Anda di halaman 1dari 5

SISTEM GASTROINTESTINAL

KERUTAN USUS DI LUAR BADAN


TUJUAN:
Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat:
1. Memasang peralatan perfusi usus dan pecatat gerakan usus.
2. Memasang sediaan usus dalam tabung perfusi dan menghubungkannya dengan
pecatat sehingga kerutannya dapat dicatat pada kimograf.
3. Menjelaskan pengaruh berbagai factor dibawah ini pada frekuensi dan amplitude
kerutan serta tonus sediaan usus dalam tabung perfusi:
A. Epinefrin
B. Asetilkolin
C. Ion Kalium
D. Pilokarpin
E. Ion Barium
DASAR TEORI
Pengaruh Epinefrin dan Asetilkolin Terhadap Otot Usus
Kontrol Saraf Terhadap Fungsi Gastrointestinal-Sistem Saraf Enterik
Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf
enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang
sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama
dengan jumlah pada keseluruhan medula spinalis.Sistem saraf enterik yang sangat
berkembang ini bersifat penting, terutama dalam mengatur fungsi pergerakan dan
gastrointestinal.
Sistem saraf enterik terutama terdiri atas dua pleksus:
1. Pleksus Bagian Luar, yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular
yang disebut pleksus mienterikusatau pleksus Auerbach
2. Pleksus Bagian Dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus Meissner yang
terletak didalam submukosa.
Pleksus mienterikus: mengatur pergerakan gastrointestinal
Bila pleksus ini dirangsang efek utamanya adalah:
Alat sediaan dan bahan kimia yang diperlukan:
1. Kaki tiga + kawat kasa + pembakar Bunsen dengan pipa karet + statip.
2. Gelas beker pireks 600 cc + tabung perfusi usus dengan klemnya
3. Pipa kaca bengkok untuk perfusi usus + balon rangkap + thermometer kimia.
4. Pencatat gerakan usus + sinyal maknit + kawat listrik + kimograf rangkap.
5. Sepotong usus halus dengan panjang 5 cm (ini akan dibagikan oleh asisten yang
bertugas).
6. Larutan: - Locke biasa dan locke bersuhu 35oC
- Epinefrin 1 : 10.000
- Locke tanpa kalsium
- CaCl2 1%
- Asetilkolin 1 : 1.000.000
- Pilokarpin 0,5 %
- BaCl2
7. Es + Waskom
Tata Kerja

1. Susunlah alat menurut gambar.


2. Hangtkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan locke didalam tabung
perfusi mencapai suhu 350 C.
3. Mintalah sepotong usus halus kelinci kepada asisten yang bertugas.
4. Pasang sediaan usus sebagai berikut:
a. Ikatkan dengan benang salah satu ujung sediaan usus pada ujung pipa gelas
bengkok.
b. Ikatkan ujung yang lain pada pencatat usus. (usahakan dalam hal ini supaya sediaan
usus tidak terlampau teregang).
5. Alirkan udara kedalam larutan locke dalam tabung perfusi dengan memompa balon
dan mengatur klem, sehingga gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan
sediaan usus yang telah dipasang.
6. Selama percobaan, perhatikan suhu larutan locke dalam tabung perfusi yang harus
dipertahankan pada suhu 350 C, kecuali bila ada petunjuk-petunjuk lain.
P-V.1.1 Apa tujuan mengalirkan udara kedalam cairan perfusi?
Jawaban: Supaya gelembung udara tidak menggoyangkan sediaan usus yang telah
terpasang
I. Pengaruh Epinefrin
1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar lambat, tetapi setiap
kerutan masih tercatat terpisah.
2. Catat waktunya dengan interval 5 detik.
3. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 5 tetes larutan Epinefrin 1 : 10.000 kedalam
cairan perfusi.
4. Teruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas.
P-V.1.2 Apa pengaruh epinefrin dalam percobaan ini?
Jawaban: Epinefrin dapat menurunkan kerutan usus.
5. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh epinefrin
sebagai berikut:

