Sel chief (peptik) merupakan sumber enzim pencernaan yaitu enzim pepsin dan
lipase. Sel chief ini biasanya terletak pada bagian basal, bentuknya berupa silindris
(kolumner) dan nukleusnya berbentuk bundar dan euchromatik. Sel ini mengandung
granul zimogen sekretoris dan karena banyaknya sitoplasmik RNA maka sel ini
sangat basophilic.
Sel parietal (Oxyntic) merupakan sumber asam lambung dan faktor intrinsik, yaitu
glycoprotein yang penting untuk absorbsi vitamin B12. Sel ini berukuran besar, oval,
dan sangat eosinophilic dengan nukleus terletak pada pertengahan sel. Sel ini terletak
terutama pada apical kelenjar hingga bagian isthmus. Sel ini didapati hanya pada
interval sel-sel lainnya disepanjang dinding foveola dan menggembung di lateral
dalam jaringan konektif. Terdapat sangat banyak mitokondria yang tersebar di seluruh
organella ini.
Sel leher mukosa sangat banyak pada leher kelenjar dan tersebar sepanjang dinding
regio bagian basal. Sel ini mengsekresikan mukus, dengan vesikel sekretorik
apikalnya me-ngandung musin dan nukelusnya terletak pada bagian basal.
Sel bakal merupakan sel mitotik yang belum berdifferensiasi dari jenis sel kelenjar
lainnya. Sel ini relatif sedikit dan terletak pada regio isthmus kelenjar dan bagian
basal dari foveola gastric. Sel ini berbentuk silindris (kolumner) dengan sedikit
microvili yang pendek. Sel ini secara periodik mengalami mitosis, sel yang dihasilkan
bergerak ke apikal untuk ber-differensiasi menjadi sel mukosa permukaan, atau ke
basal membentuk sel leher mukosa, sel parietal, dan sel chief, serta sel neuroendokrin.
Semua sel ini memiliki durasi hidup yang terbatas, terutama yang mengsekresikan
mukus, dan yang selalu diganti. Periode pergantian dari sel mukosa permukaan adalah
tiap 3 hari; sel leher mukosa diganti tiap minggu. Jenis sel lainnya sepertinya hidup
lebih lama.
Sel neuroendokrin ditemukan disemua jenis kelenjar gastrik namun lebih banyak
ditemu-kan pada corpus dan fundus. Sel ini terletak pada bagian terdalam dari
kelenjar, diantara kumpulan sel chief . Sel ini berbentuk pleomorfik dengan nukleus
ireguler yang diliputi oleh granular sitoplasma yang mengandung kluster granul
sekretorik yang besar. Sel ini mensintesis beberapa amino biogenic dan polipeptide
yang penting dalam mengendalikan motilitas dan sekresi glanduler. Pada lambung sel
ini termasuk sel G (yang mensekresi gastrin), sel D (somatostatin), dan sel
enterochromaffin-like/ECL (histamine).
Kelenjar Kardiak
Sel kardiak terbatas pada area kecil dekat dengan orificium kardiak., beberapa berupa
kelenjar tubuler sederhana, lainnya merupakan tubuler bercabang. Sel yang mengsekresikan
mukus mendominasi, sel parietal dan sel chief, walaupun ditemukan namun jumlahnya
sedikit.
Gambaran micrograph yang menunjukkan celah antara sel
epitel berlapis gepeng tanpa lapisan keratin pada oesofagus dan
pada lambung, dengan kelenjar kardiak. Suatu folikel lymphoid
terlihat pada submukosa dari zona peralihan (kiri bawah).
Kelenjar Pyloric
Kelenjar pyloric bermula sebagai dua atau tiga pipa berlekuklekuk menjadi suatu dasar dari foveola gastrik pada antrum
pylori: foveola mengambil sekitar 2/3 kedalaman mukosa.
Kelenjar pyloric kebanyakan ditempati oleh sel penghasil
mukus, sel parietal sedikit, dan sel chief sangat jarang
ditemukan. Sebaliknya terdapat sangat banyak ditemukan sel
neuro-endokrin, terutama sel G, yang meng-sekresi gastrin
ketika diaktifkan oleh stimulus mekanis yang sesuai (menyebabkan peningkatan motilitas
gaster dan sekresi asam lambung). Walaupun sel parietal jarang ditemukan pada kelenjar
pyloric, sel ini selalu ditemukan pada jaringan janin dan bayi. Pada dewasa sel ini dapat
terlihat pada mukosa duodenum yang dekat dengan pylorus.
