A. Definisi tetanus
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan
gangguan neuromuskuler akut berupa trismus, kekauan dan kejang otot
disebabkan oleh eksotoksin spesifik (tetanospasmin) dari kuman anaerob
Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di
dalamnya
tetanus
neonatorum,
tetanus
generalisata
dan
gangguan
pada feses manusia, fesef kuda, anjing, dan kucing toksin diproduksi dalam
bentuk vegetatifnya. dan bersifat resisten terhadap berbagai desinfektan dan
pendidihan selama 20 menit. tetanospasmin ini merupakan rantai polipeptida
tunggal. Dengan autolisis, toksin rantai tunggal dilepaskan dan terbelah untuk
membentuk heterodimer yang terdiri dari rantai berat (100kDa) yang
memediasi pengikatannya dengan reseptor sel saraf dan masuknya ke dalam
sel, sedangkan
rantai
ringan
(50kDa) berperan
untuk memblokade
Fungsi
tetanolysin
tidak
diketahui
dengan
pasti.
6-11 tahun
sebesar
91%,
persentase
ini
menurun
dengan
bertambahnya usia; hanya 30% individu berusia di atas 70 tahun (pria 45%,
wanita 21%) yang mempunyai tingkat antibodi yang adekuat.
Emedicine 2008.)
D. Patogenesis
Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi
bentuk vegetatif bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen
jaringan yang rendah. Kuman ini dapat membentuk metalo-exotosin tetanus,
yang terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin. Gejala klinis timbul
sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular
junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor
endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal
kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang,
akhirnya menyebar ke SSP.
Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin
terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan
terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter
inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan
spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot
masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi
kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada,
perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri,
penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin
pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan
pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna,
saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan
irama
jantung,
hiperpirexi,
hyperhydrosis
merupakan
penyulit
akibat
gangguan saraf otonom. ( Harrisons 2008. Sudoyo, Aru. W 2006. Emedicine 2008. blog-indonesia 2009.)
Tetanosapsmin menghasilkan sindroma klinis tetanus. Toksin ini mungkin
mencakup lebih dari 5% dari berat organisme. Tokisn ini merupakan
polipeptida rantai gnada dengan berat 150.000Da yang semula bersifat
inaktif. Rantai berat (100.000 Da) dan rantai ringan (50.000 Da) dihubungkan
oleh suatu ikatan yang sensitif terhadap protease dan dipecah oleh protease
jaringan yang menghasilkan jembatan disulfida yang menghubungkan dua
rantai ini. Ujung karbooksil dari rantai berat terikat pada membran saraf dan
ujung amino memungkinkan masuknya toksin ke dalam sel. Rantai ringan
bekerja pada presinaptik untuk mencegah pelepasan neurotransmiter dari
neuon yang dipengarugi. Tetanoplasmin yang dilepaskan akan menyebar
pada jaringan di bawahnya dan terikat pada gangliosida GD1b dan GT1b
pada membran ujung saraf lokal. Jika otkisn yang dihasilkan banyak, ia dapat
memasuki aliran darah yang kemudian berdifusi untuk terikat pada ujungujung saraf di seluruh tubuh. Toksin kemudian akan menyebar ke dalam
badan sel di batang otak dan saraf spinal.
2009.)
Transpor terjadi pertama kali pada saraf motorik, lalu ke saraf sensorik
dan saraf otonom. Jika toksin telah masuk ke dalam sel, ia akan berdifusi
keluar dan akan masuk dan mempengaruhi ke neuron di dekatnya. Apabila
interneuron inhibitori spinal terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan muncul.
Transpor intraneuronal retroged lebih jauh terjadi dengan meliputi transfer
melewati celah sinaptik dengan suatu mekanisme yang tidak jelas. ( Harrisons 2008.
Sudoyo, Aru. W 2006. blog-indonesia 2009.)
rantai
ringan
dan
rantai
berat
akan
berkurang,
untuk
keluarnya
vesikel
intraseluler
yang
mengandung
dan
hipotalamus mungkin
juga
dipengaruhi. Tetanospasmin
Wim2005)
napas, kejang otot yang merupakan kekakuan karena hipertonus dan tidak
bersifat klonus dapat timbul karena rangsangan yang lemah, seperti bunyibunyian, dan cahaya selama sakit, sensorium tidak terganggu sehingga hal
tersebut menimbulkan penderitaan terhadap pasien karena merasa nyeri
akibat kaku otot, dan dapat pula timbul gangguan pernapasan yang
7
Jong, de Wim2005)
Tetanus generalisata
Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umum dari tetanus,
yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata.