a. Pindahkan pembakar Bunsen, kaki tiga + kawat kasa dan gelas beker pireks
dari tabung perfusi.
b. Letakkan sebuah Waskom dibawah tabung perfusi.
c. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis.
d. Tutup kembali tabung perfusi dan isilah dengan larutan locke yang baru (tidak
perlu yang bersuhu 350C) dan besarkan aliran udara sehingga usus bergoyanggoyang.
e. Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan lockenya
f. Ulangi hal diatas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah bebas
dari pengaruh epinefrin.
g. Sesudah selesai hal-hal diatas, tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan
larutan locke baru yang bersuhu 350C (disediakan) serta atur kembali aliran
udaranya.
h. Pasang kembali gelas beker piraks, kaki tiga + kawat kasa dan pembakar
Bunsen.
II. Pengaruh Asetilkolin
1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol
2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan asetilkolin 1 : 1.000.000 kedalam
cairan perfusi. Beri tanda pada saat penetesan.
3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh asetilkolin terlihat jelas.
4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh asetilkolin
seperti pada ad I.
P-V 1.3. Apakah pengaruh asetilkolin pada sediaan usus ?
Jawaban: Asetilkolin dapat meningkatan kerutan usus.
III. Pengaruh Ion Kalsium
1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol.
2. Hentikan tromol dan gantilah larutan locke dalam tabung perfusi dengan larutan locke
tanpa Ca yang bersuhu 350C (disediakan).
3. Jalankan kembali tromol dan catatlah terus sampai pengaruh kekurangan ion Ca
terlihat jelas.
4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 CaCl2 1% kedalam cairan perfusi. Beri tanda
saat penetesan.
5. Teruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak
sempurna, gantikanlah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan locke baru yang
350C.
P-V.1.4. Apa pengaruh kekurangan ion Ca terhadap kerutan usus?
Jawaban: Ion Ca dapat menurunkan kerutan usus.
IV. Pengaruh Pilokarpin
1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol.

2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan pilokarpin 0,5% kedalam cairan
perfusi.
3. Teruskan dengan pencatatan, sehingga pengaruh pilokarpin terlihat jelas
P-V.1.5. Apa pengaruh pilokarpin terhadap kerutan usus?
Jawaban: Pilokarpin dapat meningkatkan kerutan usus yang disertai penurunan interval
kerutan usus (interval menjadi lebih panjang dibandingkan kontrol).
4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh pilokarpin
seperti pada ad. I.4
V. Pengaruh Suhu
1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada suhu 350 C
2. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 5 0C dengan jalan
memindahkan pembakar Bunsen dan mengganti air hangat didalam Gekas pireks
dengan air biasa.
3. Segera setelah sampai suhu 300C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan
usus.
4. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan suhu
cairan perfusi sebanyak 50C, sampai tercatat 200C dengan jalan memasukkan
potongan-potongan es kedalam gelas beker pireks. Dengan demikian didapat
pencatatan keaktifan berturut-turut pada suhu 350C, 300C, 250C dan 200C.
5. Hentikan tromol perfusi dan naikan suhu cairan perfusi sampai 35 0C dengan jalan
mengganti air es didalam gelas beker pireks dengan air biasa kemudian memanasakan
air itu.
6. Segera setelah suhu mencapai 350C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan
usus.
P-V.1.6 Apa pengaruh suhu pada keaktifan suhu?
Jawaban: Besarnya suhu berbanding lurus dengan kerutan usus. Sehingga, semakin
rendah suhu, semakin tidak ada kerutan usus.
VI. Pengaruh Ion Barium
1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol
2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes BaCl2 1% kedalam cairan perfusi. Bila 1
tetes tidak memberikan hasil setelah 5-10 kerutan, lanjutkan penambahan BaCl 2 tetes
demi tetes yang diberikan setiap sesudah 5-10 kerutan yang tidak jelas.
P-V.1.7. Apa pengaruh yang diharapkan terjadi pada penambahan larutan BaCl2 ?
Jawaban: Ion barium dapat meningkatan interval kerutan usus (interval menjadi lebih
pendek atau cepat dibandingkan kontrol).
PEMBAHASAN
Pergerakan usus halus (motilitas) lebih kepada kontraksi otot yang bertujuan untuk
mencampur dan menolak kandungan GIT. Otot polos juga mengekalkan tonus.

Terdapat 4 faktor utama yang mempengaruhi motilitas otot polos dalam sistem pencernaan
yaitu:
1. Fungsi otonom otot polos
2. Plexus nervus intinsik
3. Nervus ekstinsik
4. Hormon gastrointestinal
Aktifitas listrik pada otot polos GIT tidak seperti otot lain diantaranya:
1. Slow waves
2. Spikes
Semakin tinggi slow waves potensial, semakin tinggi frekuensi spike potensial, karena
slow waves potensial bisa dipengaruhi oleh efek dari saraf simpatis dan parasimpatis.
Hasil praktikum pada percobaan membuktikan bahwa ion kalsium mempengaruhi
kontraktilitas otot polos pencernaan. Penambahan CaCl2 yang mengandung ion kalsium
tmenyebabkan aktivitas kontraktil kerutan usus meningkat jika dibandingkan
kontraktilitasnya sewaktu dimasukkan ke dalam larutan locke tanpa kalsium.
Faktor yang mendepolarisasi membran menyebabkan lebih mudah dieksitasi:
1. Stretching pada otot polos
2. Stimulasi oleh asetilkolin
3. Stimulasi oleh nervus parasimpatis
4. Stimulasi oleh hormon GIT yang spesifik
Faktor yang mengurangkan ekstabilitas membran melalui hiperpolarisasi:
1. Epinefrin dan norepinefrin
2. Stimulasi pada nervus simpatis

Anda mungkin juga menyukai