Anda di halaman 1dari 8

https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=69&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi
D0NPur-PLAhXGHI4KHbNpBNg4PBAWCEkwCA&url=http%3A%2F
%2Fejournal.hi.fisip-unmul.ac.id%2Fsite%2Fwp-content%2Fuploads
%2F2013%2F08%2FJOURNAL%2520(08-30-13-02-5101).docx&usg=AFQjCNF1hjZ2iz_ykrhjK7KhNUbb2sLp8Q&bvm=bv.11786818
3,d.c2E
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (3) : 785 - 792
ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org
Copyright 2013

POTENSI KONFLIK INDONESIA SINGAPURA PASCA REKLAMASI


PANTAI SINGAPURA
REZA KATAMSI1
NIM. 06.53955.08230.02
Abstrak:
Reklamasi merupakan suatu proses perluasan wilayah yang dilakukan suatu negara
dengan melakukan pengerukan wilayah. Singapura sebagai salah satu negara yang
menerapkan kebijakan ini sebagai antisipasi atas keterbatasan wilayah yang
dimilikinya dengan jumlah penduduknya yang terus meningkat. Kebijakan

reklamasi yang dilakukan pemerintah Singapura ini membuat pemerintah


Indonesia khawatir, karena dengan melakukan reklamasi daratan Singapura
akan bertambah yang mana akan menyebabkan pergeseran garis batas antar
kedua negara dan jelas akan mengganggu kedaulatan teritorial Indonesia.
Dengan kebijakan reklamasi yang dilakukan Singapura dan belum adanya
kesepakatan perbatasan di beberapa lokasi di sisi barat dan timur Singapura
bisa mengakibatkan pergeseran garis pantai Singapura kearah kedaulatan
wilayah Indonesia dan hal ini bisa menyebabkan konflik delimitasi dikemudian
hari.
Kata kunci: Reklamasi, Singapura, Indonesia, Perbatasan
Pendahuluan
Reklamasi merupakan suatu proses perluasan wilayah yang dilakukan suatu
negara dengan melakukan pengerukan wilayah. Singapura sebagai salah satu
negara yang menerapkan kebijakan ini sebagai antisipasi atas keterbatasan
wilayah yang dimilikinya dengan jumlah penduduknya yang terus meningkat.
1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Mulawarman. Email: apatis_ria@hotmail.com

Potensi Konflik IndonesiaSingapura Pasca Reklamasi Pantai Singapura (Reza


Katamsi)

Dengan luas wilayahnya yang hanya sekitar 581,5 km, sementara kebutuhan akan
infrastruktur, perumahan, industri dan rekreasi terus meningkat, untuk mengatasi
masalah ini satu-satunya kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Singapura
adalah dengan mereklamasi daerah pantai dan menjadikannya daratan. Sejak
pemerintah Singapura melakukan proyek reklamasi ini pada tahun 1966, luas
daratan Singapura yang awalnya hanya 581,5 km kini sudah meluas hingga 697,2
km.
Dengan adanya reklamasi pantai yang dilakukan singapura ini maka secara
langsung dpat berdampak pada batas negara antara Indonesia dan Singapura.
Akibat dari reklamasi yang dilakukan dengan cara mengimpor pasir laut dari Riau
ini telah banyak menimbulkan kerugian, bukan saja dari aspek territorial namun
juga dari aspek ekonomi perdagangan dan juga lingkungan hidup. Untuk
mengatasi hal-hal yang merugikan dari dampak penambangan pasir ini maka
Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan kegiatan ini.
Diantara kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia adalah dikeluarkannya
Inpres RI No.2 Thn. 2002 Tentang Pengendalian Penambangan Pasir Laut. Karena
kebijakan ini dinilai mampu untuk mengurangi dan menanggulangi pengeksporan
pasir ke Singapura.
Kebijakan reklamasi yang dilakukan pemerintah Singapura ini membuat
pemerintah Indonesia khawatir, karena dengan melakukan reklamasi daratan
Singapura akan bertambah yang mana akan menyebabkan pergeseran garis batas
antar kedua negara dan jelas akan mengganggu kedaulatan teritorial Indonesia.
Namun dalam kasus reklamasi yang dilakukan oleh Singapura ini tidak lepas dari
ketentuan-ketentuan Hukum Laut Internasional, UNCLOS (United Nation
Convention on the Law Of the Sea) 1982. Hal ini disebabkan karena UNCLOS
sebagai satu-satunya rujukan bagi negara-negara yang memiliki masalah dengan
wilayah laut. Masalah reklamasi Singapura ini memicu berbagai macam
interpretasi dan kaitannya dengan ketentuan UNCLOS 1982. Hal ini dikarenakan
belum adanya pasal yang spesifik membahas mengenai masalah reklamasi.
Indonesia dan Singapura telah menyepakati mengenai batas laut teritorial di selat
Singapura pada tahun 1973 yang mana menetapkan 6 titik batas yang juga dikenal
dengan sebutan v-line. Pada 10 Maret 2009 Indonesia dan Singapura kembali
menjajaki perundingan untuk membahas perbatasan di sisi barat dan
menghasilkan perjanjian yang menghasilkan 3 titik baru setelah sebelumnya pada
perjanjian 1973 ditentukan 6 titik perbatasan.
Namun perjanjian tersebut ternyata belum menyelesaikan masalah perbatasan
antara Indonesia dan Singapura, masih ada perbatasan di sisi timur Singapura
yang masih belum disepakati. Dengan kebijakan reklamasi yang dilakukan
Singapura dan belum adanya kesepakatan perbatasan di beberapa lokasi di sisi
786

