PENELITIAN SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN
KEJADIAN ISPA DI DESA PEGANDEKAN, KEC. KEMANGKON,
PURBALINGGA
Nama Kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
Muji Setiani
Resti Sri Wahyuningsih
Slamet Nur Sodri
Lian Ardiyanto
Yeri Budiaji
(131420130330081)
(131420130500098)
(131420130650113)
(131420130210069)
(131420130800128)
OUTLINE PROPOSAL
PENELITIAN SKRIPSI
1. ACUAN OUTLINE
Penelitian Kuantitatif
2. JUDUL PENELITIAN
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA di Desa Pegandekan, Kec.
Kemangkon, Purbalingga
3. LATAR BELAKANG
a. Konsep dasar masalah yang diangkat
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang
pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.
Penderita akan mengalami demam, batuk, dan pilek berulang serta anoreksia. Di bagian
tonsilitis dan otitis media akan memperlihatkan adanya inflamasi pada tonsil atau telinga
tengah dengan jelas. Infeksi akut pada balita akan mengakibatkan berhentinya pernapasan
sementara atau apnea (Meadow, 2005 : 153-154).
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang
parenkim paru (Alsagaf, 2009).
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut para ahli, daya tahan
tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya
belum kuat. Apabila dalam satu rumah anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih
mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi
lebih cepat. Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan
tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akuta (OMA) dan mastoiditis. Bahkan
dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia (Anonim, 2010).
b. Justifikasi masalah dan lokasi
Rencana penelitian : angka kejadian/besaran masalah yang akan diangkat
ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini
disebabkan masih tingginya angka kematian karena ISPA, terutama pada bayi dan anak
balita. Setiap tahunnya 40%-60% dari kunjungan di Puskesmas ialah penderita penyakit
ISPA. Seluruh kematian balita, proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA ini
mencapai 20-30%. (Purnomo, 2008). Prevalensi ISPA tahun 2007 di Indonesia adalah
25,5% (rentang: 17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi
di atas angka nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala
penyakit. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Angka
ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur 15 - 24
tahun. Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur. antara
laki-laki dan perempuan relatif sama, dan sedikit lebih tinggi di pedesaan. ISPA
cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran per
kapita lebih rendah (Riskerdas, 2007). Angka kejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun
2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia, 2007)
Berdasarkan data dari Kantor Sekertariat Desa Pegandekan, pada tahun 2014 jumlah
penduduk Desa Pegandekan sebanyak 2898 jiwa dengan kepadatan penduduk 992
jiwa/km2. Menurut Profil Kesehatan Desa Saat dilakukan pengobatan dan penjaringan 10
besar penyakit yang dilaksanakan setiap hari mulai jam 08.00 sampai 13.00 WIB, pasien
yang datang ke PKD Pegandekan pada tahun 2014 berjumlah 996 orang dan rata-rata
kunjungan perbulan sebanyak 90 orang dan didapatkan jumlah penderita ISPA pada tahun
2014 sebanyak 329 orang. Angka ini menunjukkan peningkatan dari tahun lalu 2013 yang
hanya berjumlah 285 orang. Angka kejadian ISPA pada bayi umur 0-1 tahun tahun 2014
berjumlah 35 orang.
Melihat tingginya angka kejadian ISPA dan rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif,
maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terjadap
kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Pegandekan, Kecamatan Kemangkon,
Purbalingga. Lokasi penelitian yang dipilih ialah Desa Pegandekan karena ibu-ibu di
wilayah Pegandekan sebagian bekerja mencari nafkah, mengingat data mata pencaharian
Desa Pegandekan adalah Petani, Buruh, PNS (Profil Kesehatan Desa, 2014)
c. Dampak/urgensitas masalah penelitian
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut para ahli, daya tahan
tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya
belum kuat. Apabila dalam satu rumah anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih
mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi
lebih cepat. Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan
tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akuta (OMA) dan mastoiditis. Bahkan
dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia (Anonim, 2010).
d. Hasil penelitian sebelumnya
Dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan bahwa kejadian ISPA lebih besar 4,7 kali
pada anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif setelah dikontrol dengan variable luar
yaitu status imunisasi dasar, status gizi, tingkat pendidikan ibu, status perokok pasif, berat
badan saat lahir dan jenis kelamin. Berarti pula ASI eksklusif berhubungan secara
bermakna dengan kejadian ISPA pada bayi.
4. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan Apakah Ada
Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA di Desa Pegandekan Kec.
Kemangkon Purbalingga?
5. TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum
:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif
dengan Kejadian ISPA di Desa Pegandekan Kec. Kemangkon Purbalingga
b. Tujuan Khusus
:
a) Untuk mendeskripsikan pemberian ASI eskklusif
b) Untuk mengetahui factor resiko ISPA
c) Untuk menganalisa hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA.
cuping hidung). ISPA yang berat jika mengenai jaringan paru-paru dapat
menyebabkan tejadinya pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi
penyebab kematian nomor satu pada balita (Riskesdas, 2013).
b. Etiologi
ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronovirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain.
Etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar untuk diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan immunologi
belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri
sebagai penyebab pneumonia. Penetapan etiologi pneumonia yang dapat
diandalkan adalah biakan dari aspirat paru dan darah. Tetapi pungsi paru
merupakan prosedur yang berisiko dan bertentangan dengan etika jika hanya
dimaksudkan untuk penelitian. Oleh karena itu di Indonesia masih menggunakan
hasil penelitian dari luar negeri.
Pada umumnya tidak ada insidens ISPA akibat virus atau bakteri
pada laki-laki atau perempuan. Akan tetapi, ada yang mengemukakan
bahwa terdapat sedikit perbedaan, yaitu insidens lebih tinggi pada anak
laki-laki usia di atas 6 tahun(Behrman, 1999).
b) Factor Lingkungan
1) Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan
paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi
pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam
rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita
bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih
lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran
tentunya akan lebih tinggi (Rahajoe, 2008).
2) Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke
atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari
ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen
yang optimum bagi pernafasan.
b.) Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan
zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
c.) Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
d.) Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
e.) Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi
tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
f.) Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
nomor
829/MENKES/SK/VII/1999
tentang
persyaratan
kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m2. Dengan
kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan
melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat
meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada (Rahajoe, 2008).
c) Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA
pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di
keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya.
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal
dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan
berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai
masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya
(Anonymous, 2010).
Peran aktif keluarga/masyarakat dalam mengenali ISPA sangat penting
karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam
masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita
semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan
anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan
terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini
pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem
pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat.
Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga
dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab
bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan
berpengaruh pada perjalanan penyakit dari ringan menjadi bertambah berat.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita diantaranya :
1) Pemberian air susu ibu (ASI)
9) Antibodi
Secara elektroforetik, kromatografik dan radio immunoassay terbukti
bahwa ASI terutama kolostrum mengandung imunoglobin yaitu IgA
sekretorik (SigA), IgE, IgM, dan IgG. Dari semua imunoglobulin tersebut
yang terbanyak adalah SigA. Antibodi dalam ASI dapat bertahan dalam
saluran pencernaan bayi karena tahan terhadap asam dan enzim proteolitik
saluran pencernaan dan membuat lapisan pada mukosanya sehingga
mencegah bakteri patogen dan enterovirus masuk kedalam mukosa usus.
Dalam tinja bayi yang mendapat ASI terdapat bakteri E.coli dalam
konsentrasi yang tinggi sehingga jumlah bakteri E.coli dalam tinja bayi
tersebut juga rendah. Di dalam ASI selain antibodi terdapat E.coli juga
pernah dibuktikan adanya antibodi terhadap Salmonella typhi, Shigella,
dan antibodi terhadap virus seperti rotavirus, polio dan campak. Antibodi
terdapat rotavirus tinggi dalam kolostrum yang kemudian turun pada
minggu pertama dan bertahan sampai umur 2 tahun. Dalam ASI juga
didapatkan antigen terhadap Helicobacter jejuni penyabab diare. Kadarnya
dalam kolostum tinggi dan menurun pada usia 1 bulan dan kemudian
menetap selama menyusui (Sunardi, 2008).
