Anda di halaman 1dari 35

CASE DAN REFERAT

CONGESTIVE HEART FAILURE

Pembimbing :
Dr. Bambang Purcahyo, Sp.JP

Penyusun:
Aema Yunita Amir
030.10.010

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 23 NOVEMBER 2015 - 31 JANUARI 2016

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Presentasi Kasus dan
Referat dengan topik Congestive Heart Failure. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di stase Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah
ini, terutama kepada Dr. Bambang Purcahyo, Sp.JP selaku pembimbing dalam
presentasi kasus dan referat ini, para dokter dan staf Ilmu Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Bekasi, serta rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya
masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan
terimakasih yang sebesar besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan
informasi bagi kita semua.

Bekasi, 5 Januari 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu
keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis
penyakit jantung kongenital maupun didapat.
Berdasarkan presentasinya, gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung
akut, gagal jantung kronis (menahun), dan acute on chronic heart failure. Terdapat
beberapa terminologi dari gagal jantung, yaitu gagal jantung sistolik dan gagal
jantung diastolik. Kedua jenis gagal jantung ini terjadi secara tumpang tindih dan
tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto thoraks atau ekokardiografi
(EKG) dan hanya dapat dibedakan dengan eko-Doppler.
Penderita gagal jantung di dunia sekitar 20 juta jiwa. Gagal jantung lebih
sering diderita oleh pasien usia lanjut. Studi Framingham menunjukkan
peningkatan prevalensi gagal jantung, mulai 0,8% untuk orang berusia 50-59
hingga 2,3% untuk orang dengan usia 60-69 tahun. Menurut American Heart
Association pada tahun 2000 sekitar 4,7 juta jiwa penduduk Amerika Serikat (AS)
menderita gagal jantung dan setiap tahunnya diperkirakan terdapat kasus baru
sebanyak 550.000 jiwa. Di Indonesia, prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah
didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 %, dan berdasarkan diagnosis dokter
atau gejala sebesar 0,3 %.

BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS MEDIK
BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUD KOTA BEKASI
I. IDENTITAS
Nama

: Tn. Salim

Umur

: 49 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Bojong menteng RT 002/005, Kec. Rawalumbu

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Status Perkawinan

: Menikah

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Wirausaha

Tanggal masuk RS

: 23 Desember 2015

No. RM

: 08687527

II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan pada tanggal 23 Desember 2015 secara autoanamnesa
A. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
B. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluh batuk disertai dahak berwarna putih, pusing yang
dirasakan seperti berputar, nyeri ulu hati, bengkak pada kaki

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak
nafas dirasakan terus menerus sepanjang hari dan semakin lama semakin
memberat. Sesak nafas dirasakan saat pasien berjalan dan beraktivitas,
membaik saat pasien istirahat. Saat sesak, tidak terdengar suara ngik.
Pada malam hari saat pasien tidur, pasien sering terbangun karena sesak
nafas yang dirasakan oleh pasien. Pasien lebih nyaman tidur dengan
menggunakan dua bantal.
Pasien mengaku nyeri ulu hati yang tidak menjalar sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh bengkak pada kedua
tungkai sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada bagian
tubuh lain yang bengkak. Pasien mengatakan terjadi penurunan berat
badan pasien yakni 5 kg dalam 1 bulan terakhir.
Pasien mengaku batuk disertai dahak berwarna putih sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengaku pusing
berputar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien menyangkal adanya demam sebelumnya, nyeri kepala,
mual, muntah, ataupun diare. Buang air besar dan buang air kecil normal.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang serupa
sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat kencing manis sejak 16 tahun yang lalu,
rajin minum obat metformin dan rutin berobat ke dokter. Pasien juga
memiliki riwayat hipertensi yang diketahui kurang lebih 5 tahun yang
lalu.
Pasien pernah menderita penyakit paru pada tahun 2005, rutin
minum OAT dan sudah dinyatakan sembuh. Riwayat penyakit jantung,
gangguan fungsi ginjal ataupun gangguan fungsi hepar tidak dimiliki

pasien. Riwayat alergi makanan, udara, ataupun obat tidak ada. Riwayat
operasi tidak ada.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung, kencing manis, hiperlipidemi, gangguan
fungsi ginjal dan hepar tidak dimiliki keluarga pasien.
F.

Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku suka mengkonsumsi makanan yang berlemak
seperti makanan yang digoreng. Pasien jarang berolahraga. Pasien
menyangkal

mengkonsumsi

rokok,

minuman

berakohol

ataupun

mengkonsumsi obat-obatan terlarang.


G. Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan bahwa keluhan sesak sudah dirasakan kurang
lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dua minggu sebelum masuk
rumah sakit, pasien sudah berobat ke puskesmas terdekat dari rumah
pasien. Pasien telah diberikan obat oleh dokter puskesmas. Pasien merasa
keluhan membaik namun kambuh lagi sehingga pasien datang berobat ke
Rumah sakit umum daerah kota bekasi.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 23 Desember 2015
1. Keadaan Umum
Kesan sakit
Sikap
Status Gizi
BB
TB
BMI

: Tampak sakit sedang


: Kooperatif
:
: 50 kg
: 160 cm
: 19.53 = Gizi Baik

2. Tanda Vital
Tekanan Darah

: 180/100 mmHg

Nadi
Pernapasan
Suhu
3. Status Generalis
Kesadaran
GCS
Kulit
Kepala
Mata

Telinga
Hidung
Mulut
Bibir

Gigi dan gusi


Lidah

Uvula

Faring
Tonsil
Leher

Paru
Inspeksi

Palpasi

: 100 kali/menit
: 26 x/menit
: 36,70C

: E4M6V5 = 15 ( Compos Mentis )


: Warna sawo matang, tidak ikterik maupun
sianosis
: Bentuk normal, normocephali, rambut
hitam distribusi merata.
: Konjungtiva anemis (+)/(+), sclera ikterik
(-)/(-), pupil bulat isokhor dengan diameter
3mm / 3mm, reflex cahaya (+)/(+), reflex
cahaya tak langsung (+)/(+), oedema
palpebra (-)/(-)
: Normotia, secret (-)/(-), darah (-)/(-)
: Bentuk normal, tidak ada deviasi septum,
darah (-)/(-), pernapasan cuping hidung (-)
:
: bentuk normal, simetris, mukosa warna
merah muda, basah, tidak pucat,
tidak sianosis
: gigi geligi lengkap, oral hygine baik.
: bentuk normal, simetris, tidak ada deviasi,
permukaan tidak kotor, tepi tidak hiperemis
: letak di tengah, tidak tremor, tidak
hiperemis, tidak membesar
: tidak hiperemis
: T1 / T1 tenang
: Pembesaran KGB (-), JVP 5 4 cmH20,
distensi vena jugularis dextra (+),
trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak
teraba
: Bentuk normal, gerakan napas simetris,
tidak ada retraksi sela iga
: Vocal fremitus simteris di kedua lapang
paru

Perkusi
Auskultasi

: Sonor pada kedua lapang paru


: Suara napas vesikuler di kedua lapang
Paru (+)/(+), wheezing (-)/(-), ronchi (+)/(+)
7

Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus cordis teraba di ICS 5 garis
midclavicula sinistra
Perkusi
:
- Batas kanan di ICS III-V garis sternalis kanan
-- Batas kiri di ICS V dua jari lateral dari

garis

midklavikularis kiri
- Pinggang jantung di ICS II garis parasternalis kiri
Auskultasi
: Bunyi jantung I dan II regular,
murmur (-)/(-), gallop (-)/(-)
Abdomen
Inspeksi
: Bentuk normal, tidak ada kelainan kulit
yang bermakna
Auskultasi
: Bising usus (+) 2x/menit

Perkusi

Palpasi

: Timpani di seluruh region abdomen,


Shifting dullness (-)
: Supel (+), Tidak teraba pembesaran organ,
nyeri tekan (+) pada kuadran epigastrium
dan hipogastrika kiri, ballottement (-)/(-)

Ekstremitas
Atas

IV.

Bawah

: Simetris, kuku sianosis (-), akral hangat


CRT < 2 detik, pitteing oedem (-)/(-)
: Simetris, kuku sianosis (-), akral hangat,
CRT < 2 detik, Pitting oedem (+)/(+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
23 Desember 2015

Jenis Pemeriksaan
Leukosit
Trombosit
Hemoglobin
Eritrosit
Ureum
Kreatinin

Hasil

Nilai normal

Darah Rutin
13.500/ uL
5.000 10.000/uL
367.000/uL
150.000 400.000/uL
9.4 g/dL
13 17.5 g/dL
5.08 juta/uL
4-6 juta/uL
Fungsi ginjal
318 mg/dL
20-40 mg/dL
12.84 mg/dL 0.5-1,5 mg/dL

Interpretasi
Meningkat
Dbn
Menurun
Dbn
Meningkat
Meningkat

Natrium (Na)

Diabetes
60-110 mg/dL
Elektrolit
141 mmol/L
135-145 mmol/L

Kalium (K)
Chlorida (Cl)

3,9 mmol/L
96 mmol/L

GDS

107 mg/dL

Dbn
Dbn

3,5-4,5 mmol/L
94-111 mmol/L

Dbn
Dbn

24 Desember 2015
Jenis Pemeriksaan
Asam urat

Hasil
Nilai normal
Fungsi Ginjal
9 mg/dL
3-7 mg/dL
Profil lipid

Trigliserida

78 mg/dL

Kolesterol total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL

123 mg/dL
42 mg/dL
65 mg/dL

GDP
GD 2 jam PP

< 160 mg/dL

< 200 mg/dL


35-55 mg/dL
<160 mg/dL
Diabetes
57 mg/dL
60-100 mg/dL
107 mg/dL
60-110 mg/dL

Interptretasi
Meningkat
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Menurun
Dbn

b. Elektrokardiografi (EKG)
23 Desember 2015

Interpretasi EKG
Komponen

Interpretasi
23 Desember 2015

Irama

Sinus

Heart Rate

100 x/menit

Regularitas

Regular

Aksis

Normal

Interval PR (0.12-0.20)

0.12 ms

Gelombang P (0.04-0.12)

0.04 ms

Interval QRS (0.04-0.12)

0.04 ms

Gelombang QRS
Q Patologis / Gelombang QS

30 ms (V5,V6)
V1,V2,V3,V4,V5,V6

ST elevasi

V1, V2, V3

ST depresi

(-)

T inverted

AVL,V4,V6

Kesan :

Old Myokard Infark


Hipertrofi ventrikel kiri
STEMI Anterior

10

c. Foto Thoraks

Deskripsi :

CTR > 50%


Sinus dan diafragma normal
Hilus normal. Corakan bronkovaskular bertambah. Kranialisasi
(+)

Kesan

: Kardiomegali dengan bendungan paru

11

V.