Masa inkubasi bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada
tetanus berat, median onset setelah trauma adalah 7 hari. ( Harrisons 2008. Sudoyo, Aru.
W 2006)
Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat
disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk
membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot
masseter menyebabkan trismus atau rahang terkunci. Spasme secara
progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah yang
khas, risus sardonicus dan meluas ke otot-otot untuk menelan dan
menyebabkan disfagia. Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan eksternal
dapat berlangsung secara beberapa menit dan dirasakan nyeri. Rigiditas otot
leher menyebabkan retraksi kepala. Rigiditas tibuh menyebabkan opistotonus
dan gangguan respirasi dengan menurunnya kelenturan dinding dada.
Refleks tendon dalam meningkat. Pasien dapat demam, walaupun banyak
yang tidak, sedangkan kesadaran tidak terpengaruh. ( Harrisons 2008. Sudoyo, Aru. W 2006)
Di samping peningkatan tonus otot, terdapat spasme otot yang bersifat
episodik. Kontraksi otot ini dapat bersifat spontan atau dipicu oleh stimulus
berupa sentuhan, stimulus stimulus visual, auditori atau emosional. Spasme
yang terjadi dapat bervariasi berdasarkan keparahannya dan frekuensinya
tetapi dapat sangat kuat sehingga menyebabkan fraktur ata ruptur tendon.
Spasme yang terjadi dapat sangat berat, terus menerus, nyeri bersifat
generalisata sehingga menyebabkan sianosis dan gagal napas. Spasme ini
dapat terjadi berulang-ulang dan dipicu oleh stimulus yang ringan. Spasme
faringeal sering diikuti dengan spasme laringeal dan berkaitan dengan
terjadinya aspirasi dan obsktruki jalan napas akut yang mengancam nyawa.
Pada bentuk yang paling umum dari tetanus, yaitu tetanus generalisata,
otot-otot di seluruh tubuh terpengaruh. Otot-otot di kepala dan leher yang
biasanya pertama kali terpengaruh dengan penyebaran kaudal yang progresif
untuk mempengaruhi seluruh tubuh. Akibat trauma perifer dan sedikitnya
toksin yang dihasilkan, tetanus lokal dijmpai. Spasme dan rigiditas terbatas
pada area tubuh tertentu. Mortalitas sangatlah berkurang. Perkecualian untuk
ini adalah tetanus sefalik di mana tetanus lokal yang berasal dari luka di
kepala mempengaruhi saraf kranial; paralisis lebih mendominasi gambaran
klinisnya, daripada spasme. Tetapi progresi ke tetanus generalisata umum
terjadi dan mortalitasnya tinggi.
Badai autonomik terjadi dengan adanya instabilitas kardiovaskular yang
tampak nyata. Hipertensi berat dan takikardia dapat terjadi bergantian
dengan hipotensi berat, bradikardia dan henti jantung berulang. Pergantian
ini lebih merupakan akibat perubahan resistensi vaskular sistemik daripada
perubahan pengisian jantung dan kekuatan jantung.
Di samping sistem
Tetanus neonatorum
Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang dimana manifestasi
klinisnya terbatas hanya pada otot-otot di sekitar luka. Kelemahan otot dapat
terjadi akibat peran toksin pada tempat yang berhubungan neuromuskuler.
Gejala-gejalanya bersifat ringan dan dapat bertahan sampai berbulan-bulan.
Progresi ke tetanus generalisata dapat terjadi. Namun demikian secara
umum prognosismya baik. ( Harrisons 2008. Sudoyo, Aru. W 2006.)
Tetanus sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang
terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1-2 hari.
Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang tersering
adalah saraf ke-7. Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi.
Mortalitasnya tinggi. ( Harrisons 2008. Sudoyo, Aru. W 2006.)
F. Perjalanan klinis
Masa inkubasi berkisar antara 3-21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Pada
tetanus neonatorum, gejala biasanya muncul 4-14 hari setelah lahir, rata-rata
10
G. Derajat keparahan
Terdapat beberapa sistem pembagian derajat keparahan (Philsips,
Dakar, Udwadia) yang dilaporkan.
Lokasi infeksi
Tolak ukur
Nilai
< 48 jam
2- 5 hari
6- 10 hari
11-14 hari
14 hari
Internal/umbilical
11
Ekstremitas proksimal
Ekstremitas distal
Tidak diketahui
Imunisasi
Faktor pemberat
Tidak ada
10
Proteksi lengkap
Penyakit trauma
10
Membahayakan jiwa
Keadaan
yang
tidak
langsung
Berbahaya
Keadaan tidak berbahaya
4
2
1
0
Trauma/penyakit ringan
Derajat keparahan penyakit didasarkan pada empat tolak ukur, yaitu masa
inkubasi, port d entree, status imunologi, dan faktor yang memberatkan.