10) Imunitas seluler
ASI yang mengandung sel-sel. Sebagian besar (90%) sel tersebut
berupa makrofag yang berfungsi membunuh dan memfagositosis
mikroorganisme, membentuk C3 dan C4, lizozim dan lactoferin. Sisanya
(10%) terdiri dari limfosit B dan T. Angka leukosit pada kolostrum kirakira 5000/ml setara dengan angka leukosit darah tepi tetapi komposisinya
berbeda
dengan
darah
tepi,
karena
hampir
semuanya
berupa
prematur dibanding ASI matur. Perbedaan status gizi pada ibu tidak
mempengaruhi konsentrasi faktor anti infeksi dalam ASI
11) Tidak menimbulkan alergi
Pada bayi baru lahir sistem IgE belum sempurna. Pemberian susu
formula akan merangsang aktivitas sistem ini dan dapat menimbulkan
alergi. ASI tidak menimbulkan efek ini. Pemberian protein asing yang
ditunda sampai umur 6 bulan akan mengurangi kemungkinan alergi
12) Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan
Waktu menyusui kulit bayi akan menempel pada kulit ibu. Kontak
kulit yang dini ini akan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan
bayi kelak. Walaupun seorang ibu dapat memberikan kasih sayang yang
besar dengan memberikan susu formula tetapi menyusui sendiri akan
memberikan efek psikologis yang besar. Dengan foto infra merah,
payudara ibu menyusui lebih hangat dibanding payudara ibu yang tidak
menyusui (Kristiyansari, 2009). Interaksi yang timbul waktu menyusui
antara ibu dan bayi akan menimbulkan rasa aman bagi bayi. Perasaan
aman ini penting untuk menimbulkan dasar kepercayaan pada bayi (basic
sense of trust) yaitu dengan mulai dapat mempercayai orang lain (ibu)
maka akan timbul rasa percaya pada diri sendiri.
13) Mengurangi kejadian karies dentis dan maloklusi
Insiden karies dentis pada bayi yang mendapatkan susu formula jauh
lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI karena kebiasaan menyusui
dengan botol dan dot terutama pada waktu akan tidur menyebabkan gigi
lebih lama kontak dengan sisa susu formula dan menyebabkan asam yang
terbentuk akan merusak gigi. Kecuali itu ada anggapan bahwa kadar
selenium yang tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis. Telah
dibuktikan bahwa salah satu penyebab maloklusi rahang adalah lidah yang
mendorong ke depan akibat menyusu dengan botol dan dot (Sunardi,
2008).
14) Menyebabkan pertumbuhan yang baik
1) Aspek ekonomi
ASI tidak perlu dibeli sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk
membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Kecuali itu,
penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapatkan ASI lebih
jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat (Sunardi, 2008).
2) Aspek psikologis
Kebahagiaan keluarga bertambah karena kelahiran lebih jarang
sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan
bayi dengan keluarga.
3) Aspek kemudahan
Menyusui sangat praktis karena dapat diberikan dimana saja dan kapan
saja. Keluarga tidak repot untuk menyiapkan air masak, botol dan dot yang
harus selalu dibersihkan, orang tidak perlu minta pertolongan orang lain
(Arif, 2009).
d) Bagi Negara
1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi
Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin
status gizi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Beberapa
penelitian epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan
anak dari penyakit infeksi, misalnya diare, otitis media dan infeksi saluran
pernafasan akut bagian bawah (Kristiyansari, 2009).