Gambaran mikrograph yang memperlihatkan daerah pyloric
pada lambung dengan kelenjar pyolorik, terlihat musin
(magenta/ungu) pada foveola gastric dan kelenjar. Sel
berwarna pucat merupakan sel parietal besar (P) dan sel
enteroendokrin kecil (E) .
LAMINA PROPRIA
Lamina propria membentuk kerangka jaringan
konektif antara kelenjar dan mengandung jaringan lymphoid
yang terkumpul dalam massa kecil folikel lymphatic gastrik
yang membentuk folikel intestinal soliter (terutama pada
masa awal kehidupan). Lamina propria juga memiliki suatu
pleksus vaskuler periglandu-ler yang kompleks, yang
diperkirakan berperan penting dalam menjaga lingkungan
mukosa, termasuk membuang bikarbonat yang diproduksi pada jaringan sebagai pengimbang
sekresi asam. Pleksus neural juga ditemukan dan mengandung ujung saraf motorik dan
sensorik.
MUCOSA MUSKULARIS
Mukosa muskularis merupakan lapisan tipis dari serat otot halus yang terdapat pada
bagian eksternal dari kelenjar. Serat muskular ini teratur dalam bentuk sirkuler di dalam,
lapisan longitudinal di bagian luar, terdapat pula lapisan sirkuler diskontinu bagian luar.
Lapisan dalam mengandung jelujur sel otot polos terletak di antara kelenjar dan kontraksinya
kemungkinan membantu dalam mengosongkan foveola gastrik.
Submukosa
Submukosa merupakan lapisan bervariabel dari jaringan konektif yang terdiri dari
bundel kolagen tebal, beberapa serat elastin, pembuluh darah, dan pleksus saraf, termasuk
pleksus submukosa berganglion (Meissner's) pada lambung.
Muscularis eksterna
Muscularis eksterna merupakan selaput otot tebal berada tepat dibawah serosa,
dimana keduanya terhubung melalui jaringan konektif subserosa longgar. Dari lapisan
terdalam keluar, jaringan ini memiliki lapisan serat otot oblique, sirkuler, dan longitudinal,
walaupun celah antara tiap lapisan tidak berbeda satu sama lain.
Kerja dari muskularis eksterna ini adalah menghasilkan pergerakan adukan yang mencampur
makanan dengan produk sekresi lambung. Ketika otot berkontraksi, volume lambung akan
ber-kurang dan menggerakkan mukosa menjadi lipatan longitudinal atau rugae. Rugae ini
akan datar kembali dan menghilang ketika lambung penuh akan makanan dan muskulatur
berelaksasi dan menipis. Aktivitas otot diatur oleh jaringan saraf autonom yang tidak
bermyelin, yang terdapat pada lapisan otot dalam plexus myenterik (Auerbach's)
SEROSA ATAU PERITONEUM VISCERA
Serosa merupakan perpanjangan dari peritoneum visceral yang menutupi keseluruhan
permukaan pada lambung kecuali sepanjang kurvatura mayor dan minor pada pertautan
omentum mayor dan minor, dimana lapisan peritoneum meninggalkan suatu ruang untuk
saraf dan vaskler.
LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Dispepsia
LO. 4.1. Definisi
Dispepsia adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen bagian atas atau
dada bagian bawah. Salah cerna (indigestion) mungkin digunakan oleh pasien untuk
menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi atau flatus (Grace & Borley, 2006). Menurut
Tarigan (2003), dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak
enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh
saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah, heartburn,
regurgitasi.
Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang
menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas
perut. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti
pencernaan yang jelek.
Pankreas
- Tukak peptik
- Pankreatitis
- Keganasan
Gastritis
- Keganasan
Keadaan sistemik
Gastroparesis
Obat-obatan
- Diabetes militus
Digitalis
- Penyakit tiroid
Gagal
- Penyakit jantung sistemik
ginjal
Kehamilan
Gangguan fungsional
Hepato-bilier
- Dispepsia fungsional
- Hepatitis
- Sindrom kolon iritatif
- Disfungsi sphincter Odli
Kolesistisis
Kolelitiasis
Keganasan
Sumber: Annisa (2009, dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, 2001)
Faktor Resiko
a. Host/Penjamu
Penjamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga
menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit.
a.1. Umur dan Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Eddy Bagus di Unit
Endoskopi Gastroenterologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2001
diperoleh penderita dispepsia terbanyak pada usia 30 sampai 50 tahun.
Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada lakilaki. Perbandingan insidennya 2:1.
a.2. Stress dan Faktor Psikososial
Klasifikasi
Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka
dispepsia dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional.
Dispepsia organik adalah apabila penyebab dispepsia sudah jelas,
misalnya ada ulkus peptikum, karsinoma lambung, kholelithiasis, yang
bisa ditemukan secara mudah. Dispepsia fungsional adalah apabila
penyebab dispepsia tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan gastroenterologi konvensional, atau tidak ditemukannya
adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Tarigan, 2003).
Menurut Calcaneus (2010), klasifikasi klinis praktis didasarkan atas
keluhan/gejala yang dominan. Dengan demikian, dispepsia dapat dibagi
menjadi 3 tipe, yaitu dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like
dyspepsia) dengan gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati, dispepsia
dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan
gejala yang dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang, dan
dispepsia nonspesifik yaitu dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam
satu kategori diatas.
a. Dispepsia Tukak
Keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri ulu hati.
Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan
makanan. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat
menentukan adanya tukak di lambung atau duodenum.
b. Refluks Gastroesofageal
Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di
dada dan regurgitasi asam terutama setelah makan.
c. Ulkus Peptik
Ulkus peptik dapat terjadi di esophagus, lambung, duodenum atau
pada divertikulum meckel ileum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah
lambung yang asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat
masih belum dapat dipastikan. Beberapa kelainan fisiologis yang timbul
pada ulkus duodenum:
c.1. Jumlah sel parietal dan chief cells bertambah dengan produksi asam
yang makin banyak.
c.2. Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap stimulasi gastrin.
c.3. Peningkatan respon gastrin terhadap makanan
c.4. Penurunan hambatan pelepasan gastrin dari mukosa antrum setelah
pengasaman
isi lambung.
c.5. Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya
hambatan
pengosongan akibat masuknya asam ke duodenum.
Menurunnya resistensi mukosa duodenum terhadap asam lambung
dan pepsin dapat berperan penting. Insiden ulkus peptik meningkat pada
kegagalan ginjal kronik. Ulkus juga dapat berkaitan dengan
hiperparatiroidisme, sirosis, penyakit paru dan jantung. Kortikosteroid
meningkatkan resiko ulkus peptik dan perdarahan saluran pencernaan.
e. Karsinoma
Karsinoma dari saluran makan (esophagus, lambung, pancreas dan
kolon)
sering menimbulkan keluhan sindrom dispepsia. Keluhan yang sering
diajukan yaitu rasa nyeri perut. Keluhan bertambah berkaitan dengan
makanan, anoreksia dan berat badan menurun.
f. Pankreatitis
Rasa nyeri timbul mendadak yang menjalar ke punggung. Perut
terasa makin tegang dan kembung.
b. Dismotilitas Gastrointestinal
Yaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan
motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi
perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50%
kasus.
c. Diet dan Faktor Lingkungan
Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan
sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak
mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor nervus vagus,
dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses
pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara
langsung tetapi efek dari antral gastrin dan rangsangan lain sel parietal.
d. Psikologik
Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus
stress sentral.
LO. 4.3. Epidemiologi
a. Manusia
a.1. Umur
Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling
beresiko adalah diatas umur 45 tahun. Penelitian yang dilakukan di Inggris
ditemukan frekuensi anti Helicobacter pylori pada anak-anak di bawah 15
tahun kira-kira 5% dan meningkat bertahap antara 50%-75% pada
populasi di atas umur 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter
pylori pada orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram
51%-66%.
Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada lakilaki. Perbandingan insidennya 2 : 1. Penelitian yang dilakukan Tarigan di
RSUP. Adam Malik tahun 2001, diperoleh penderita dispepsia fungsional
laki-laki sebanyak 9 orang (40,9%) dan perempuan sebanyak 13 orang
(59,1%).
a.3. Etnik
Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya
usia, lebih tinggi pada kelompok kulit hitam dibandingkan kelompok kulit
putih. Di kalangan Aborigin frekuensi infeksi Helicobacter pylori lebih
rendah dibandingkan kelompok kulit putih, walaupun kondisi hygiene dan
sanitasi jelek. Penelitian yang dilakukan Tarigan di Poliklinik penyakit
dalam sub bagian gastroenterology RSUPH. Adam Malik Medan tahun
2001, diperoleh proporsi dispepsia fungsional pada suku Batak 10 orang
(45,5%), Karo 6 orang (27,3%), Jawa 4 orang (18,2%), Mandailing 1 orang
(4,5%) dan Melayu 1 orang (4,5%). Pada kelompok dispepsia organik, suku
Batak 16 orang (72,7%), Karo 3 orang (13,6%), Nias 1 orang (4,5%) dan
Cina 1 orang (4,5%).
b. Tempat
Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat
penduduknya, sosioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara
yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Di negara
berkembang diperkirakan 10% anak berusia 2-8 tahun terinfeksi
setiaptahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.
c. Waktu
Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan Ramadhan
bagi yang memjalankan puasa. Penelitian di Turki pada tahun 1994,
ditemukan terjadi peningkatan kasus dengan komplikasi tukak selama
bulan ramadhan dibandingkan bulan lain. Penelitian di Paris tahun 1994
yang melibatkan 13 sukarelawan yang melaksanakan ibadah puasa
membuktikan adanya peningkatan asam lambung dan pengeluaran
keadaan
yang
potensial
agar
mencetuskan
tetap
serangan
bersih,
perbaikan
pemberian
makanan.
bayi,
perlu
diperhatikan
a.2. Radiologis
Pada tukak di lambung akan terlihat gambar yang disebut niche
yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari
tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dasarnya licin. Kanker di
lambung secara radiologist akan tampak massa yang irregular, tidak
terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.
a.3. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis. Yang
perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Kelainan di
lambung yang sering ditemukan adalah tanda peradangan tukak yang
lokasinya terbanyak di bulbus dan parsdesenden, tumor jinak dan ganas
yang divertikel.
Pada endoskopi ditemukan tukak baik di esophagus, lambung
maupun duodenum maka dapat dibuat diagnosis dispepsia tukak.
Kalsium karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat,
maka daya kerjanya lama dan daya menetralkannya cukup lama.
Kalsium karbonat dapar menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan
saluran cerna dan disfungsi ginjal, dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut
bukan berdasarkan daya netralisasi asam, tetapi merupakan kerja langsung kalsium
di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal mengeluarkan
HCl (H+). Sebagai akibatnya sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang
akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi ialah
hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi pada
penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk alkali
syndrom).
Pemberian 4 g kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan,
sedangkan pemberian 8 g dapat menyebabkan hiperkalsemia sedang.
Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram
kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2
gram.
Magnesium trisiklat
Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi
dalam lambung sebagai berikut:
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi
menutup tukak. Sebanyak 7% silika dari magnesium trisiklat akan diabsorbsi
melalui usus dan dieksresi dalam urin. Silika gel dan megnesium trisiklat
merupakan adsorben yang baik; tidak hanya mengadsorbsi pepsin tetapi juga
protein dan besi dalam makanan. Mula kerja magnesium trisiklat lambat, untuk
menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15 menit, sedangkan untuk
menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam.
Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom
Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik pada
AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence,
dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam
kulit.
Sediaan dan posologi
Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1 kali/hari
selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut enterik 20 mg dan 40 mg,
serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan
40 mg.
d. Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Burinamid
dan metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali ditemukan, namun
karena toksik tidak digunakan di klinik. Antagonis reseptor H 2 yang ada saat ini
adalah simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
Antagonis reseptor H2 merupakan obat yang efektif dan relatif aman untuk pasien
dengan hipersekresi asam lambung, misalnya untuk pasien tukak duodenum dan tukak
lambung. Golongan obat ini menggeser penggunaan antasid yang membutuhkan
pemberian yang lebih sering sehingga dapat mengurangi kepatuhan pasien. Bagi
pasien yang menggunakan obat lain/banyak obat, nampaknya akan lebih aman
menggunakan ranitidin, famotidin, atau nizatidin yang tidak/kurang kemungkinannya
dibandingkan simetidin untuk mengadakan interaksi dengan obat lain yang
merupakan substrat enzim sitokrom P450. Dibandingkan simetidin, kemungkinan
efek samping ranitidin, famotidin, dan nizatidin nampaknya lebih kecil, termasuk
kemungkinan di antaranya kemungkinan impotensi dan ginekomastia karena ketiga
obat tersebut tidak mengikat reseptor androgen.
Farmakodinamik
Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada
pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat.
Farmakokinetik
Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau
IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi terjadi pada menit ke 6090. Masa paruh eliminasi sekitar 2jam. Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara
oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati
masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal.
Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah pengguanaan 150 mg ranitidin
secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya 15%.Sekitar 70% dari ranitidin
yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin
Indikasi
Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin H2 sama
efektif dengan pengobatan itensif dengan antasid untuk penyembuhan awal tukak
lambung dan duodenum. Antihistamin H2 juga bermanfaat untuk hipersekresi asam
lambung pada sindrom Zollinger-Ellison.
Penggunaan antihistamin H2 dalam bidang dermatologi seringkali digunakan
ranitidin atau simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis sistematik, sperti
urtikaria dan pruritus. Pada beberapa pasien pengobatan digunakan dosis tinggi.
e. Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid, domperidon,
cisapride.
Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat ini
dipakai untuk mengobati penderita dengan refluks gastroesophageal, makanan
yang dirasa tidak turun, transit oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik
empedu. Efek sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis
sistemik, di antaranya adalah sakit kepala, mata kabur, kejang perut, nausea dan
vomitus, spasme kandung kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai tidak
digunakan lagi.
Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai
efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini berkhasiat sentral
maupun perifer. Khasiat metoklopramid antara lain:
- meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion
kolinergik,
- merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan
- merupakan reseptor antagonis dopamine
Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru
yang mempunyai khasiat memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini
mempunyai spektrum yang luas.
Pada penderita dengan dispepsia, dimana sering terjadi gangguan motilitas
pada saluran cerna bagian atas, obat ini bermanfaat untuk memperbaiki. Hal ini
disebabkan karena cisapride meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian
bawah, peristaltik oesophagus, dan pengosongan oesophagus. Di samping itu, akan
meningkatkan peristaltik antrum, memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan
mempercepat pengosongan lambung. Manfaat cisapride pada saluran cerna bagian
bawah yaitu akan merangsang aktivitas motorik usus halus dan kolon sehingga
mempercepat transit di sini. Jadi, obat ini juga bermanfaat pada pseudo-obstruksi
usus kronis idiopatik, pada penderita konstipasi karena paraplegia, dan pemakai
obat laxatif yang menahun.
Efek samping yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di
perut yang sifatnya sementar.
f. Sitoprotektive agent
Agen Cytoprotective merangsang produksi lendir dan meningkatkan aliran
darah ke seluruh lapisan saluran pencernaan. Agen ini juga bekerja dengan
membentuk lapisan yang melindungi jaringan ulserasi. Contoh agen Cytoprotective
termasuk misoprostol dan sukralfat.
Misoprostol (Cytotec)
Misoprostol merupakan analog prostaglandin yang dapat digunakan untuk
menurunkan kejadian tukak lambung dan komplikasi jangka panjang pengguna
NSAID yang berisiko tinggi.
Sukralfat (Carafate)
Sukralfat mengikat dengan protein bermuatan positif dalam eksudat dan
membentuk zat perekat kental yang melindungi lapisan GI terhadap pepsin, asam
lambung, dan garam empedu. Hal ini digunakan untuk jangka pendek pengelolaan
bisul.
g. Antibiotik H pylori
PPI rejimen berbasis terapi tiga untuk H pylori terdiri dari PPI, amoksisilin,
dan clarithromycin selama 7-14 hari. Sebuah durasi yang lebih lama pengobatan (14
vs d 7 d) tampaknya menjadi lebih efektif dan saat ini perawatan yang