Anda di halaman 1dari 17

A.

Defenisi
Kolelitiasis (Batu Empedu) merupakan endapan satu atau lebih komponen
empedu seperti kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak,
dan fosfolipid. (Price, 2005, hlm 502).
Kolelitiasis adalah batu yang terdapat di saluran empedu utama atau di duktus
koledokus (koledokolitiasis), di saluran sistikus (sistikokolitiasis) jarang sekali di
temukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di
saluran empedu intrahepatal atau hepatolitiasis. (Hadi Sujono, 2002 hlm 778).
Batu empedu pada umumnya di temukan di dalam kandung empedu, tetapi
batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu
menjadi batu saluran empedu dan di sebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
(Sudoyo, dkk., 2006, hlm 479 ).
Kolelitiasis merupakan batu saluran empedu, kebanyakan terbentuk di dalam
kandung empedu itu sendiri. Unsur pokok utamanya adalah kolesterol dan pigmen,
dan sering mengandung campuran komponen empedu. Manifestasi batu empedu
timbul bila batu bermigrasi dan menyumbat duktus koledukus. (Ester, 2001, hlm 211).
Batu empedu adalah batu yang berbentuk lingkaran dan oval yang di temukan
pada saluran empedu. Batu empedu ini mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat,
kalsium bilirubinat atau gabungan dari elemen-elemen tersebut. (Grace, Pierce. dkk,
2006, hlm 121).

Gambar batu pada empedu


B. Anatomi dan Fisiologi
1)

Anatomi Empedu
Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar. Kantung empedu dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan
arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang
berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus

comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi kandung empedu


dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
2)

Fisiologi Empedu
Kandung empedu berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50
ml. Kandung empedu mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu
proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain
saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel
thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan
kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum
mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

C. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut Suratun, dkk (2010, hlm. 201) adalah
sebagai berikut :
1. Batu Kolesterol
Biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning
pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang merupakan
unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya
bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada
pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam
empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
2.

Batu Pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat,
fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran kecil,
multipel, dan bewarna hitam kecoklatan. Batu pigmen bewarna coklat berkaitan
dengan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat berkaitan dengan hemolisis kronis.
Batu berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam ini lebih
jarang di jumpai). Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam
empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko
terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis, dan
infeksi percabangan bilier.
1. Batu Campuran
Batu ini merupakan campuran antara batu kolesterol dengan batu pigmen atau
dengan substansi lain (kalsium karbonat, fosfat, garam empedu, dan palmitat), dan
biasanya berwarna coklat tua

.
A. Etiologi

Menurut Mansjoer (2006) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan


Kolelitiasis yaitu: diantara jenis kelamin, umur, berat badan, makanan, faktor
genetik, aktifitas fisik dan infeksi. Berikut ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor
penyebab Kolelitiasis, antara lain:
Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan
pria, ini dikarenakan oleh hormon Estrogen berpengaruh terhadap peningkatan
ekskresi kolestrol oleh kandung empedu, penggunaan pil kontrasepsi dan terapi
hormon (Estrogen) dapat meningkatkan kolestrol dalam kandung empedu dan
penurunan aktifitas pengosongan kandung empedu.
Umur
Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan
dengan orang yang usia lebih muda.
Berat Badan
Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
Kolelitiasis, ini dikarenakan dengan tingginya Body Mass Index (BMI) maka kadar
kolestrol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu
serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu
Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan
terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi
kandung empedu
Faktor Genetik
Orang dengan riwayat keluarga Kolelitiasis mempunyai resiko lebih
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga

besar

Aktifitas Fisik
Kekurangan aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
Kolelitiasis, ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi
Infeksi
Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu, mucus
meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi
Menurut Mansjoer Arif (2001, hlm. 510) Beberapa faktor resiko terjadinya
batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon wanita, infeksi (kolesistitis),
kegemukan, paritas, serta faktor genetik. Terjadinya batu kolesterol adalah akibat
gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas
nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu.

Menurut Price, (2005, hlm. 502) Penyebab batu empedu masih belum di
ketahui sepenuhnya, akan tetapi tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah
gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu,
statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu. Statis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan
unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau
keduanya dapat menyebabkan terjadinya statis. Faktor hormonal (terutama selama
kehamilan) dapat di kaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan
menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul
sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, di bandingkan sebagai penyebab
terbentuknya batu empedu.
B. Tanda dan Gejala
Menurut Price (2005, hlm 503) Sebanyak 75% orang yang memiliki batu
empedu tidak memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu
menyumbat aliran empedu, yang seringkali terjadi karena batu yang kecil melewati ke
dalam duktus koledokus. Penderita batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis
akut atau kronis.
a) Gejala Akut

Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas, nyeri
dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.

