Anda di halaman 1dari 3

Tertawa, Buat Hidup Jadi Lebih

Mudah
29 Desember 2014 | Dibaca : 2280 Kali | Rubrik : Psikologi Keluarga

Berbagai tekanan hidup ternyata membuat orang tak mudah tertawa. Padahal tertawa bisa
membuat perubahan besar dalam hidup.
Kedengarannya mudah saja untuk tertawa. Tapi, nyatanya tak semua orang bisa seringsering tertawa. Bahkan sebuah penelitian menunjukkan bahwa usia pun memengaruhi
intensitas tertawa seseorang. Disebutkan, anak-anak dalam sehari tertawa sebanyak 400
kali, sementara orang usia lanjut hanya 15 35 kali.

TERTAWA KARENA LUCU


Sebagaimana menangis dan marah, tertawa juga sebuah ungkapan emosi. Tentu saja emosi
yang diungkapkan berbeda. Tertawa adalah ungkapan kebahagiaan. Spektrumnya mulai
dari senyum simpul sampai terbahak-bahak, tutur Ika Malika, M.Psi, psikolog dari
Universitas Indonesia.
Selain karena kebahagiaan, tertawa pun dipicu oleh sesuatu yang dianggap lucu atau
humor. Namun, perlu diingat, sesuatu yang lucu atau tidak lucu amat bergantung kepada
kepribadian, sudut pandang, dan pengalaman seseorang. Sesuatu yang dianggap lucu oleh
seseorang, bisa jadi justru dianggap sindiran tak lucu buat orang lain.
Rasa humor seseorang juga memengaruhi hal ini. Orang yang punya sense of humor yang
tinggi bisa saja langsung tergelak menanggapi humor kecil. Sementara orang yang sangat
serius, selucu apa pun humornya akan tetap diabaikannya.
Terkait pengaruh nature (berhubungan dengan genetik) dan nurture (berkaitan dengan
lingkungan), sense of humor ini, menurut Ika, lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan
(nurture). Saya belum pernah baca ada pengaruh genetis yang menyebabkan seorang anak
tidak bisa tertawa. Melainkan, pola asuh sejak kecillah yang memengaruhinya, terangnya.

Anak yang diasuh dalam keluarga dengan sense of humor tinggi akan lebih mudah untuk
tertawa. Sedangkan anak yang dibesarkan secara otoriter, penuh kekerasan dan
pengabaian, otomatis akan mematikan rasa humor yang dimilikinya.
Dalam prosesnya pasti ada stimulus yang membuat orang tertawa, seperti humor tadi. Tak
mesti ada orang lain, orang bisa saja tertawa sendiri. Ini disebabkan adanya proses berpikir
dalam otak, mengingat sesuatu yang lucu atau memikirkan hal-hal lucu lainnya. Penderita
psikotik atau orang kurang waras pun sebenarnya tengah memikirkan sesuatu yang
membuatnya bahagia atau sesuatu yang lucu hingga membuatnya tertawa sendiri. Dia
distimulasi oleh proses berpikirnya, sesuatu yang diolah dalam pikirannya, terlepas apakah
pikirannya itu riil atau tidak, jelas Ika.

RELAKSASI DENGAN TERTAWA

Secara medis, tertawa akan menghasilkan hormon endorfin dalam tubuh. Hormon ini juga
disebut sebagai hormon pemicu kebahagiaan. Sebagaimana morfin, hormon endorfin
mengurangi rasa nyeri, rasa cemas, sedih, ketegangan atau stres, hingga hidup jadi tenang
dan damai.
Dari sisi pikologis sendiri, tertawa itu menambah ketenangan dan menjadi cara relaksasi.
Bahkan salah satu manajemen stres dilakukan dengan cara membuat orang senang, seperti
tertawa, ungkap Ika. Hasil dari relaksasi adalah rasa tenang dan lega. Menurut penelitian,
tertawa selama 1 menit menimbulkan efek senang dan tenang selama 40 menit ke depan.
Orang yang mudah tertawa biasanya juga punya pemikiran yang positif. Selalu ada alasan
baginya untuk tertawa, yang menunjukkan dirinya selalu bisa melihat sesuatu dari sudut
pandang positif. Ini berseberangan dengan orang yang mudah depresi, yang terbiasa
menghadapi segala sesuatu dari segi negatif, seperti hambatan, kesusahan dan hal-hal
negatif lainnya. Dengan sudut pandang yang positif, penyikapan terhadap suatu masalah
juga bisa jadi lebih ringan sehingga pemecahan masalah dapat ditemukan. Dalam sebuah
penelitian, orang yang sense of humor-nya tinggi terbukti lebih kreatif dalam menyelesaikan
puzzle. Ini disebabkan pola pikirnya yang berbeda karena bisa melihat sesuatu dari
berbagai sudut pandang, papar Ika.
Dalam kehidupan sosial, tertawa bisa meningkatkan kualitas hubungan antara sesama
manusia. Tertawa bersama keluarga, sahabat dan rekan kerja dapat membuat interaksi jadi
lebih hangat dan inspiratif. Kita pun bisa menikmati hidup beserta masalah yang
menyertainya.
Dengan berbagai keuntungan yang didapat dari tertawa, tak heran bila ada terapi tertawa
untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan fisik dan mental. Terapi ini sudah dilakukan
di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Namun begitu, Ika mengingatkan, tertawa pun jangan sampai mematikan hati sebagaimana
yang disabdakan Rasulullah, misalnya menertawakan penderitaan orang lain. Ada adabadab yang juga mesti diperhatikan agar tertawa tak bablas hingga malah merusak akhlak.

Asmawati

Wawancara: Desmalia Anggraini

Mengasah Rasa Humor


Tak semua orang mudah tertawa karena sense of humor yang rendah. Sikapnya jadi kaku,
tak hangat pada orang lain. Kecenderungan ini bisa diubah dengan beberapa tindakan
berikut:

Perbanyak hal yang bisa membuat tertawa, seperti membaca buku humor,
berteman dengan orang yang mudah tertawa.
Bertahap saja karena semua perlu pembiasaan dan awalnya mungkin kaku.

Jangan memaksakan diri jadi orang lain karena jadinya malah sok lucu, bahkan
garing. Lakukan dengan enjoy.

Kalaupun tak bisa berubah sepenuhnya, sudah cukup bagus bila sekarang kita jadi
lebih menghargai orang yang mudah tertawa dan lucu. Tak lagi cepat tersinggung oleh
berbagai hal yang menimbulkan kelucuan dan tawa.

Anda mungkin juga menyukai