Berdasarkan jumlah angka yang diperoleh, derajat keparahan penyakit dapat
dibagi menjadi tetanus ringan (angka < 9), tetanus sedang (angka 9-16), dan
tetanus berat (angka > 16). Tetanus ringan dapat sembuh sendiri tanpa
12
(Jong, de
Wim2005)
(ringan)
: Trismus ringan
sampai
sedang,
spasitisitas
H. Komplikasi
Laryngospasm (spasme pita suara) dan / atau kejang otot-otot respirasi
menyebabkan gangguan bernapas. Patah tulang belakang atau tulang
panjangyang diakibatkan dari kontraksi dan kejang-kejang. Hiperaktif dari
sistem saraf otonom dapat mengakibatkan hipertensi dan / atau irama
jantung yang abnormal. Infeksi nosokomial karena perawatn di rumah sakit
dalam jangka waktu yang lama. Infeksi sekunder dapat mencakup sepsis,
13
Komplikasi
Aspirasi
Laringospasme/obstruksi
Respirasi
Kardiovaskuler
Ginjal
Gastrointestinal
Lain-lain
Perdarahan
Penurunan berat badan
Tromboembolus
Sepsis dengan gagal organ multipel
Fraktur vertebra selama spasme
Ruptur tendon akibat spasme
I. Diagnosis
14
mungkin
meningkat.
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
Penalaksanaan luka
Penatalaksanaan luka yang baik membutuhkan pertimbangan
imunisasi
pasif dengan TIG dan imunisasi aktif dengan vaksin. ( Sudoyo, Aru. W 2006.)
Tetanus neonatorum
15
2. Pengobatan
Strategi pengobatan melibatkan tiga prinsip pentalaksanaan:organisme
yang terdapat dalam tubuh hendaknya dihancurkan untuk mencegah
pelepasan toksin lebih lanjut; toksin yang terdapat dalam tubuh, di luar sistem
saraf pusat hendaknya dinetralisasi; dan efek dari toksin yang telah terikat
pada sistem saraf pusat diminimasi. ( Sudoyo, Aru. W 2006.)
Pentalaksanaan umum
Pasien hendaknya ditempatkan di ruangan yang tenang di ICU, di mana
observasi dan pemantauan kardiopulmoner dapat dilakukan secara terus
menerus, sedangkan stimulasi diminimalisasi. Perlindungan terhadap jalan
napas bersifat vital. Luka hendaknya dieksplorasi, dibersihkan secara hatihati dan dilakukan dibridemen secara menyeluruh.
Dosis optimalnya
16
dosis sebesar 500 unit sama efektifnya dengan dosis yang lebih tinggi.
Imunoglobulin intravena merupakan alternatif lain daripada TIG tapi
konsentrasi antitoksin spesifik dalam formulasi ini belum distandarisasi.
Paling baik memberikan antitoksin sebelum memanipulasi luka. Manfaat
memberikan antitoksin pada insisi proksimal luka atau dengan menginfiltrasi
luka belumlah jelas. Dosis tambahan tidak diperlukan karena waktu paruh
antitoksin yang panjang. Antibodi tidak dapat meembus sawar darah otak.
Antitoksin tetanus kuda tidak tersedia di Amerika Serikat, tetapi masih
dipergunakan di tempat lain. Lebih murah dibandingkan antitoksin manusia,
tetapi waktu paruhnya lebih pendek dan pemberiannya sering menimbulkan
hipersensitivitas dan serum sicknesss syndrome. ( Sudoyo, Aru. W 2006.blog-indonesia 2009)
Menyingkirkan sumber infeksi
Jika ada, luka yang nampak jelas hendaknya didebridemen secara bedah.
Walaupun manfaatnya belum terbukti, terapi antibiotik diberikan pada tetanus
untuk mengeradikasi sel-sel vegetatif, sebagai sumber toksin. Penggunaan
penisilin (10 sampai 12 juta unit intravena setiiap hari selama 10 hari) telah
direkomendasikan dan secra luas dipergunakan selama bertahun-tahun,
tetapi merupakan antagonis GABA dan berkaitan dengan konvulsi.