Penderita dapat berkeringat banyak dan Gelisah

Nausea dan muntah sering terjadi.

Ikterus, dapat di jumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan


persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas,
yaitu getah empedu yang tidak lagi di bawa ke dalam duodenum akan di serap oleh
darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa bewarna
kuning. Keadaan ini sering di sertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada
kulit.

Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat
urine bewarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu, dan biasanya pekat.
b)

Gejala kronis
Gejala kolelitiasis kronis mirip dengan gejala kolelitiasis akut, tetapi beratnya
nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.Menurut Reeves
( 2001) tanda dan gejala yang biasanya terjadi adalah:
Nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan atas

Pucat biasanya dikarenakan kurangnya fungsi empedu


Pusing akibat racun yang tidak dapat diuraikan
Demam
Urine yang berwarna gelap seperti warna teh
Dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan-makanan berlemak
Nausea dan muntah
Berkeringat banyak dan gelisah
Nausea dan muntah-muntah
Defisiensi Vitamin A,D,E,K

C. Patofisiologi
a.

Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini
adalah bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi
normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim
glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau
tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak
terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan
terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu
tapi ini jarang terjadi.
Mekanisme batu pigmen
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

b.

Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh
dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan
kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).

D. Manifestasi klinis
Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada
epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi
abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas.

a.

Rasa nyeri hebat dan kolik bilier


Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu mengalami distensi
kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba massa pada kuadran I yang
menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke punggung dan bahu kanan sehingga
menyebabkan rasa gelisah dan tidak menemukan posisi yang nyaman. Nyeri akan
dirasakan persisten (hilang timbul) terutama jika habis makan makanan berlemak
yang disertai rasa mual dan ingin mual muntah pada pagi hari karena metabolisme di
kandung empedu akan meningkat.
Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu
sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu
dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar hepatobiliar
yang mengeluarkan enzim-enzim SGOT dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT
dan SGPT yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan
menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik
sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung
dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata dan
pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron motorik
spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan muntah.
Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus di
sistem pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka terjadilah
kembung.
Mekanisme mual dan muntah
Obstruksi saluran empedu

Alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu, kolesterol)

Proses peradangan disekitar hepatobiliar

Pengeluaran enzim-enzim SGOT dan SGPT

Peningkatan SGOT dan SGPT

Bersifat iritatif di saluran cerna

Merangsang nervus vagal (N.X Vagus)

Menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis


Penurunan peristaltik sistem Akumulasi gas usus
pencernaan (usus dan lambung) di sistem pencernaan

Makanan tertahan di lambung Rasa penuh dengan gas

Peningkatan rasa mual Kembung


Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)

Pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan,


serta neuron-neuron motorik spinalis
ke otot-otot abdomen dan diafragma

Muntah
b.

Ikterik dan BAK berwarna kuning


Akibat adanya obstuksi saluran empedu menyebabkan eksresi cairan empedu ke
duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak diwarnai oleh pigmen
empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket seperti dempul yang
disebut Clay Colored. Selain mengakibatkan peningkatan alkali fosfat serum, eksresi
cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) juga mengakibatkan peningkatan
bilirubin serum yang diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi sistem sehingga terjadi
filtrasi oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin dieksresikan oleh ginjal sehingga urin
berwarna kuning bahkan kecoklatan.

c.

Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yang
larut lemak.Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.

E. Pemeriksaan Penunjang
1.

2.

Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen


Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Akurasi
pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan pilihan.

Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan


Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem
bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat
terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko
peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.
3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini
memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam
duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP
berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat
digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung
empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi

4.

Kolangiografi Transhepatik Perkutan.


Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam
percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu relatif besar,
maka semua komponen pada sistem bilier tersebut, yang mencakup duktus hepatikus
dalam hati, keseluruhan pajang duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung
empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.

5.

Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi.


Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian diambil
oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier. Memerlukan waktu
panjang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien terpajan sinar radiasi.

A. Komplikasi
a)
b)
c)

d)
e)
f)
g)
B.

