivitas hipoglikemik lebih tinggi jika dibandingkan dengan pangan
yang mengandung amilopektin tinggi. Amilosa mempunyai rantai linier dan hanya
dapat dihidrolisis oleh satu enzim yaitu -amilase, sedangkan pada amilopektin
mempunyai rantai bercabang, dan yang dihidrolisis hanya bagian luarnya saja oleh
-amilase, lalu dilanjutkan dengan (1-6) glikosidase. Sebagian besar ilmuwan
berpendapat bahwa amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan dengan
amilopektin (Miller et al. 1992; Foster-Powell et al. 2002; Behall & Hallfrisch
2002), karena amilosa merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai
lurus, tidak bercabang.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Daya cerna pati merupakan kemampuan suatu enzim pencernaan pemecah
pati untuk menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana.
Berdasarkan hasil praktikum penentuan daya cerna pati secara in vitro dapat
disimpulkan bahwa daya cerna tepung beras, tepung terigu, lebih tinggi daripada
standar daya cerna pati murni, sedangkan daya cerna pati pada tepung ketan putih,
hunkwe dan sagu lebih rendah daripada daya cerna pati murni.
Saran
Disarankan untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya praktikan membuat
sendiri suspensi tepung pati atau paling tidak ada perwakilan dari masing-masing
kelompok yang melihat cara pembuatan suspensi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka.
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Apriyadi, MS. 2009. Modifikasi Pati Garut (Marantha arundinacea L.) dengan
Perlakuan Hidrolisis Asam dan Siklus Pemanasan-Pendinginan untuk
Menghasilkan Pati Resisten Tipe 3. [Skripsi]. Bogor (ID): Fateta, Institut
Pertanian Bogor.
Behall, K.M. and J. Hallfrisch. 2002. Plasma glucoce and insulin reduction after
consumption of bread varying in amylose content. Eur J Clin Nutr. Vol 56
(9):913-920.
Bender D.A. dan Mayes P.A. 2003. Nutrition, Digestion, and Absorption. dalam
Harpers Ilustrated Biochemistry. New York: Mc Graw-Hill Inc.
Foster-Powell, .KF., S.H.A. Holt, and J.C.B. Miller. 2002. International Table of
Glycemic Index and Glycemic Load Values: 2002. Am J Clin Nutr. Vol 76:
5-56
Helferich W, Winter CK. 2001. Food Toxicology. Boca Raton: CRC Press.
Herawati H. 2011. Potensi pengembangan produk pati tahan cerna sebagai pangan
fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 30 (1): 1-9.

Jacobs H dan JA Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch


withretention of the granular structure: Review.J.Agric.Food Chem. Vol
46(8):2895-2905.
Miller JB, E. Pang dan L. Bramall. 1992. Rice: a high or low glycemic index
food? Am J Clin Nutr. Vol 56: 1034-1036.
Prangdimurti E, NS Palupi, FR Zakaria. 2007. Modul E-Learning ENBP.
Bogor(ID): Depatemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ramdhan K. 2009. Aplikasi pati sagu termodifikasi heat moisture treatment untuk
pembuatan bihun instan [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rohajatien U. 2010. Studi tentang pemrosesan tepung sorgum terfosforilasi dan
aplikasinya pada berbagai adonan pati. Jurnal Teknologi dan Kejuruan.
Vol 33 (1):93-106.
Sajilata MG, SS Rekha dan RK Puspha. 2006. Resistant starch-a review. J.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, Vol 5 (2):8596.
Schmidl MK, Labuza TP. 2000. Essentials of Functional Foods. Maryland: Aspen
Publ.
Setiawan, WM. 2006. Produksi Hidrolisat Pati dan Serat Pangan dari Singkong
melalui Hidrolisis dengan -Amilase dan Asam Klorida [Skripsi]. Bogor
(ID): Fateta, Institut Pertanian Bogor.
Tjokroadikoesoemo S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama
Winarno F. 2004. Kimia pangan dan gizi. Jakarta (ID) : gramedia.

LAMPIRAN
Tabel 2 Absorbansi standar
Standar (mg/ml)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6

mL
0
0.25
0.50
0.75
1
1.25
1.5

Absorbansi
0.217
0.271
0.276
0.425
0.432
0.559
0.624

Grafik Absorbansi Standar


0.8
0.6
bsorbansi

f(x) = 0.7x + 0.19


R = 0.96
0.4
absorbansi

Linear (absorbansi)

0.2
0
0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

Standar (mg/ml)

Gambar 1 Grafik absorbansi standar

Tabel 3 Absorbansi dan kadar pada sampel


Sampel
KetanPutih
Hunkwe
Sagu
Beras
Terigu
PatiMurni

Absorbansi
A
B
0.472
0.55
0.542
0.828
0.522
0.585
0.251
0.924
0.543
0.888
0.257
0.547

Kadar (mg)
A
B
37.728
48.212
47.137
85.578
44.449
52.917
8.024
98.481
47.272
93.642
8.831
47.809

ContohPerhitungan
Menghitung Kadar Sampel
Sampel Sagu
y-b
x=
fp
a

( )

x=

12.5 7.5

( y-0.1913
)
0.6975
1
1

x=

12.5 7.5

( 0.585-0.1913
)
0.6975
1
1

x=52.917 mg

Menghitung Daya Cerna


Daya Cerna Pati (Ketan Putih)
Kadar Sampel ( mg ) -Kadar blanko Sampel (mg)
DC=
100%
Kadar Pati Murni (mg)-K a d q r blanko Pati Murni (mg)

DC=

- 44.449
100%=2 1.7 24 %
( 52.917
47.809-8.831 )

Tabel Pembagian Kerja


No.

Nama

NIM

1.

Sri Lusiawati
Indriani

I14120022

2.

Wittresna Julianty

I14120030

3.

Devieka Rhama
Dhanny

I14120009

4.

Syara Avia
Bilqisthy

I14120148

5.

Dwi Astuti

I14120017

Tri Oktiana

I14134009

Pembagian Kerja
Pendahuluan,
metodologi.
Tinjauan pustaka (Pati,
Daya Cerna Pati, Pati
dalam Sampel, Metode
In Vitro)
Tinjauan pustaka
(Fungsi Pereaksi,
aplikasi praktikum
dalam ilmu gizi)
Hasil dan pembahasan,
Hasil dan pembahasan,
lampiran.
Kesimpulan dan saran,
finishing.

Tanda
Tangan

Anda mungkin juga menyukai