Anda di halaman 1dari 6

Kembalinya Curik Bali di Sumber Klampok

Anang Januardi, Hilda Wardhani SN, Merinda Nur IS, Rieza Novrianggita, Saiful Anwar F
Kelompok 4 Eksitu
Pada jaman dahulu burung Curik Bali atau lebih dikenal dengan Jalak Bali mudah
ditemui seperti saat ini kita menemui burung pipit, namun dengan seiring berjalannya waktu
Curik Bali ini semakin sulit untuk ditemui. Semakin berkurangannya jumlah Curik Bali di alam
ini diakibatkan karena banyaknya pencurian yang dilakukan di Taman Nasional Bali Barat.
Semua pencurian yang dilakukan ditujukkan kepada masyarakat Desa Sumber Klampok yang
rata - rata merupakan pendatang di Desa Ini. Padahal sebenarnya masyarakat Desa Sumber
Klampok tidak pernah tertanggakap melakukan pencurian. Dari sinilah timbul inisiatif dari
masyarakat untuk menangkarkan Curik Bali, namun niatan ini masih belum diapresiasi oleh
pihak Taman Nasional Bali Barat. Hingga akhirnya pada tahun 2010 aspirasi masyarakat mulai
direalisasikan mengingat jumlah Curik Bali ini semakin berkurang di alam. Walaupun pada
awalnya sedikit sulit bagi masyarakat untuk memulai penangkaran namun karena ada bantuan
dari pihak Taman Nasional sehingga penangkaran dimasyarakat bisa berjalan.
Pada awalnya masyarakat hanya mendapatkan pinjaman indukan dari ABCB dengan
perjanjian apabila indukan mati maka akan ditukar dengan sapi betina. Awalnya perjanjian ini
dilakukan antara Pak Nana sebagai perwakilan dari pihak Taman Nasional Bali Barat dan kepala
Desa Sumber Klampok sebagai perwakilan dari masyarakat. Di masa awal penangkaran hanya
terdapat 12 penangkar ( Anggota Manuk Jegrik) yang hanya ditangarkan oleh aparat desa saja,
dan pada saat itu masyarakat kesusahan dalam menangkarkan Curik Bali. Hingga pada akhirnya
saat ini perkembangan Curik Bali sudah semakin mudah dan jumlah penangkarnya menjadi
bertambah dan ada sekitar 20 anggota penangkar di Desa Sumber Klampok.
Selama kuang lebih 4 tahun pemantauan perkembangan penangkaran Curik Bali tidak
semuanya berjalan lancar, karena ada beberapa penangkaran yang tidak dapat berkembang.
Waktu itu sekitar tahun 2011 hingga 2013 burung Curik Bali saya tidak produktif.. tutur Pak
Zaeni . Masyarakat Desa Sumber Klampok yang menangkarkan Curik Bali juga berkewajiban
untuk melepas Curik Bali hasil penangkaran ke alam bebas, selama ini data yang didapatkan
sekitar 30 ekor Curik Bali hasil tangkaran ada 13 ekor burung yang dilepaskan kealam bebas,
walaupun masih di sekitaran wilayah pemukiman masyarakat Desa Sumber Klampok.
Perkembangan curik bali dimasyarakat bisa dikatakan sangat berhasil walaupun jumlah curik
bali yang mati lebih banyak daripada yang hidup.
Curik Bali juga sering disebut sebagai simbol kesetian dari masyarakat Desa Sumber
Klampok, karena hidup Curik Bali selalu berpasangan dan tidak akan berpindah kelain pasangan.
Prosesi pemasangan atau perjodohan Curik Bali cukup memakan waktu, adanya proses saling
mengenal antara jantan dan betina layaknya manusia. Saat salah satu pasangan mati jantan atau
pun betina, tidak akan terjadi perkawinan lagi kecuali memang dipasangkan dan proses