RESUME
Tn. S, usia 49 tahun, datang ke Rumah sakit umum daerah Kota
Bekasi dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Sesak nafas dirasakan terus menerus sepanjang hari dan semakin
lama semakin memberat. Sesak nafas dirasakan saat pasien berjalan dan
beraktivitas, membaik saat pasien istirahat. Pada malam hari saat pasien
tidur, pasien sering terbangun karena sesak nafas yang dirasakan oleh
pasien. Pasien lebih nyaman tidur dengan menggunakan dua bantal.
Pasien mengaku nyeri ulu hati yang tidak menjalar sejak masuk
rumah sakit. Pasien mengeluh bengkak pada kedua tungkai sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan terjadi
penurunan berat badan pasien yakni 5 kg dalam 1 bulan terakhir.
Pasien mengaku batuk disertai dahak berwarna putih sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengaku pusing
berputar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien memiliki riwayat kencing manis, hipertensi, dan juga
rowayat penyakit paru pada tahun 2005, rutin minum OAT dan sudah
dinyatakan sembuh
Pada pemeriksaan fisik diapatkan : Keadaan umum tampak sakit
sedang; Kesadaran Compos mentis; Tekanan Darah 180/100 ; Nadi 100
x/menit ; Pernapasan 26 x/menit ; Suhu 36,70C. Status generalis didapatkan
pada pemeriksaan toraks batas jantung kiri di ICS 5 dua jari lateral garis
Mid klavikularis kiri dan terdengar Ronkhi pada kedua basal paru. Pada
pemeriksaan ekstremitas didapatan Pitting Oedem pada kedua tungkai
pasien.
Pemeriksaan penunjang EKG didapatkan kesan STEMI anterior, Old
Myokard Infark dan Hipertrofi Ventrikel Kiri. Pada pemeriksaan Rontgen
Toraks didapatkan gambaran kardiomegali dengan kecurigaan bendungan
paru. Pada pemeriksaan Laboratorium darah didapatkan hasil Leukosit

12

13.500; Hemoglobin 9.4 g/dL; Hematokrit 29.3%; Ureum 318 mg/dL;


Kreatinin 12.84 mg/dL; Kalium 5.3 mmol/L; Asam urat 10.2 mg/dL.
VI.

DIAGNOSA KERJA

VII.

Congestive Heart Failure et causa Coronary Artery Disease


Hypertension Heart Disease
Chronic Kidney Disease
Diabetes Mellitus tipe 2

DIAGNOSA BANDING

Cor Pulmonale

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

XI.

Ekokardiografi

PENATALAKSANAAN

X.

Candesartan 1 x 16 mg
Lasix 2A
Digoxin 1 x tab
ISDN 3 x 10 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Amlodiplin 2 x 5 mg
Atorvastatin 1 x 10 mg

PROGNOSIS
Ad Vitam

: Ad Bonam

Ad functionam

: Ad Bonam

Ad sanationam

: Ad Bonam

Follow Up
23 Desember 2015

13

SUBJECTIVE
Sesak nafas

Batuk berdahak

OBJECTIVE
KU : CM, TSS
TD : 180/100 mmHg
N : 100 x/m
RR : 26 x/m
S : 36,7 C
Mata : CA+/+, SI-/Paru : suara nafas

ASSESMENT
CHF e.c CAD
HHD
DM tipe 2
CKD

PLANNING

Candesartan 1 x

16 mg
Lasix 2A
Digoxin 1 x tab
ISDN 3 x 10 mg
Clopidogrel 1 x

75 mg
Amlodiplin 2 x 5

mg
Atorvastatin 1 x

vesikuler +/+, ronkhi


+/+, wheezing -/ Jantung : BJ 1-2 reguler,
murmur(-), gallop (-)
Abdomen : Supel, BU

10 mg

2x/m, nyeri tekan(+),


hepatomegali (-)
Ekstremitas : pitting
oedem (+)/(+)
Laboratorium (23
Desember)
Leukosit: 13.5 ribu/uL
Hemoglobin: 9.4 g/dL
Hematokrit: 29.3%
Trombosit: 367 ribu/uL
Ureum: 318 mg/dL
Kreatinin: 12.84 mg/dL
Natrium: 137 mmol/L
Kalium: 5.3 mmol/L
Clorida: 106 mmol/L
GDS : 107 mg/dL

24 Oktober 2015
SUBJECTIVE

Sesak nafas
Batuk dahak

OBJECTIVE

KU : CM, TSS
TD : 160/80 mmHg
N : 84 x/m
RR : 24 x/m
S : 36 C
Mata : CA+/+, SI-/Paru : suara nafas

ASSESMENT

CHF e.c CAD


HHD
DM tipe 2
CKD

PLANNING

Candesartan 2 x

16 mg
Lasix 4 x 2A
Digoxin 1 x tab
ISDN 3 x 10 mg
Clopidogrel 1 x 75

mg
Amlodiplin 2 x 5

vesikuler +/+, ronkhi


+/+-, wheezing -/-

14

Jantung : BJ 1-2 reguler,

mg
Atorvastatin 1 x

murmur(-), gallop (-)


Abdomen : Supel, BU

2x/m, nyeri tekan(-),

10 mg
Allopurinol 1 x
300 mg

hepatomegali (-)
Ekstremitas : pitting
oedem (+)/(+)
Laboratorium (24
Desember)
Asam urat : 10.2 mg/dL
Profil lipid
Trigliserida: 78 mg/dL
Kol. total: 123 mg/dL
Kol. HDL: 42 mg/dL
Kol. LDL: 65 mg/dL
GDP 57 mg/dL
GD2PP 107 mg/dL

26 Desember 2015
SUBJECTIVE
OBJECTIVE
Sesak nafas
KU : CM, TSS
berkurang
TD : 160/100 mmHg

N : 80 x/m
RR : 24 x/m
S : 36,5 C
Mata : CA-/-, SI-/Paru : suara nafas

ASSESMENT

CHF e.c CAD


HHD
DM tipe 2
CKD

PLANNING

Candesartan 1 x

16 mg
Lasix 3 x 2A
Digoxin 1 x tab
ISDN 3 x 10 mg
Clopidogrel 1 x 75

mg
Amlodiplin 2 x 5

vesikuler +/+, ronkhi


+/+-, wheezing -/ Jantung : BJ 1-2 reguler,
murmur(-), gallop (-)
Abdomen : Supel, BU

mg
Atorvastatin 1 x
10 mg
15

2x/m, nyeri tekan(-),


hepatomegali (-)
Ekstremitas : pitting
oedem (+)/(+)
Foto
Thoraks
:
Kardiomegali
dengan
bendungan paru

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Congestif Heart Failure
Gagal jantung (heart failure) merupakan sindroma klinis (sekumpulan tanda
dan gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau aktifitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur jantung.1
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif
yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.2
Beberapa istilah dalam gagal jantung :

16

1.Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :


Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan
aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi
ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan
relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan
resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A
V, beri-beri, dan Penyakit Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan.
3.Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal
jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada
hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi
kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan
distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi
pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

17

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat
menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward
failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah
normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu
diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya
peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan
kanan jantung atau seluruh rongga jantung.

2.2 Klasifikasi
Pada gagal jantung terdapat pengurangan dari fraksi ejeksi/ ejection fraction
(EF). Klasifikasi gagal jantung menurut EF menentukan prognosis, faktor komorbid
serta respons terhadap terapi. Berdasarkan guidelines dari ACCF/AHA klasikfikasi
dibagi menjadi 2, yaitu heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF) dan
heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF).4
Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan Fraksi Ejeksi4

18

Heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF) merupakan adanya


tanda dan gejala gagal jantung disertai penurunan nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Pada heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF) merupakan adanya
tanda dan gejala gagal jantung, namun nilai fraksi ejeksi normal atau menurun
sedikit, serta tidak ada dilatasi ventrikel kiri. Kondisi ini berhubungan dengan
kelainan struktural, serperti hipertrofi ventrikel kiri atau atrium kiri dan atau
disfungsi sistolik.3
2.3 Epidemiologi
Penderita gagal jantung di dunia sekitar 20 juta jiwa. Gagal jantung lebih
sering diderita oleh pasien usia lanjut. Menurut American Heart Association pada
tahun 2000 sekitar 4,7 juta jiwa penduduk Amerika Serikat (AS) menderita gagal
jantung dan setiap tahunnya diperkirakan terdapat kasus baru sebanyak 550.000
jiwa.5
Di Amerika Serikat, penderita gagal jantung lebih sering diderita oleh pria
daripada wanita dengan prevalensi 5,64 dan 3,27 per 1000 penduduk. Pada usia
diatas 40 tahun, risiko menderita gagal jantung adalah 1 dari 5 penduduk. Pada
studi yang dilakukan Framingham insiden gagal jantung adalah 10 dari 1000
penduduk ketika usia diatas 65 tahun.6 Di Indonesia, prevalensi gagal jantung
berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 %, dan
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 %.7
Pada AS, 20% penyebab kematian pada penduduk adalah karena gagal
jantung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Framingham Heart Study,

19

mortalitas dalam 30 hari adalah sekitar 10%, mortalitas dalam 1 tahun 20-30%, dan
mortalitas dalam 5 tahun sekitar 45-65%. Ketika penderita gagal jantung pernah
mengalami perawatan di rumah sakit, mortalitas meningkat.Sebuah studi di
Worchester, mortalitas dalam 5 tahun meningkat menjadi 75% setelah perawatan di
rumah sakit untuk pertama kalinya. Penelitian yang dilakukan di Eropa, mortalitas
dalam 1 tahun adalah 11 % dan mortalitas dalam 5 tahun adalah 41%.6
2.4 Etiologi
Etiologi dari gagal jantung dapat dibagi berdasarkan fraksi ejeksi (EF).3
Tabel 2. Etiologi Gagal Jantung berdasarkan EF3
Heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF)
Penyakit arteri koroner
Non-Iskemik kardiomiopati dilatasi
Infark miokard
Penyakit familial/genetik
Iskemia miokard
Penyakit infiltrative
Overload tekanan kronis
Kerusakan akibat toksin atau obat
Hipertensi
Penyakit metabolik
Penyakit paru obstruktif
Viral
Overload volume kronis
Penyakit Chagas
Penyakit katup regurgitasi
Kelainan ritme dan frekuensi jantung
Shunt intrakardiak (kiri ke kanan)
Bradiaritmia kronis
Shunt ekstrakardiak
Takiaritmia kronis
Heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF)
Hipertrofi patologis
Kardiomiopati restriktif
Primer (kardiomiopati hipertrofi)
Penyakit
infltratif
(amioloidosis,
Sekunder (hipertensi)
Penuaan (aging)
Fibrosis jantung
Penyakit Jantung Pulmonal
Kor pulmonal
Penyakit kardiovaskular pulmonal
Kondisi High-Output
Kelainan metabolik
Tirotoksikosis
Kelainan nutrisi (beriberi)

sarkoidosis)
Storage disease (hemokromatosis)
Kelainan endomiokardial

Kebutuhan aliran darah yang berlebihan


Shunt arteriovena sistemik
Anemia kronis

20

2.4.1 Heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF)


Pada pasien dengan HFrEF, memiliki variasi pembesaran ventrikel kiri pada
50% persen pasien. Definisi dari HFrEF berbeda-beda, beberapa guideline
menyebutkan bahwa left ventricular ejection fraction (LVEF) 35%, < 40% dan
40%. Menurut ACCF/AHA, kriteria untuk dikatakan HFrEF adalah terjadi LVEF
40%. Penyebab tersering dari HFrEF adalah coronary artery disease (CAD) dan
myocardial infarction (MI).4

2.4.2 Heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF)


Pada pasien dengan gejala klinik gagal jantung (HF), sekitar 50%
merupakan HFpEF. Klasifikasi dari HFpEF memiliki beberapa guideline, ada yang
memiliki batasan EF > 40%, > 45%, > 50%, dan 50%. Beberapa pasien
mengalami penurunan pada EF namun tidak memiliki disfungsi sistolik, maka
dibuatlah klasifikasi HFpEF. Pasien dengan EF sekitar

40% sampai 50%

dimasukan dalam kelompok intermediate group. Pada populasi general, HFpEF


sering terdapat pada pasien usia lanjut, obesitas, CAD, diabetes mellitus, atrial
fibrilasi, hiperlipidemia.4
2.4.3 Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya gagal jantung, yaitu kebiasan
merokok, kurangnya aktivitas fisik, pola diet, kelebihan berat badan,
hyperlipidemia, diabetes mellitus, hipertensi, usia dan jenis kelamin.
2.5 Patofisiologi
Pada gagal jantung, organ jantung tidak mampu memberikan aliran darah
yang kuat untuk metabolisme tubuh. Terjadi penyakit relasi antara jantung dan
paru, serta peningkatan tekanan vena sentral yang menyebabkan kongesti pada
organ. Kondisi tersebut dapat menyebabkan abnormalitas pada fungsi sistolik, atau
fungsi diastolik, atau pada keduanya. Meskipun penyebab primer merupakan akibat
perubahan dari miosit, penyebab gagal jantung juga dapat disebabkan oleh
perubahan kolagen pada matriks ekstraselular.8
21

Proses adaptasi yang terjadi pada gagal jantung adalah :

Mekanisme Frank-Starling, yang meningkatkan preload


Perubahan miosit berupa regenerasi dan kematian sel.

Hipertrofi miokardiak dengan atau tanpa dilatasi atrium atau ventrikel


jantung

Aktifasi sistem neurohumoral9


Pelepasan norepiefrin oleh saraf adrenergik yang menyebabkan peningkatan
kontraktilitas miokard dan mengaktivasi sistim renin-angiotensin-aldosterone
system [RAAS], sympathetic nervous system [SNS], dan beberapa respon
neurohumoral yang menyebabkan perubahan tekanan arteri dan perfiusi pada organ
vital.9
Gambar 1. Hukum Frank- Starling10

Pada

gagal

jantung

akut,

terdapat

mekanisme

terbatas

untuk

mempertahankan kontraktilitas jantung. Mekanisme tersebut dipertahankan agar


fungsi jantung relative normal, namun mekanisme tersebut menjadi tidak adekuat
untuk mempertahankan fungsi jantung. 9
Respon primer terhadap peninggkatan wall stress pada jantung adalah
hipertrofi miosit, kematian/apoptosis, dan regenerasi. Proses ini menuju remodeling
menuju tipe ekstrensik. Remodeling tipe eksentrik akan memburuk yang
22

disebabkan oleh perubahan miosit. tatalaksana pada gagal jantung adalah


menurunkan wall stress sehingga memperlambat proses remodeling.9
Pelepasan epinefrin dan norepinefrin bersamaan dengan pelepasan substansi
vasoaktif endotelin-1 (ET-1) dan vasopressin, yang menyebabkan vaskonstriksi.
Efek dari vasokontriksi adalah meningkatkan afterload serta melalui jalur cyclic
adenosine monophosphate (cAMP) meningkatkan pemasukan kalsium.Masuknya
kalsium ke dalam miosit menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan mengurangi
relaksasi otot jantung.9
Kadar kalsium yang berlebihan dapat memicu terjadinya aritmia dan
kematian mendadak. Peningkatan afterload dan kontraktilitas otot jantung (dikenal
sebagai intropi) meningkatkan pengeluaran energi otot jantung yang kemudian
menyebabkan penurunan cardiac output. Peningkatan pengeluaran energi pada otot
jantung menyebabkan sel menjadi mati/ apoptosis yang menyebabkan gagal
jantung. Penurunan cardiac output menyebabkan peningkata respon neurohumoral
dan merubah sistim hemodinamik dan respon miokadriak.9
Aktivasi RAAS menyebabkan retensi air dan garam, menyebabkan
peningkatan preload dan meningkatkan pengeluaran energi otot jantung.
Peningkatan renin yang dimediasi oleh respon penurunan tekanan arteriol pada
glomerular, menurunkan pengantaran klorida menuju makula densa dan
peningkatan aktifitas beta1-adrenergic sebagai respon penurunan cardiac output.
Hasil dari repons tersebut, menyebabkan peningkatan kadar angiotensin II (Ang II)
dan peningkatan kadar aldosteron. Ang II dan ET-1 mempertahankan hemostasis
intravaskular melalui vasokontriksi dan melalui aldosteron menyebabkan retensi
garam dan air.9
Konsep

dari organ jantung adalah bahwa jantung dapat bersifat self-

renewing organ. Kecepatan perubahan miosit meningkat sesuai dengan adanya


keadaan stres patologik. Pada gagal jantung, mekanisme tersebut menjadi
kewalahan yang disebabkan oleh kerusakan miosit yang lebih cepat. Ketidakseimbangan antara hipertrofi miosit dan kematian sel mempengaruhi progesifitas
penyakit pada gagal jantung.9

23

2.5.1 Angiotensin II
Peningkatan kadar Ang II yang menyebabkan peningkatan inotropik dan
peningkatan afterload, akan membuat peningkatan pengurangan energi pada miosit.
Pada penelitian yang dilakukan secara in vivo dan in vitro menunjukan bahwa Ang
II menyebabkan peningkatan kecepatan apoptosis miosit. Ang II memiliki aksi yang
sama dengan norepinefrin pada gagal jantung.9
Ang II menyebabkan hipertrofi miokardiak dan peningkatan progresivitas
penurunan fungsi otot jantung. Respon neurohumoral menyebabkan hipertrofi pada
miosit dan fibrosis interstisial, yang menghasilkan peningkatan volum miokardiak
dan peningkatan masa miokardiak.9
2.5.2 Miosit dan Remodeling Miokardiak
Pada gagal jantung, terjadi peningkatan volum miokardiak dengan
karakteristik pembesaran miosit yang menuju kegagalan pada sirkulasi. Kehilangan
miosit dan keadaan lingkungan yang stres memicu terbentuknya sel progenitor
untuk menggantikan miosit yang hilang.9
Sel progenitor menjadi tidak efektif ketika keadaan patologik pada jantung
memburuk. Remodeling ini merupakan respon adaptif dengan meningktan stroke
volum (mekanisme Frank-Starling) dan penurunan wall stress (Laplaces law) dan
lalu terjadi kegagalan dalam mekanisme tersebut yang menyebabkan kebutuhan
oksigen yang meningkat, iskemia pada miokardiak, kegagal kontraktilitas, dan
menjadi aritmia.9
Ketika terjadi kegagalan jantung untuk memompa, terjadi efek dari
vasodilator endogen, seperti nitric oxide (NO), prostaglandins (PGs), bradykinin
(BK), atrial natriuretic peptide (ANP),

dan B-type natriuretic peptide (BNP)

namun tidak mendominasi. Vasodilator endogen terbentuk ketika terdapat substansi


vasokonstriksi dari RAAS dan sistim adrenergik, yang membuat vaskontriksi
kemudian meningkatkan afterload dan preload. Keadaan ini menyebabkan

24

proliferasi selular, remodeling miokardiak, antinatriuresis dengan peningkatan


cairan dalam tubuh yang memperburuk gejala dari gagal jantung. 9
2.5.3 Kegagalan Sistol dan Diastol
Penurunan fungsi sistol dan diastol pada gagal jantung menyebabkan
penurunan stroke volume.

Keadaan ini menyebabkan aktivasi barorefleks dan

kemoreflek yang menyebabkan peningkatan saraf simpatik.9


Ketika sistim neurohumoral menurunkan stroke volum, Keadaan tersebut
menjelaskan proses terjadinya kegagalan sistol. Peningkatan norepinefrin
berkorelasi langsung dengan derajat disfungsi jantung dan mempengaruhi
prognosis. Norepinefrin secara langsung tosik terhadap miosit, dan mempengaruhi
transmisi signal seperti penurunan regulasi beta1-adrenergic receptors, uncoupling
of beta2-adrenergic receptors, dan peningkatan aktifitas inhibitory G-protein.
Perubahan pada beta1-adrenergic receptors berupa over ekspresi dan hipertrofi
miokardiak.9
2.5.6 Ketebalan ventrikel kiri
Peningkatan ketebalan pada ventrikel kiri, dapat melalui 3 mekanisme,
yaitu:

Peningkatan tekanan dalam pengisian


Pergeseran kurva pada ventricular pressure-volume
Penurunan ketegangan ventrikel9

Peningkatan tekanan dalam pengisian ventrikel merubah kurva its pressurevolume. Kondisi ini terjadi pada keadaan overload , regurgitasi valvular aku,
kegagalan ventrikel kiri yang akut, sampai miokarditis.9
Pergeseran pada kurva ventricular pressure-volume tidak hanya disebabkan
oleh peningkatan masa dan ketebalan dari otot jantung (terdapat stenosis aorta dan
riwayat hipertensi yang kronis), namun juga pada penyakit infiltratif seperti
amiloidosis, endomiokardial fibrosis dan iskemia pada miokardium.9

25

Kenaikan secara pararel pada kurva pressure-volume menunjukan adanya


pengurangan ketegangan ventrikel yang menunjukkan adanya kompresi pada
ventrikel.9
2.5.7 Hipertrofi Konsentrik Ventrikel Sinistra
Tekanan yang berlebihan akan memicu terjadinya hipertrofi ventrikel
sinistra/ left ventricle hypertrophy (LVH) seperti pada keadaan stenosis aorta,
hipertensi, kardiomiopati tipe hipertropik, pergerseran tekanan diastolik pada kurva
pressure-volume, serta aksis jantung ke arah kiri. Keadaan tersebut menyebabkan
tekanan abnormal pada fase diastolik walaupun ketebalan ventrikel belum berubah.9
Peningkatan

tekanan

diastolik

memicu

pengeluaran

energi

pada

miokardium, remodeling pada ventrikel, meningkatnya kebutuhan untuk konsumsi


oksigen, iskemia pada miokardium, dan mekanisme yang maladaptif memicu
terjadinya gagal jantung yang tidak terkompensasi.9
2.5.8 Aritmia
Beberapa keadaan aritmia muncul ketika mendapatkan gagal jantung.
Aritmia yang paling secara signifikan berhubungan dengan gagal jantung adalah
aritmia pada ventrikel. Penyebab dari aritmia ventrikel itu sendiri masih tidak jelas,
namun diperkirakan akibat dilatasi ventrikel, hipertrofi miokardium, dan fibrosis
miokardium.9
2.6 Gejala Klinik
Gejala klinik yang terjadi pada gagal jantung meliputi gejala akibat
pengurangan cardiac output, hipoperfusi pada jaringan, dan kongesti.13
Tabel 4. Gejala klinik gagal jantung12
Gagal Jantung Kiri
Gejala
Sesak nafas

Peningkatan tekanan onkotik pada kapiler pulmonal


yang

mengakibatkan

ekstravasasi

cairan

ke

26

intertisial paru. Keadaan tersebut memhambat


Ortopnoe
Paroksismal

pertukaran gas dan meningkatkan resistensi udara.


Ketika posisi supine terjadi redistribusi cairan
nocturnal

dipsnoe

ekstravasasi ke perifer akibat dari ventrikel tidak


mampu beradaptasi dengan peningkatan volume
darah dengan cepat. Keadaan ini memperparah
tekanan dari kapiler pulmonal dan memperberat

Batuk

dengan

edema di interstisial paru.


sputum Akibat kongesti pulmonal, Ruptur pada vena

frothy-blood
Gangguan memori
Pengurangan jumlah urin

bronkial menyebabkan hemomptisis


Manifestasi akibat penurunan perfusi di otak
Pengurangan perfusi di ginjal, yang dapat
mengakibatkan acute kidney injury (AKI) atau

Nokturia

chronic kidney diasease (CKD)


Pada posisi supine, terjadi peningkatan aliran darah
menuju ginjal, menyebabkan diuresis

Tanda
Cardiac Asma

Ronki

Regurgitasi mitral

obstruksi karena edema pulmonal


Muncul ketika ventrikel dilatasi dan menarik katup

Pulsus alternans

dan

wheezing

yang

disebabkan

oleh

mitral sehingga fungsi mitral tidak sempurna


Muncul pada disfungsi ventrikel
Gagal Jantung Kanan

Gejala
Edema perifer, edema sakral, Peningkatan tekanan hidrostatis
asites atau edema anasarka
Hepatosplenomegali

Sirkulasi hepar dan lien tidak adekuat karena aliran

balik vena
Anoreksia/ penurunan berat Kongesti pada interstisial dan hepar menurunkan
badan

nafsu makan, menurunkan absorpsi lemak, proteinwasting enteropati, peningkatan metabolisme akibat
peningkatkan konsumsi oksigen jantung dan energi
yang hilang karena dipsnoe

Tanda
Peningkatan JVP

Peningkatan aliran darah vena dan aliran balik tidak


adekuat
27

Tanda Kussmaul
Regurgitas trikuspid

Peningkatan tekanan pada atrium


Muncul ketika ventrikel dilatasi dan menarik katup
trikuspid sehingga fungsi katup trikuspid tidak

Nyeri dada

sempurna
Gagal Jantung Kiri atau Kanan
Primer iskemi miokard atau coronary artery
disease (CAD) atau sekunder akibat peningkatan
tekanan saat pengisian ventrikel, kegagalan cardiac

Palpitasi

output atau hipoksemia


Sinus takiardi: kompensasi akibat dari gagal
jantung
Atrial/ventricular takikaritmia: dilatasi dari ruangan

Lemah/ mudah lelah

jantung
Hipoksemia yang kronis akibat gangguan perfusi
jaringan yang mengakibatkan penurnan kekuatan
otot dan gangguan metabolisme

Tanda
S3 gallop
S4 gallop

Pengisian abnormal akibat dilatasi ventrikel


Kekuatan kontraksi atrium yang berlebihan sebagai

Kardiomegali

kompensasi melawan tekanan ventrikel


Secara kronik jantung memompa lebih kuat dan
terjadi dilatasi dari otot jantung

2.7 Diagnosis
Kriteria diagnosis gagal jantung dapat menggunakan kriteria Framingham
yaitu seperti pada tabel 5.

Tabel 5. Kriteria Framingham10

28

* Terdapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor


Pasien dengan gagal jantung memilki beberapa gejala. Pasien yang datang
dengan gejala akut, sering kali memiliki edema pulmonal akut. pemeriksaan fisik
sering kali sulit menentukan diagnosis dan memerlukan pemeriksaan penunjang.
seperti ekokardiogram membantu dalam menentukan fraksi ejeksi. Pemeriksaan
penunjang lain juga diperlukan seperti EKG, foto toraks, analisa gas darah,
pemeriksaa laboratorium.13
Pemeriksaan EKG dapat memberikan infomasi yang sangat penting,
meliputi frekuensi denyut jantung, irama jantung, sistim konduksi dan kadang
etiologi. Kelainan segmen ST, berupa ST esegmen elevasi infark miokard (STEMI)
atau Non-STEMI.Gelombang Q petanda infark transmural sebelumnya. Adanya
hipertropi, budle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang memanjang,
disitmia, atau perimiokarditis harus diperhatikan.14
Foto toraks harus diperiksa secepat mungkin saat semua pasien diduga
gagal jantung akut, untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui
adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrate, atau
kardiomegali.14

29

Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin,


enzim hati, dan INR merupakan pemeriksaan awal pada pasien gagal jantung akut.
Kadar sodium yang rendah, urea dan kreatinin yang tinggi memberikan prognosa
yang buruk terhadap gagal jantung akut. B-type natriuretic peptides (BNP dan NTpro BNP) memrikan nilai prognosis.14
Pemeriksaan ekokardiografi harus diperiksa untuk evaluasi dan monitor
fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan secara regional dan global, fungsi diastolik,
struktur dan fungsi valvular, kelainan perikard, komplikasi mekanis dari infark
akut, adanya disinkroni, juga dapat menilai semi kuantitatif non invasive, tekanan
pengisian dari ventrikel kanan dan kiri, stroke volum dan tekanan arteri pulmonalis
yang dengan demikian dapat menentukan strategi pengobatan.14
Terdapat 2 klasifikasi gagal jantung, yaitu menurut ACCF/AHA dan New
York Heart Asscociation (NYHA) yang menggambarkan progresifitas dan gejala
dari gagal jantung. Klasifikasi menurut ACCF/AHA menggambarkan progresifitas
gagal jantung yang secara individual maupun populasi. Klasifikasi NYHA lebih
berfokus kepada kapasitas dan status penyakit itu sendiri.4
Tabel 6. Klasifikasi ACCF/AHA dan NYHA4

2.8 Diagnosis Banding


Gejala dari gagal jantung menyerupai beberapa gejala dari penyakit lainnya,
terutama yang berasal dari sistim respirasi. Diperlukan anamnesa yang lebih dalam
untuk menggali gejala yang ada. Berdasarkan gejala, diagnose banding dibagi
menjadi 2, yaitu gejala sesak dan oedem.13

30

2.9 Tatalaksana
Tatalaksana pada gagal jantung tergantung dari keadaan klinis. Tatalaksana
dibagi menjadi 2, yaitu untuk gagal jantung akut dan gagal jantung kronis
eksaserbasi akut, lalu gagal jantung kronis.
2.9.1 Tatalaksana Gagal Jantung Akut
Kebanyakan gagal jantung akut didasari oleh PJK. Oleh sebab itu
identifikasi PJK harus dipikirkans sejak awal untuk memilih terapi yang tepat.
target terapi awal yaitu memperbaiki gejala-gejala atau keluhan dan menstabilkan
hemodinamik.14
Oksigen diberikan secepat mungkin pada penderita hipoksemia untuk
memperoleh saturasi O2 arterial 95%, atau > 90% pada penderita PPOK.
Pemerian ventilasi non invasive (NIV) merujuk untuk memberikan bantuan nafas
tanpa memakai pipa endotrakeal. Pemakaian NIV hati-hati untuk pasien dengan
syok kardiogenik dan gagal jantung kanan.14

Pemberian diuretika intravena direkomendasikan pada gagal jantung akut


jika ada gejala kongesti atau volume overload. Dosis awal dianjurkan adalah 20-40
mg intravena. Pasien harus sering diawasi terutama mengenai produksi urin.
Pemasangan kateter urin umumnya untuk memonitor produksi urin dan mengetahui
respon pengobatan. pemakaian furosemid tidak boleh melebihi 100mg untuk 6 jam
pertama dan 240 mg pada 24 jam pertama.14
Gambar 6. Indikasi dan Dosis Diuretik14

31

Vasodilator direkomendasikan pada tahap awal gagal jantung akut apabila


tidak ada tanda-tanda hipotensi, tekanan sistolik < 90 mmHg atau penyakit valvuler
serius. Vasodilator yang diberikan adalah nitrogliserin dan isosorbit dinitrat
(ISDN).14
Obat inotropik hanya boleh diberikan pada penderita tekanan sistolik
rendah, atau cardiac indeks yang rendah dengan tanda hipoperfusi atau kongesti.
Obat yang diberika contohnya dobutamin. dosis awal antara 2-3

g/kg/menit

secara intravena, tanda di bolus. Dosis dapat ditingkatkan sampai 15 g/kg/menit.


Apabila sebelumnya diberikan beta bloker dosis dapat mencapai 20 g/kg/menit.14
2.9.2 Tatalaksana Gagal Jantung Kronis
Tatalaksana pada gagal jantung kronis menurut derajat NYHA.10

32

Tabel 7. Tatalaksana menurut NYHA10

2.10 Komplikasi
1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam
atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi,
terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan
digoxin atau blocker dan pemberian warfarin).
3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan
dosis ditinggikan.
4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac
death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron,
blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan
2.11 Prognosis
Pasien gagal jantung dengan kategori NYHA kelas IV, ACC/AHA stadium
D memiliki mortalitas lebih dari 50%. Pada pasien hipotensi tingkat mortalitas
mencapai 80%.

33

BAB III
KESIMPULAN
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu
keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis
penyakit jantung kongenital maupun didapat.
Berdasarkan presentasinya, gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung
akut, gagal jantung kronis (menahun), dan acute on chronic heart failure. Terdapat
beberapa terminologi dari gagal jantung, yaitu gagal jantung sistolik dan gagal
jantung diastolik. Kedua jenis gagal jantung ini terjadi secara tumpang tindih dan
tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto thoraks atau ekokardiografi
(EKG) dan hanya dapat dibedakan dengan eko-Doppler.
Penderita gagal jantung di dunia sekitar 20 juta jiwa. Gagal jantung lebih
sering diderita oleh pasien usia lanjut. Studi Framingham menunjukkan
peningkatan prevalensi gagal jantung, mulai 0,8% untuk orang berusia 50-59
hingga 2,3% untuk orang dengan usia 60-69 tahun. Menurut American Heart
Association pada tahun 2000 sekitar 4,7 juta jiwa penduduk Amerika Serikat (AS)
menderita gagal jantung dan setiap tahunnya diperkirakan terdapat kasus baru
sebanyak 550.000 jiwa. Di Indonesia, prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah
didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 %, dan berdasarkan diagnosis dokter
atau gejala sebesar 0,3 %.

34

Daftar Pustaka
1. Panggabean MM. Gagal Jantung. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th
edition. Jakarta: Interna Publishing;2009: 1583-5
2. Mansjoer A. dkk. (Eds). Kapita Selekta Kedokteran. 3rd edition. Volume 1.
Jakarta: Media Aesculapius. 2001
3. Liwang F, Wijaya IP. Gagal Jantung.In: Kapita Selekta Kedokteran. 4 th
edition. Jakarta: Media Aesculapius. 2014
4. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH. 2013
ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure: A Report of
the American College of Cardiology Foundation/ American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines.2013
5. Tandera M.The epidemiology of heart failure. JRAAS 2004;5suppl1:1-6
6. Bui AL, Horwich TB, Fonarrow GC. Epidemiology and risk profile of heart
failure. Nat Rev Cardiol 2011;8:30-41
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Available at :
depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf.
Accessed May 17,2014
8. Arnold JMO. Heart Falure (HF).MSD Manual Professional Edition.
Available at: http://www.msdmanuals.com/professional/cardiovasculardisorders/heart-failure/heart-failure-hf
9. Dimitru I, Baker MM, Windle MR, Ooi HH, Brenner BE, Brown DFM, et
al.
Heart Failure. Pathophysiology. In: MedScape. Available at:
http://emedicine.medscape.com /article/163062-overview#a3
10. Figueroa MS, Peters JI. Congestif Heart Failure : Diagnosis,
Pathophysiology, Theraphy, and Implications for Respiratory Care. Resp
Care 2006;51:403-12
11. Simmons CS, Petzold BC, Pruitt BL. Microsystems for biomimetic
stimulation of cardiac cell. Lap Chip 2012;12:3235-48
12. Yelle D, Chaudhry S. Heart Failure.In: Mc Master Pathophysiology Review.
Available at: http://www.pathophys.org/heartfailure/
13. Arrol B, Doughty R, Andersen V. Clinical Review: Investigation and
management of congestive heart failure. BMJ 2010;364:190-5
14. Manurung D. Gagal Jantung Akut. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th
edition. Jakarta: Interna Publishing;2009: 1586-95

35

Anda mungkin juga menyukai