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:


Asimtomatik.
Obstruksi duktus sistikus.
Kolik bilier.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat dari tersumbatnya saluran oleh batu
(Ignatavicius, 2006)
Kolangitis
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu
Kolesistitis akut.
Kolesistitis adalah peradangan pada kandung empedu akibat dari adanya batu kandung
empedu
Empiem.
Perikolesistitis.
Perforasi.
Kolesistitis kronis.
Hidrop kandung empedu.
Empiema kandung empedu.
Fistel kolesistoenterik.
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
emplema kandung empedu
peradangan pankreas
Penatalaksanaan

a) Non Bedah, yaitu :


Therapi Konservatif
Pendukung diit : Cairan rendah lemak
Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan
Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala penyakit
Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih
Istirahat

Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan
batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang
karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat
kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan
lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat.
Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga
kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu
dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan
setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1
tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam susu skim.
Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak,
nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak
membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan seperti telur, krim, daging babi,
gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang berlemak, sayuran yang membentuk gasserta
alkohol harus dihindari. Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada
pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan
mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock
wafes) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau doktus
koledokus dengan maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen.
Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu
piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik. Energy ini di salurkan ke dalam
tubuh lewat redaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang
dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu empedu yang akan dipecah.Setelah
batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergeraj spontan dikandung empedu
atau doktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan
pelarut atau asam empedu yang diberikan peroral.
Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau doktus
koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound, laser berpulsa
atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada
batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.
Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung empedu melalui luka
insisi atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di angkat, sebuah drain dapat
dipasang selama 7 hari.
b)
1.

Pembedahan
Cholesistektomy

Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada
cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif .
-

Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :


Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.
Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis
Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan dilakukan
pada post operasi.
Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy
Posisi semi Fowler
Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya
Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri

2.

Kolesistektomi
Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistis akut dan kronis.
Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur
keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah
empedu ke dalam kasa absorben.

3.

Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik), dilakukan lewat luka
insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilicus. Pada
prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon
dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu pemasangan endoskop dan menolong
dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah endoskop serat optic dipasang
melalui luka insisi umbilicus yang kecil. Beberapa luka tusukan atau insisi kecil
tambahan dibuat pada dinding abdomen untuk memasukkan instrumen bedah lainnya
ke dalam bidang operasi.

4. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu.
Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut
untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Keteter ini dihubungkan dengan
selang drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga mengandung batu, dan
umumnya koledokostomi dilakukan bersama-sama kolesistektomi
BAB III
ASKEP
TEORITIS
Teraba
masa
pada
kuadran
kanan
atas.
Urine
gelap,
pekat.
Feses
waran
tanah
liat,steatorea.
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
Intervensi
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya
(skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap,

Rasional
1. Membantu membedakan penyebab nyeri
dan memberikan informasi tentang

hilang timbul, kolik).


2. Dorong menggunakan teknik relaksasi,
contoh bimbingan imajinasi, visualisasi,
latihan napas dalam.
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien
melakukan posisi yang nyaman.
Kolaborasi
1. Pertahankan status puasa,
masukan/pertahankan penghisapan NG
sesuai indikasi.
2. Berikan obat sesuai indikasi;
antikolinergik.
Intervensi
1. Kaji distensi abdomen, sering
bertahak, berhati-hati, menolak bergerak.
2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori
juga komentar tentang napsu makan
sampai minimal.
3. Berikan suasana menyenangkan pada
saat makan, hilangkan rangsangan
berbau.
Kolaborasi
1. Konsul dengan ahli diet/tim
pendukung nutrisi sesuai indikasi.
2. Tambahkan diet sesuai toleransi,
biasanya rendah lemak, tinggi serat,
batasi makanan penghasil gas dan
makanan/makanan tinggi lemak.

kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya


komplikasi, dan keefektifan intervensi.
2. Meningkatkan istirahat, memusatkan
kembali perhatian, dapat meningkatkan
koping.
3. Tirah baring pada posisi fowler rendah
menurunkan tekanan intraabdomen.
Kolaborasi
1. Membuang secret gaster yang
merangsang pengeluaran kolesistokinin dan
kontraksi kandung empedu.
2. Menghilangkan reflex spasme/kontraksi
otot halus dan membantu dalam manajemen
nyeri.
Rasional
1. Tanda non-verbal ketidaknyamanan
berhubungan dengan gangguan pencernaan,
nyeri gas.
2. Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan
nutrisi. Berfokus pada masalah membuat
suasana negative dan mempengaruhi masukan.
3. Untuk meningkatkan napsu
makan/menurunkan mual.
Kolaborasi
1. Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi
individual melalui rute yang paling tepat.
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan
meminimalkan rangsangan pada kandungan
empedu.

Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik


untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan lima fase
berikut: pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi.
Proses Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap :
A. Pengkajian
1.
1.

Identitas
Identitas klien

meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,


tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua
data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2.

Identitas penanggung jawab


identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

2.
1.

Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada
kuadran kanan atas.

2.

Riwayat kesehatan sekarang


Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif
atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu
bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar
kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal
atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.

3.

Riwayat kesehatan yang lalu


Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat
sebelumnya.

4.

Riwayat kesehatan keluarga


Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis

3.
a)

Pemeriksaan fisik
Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
c)

Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.

d) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e)

Nyeri/Kenyamanan

Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan. Kolik
epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan; tanda
murphy positif.
f)

Keamanan
Tanda :Ikterik, dengan kulit berkeringat
perdarahan (kekurangan vitamin K).

g)

Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.Adanya
kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat
badan.

dan

gtal

(Pruiritus).Kecenderungan

4. Pemeriksaan diagnostik:
Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis kolelitiasis dan membedakan
antara obstruktif dan non obstruktif ikterus (Ignatavicius, 1991).
o
o
o
o
o

5.

Pemeriksaan diagnostik tambahan menurut LeMone, 2000, yaitu:


Darah lengkap : Menunjukkan WBC (sel darah putih) tinggi akibat infeksi dan
peradangan
Kadar bilirubin serum diukur untuk memastikan obstruksi adanya dalam sistem saluran
empedu
X-ray perut, yang disebut plat datar, dilakukan untuk batu yang divisualisasikan ke
layar monitor.
Kolesistogram oral dilakukan dalam situasi darurat.
Gallbladder nonacute scan, juga disebut HIDA scan, dilakukan melalui teknik
kedokteran nuklir untuk menilai kolesistitis akut
Psikososial:
Klien dengan kolelitiasis menunjukkan banyak ekspresi emosional seperti
perasaan takut akan nyeri, cemas akan prosedur diagnostik atau pembedahan dan
biaya (Ignatavicius, 1991).

Pengkajian psikososial menurut (LeMone, 2000):


Kaji kecemasan terkait dengan operasi tertunda.
Kaji ketakutan yang belum diketahui dan pembedahan.
Dorong verbalisasi adanya rasa kekhawatiran.
Berikan dukungan emosional kepada klien dan keluarga.
Minimalkan stimulus eksternal.
A. Diagnosa Keperawatan

1)

Nyeri b/d proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia


jaringan/nekrosis
2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d dispensi dan hipermortilitas gaster,
gangguan proses pembekuan darah
3) Resiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
pencernaan lemak intake yang tidak adekuat.
1.

Nyeri b/d proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia


jaringan/nekrosis
2.
Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap berhubungan dengan muntah,
distensi, dan hipermortilitas gaster.
3. Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap
berhubungan dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan;
mual/muntah,

A. Implementasi

Implementasi adalah fase ketika perawat melakukan proses asuhan keperawatan


yang sesuai dengan tujuan yang spesifik
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik .
B. Evaluasi
Perawat dapat melakukan evaluasi terhadap respon klien dari tindakan
keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk mendapatkan kasus sebagai data
dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk
mendapatkan kasus sebagai data dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang
berkesinambungan.
Evaluasi adalah proses yang terus menerus karena setiap intervensi dikaji
efektivitasnya dan intervensi alternative digunakan sesuai kebutuhan. Evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, recana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai.
Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikirnya.:
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien
BAB IV
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Batu Empedu(kolelitiasis) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung
empedu.
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang disebabkan
oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen empedu dan
kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara C. Long,
1996 )
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli,batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu
memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak
lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering
pada individu berusia diatas 40 tahun.
Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang
diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki batu empedu
(Brunner, 2003).

B.

Saran
Peran
perawat
dalam
penanganan kolelitiasis mencegah
terjadinyakolelitiasis adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien kolelitiasis harus dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan
kejadian kolelitiasis

Anda mungkin juga menyukai