Potensi Konflik IndonesiaSingapura Pasca Reklamasi Pantai Singapura (Reza


Katamsi)

barat dan timur Singapura bisa mengakibatkan pergeseran garis pantai Singapura
kearah kedaulatan wilayah Indonesia dan hal ini bisa menyebabkan konflik
delimitasi dikemudian hari.
Rumusan masalah
Untuk mengetahui masalah yang diteliti agar tidak terjadi keambiguan dalam
skripsi ini, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Apakah
dampak dari reklamasi pantai yang dilakukan Singapura terhadap garis batas
antara Indonesia-Singapura? Dan potensi konflik apa yang ditimbulkannya pasca
reklamasi tersebut?
Tujuan penelitian
Penelitian ini dibuat dengan maksud dapat menjawab masalah penelitian yang
telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkan dari reklamasi
pantai yang dilakukan Singapura terhadap garis batas antara IndonesiaSingapura.
2.
Untuk mengetahui sebab-sebab dan asal mula reklamasi yang
dilakukan Singapura dan potensi konflik apa yang terjadi pada reklamasi ini.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diperoleh penulis dari penelitian ini yaitu :
1.
Dapat menjadi sumber rujukan bacaan atau referensi bagi peneliti
lainnya yang ingin melakukan penelitian yang relevan dengan objek kajian
penelitian ini.
2.
Untuk menerapkan konsep-konsep dan teori-teori yang selama ini
didapat semasa perkuliahan dan diterapkan dalam bentuk sebuah skripsi.
3.
Untuk membuat suatu tulisan ilmiah yang baik, relevan dan dapat di
percaya sebagai sumbangsih penulis terhadap studi ilmu Hubungan
Internasional
Metodologi Penelitian
Tipe yang digunakan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah tipe
Deskriptif-Analisis yaitu penelitian yang berusaha memberikan gambaran
mengenai Potensi Konflik Indonesia Singapura Pasca Reklamasi Pantai
Singapura.
Fokus Penelitian
Sehubungan dengan judul yang penulis ajukan yaitu Potensi Konflik Indonesia
Singapura Pasca Reklamasi Pantai Singapura maka penulis membatasi ruang
lingkup permasalahannya pada potensi konflik pasca reklamasi pantai Singapura.
787

Journal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013 : 785


- 792

Teknik Pengumpulan Data


Data-data yang tersaji dalam skripsi ini seluruhnya adalah data sekunder yaitu
data yang diperoleh penulis dengan menelaah sejumlah literature yang relevan
dengan masalah-masalah yang sedang di kaji dalam penulisan proposal penelitian
ini yang diperoleh melalui buku dan akses dari internet.
Teknik Analisa Data
Tekhnik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini
adalah tekhnik analisis kualitatif yaitu tekhnik analisis yang berlandaskan pada
kerangka pemikiran konseptual, dengan menggunakan Konsep Masalah
Perbatasan, konsep Geopolitik dan Konsep Perluasan Wilayah Geografi dan
Delimitasi untuk menjelaskan dan menganalisis data yang relevan dengan masalah
yang sedang dikaji dan menyajikannya dalam bentuk proposal penelitian yaitu :
Potensi Konflik Indonesia Singapura Pasca Reklamasi Pantai Singapura.
Pembahasan
Singapura sebagai negara pulau yang berada di ujung dari semenanjung malaka
merupakan negara yang strategis karena berada di jalur pelayaran internasional.
Dengan lokasinya yang strategis membuat Singapura menjadi negara yang tingkat
ekonominya paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Dengan kemajuan tingkat
ekonominya Singapura yang merupakan negara dengan wilayah kecil
membutuhkan lahan daratan untuk memperluas industrinya. Dengan semakin
banyaknya investasi yang akan masuk ke Singapura maka lahan yang dibutuhkan
pun semakin luas. Selain dari sektor industry, kebutuhan akan lahan juga sangat
dibutuhkan dari sektor perumahan, infrastruktur, pariwisata hingga militer.
Jumlah penduduk Singapura yang sudah mencapai sekitar 4 juta jiwa memaksa
pemerintah Singapura untuk mencari lahan baru untuk menyediakan sarana
perumahan bagi penduduknya, sementara luas wilayah Singapura tidak cukup
untuk menampung apabila jumlah penduduk Singapura semakin meningkat.
Infrastruktur dalam hal ini merujuk kepada bandara yang dimiliki Singapura yaitu
bandara Changi dimana setiap tahunnya jumlah penumpang di bandara ini selalu
padat, dan merupakan salah satu bandara tersibuk di dunia karena juga sebagai
jalur transit internasional.
Dari situasi dan kondisi yang terjadi pada beberapa sektor di Singapura tersebut
maka kebutuhan akan lahan sangatlah mendesak. Untuk memenuhi kebutuhan
lahan tersebut Singapura melakukan reklamasi untuk memenuhi kebutuhan lahan
yang memang mendesak untuk dibutuhkan. Namun reklamasi ini menimbulkan
beberapa masalah bagi negara-negara yang bertetangga langsung dengan
Singapura dan bisa memicu potensi konflik antar negara, khususnya Indonesia
dan Singapura.
788

Potensi Konflik IndonesiaSingapura Pasca Reklamasi Pantai Singapura (Reza


Katamsi)

1. Potensi Konflik Akibat Perbedaan Pemahaman Mengenai UNCLOS 1982


Kasus reklamasi yang dilakukan Singapura ini tidak bisa terlepas dari hukum laut
internasional yaitu UNCLOS 1982. Karena untuk setiap permasalahan yang
berhubungan dengan hukum laut pasti akan merujuk ke UNCLOS sebagai dasar
penyelesaian masalah apabila ada sengketa laut. Meskipun dalam kasus reklamasi
Singapura ini tidak disebutkan secara jelas pasal mana yang berkaitan dengan
masalah reklamasi. Namun dari beberapa pasal yang ada di UNCLOS ada pasalpasal yang masih ada hubungannya dengan proses reklamasi ini.Berdasarkan
interpretasi terhadap ketentuan-ketentuan UNCLOS mengenai reklamasi tersebut,
maka ada celah-celah dari masing-masing negara, baik Indonesia maupun
Singapura, untuk mengajukan argumen masing-masing terkait permasalahan
reklamasi Singapura dan dampak delimitasi batas wilayah.
2. Potensi Konflik Akibat Belum Tuntasnya Perjanjian Perbatasan
Indonesia-Singapura
Indonesia dan Singapura telah sepakat untuk menandatangani perjanjian batas laut
territorial pada tanggal 25 Mei 1973 dengan menetapkan enam titik batas yang
telah dikenal dengan sebutan v-line. Sejak Indonesia dan Singapura meratifikasi
perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut secara resmi berlaku dan mengikat
secara hukum. Namun perjanjian tersebut belum menyelesaikan masalah
delimitasi batas maritime untuk keseluruhan kawasan maritime yang seharusnya
di delimitasi. Perjanjian yang dilakukan pada tahun 1973 tersebut hanya
menyepakati 6 titik perbatasan, sementara masih ada segmen di sebelah barat dan
timur yang harus diselesaikan.
Singapura sangat aktif melakukan reklamasi yang berakibat berubahnya bentuk
geografisnya. Reklamasi yang dilakukan Singapura telah menggeser garis
pantainya kea rah kedaulatan wilayah Indonesia. Proyek reklamasi yang dilakukan
Singapura mengakibatkan daratan Singapura maju sejauh 12 kilometer pada
wilayah yang belum di delimitasi batas wilayahnya. Oleh karena itu dengan belum
tuntasnya kesepakatan keseluruhan wilayah perbatasan Indonesia-Singapura,
maka hal tersebut menjadi ancaman potensi konflik delimitasi wilayah perbatasan
Indonesia-Singapura.
3. Potensi Konflik Akibat Perluasan Wilayah Singapura Pasca Reklamasi
Reklamasi yang dilakukan oleh Singapura memberikan dampak yang sangat besar
terhadap perluasan wilayah dari Singapura. Reklamasi besar-besaran yang
dilakukan oleh Pemerintah Singapura telah merubah bentuk garis pantai dari
Singapura dan merubah jarak titik-titik batas laut ke daratan Singapura. Luas
daratan Singapura pun bertambah setelah reklamasi ini. Perluasan wilayah yang
dilakukan oleh Singapura bermula dari tahun 1960 karena keterbatasan wilayah
789

Journal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013 : 785


- 792

yang dimilikinya dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Dengan luas
wilayahnya yang hanya sekitar 581, 5 kilometer persegi sementara kebutuhan
akan infrastrukur, perumahan, industri dan rekreasi terus meningkat.
Untuk mengatasi maslah ini kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Singapura
adalah dengan mereklamasi daerah pantai dan menjadikannya daratan. Luas
Sinagpura yang awalnya hanya 581,5 kilometer persegi bertambah luas menjadi
697,2 kilometer persegi. Dengan adanya reklamasi pantai yang dilakukan
Singapura ini maka secara langsung dapat berdampak pada batas negara anatar
Indonesia dan Singapura. Akibat dari reklamasi yang dilakukan dengan cara
mengimpor pasir laut dari Indonesia ini telah menimbulkan banyak kerugian,
bukan saja dari aspek territorial namun juga dari aspek ekonomi perdagangan dan
juga lingkungan hidup. Kebijakan reklamasi yang dilakukan pemerintah
Singapura ini membuat pemerintah Indonesia khawatir, karena dengan melakukan
reklamasi daratan Singapura akan bertambah yang mana akan menyebabkan
pergeseran garis batas antar kedua negara dan jelas akan mengganggu kedaulatan
territorial Indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa potensi konflik
yang ditimbulkan dari reklamasi yang dilakukan oleh Singapura adalah sebagai
berikut.
1. Potensi Konflik Yang Ditimbulkan Akibat Perbedaan Pemahaman Mengenai
UNCLOS 1982
Hukum Laut Internasional yang termasuk dalam UNCLOS sebenarnya sudah
mencantumkan hukum laut secara jelas dan menjadi rujukan berbagai masalah
yang berhubungan dengan hukum laut. Namun untuk kasus reklamasi masih
belum ada pasal-pasal khusus yang mengatur tentang masalah reklamasi ini
walaupun ada beberapa pasal-pasal yang masih ada terkait dengan kasus
reklamasi ini.
2. Potensi Konflik Akibat Belum Tuntasnya Perjanjian Perbatasan IndonesiaSingapura
Perjanjian Perbatasan Indonesia-Singapura belum tuntas walaupun sudah ada
melakukan perjanjian pada tahun 1973 yang menghasilkan perjanjian yang
menetapkan 6 titik perbatasan. Namun perjanjian ini belum menuntaskan
keseluruhan garis batas antara Indonesia-Singapura sehingga masih menimbulkan
beberapa celah yang dapat merubah garis batas Indonesia-Singapura.
3. Potensi Konflik Akibat Perluasan Wilayah Singapura Pasca Reklamasi
Pasca reklamasi wilayah Singapura semakin meluas, dan dengan meluasnya
wilayah Singapura ini dapat dipastikan kebijakan reklamasi yang dilakukan
pemerintah Singapura ini membuat pemerintah Indonesia khawatir, karena dengan
790

