Anda di halaman 1dari 4

http://www.amikom.ac.id/research/index.

php/SSI/article/view/6064/4416

http://amikom.ac.id/research/index.php/SSI/article/view/6491/3904

http://amikom.ac.id/research/index.php/DMI/article/view/5826/3876

http://danistyakalokaputra.blogspot.co.id/2007/12/hak-asasi-manusia.html

Hak Asasi Manusia: hak-hak yang melekat ada diri segenap manusia sehingga mereka diakui
kemanusiaannya tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik,
bangsa, status sosial, kekayaan, dan kelahirannya.
Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai isu global berarti menyataan bahwa HAM dipandang
sebagai suatu persoalan nilai yang kontroversial oleh sejumlah penting aktor-aktor internasional
dan transnasional yang percaya bahwa tindakan politik atau kebijakan politik pada tingkat
global diperlukan demi menghasilkan pemecahan atau solusi yang adil. Dengan kata lain, secara
politis HAM telah menjadi isu yang menonjol dalam politik internasional.
Membicarakan HAM berarti juga membicarakan berbagai kemungkinan dan perdebatan
mengenai interpretasi dan realisasi dari HAM itu sendiri, termasuk kontroversi mengenai
pendefinisian yang berbeda tergantung konteks historis, kultural, ekonomi, dan politisnya.
Persoalan nilai HAM itu sendiri tergantung pendefinisian oleh aktor-aktor yang terkait
dengan HAM itu sendiri yang membuat HAM menjadi isu global:
Negara: menjadi aktor utama internasional sejak abad ke-17 yang mengajukan teori kedaulatan
nasional demi melegitimasi dominasi mereka.

Organisasi-organisasi internasional antar-pemerintah yang berwujud dengan PBB, badanbadannya, organisasi regional, dan persekutuan.
Organisasi non-pemerintah yang bergerak secara transnasional, memainkan peran menggunakan
revolusi komunikasi efektif, bekerja dengan cara memasukkan opini ke dalam masyarakat
internasional, dan sering berfungsi sebagai instrumen untuk mengungkapkan tuntutan bagi
diadakannya perubahan.
Tuntutan bagi perubahan merupakan proses awal terselenggaranya perubahan, dimana
masalah itu dimasukkan ke dalam agenda politik dan kemudian mengusahakan pemecahan.
Pertengahan tahun 1980-an ditemukan cara yang efektif, yaitu saksi ekonomi, politik, dan
kultural.
Negara menempati posisi unik dalam masalah HAM ini karena di satu sisi negara
merupakan salah satu pelanggar HAM utama, di lain pihak entitas ini merupakan salah satu
pelindung yang utama. Terkadang beban pemerintah suatu negara dalam menghadapi
permasalahan HAM sendiri sangat besar, dan terkadang bagaikan menghadapi buah simalakama,
sehingga di sini peran dunia internasional amat diperlukan dalam memecahkan masalah ini.
Diperlukan klarifikasi proses pembuatan kebijakan politik, baik nasional atau
internasional. Walaupun berbeda, kebijakan ini ada kemiripan:
1. Hukum mendapatkan pengakuan dan dipraktekkan.
2. Proses pembuatan kebijakan selalu berhubungan dengan politik.
Dengan melihat hal ini, tidak tepat jika HAM dianggap sebagai hal idealis semata. Perlu
diamati kepentingan-kepentingan aktor yang saling bertentangan, dengan pilihan nilai dan
interpretasinya terhadap konsekuensi pilihan kebijakan itu terhadap masa depannya masingmasing. Kemudian tidak ada sama sekali isu penting, termasuk HAM yang tidak

dipertimbangkan pilihan-pilihan kebijakan masa depannya, akibat-akibatnya, dan tidak mungkin


tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, karena dunia sekarang telah berada dalam keterikatan
yang unik yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, timbul suatu gerakan dalam masyarakat dunia yang
berpendapat mereka berkepentingan mengenai perlindungan dan pelaksanaan HAM, yang wujud
pertamanya adalah Declaration of Human Right yang disahkan oleh PBB pada tahun 1948.
Sebenarnya pula, sebelum terjadi Perang Dunia II, banyak terdapat penentangan terhadap
pelanggaran HAM yang berakhir dengan masuknya pengakuan tentang pentingnya HAM dalam
Piagam PBB, hanya saja kemudian tidak dapat dibayangkan pada masa awal berdirinya PBB,
PBB mampu menangani masalah HAM secara riil, namun karena masuknya HAM sebagai salah
satu agenda PBB merupakan sebuah prestasi tersendiri mengingat masa itu adalah masa dimana
awal dari ketegangan Perang Dingin Amerika Serikat-Uni Soviet, heterogenitas ideologi, dan
ketegangan antara Utara-Selatan.
Berkembang pesatnya the human right laws tidak juga terlepas dari berbagai keberhasilan
yang dicapai oleh organisasi-organisasi PBB seperti ILO, UNESCO, UNHCR, atau organisasi
regional seperti Council of Europe (yang berhasil mencegah munculnya fasis), OAS, OAU, Liga
Arab, dan Law-Asia Conference.
Walaupun begitu banyaknya produk hukum dan gerakan-gerakan pendukung HAM
internasional, penerapannya sebenarnya masih memerlukan perjuangan panjang.
Secara konvensional, ada dua konsep mengenai hak yang ditempatkan dalam hal yang
berbeda, yaitu padangan dari tradisi Barat (liberalis) yang sangat mengutamakan hak
individualistik, dan pandangan sosialis yang mengetengahkan perjuangan kelas. Kemudian

masih ada Hak Generasi Ketiga yang memandang bahwa HAM merupakan hak solidaritas,
dimana HAM patut dimiliki dan dinikmati oleh semua orang.
Beragam pandangan mengenai pengertian dan konseptualisasi HAM merupakan
penyebab sulitnya penerapan HAM, meskipun banyak spesifikasi hukum internasional telah
disepakati bersama.
Banyaknya pandangan ini kemudian membuat pula beragamnya ancaman terhadap HAM.
Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah upaya militerisme. Kemudian ada pula
perbedaan antara penganut paham liberal, yang menganggap regim totaliter dan sosialis adalah
pelanggar HAM. Bagi dunia ketiga, mereka beranggapan bahwa MNC-lah yang merupakan
pelanggar HAM paling serius.
Pada akhirnya, usaha untuk menciptakan dunia yang lebih baik tentu tidak semudah
membalik telapak tangan. Oleh karena itu diperlukan sebuah skenario untuk mencapainya.
Betapa indahnya dunia jika kemudian setiap manusia mau menghargai dan menghormati hak
asasi sesamanya seperti dia menghormati dirinya sendiri. Hal tersebut akan terjadi atau tidak di
masa mendatang, itu tergantung kepada kita semua apakah kita mau mewujudkannya atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai