Anda di halaman 1dari 31

Analisa Kelayakan

Financial Usaha

1.Break Event Point (BEP)


Break Even point atau BEP adalah
suatu analisis untuk menentukan
dan mencari jumlah barang atau
jasa yang harus dijual kepada
konsumen pada harga tertentu
untuk menutupi biaya-biaya yang
timbul serta mendapatkan
keuntungan / profit.

Dalam menyusun perhitungan BEP, kita perlu


menentukan dulu 3 elemen dari rumus BEP yaitu:
1. Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha,
perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang
tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya
menjual 1 unit atau 2 unit, 5 unit, 100 unit atau tidak
menjual sama sekali.
2. Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang
timbul dari setiap unit penjualan contohnya setiap 1
unit terjual, kita perlu membayar komisi salesman,
biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota
penjualan.
3. Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan
dijual kepada pembeli.

Break Event Point (BEP), dilakukan untuk mengetahui


kapan keuntungan mulai diperoleh. BEP ini dilakukan
dengan dua cara yaitu :
(1) atas dasar nilai jual dalam rupiah dan
(2) atas produksi (unit)

BEP dalam rupiah

BEP dalam Unit

dimana:
FC = Biaya tetap
VC = Biaya tidak tetap/variabel per unit
P = Harga penjualan per Unit
S = Penjualan total

Grafik BEP
Sales
Garis Pendapatan Total

DAERAH
RUGI

TITIK IMPAS
DAERAH LABA
Garis Biaya Total
Garis Biaya Tetap

Kuantitas

Studi Kasus: Hitung BEP dalam unit


dan dalam rupiah!

Diketahui PT. Gear Second memiliki usaha di bidang alat perkakas martil dengan
data sebagai berikut :
Kapasitas produksi yang mampu dipakai 100.000 unit mesin martil; harga jual
persatuan diperkirakan Rp. 5000,- unit; total biaya tetap sebesar Rp. 150.000.000,dan total biaya variabel sebesar Rp.250.000.000,Perincian masing-masing biaya adalah sebagai berikut :
Fixed Cost :
Overhead Pabrik : Rp. 60.000.000,Biaya disribusi :
Rp. 65.000.000,Biaya administrasi : Rp. 25.000.000,Total FC :
Rp.150.000.000,Variable Cost
Biaya bahan :
Rp. 70.000.000,Biaya tenaga kerja : Rp. 85.000.000,Overhead pabrik : Rp. 20.000.000,Biaya distribusi : Rp. 45.000.000,Biaya administrasi : Rp. 30.000.000,Total VC :
Rp.250.000.000,-

Penyelesaian

Keterangan : Jadi perusahaan harus menjual 60.000 Unit perkakas martil agar BEP.

Kemudian, mencari BEP dalam rupiah adalah sebagai berikut :


Kapasitas produksi
100.000 unit
Harga jual per unit
Rp. 5000,Total Penjualan 100.000 unit x Rp 5000,- =Rp. 500.000.000,-

Keterangan : Jadi perusahaan harus mendapatkan omset sebesar Rp. 300.000.000,- agar
terjadi BEP.
Untuk membuktikan kedua hasil tersebut dengan :
BEP = Unit BEP x harga jual unit
BEP = 60.000 unit x Rp.5000 = Rp.300.000.000,-

2.B/C ratio
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio) adalah
ukuran perbandingan antara
pendapatan (Benefit = B) dengan
Total Biaya produksi (Cost = C).
Dalam batasan besaran nilai B/C
dapat diketahui apakah suatu usaha
menguntungkan atau tidak
menguntungkan.

Rumus:
B/C ratio = Jumlah Pendapatan (B) :
Total Biaya Produksi (TC)
Jika B/C ratio > 1 , usaha layak dilaksanakan
Jika B/C ratio < 1 , usaha tidak layak atau
merugi

Contoh kasus
Misalnya suatu proyek pengairan mempunyai umur
ekonomis 30 tahun, investasi awal pada awal tahun
pertama adalah Rp 1 milyar sedang biaya OP Rp 20
juta/tahun, keuntungan proyek adalah Rp 126 juta/tahun.
Bunga bank 5 %, maka :
Biaya tahunan :
Bunga bank 5% Rp 50 juta
Depresiasi 30 tahun Rp 15 juta
OP
Rp 20 juta
Total biaya tahunan Rp 85 juta
Benefit per tahun Rp 126 juta
B/C ratio = 126/85 = 1,48
Seperti pada contoh di atas, capital cost Rp 1 milyar,
annual benefit Rp 126 juta, annual OP Rp 20 juta.

3. Pay Back Period (PBP)


Merupakan suatu periode yang diperlukan
untuk menutup kembali pengeluaran suatu
investasi (capital outlays) dengan
menggunakan aliran kas masuk neto
(proceeds) yang diperoleh.
Layak tidaknya suatu peluang usaha
tergantung berapa lama periode
pengembalian modal, semakin cepat kembali
berarti usaha tersebut semakin
menguntungkan.
Rumus :

Contoh kasus
Suatu usaha membutuhkan investasi (capital
outlays) sebesar Rp. 120.000.000,-. Aliran kas
masuk (proceeds) diperkirakan Rp. 40.000.000 per
tahun selama 6 tahun (sesuai jangka waktu
pengembalian kredit yaitu selama 6 tahun). Berapa
PBP-nya? Usaha tersebut layak atau tidak?

Artinya bahwa dari data diatas, usaha tersebut


kembali modal pada tahun ke 3 sehingga usaha
tersebut layak (PBP < waktu pengembalian kredit)

4. ROI (Return of
Invesment)
Merupakan suatu periode yang diperlukan
untuk menutup kembali pengeluaran suatu
investasi (capital outlays) dengan
menggunakan aliran kas masuk neto
(proceeds) yang diperoleh.
Layak tidaknya suatu peluang usaha
tergantung berapa lama periode
pengembalian modal, semakin cepat kembali
berarti usaha tersebut semakin
menguntungkan.
Rumus :

Contoh ROI
Selama tahun 2009 PT ABC memiliki total harta Rp.
50.000.000,- dan laba usaha yang diperoleh selama
tahun itu Rp. 2.500.000,-. Berapa ROI? Usaha
tersebut layak atau tidak?

Data diatas menunjukkan bahwa ROI : 5% sehingga


usaha ini layak hanya jika bunga (tabungan) bank <
5%, sebaliknya bila > 5% menjadi tidak layak.

INTERNAL RATE OF
RETURN (IRR)

Adalah tingkat pengembalian modal sendiri yang digunakan


untuk usaha.
Berguna untuk :
Mengetahuhi seberapa manfaat dana yang ditanamkan
dalam usaha untuk mendapatkan laba.
Mengetahui seberapa besar pengembalian modal sendiri
jika digunakan untuk melaksanakan usaha.
Makin tinggi IRR makin baik artinya jika IRR lebih tinggi dari
bunga bank, berarti usaha yang dijalankan layak, tetapi bila
lebih rendah, berarti tidak layak.
Rumus :

5. IRR (Internal Rate of


Return)

Adalah tingkat pengembalian modal sendiri yang


digunakan untuk usaha.
Berguna untuk :
Mengetahuhi seberapa manfaat dana yang ditanamkan
dalam usaha untuk mendapatkan laba.
Mengetahui seberapa besar pengembalian modal
sendiri jika digunakan untuk melaksanakan usaha.
Makin tinggi IRR makin baik artinya jika IRR lebih tinggi
dari bunga bank, berarti usaha yang dijalankan layak,
tetapi bila lebih rendah, berarti tidak layak.
Rumus :

Contoh kasus IRR


Awal tahun 2009, Benjo telah menyetor
modal usaha sebesar Rp. 10.000.000,- dan
pada akhir tahun 2009 dari usaha tersebut
mendapat penghasilan / keuntungan
sebesar Rp. 500.000,-. Berapa IRR? Usaha
tersebut layak atau tidak?

Data diatas menunjukkan bahwa IRR : 5%


sehingga usaha ini layak hanya jika bunga
(tabungan) bank < 5%, sebaliknya bila > 5%

6. NPV (Net present value)


Adalah nilai kini bersih.
Berguna untuk : menganalisis aliran dana kas
dan sekaligus dapat mengetahui nilai kini bersih
pada saat itu.
Rumus :
NPV = Aliran Kas Netto - Biaya Investasi.
Suatu usaha dinyatakan layak jika NPV positif
atau NPV > 0, sebaliknya tidak layak jika NPV
negatif atau NPV < 0.

Contoh NPV
Akhir tahun 2009 UD ABC memiliki kas netto :
Rp. 100.000.000,-. Jumlah kewajiban / biaya
investasi Rp. 10.000.000,-. Berapa NPV? Usaha
tersebut layak atau tidak?
NPV = Rp. 100.000.000,- - Rp. 10.000.000,= Rp. 90.000.000,Data diatas menunjukkan bahwa usaha
tersebut layak karena NPV positif atau NPV > 0.

CASH FLOW (ALIRAN


KAS)
Sejumlah uang kas yang keluar dan yang masuk sebagai akibat
dari aktivitas perusahaan dengan kata lain adalah aliran kas
yang terdiri dari aliran masuk dalam perusahaan dan aliran kas
keluar perusahaan serta berapa saldonya setiap periode
Yang mendasari dalam mengatur arus kas adalah memahami
dengan jelas fungsi dana/uang yang kita miliki, kita simpan atau
investasikan. Fungsi tsb. meliputi :
Likuiditas, yaitu dana yang tersedia untuk tujuan memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan dapat dicairkan dalam waktu singkat relatif tanpa ada
pengurangan investasi awal.
Anti inflasi, dana yang disimpan guna menghindari resiko penurunan
pada daya beli di masa datang yang dapat dicairkan dengan relatif
cepat.
Capital growth, dana yang diperuntukkan untuk penambahan/
perkembangan kekayaan dengan jangka waktu relatif panjang..

7. Cash flow (aliran kas)


Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek
dapat di bagi menjadi tiga kelompok yaitu:
Aliran kas awal (Initial Cash Flow) merupakan aliran kas yang
berkaitan dengan pengeluaran untuk kegiatan investasi
misalnya; pembelian tanah, gedung, biaya pendahuluan dsb.
Aliran kas awal dapat dikatakan aliran kas keluar (cash out
flow)
Aliran kas operasional (Operational Cash Flow) merupakan
aliran kas yang berkaitan dengan operasional proyek seperti;
penjualan, biaya umum, dan administrasi. Oleh sebab itu aliran
kas operasional merupakan aliran kas masuk (cash in flow) dan
aliran kas keluar (cash out flow).
Aliran kas akhir (Terminal Cash Flow) merupakan aliran kas
yang berkaitan dengan nilai sisa proyek (nilai residu) seperti
sisa modal kerja, nilai sisa proyek yaitu penjualan peralatan
proyek.

Manfaat
Memberikan seluruh rencana penerimaan kas yang
berhubungan dengan rencana keuangan perusahaan
dan transaksi yang menyebabkan perubahan kas.
Sebagi dasar untuk menaksir kebutuhan dana untuk
masa yang akan datang dan memperkirakan jangka
waktu pengembalian kredit.
Membantu menager untuk mengambil keputusan
kebijakan financial.
Untuk kreditur dapat melihat kemampuan
perusahaan untuk membayar kredit yang diberikan
kepadanya

Contoh Penyusunan Cash


Flow
Berikut ini adalah estimasi
penerimaan dan pengeluaran
perusahaan PT. Usaha Anda yang
bergerak dibidang industri makanan
dalam waktu enam bulan

Contoh Penyusunan Cash


Flow

Contoh Penyusunan Cash


Flow

Contoh Penyusunan Cash


Flow
Asumsi-asumsi :
Saldo kas awal Rp 10,000,000
Saldo kas minimum yang harus dipertahankan
sebesar Rp 10,000,000/bulan
Platfond pinjaman yang diberikan oleh bank
adalah sebesar Rp 50,000,000 dengan bunga 10
% flat jangka waktu 1 tahun, tetapi pencairannya
sesesuaikan dengan kondisi arus kas pada
perusahaan.

Estimasi Penerimaan
Tunai

Asumsi lain :
Setelah menyusun estimasi penerimaan dan
pengeluaran, dapat terlihat bahwa pengeluaran pada
bulan January lebih besar dari penerimaannya, sehingga
perusahaan mengalami deficit sebesar Rp 2,000,000.
untuk menutupi deficit tersebut perusahaan
menggunakan fasilitas pinjaman yang diberikan oleh
bank. Besarnya pinjaman disesuaikan dengan
kebutuhan, dalam hal ini maka untuk menjaga saldo kas
minimum yang harus dipelihara perusahaan maka
perusahaan menggunakan pinjaman dana sebesar Rp
2,000,000 dengan syarat ketentuan diatas. Untuk
melihat apakah perusahaan tersebut fleksibel atau tidak
maka dapat dilihat estimasi cash flow di bawah ini :

Estimasi Cash Flow

Kesimpulan dari contoh kasus


Cash Flow
Dari estimasi tersebut, kas
perusahaan menunjukan hasil yang
surplus dan perusahaan dapat
mengembalikan pinjaman bank sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan
dan pada akhirnya perusahaan
tersebut secara financial dapat
dikatakan flexible.

Anda mungkin juga menyukai