Potensi Konflik IndonesiaSingapura Pasca Reklamasi Pantai Singapura (Reza


Katamsi)

melakukan reklamasi daratan Singapura akan bertambah yang mana akan


menyebabkan pergeseran garis batas antar kedua negara dan jelas akan
mengganggu kedaulatan territorial Indonesia.
Saran
1. Pemerintah Indonesia harus memperhatikan proyek reklamasi yang
dikembangkan oleh Singapura. Reklamasi menyebabkan daratan Singapura
maju sejauh 12 kilometer dari base line asalnya. Sementara itu perjanjian
perbatasan Indonesia-Singapura tahun 1973 belum menuntaskan keseluruhan
garis batas antara Indonesia-Singapura yang mana masih menimbulkan celah
di sebelah barat dan sebelah timur.
2. Pemerintah Indonesia harus mencermati penggunaan interpretasi dalam pasalpasal UNCLOS khususnya pasal 11 mengenai pelabuhan yang dapat
digunakan sebagai argumentasi hukum pihak Singapura untuk melakukan
delimitasi perbatasan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abidin, Hasanuddin Z, dkk. 2005. Geodetic Datum of Indonesian Maritime
Boundaries: Status and Problems. Jakarta: Erlangga.

Bintarto,R. Dan Surastoto Adisumarno. 1979. Metode Analisa Geografi. Jakarta


: Lembaga Penelitian Pendidikan dan penerangan ekonomi dan sosial
Flint, Colin. 2006. Introduction to Geopolitics. New York and London :
Routledge
Forbes, V.L. 1995. Indonesias Maritime Boundaries, A Malaysian Institute of
Maritime Affairs Monograph, ISBN 983-9275-00-3, Malaysian Institute of
Maritime Affair, Kuala Lumpur

Hutauruk, M. 1989. Kenallah PBB edisi kelima. Jakarta : Erlangga


Mohtar Masoed. 1990. Ilmu Hubungan Internasional ; Disiplin dan Metodologi.
Yogyakarta: LP3ES.
Papp, Daniel S. 1988. Contemporary International Relation: A Framework for
Understanding, Second Editions. New York: MacMillan Publishing
Company
Sutisna, Sobar. 2004. Pandang wilayah Perbatasan Indonesia : Aspek
Permasalahan Batas Maritim Indonesia. Kepala Pusat Pemetaan Batas
791

Journal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013 : 785


- 792

Wilayah, Badan Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional


(Bakosurtanal).
Syahmin, AK. 1988 Beberapa Perkembangan dan Masalah Hukum Laut
Internasional. Bandung : Binacipta
Media Elektronik
Geodetic Datum of Indonesian Maritime Boundaries: Status and Problems
terdapat di
http://www.fig.net/pub/cairo/papers/ts_45/ts45_01_abidin_etal.pdf
15 Januari 2012
Inpres RI No.2 Thn.2002 Tentang Pengendalian Penambangan Pasir Laut
terdapat
di
http://www.tempointeraktif.com/hg/peraturan/2004/03/29/prn,2004032922,id.html 15 Januari 2012
Persoalan Selat Malaka dan Singapura, terdapat di
http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=22&Itemid=33 16 Oktober 2012
Selat Melaka, terdapat di http://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Melaka
16 Oktober 2012
Singapores Shifting Sands terdapat di http://www.asiasentinel.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=356&Itemid=32 15 Januari 2012
United Nations Convention On The Law Of The Sea terdapat di
http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/closindx.
htm 25 Desember 2011
United Nations Convention on the Law of the Sea for Maritime law in general,
see Admiralty law terdapat di
http://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Convention_on_the_Law_of
_the_Sea 27 November 2012
Zona Ekonomi Eksklusif terdapat di
http://tumoutou.net/702_04212/sudarmin_p.htm 27 November 2012

792

Anda mungkin juga menyukai