2) Mengurangi subsidi kesehatan
Subsidi untuk rumah sakit berkurang karena rawat gabung akan
memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi
persalinan dan infeksi nosokomial, serta mengurangi biaya yang
diperlukan untuk perawatan sakit. Anak yang diberi ASI lebih jarang
dirawat di rumah sakit dibanding anak yang mendapat susu formula.
gejala dari gejala ISPA yang ada, Tidak mengalami ISPA, jika hanya memiliki salah satu
gejala dari gejala ISPA yang ada
f. Skala ukur variable
Skala ukur Pemberian ASI Eksklusif
: Nominal
Skala ukur Kejadian ISPA
: Nominal
11. RENCANA ANALISIS YANG DIGUNAKAN
Chi Square : salah satu jenis uji komparatif non parametris yang dilakukan pada 2 variabel,
dimana skala 2 variabel adalah Nominal
12. JURNAL PENELITIAN TERKAIT
1) Infant feeding patterns and risk of acute respiratory infections in Baghdad/Iraq - Shatha
S. Al-Sharbatti, Lubna I. AlJumaa, 2012
2) Acute respiratory infection and malnutrition among children below 5 years of age in Erbil
governorate, Iraq - D.A.K. Chalabi, 2013
3) Acute Diarrhea and Acute Respiratory Infection among Less than 5 Year Old Children: A
Cross-Sectional Study - V Samya1, A Meriton Stanly, 2015
4) Risk factors for hospital admission due to acute lower respiratory tract infection in
Guarani indigenous children in southern Brazil: a population-based case-control study Andrey M. Cardoso1, Carlos E. A. Coimbra Jr.1 and Guilherme L. Werneck, 2013
Resume
No
Topik
1 Infant feeding
Metode
A case-
Sampel
The study
Result
Formula fed infants had a 2.7 times
patterns and
control
included 137
risk of acute
study was
respiratory
carried out
hospitalized in
the Children
duration
Welfare
- Shatha S. between
Teaching
risk
Al-Sharbatti,
Hospital
Additional
infections
in during the
Baghdad/Iraq
Lubna
period
February
I. 1st 2005 -
or
of
breastfeeding
ARI
(CI:
factors
(<3
0.892.23).
that
were
AlJumaa,
May 1st
the period of
2012
2005.
study (a case
definition of
acute lower
respiratory
infection as
positive
given by
history
of
ARIs
in
Control
included
healthy
who
randomly
selected
two
health
care
for
Acute
A case
immunization
A total of 190
respiratory
control
children < 5
infection and
study was
malnutrition
undertaken
were admitted to
among
in Raparin
Raparin hospital
children
teaching
with a diagnosis
below 5 years
hospital,
of ARI over a
of age in Erbil
which is
period of 4
governorate,
the
Iraq - D.A.K.
specialized
November 2006
Chalabi, 2013
paediatric
to 1 March 2007
but
was
no
significant
difference in weight-for-age or in
Erbil city.
A control sample
height-for-age.
of 192
Children.
and
indicators
according
to
There
of
the
was
malnutrition
Gomez
and
Acute Diarrhea
Population
It included all
and
based
Respiratory
cross-
children are
Infection
sectional
residing in the
of
study.
Study area:
was collected
among
Acute
Less
Diarrhea
was
7.6%.
The
Children:
A This study
Cross-Sectional
was done
was
Study
at the
over a period of
Primary
3-month
Health
extending from
2, SD 1.65).
Centre area
November 2012
of Nemam
to January 2012
belonging
by simple
to
random
Poonamall
sampling.
Samya1,
Meriton Stanly,
2015
1.64
episodes
of
diarrhea
e block in
the
Tiruvallur
district,
Tamil
Nadu,
India.
4
Risk factors
for hospital
based
Guarani
admission due
matched
population in the
to acute lower
case
remaining 81
respiratory
control
villages
to
tract infection
study from
included in this
multivariate
in Guarani
May 2007
study was
indigenous
to June
approximately
per
children in
2008 in 81
6000 individuals
southern
Guarani
(20% under 5
Brazil: a
villages.
years of age).
ALRTI
capita
in
the
hierarchical
conditional
household
logistic
income
population-
based case-
control study -
OR:
Andrey M.
Cardoso1,
Carlos E. A.
Coimbra Jr.1
and
Guilherme L.
Werneck,
2013
5.00,
IC95%:
1.8113.86);