pemasangan / perjodohan ini akan lebih lama lagi di bandingkan dengan Curik Bali yang
memang harus dipasangkan karena sudah mencapai masa birahi. Dari jumlah Curik Bali yang
ada di penangkaran di Desa Sumber Klampok semuanya berpasangan. Adapun perawatan yang
menjadi keharusan pada anakan Curik Bali usia 2 bulan yaitu pemberian vaksinasi dan suntik
microchip yang disertai sertifikat BKSDA yang di lakukan dokter yang di datangkan dari
Gianyar. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi perkawinan sedarah dan mengerti indukkan
aslinya. Tak hanya itu saja setiap ekor Curik Bali pada bagain pergelangan kaki diberikan cincin
dengan warna dan kode yang berbeda agar mudah mengetahui perkembangan dan jenis kelamin
burung tersebut.
Dalam ulasan Pak Zaeni sendiri sangat banyak hal yang berbeda jika dilihat dari sisi
penangkaran secara insitu dan eksitu. Penangkaran eksitu yang telah dilakukan oleh Pak Zaeni
dan keponakannya menunjukkan upaya konservasi yang lebih baik. Hasil yang ada menyatakan
Curik Bali dalam penangkaran mengalami masa bertelur hingga menetaskan anakannya selama
13 hari. Untuk mennagkarkan sendiri telur yang menetas usia 10 hari yang diambil untuk
dirawat. Masa kawin Curi Bali dalam penangkaran terbilang cepat, hal tersebut terjadi karena
masyarakat Desa Sumber Klampok yang menangkarkan memberi komposisi pakan yang berbeda
dengan pemberian pakan pada wilayah insitu. Komposisi pakan yang diberikan seperti ulat daun,
cacing, serangga, pisang, sedikit tambahan madu dan semut kroto. Pemberian pakan diberikan
setiap pagi dan sore hari dengan takaran 1 sendok, pakan yang diberikan tidak selalu dengan
menu yang sama namun untuk buah terutama pisang diberikan hampir setiap hari. Jika dilihat
dari komposisi pakannya semut kroto disini sedikit lebih menonjol karena mampu mempercepat
masa birahi Curik Bali. Masa birahi Curik Bali yang sering diamati di penangkaran eksitu ini
terjadi di antara bulan Mei hingga Juli. Curik Bali dalam setahun bisa mengalami 7 kali bertelur
ada pula yang lebih dari itu, pada umur 4 bulan keatas Curik Bali sudah mulai mengalami masa
birahi dan harus segera dipasangkan. Saat 45 hari setelah indukkan bertelur akan bertelur
kembali dan menetaskan anakkannya. Saat masa birahi Curik Bali akan di tempatkan pada
kandang di belakang rumah masyarakat agar tidak terganggu dan stress karena adanya manusia.
Kandang yang dipergunkan memiliki lebar 1,5 meter dengan panjang dan ketinggian yang
disesusaikan atau tergantung selera pembuatnya. Untuk masa produktifitas Curik Bali sendiri 11
tahun masih produktif, namun harus ada pemberian jeda waktu untuk beristirahat. Untuk tandatanda masa birahi Curik Bali akan mengalami kerontokkan bulu dan suaranya menjadi berdeda.
Proses kawin yang telah diamati terjadi ketika mandi dan terbang.
Sekian lama Pak Zaeni dan keponakkan melakukan penangkaran secara eksitu juga
mampu membedakan secara morfologi tanpa melihat cincin yang terpasang, seperti Curik Bali
jantan lebih banyak berkicau, ukuran tubuh lebih besar dan memiliki bentuk paruh lebih pendek
dengan ujung sedikit melengkung, mahkota yang dimiliki lebih lebar dan terlihat, sedangkan
untuk betina ukuran tubuh tidak terlalu besar, bentuk paruh terbilang panjang tanpa adanya
lengkungan di ujung, mahkota yang dimiliki tidak terlalu berkembang. Dari sekian banyak
burung yang ada di Indonesia terutama pulau Jawa dan Bali, Pak Zaeni dan keponakkan

memiliki alasan menangkar Curik Bali karena keunikkannya yang tidak takut air lebih suka saat
dimandikan, Curik Bali termasuk burung yang jail dan suka mencari perhatian, Curik Bali yang
dirawat oleh Pak Zaeni dan keponakkan lebih tenang karena tidak terlalu sensitive dengan
kehadiran manusia, pada beberapa tangkaran yang mampu menirukan suara burung-burung
lainya dan berbicara, jika diamaiti saat malam hari ketika Curik Bali beristirahat salah satu kaki
akan terangkat dan proses tersebut bergantian. Dari kegiatan penangkaran Curik Bali yang di
lakukan di Desa Sumber Klampok ternyata mewujudkan tujuan dan menghasilkan manfaat
secara tidak langsung dari tiga hal penting yaitu ekonomi, pariwisata, dan konservasi. Nilai
ekonomi Curik Bali sangat tinggi mencapai harga 12 juta hingga 17 juta, proses perawatan yang
tidak mudah juga memberi sedikit pemasukkan keuangan bagi pemeliharanya. Dari segi nilai
pariwisata juga mampu memberikan destinasi wisata yang memberikan pengalaman langsung
ntuk berinteraksi dan mengenali lebih dalam tentang Curik Bali. Untuk nilai konservasi sudah
sangat jelas karena sudah rusaknya alam yang ada saat ini dan sudah harus mulai melindungi dan
menjaga spesies yang hampir punah. Dari hal-hal tersebutlah Pak Zaeni dan keponakkan sangat
bersyukur mampu menjaga melestarikan dan menjaga apa yang semestinya di jaga untuk
kehidupan yang lebih baik kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai