Alat bantu yang biasanya digunakan oleh pasien stroke adalah cane, walkers, dan
terkadang 2 crutch. Pasein stroke dengan hemiparese dimana memiliki gangguan pada
keseimbangan dan yang apabila masih memiliki kekuatan fungsional di salah satu anggota
gerak atasnya yang berlawanan dengan lesi biasanya menggunakan cane. Dua crutch dan
walkers memerlukan kekuatan fungsional dari kedua anggota gerak atas. Kedua alat tersebut
memberikan ekternal stabilitas. Walkers memberikan kestabilan lebih dibandingkan dengan
crutch. Fungsi dari cane meningkakan tingkat kekuatan dan menigkatkan keseimbangan
pasien. Kekuatan tersebut ditingkatkan dengan adanya daya kontak dengan tanah.
Penggunaan cane juga mengurangi ketergantungan terhadap otot abduktor untuk stabilisasi
panggul pada bagian yang parese. Ini membantu mencegah terkenanya bagian kontralateral
dari panggul (tredelenurg sign positif) pada saat berdiri dengan cane digunakan di tangan
kontralateral dari kaki yang hemiparese. Dengan penggunaan ditangan kontralateral dari lesi
membantu juga untuk stimulasi lengan resiprokal dan gerakan kaki untuk normal gait.
Beberapa varian cane tersedia di pasaran, mulai dari yang paling simpel, cane kayu
yang lurus (straight cane) hingga tripod walk cane (bisa disebut juga hemiwalker). Luas
permukaan yang luas meningkatkan stabilisasi pasien. Para terapis biasanya memberikan
latihan awal dengan cane yang luas permukaannnya (wide-base quad cane) karena
hemiparese dan gangguan keseimbangan. Terapis harus mengajari pasien agar dapat
imobilisasi dengan cepat dan sedikit bantuan, serta gerakan yang aman dan stabil. Pasien
sering sekali tidak menggukanan wide-base quad cane ketika dirasa sudah tidak diperlukan
lagi. Ini mencegah pasien untuk memaksimalkan ambulasi fungsional untuk dua alasan : 1.
Terbatasnya pergeseran berat badan normal ke kaki yang hemiparese, 2. Irama lebih lambat
daipada perangkat yang lebih kecil atau tidak dengan perngkat. Kata kunci pada latihan ini
adalah keamanan. Penggunan maksimal yang melibatkan kaki harus didukung dengan
gerakan badan dan panggul yang normal jika gerak pasien tidak terganggu.
Dua crutch kadang digunakan di ketiak (axillaryi) atau lebih sering dengan jenis
forearm crutch (Lofstrand) . Pada pasien stroke, gangguan fungsional dan keseimbangan
dapat melatih kedua lengan dan tangan dengan alat ini. Pasien ini memerlukan ekstra postural
suport diberikan oleh crutch kedua tetapi harus memiliki kontrol gerak yang cukup.
Terapis mungkin menggunakan walkers untuk latihan pasien stroke yang memiliki
yang telah memiliki kekuatan fungsional kedua lengan dan tangan yang cukup yang
membutuhkan latihan lebih kekuatan dengan dua crutch. Kadang, walker memungkinkan
penggunaan fungsional pada hemiparese pada lengan walaupun keseimbangan cukup dengan
tongkat. Pada kasus ini, pasien harus latihan jalan dengan menggunakan cane untuk
mengoptimalkan kontrol posturalnya. Jika pasien telah memiliki cukup kontrol pada lengan
yang parese, mungkin dapat menggunakan walker when itu penting untuk membantu
memindahkan benda di dalam dan sekitar rumah.
Walkers adalah alat bantu paling stabil karena memiliki empat titik yang berkontak
langsung dengan lantai. Sebagai tambahan untuk standar walker memiliki empat kaki,
terdapat jenis rolling walker dengan menggunakan empat roda. Rolling walker memunginkan
lebih banyak normal resiprokal gait, tetapi terapis harus berhati-hati untuk mencegah rolling
walker bergerak pergi dari jangkauan pasien. Beberapa walkers memiliki tekanan untu
mengerem untuk mencegah gerakan maju pada walker ketika pasien menekan walker.
Kontrol postural pasien terkadang dikorbankan untuk menjaga kestabilan tubuh saat
menggunakan walker. Pasien tidak perlu mempelajari kembali kesimbangan dan kontrol bila
walker memberikan dukungan yang diperlukan. Oleh karena itu keamanan menjadi perhatian
utama. Jika aman ambulasi fungsional tidak mungkin tanpa walker. Ambulasi independen
dengan walker adalah pilihan yang lebih disukai.
Tipe pola berjalan perlu diajarkan pada penderita stroke. Tergantung beberapa faktor
termasuk keseimbangan, kekuatan, dan koordinasi. Terapis juga harus mempertimbangkan
kognitif, dan defisit persepsi termasuk apraksia.