Metronidazol mungkin merupakan antibiotik pilihan. Metronidazol (500 mg
tiap 6 jam atau 1 gr tiap 12 jam) digunakan oleh beberapa ahli berdasarkan
aktivitas antimikrobial metronidazol yang bagus. Metronidazol aman dan
pada penelitian yang membandingkan dengan penisilin menunjukkan angka
harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan penisilin karena
metronidazol tidak menunjukkan aktivitas antagonis terhadap GABA seperti
yang ditunjukkan oleh penisilin.
17
dan
fenithiazin,
biasanya
klorprimazin.
Sudoyo,
Barbiturat
Aru.
dan
2006.blog-indonesia
2009.www.emedicine.com)
Penatalaksanaan respirasi
Intubasi atau trakeostomi dengan atau tanpa ventilasi mekanik mungkin
dibutuhkan pada hipoventilasi yang berkaitan dengan sedasi berlebihan atau
laringospasme atau untuk menghindari aspirasi oleh pasien dengan trismus,
gangguan kemampuan menelan atau disfagia. Kebutuhan akan prosedur ini
harus di antisipasi dan diterapkan secara elektif dan secara dini.
( Sudoyo, Aru. W
2006.blog-indonesia 2009)
18
penyebabnya
mencakup
ketidakmampuan
untuk
menelan,
Pentalaksanaan lain
Penatalaksanaan lain meliputi hidrasi, untuk mengontrol kehilangan cairan
yang tak tampak dan kehilangan cairan yang lain, yang mungkin
signifikan;kecukupan kebutuhan gizi yang meningkat dengan pemberian
enteral maupunmparenteral; fisioterapi untuk mencegah kontraktur; dan
pemberian heparin dan antikoagulan yang lain untuk mencegah emboli paru.
Fungsi ginjal, kandung kemih dan saluran cerna harus dimonitor. Perdarahan
gastrointestinal dan ulkus dekubitus harus dicegah dan infeksi sekunder
harus diatasi. ( Sudoyo, Aru. W 2006)
19
Vaksinasi
Pasien yang sembuh dari tetanus hendaknya secara aktif diimunisasi
karena
menyebabkan tetanus.
mg
perjam
Dosis pediatrik
20
Spasme ringan : 0,1-0,8 mg/kg/hari daam dosis terbagi tiga kali atau
empat kali sehari
Spasme sedang sampai spasme berat : 0,1-0,3 mg/kg/hari i.v tiap 4
sampai 8 jam.
Kontraindikasi:
hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit.
Interaksi
Toksisitas benzodiazepin pada sistem saraf pusat meningkat apabila
dipergunakan bersamaan dengan alkohol, fenotiazin, barbiturat dan MAOI;
cisapride dapat meningkatkan kadar diazepam secara bermakna.
Kehamilan : kriteria D tidak aman pada kehamilan
Perhatian
Hati-hati pada pasien yang mendapatkan depresan sistem saraf
pusat yang lain, pasien dengan kadar albumin yang rendah atau gagal hati
karena toksisitas diazepam dapat meningkat.
Fenobarbital
Dosis obat harus sedemikian rendah sehingga tidak menyebabkan
depresi pernafasan. Jika ada pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih
tinggi diperlukan untuk mendapatkan efek sedasi yang diinginkan. ( Sudoyo,
Aru. W 2006.blog-indonesia 2009)
Dosis dewasa: 1 mg/kg i.m tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400 mg/hari
Dosis pediatrik: 5 mg/kg i.v/i.m dosis terbagi 3 atau 4 hari.
Kontraindikasi: hipersensitivitas, gangguan fungsi hati, penyakit paru-paru
berat, dan nefritis.
Interaksi:
dapat
menurunkan
kloramfenikol,
digitoksin,
kortikosteroid,
penisislin
i.v
dapat
menyebabkan
anemia
hemolititk
dan
22
Vekuronium.
Merupakan
agen
pemblokade
neuromuskuler
prototipik
yang
23
Dosis dewasa: 0,08-0,1 mg/kg i.v dapat dikurangi ,emjadi 0,05 mg/kg apabila
pasien telah diterapi dengan suksinilkoin. Dosis pemeliharaan untuk paralisis:
0,025-0,1 mg/kg/hari i.v dapat dititrasi.
Dosis pediatrik: 7 minggu-1 tahun: 0,08-1 mg/kg/dosis diikuti dengan dosis
pemeliharaan sebesar 0,05-0,1 mg/kg tiap 1 jam apabila perlu, 1-10 tahun:
mungkin membutuhkan dosis awal yang besar dab suplementasi yang lebih
sering, > 10 tahun: seperti dosis biasa.
Kontraindikasi: hipersensitivitas, miastenia gravis, dan sindroma yang
berkaitan.
Interaksi: apabila venkuronium dipergunakan bersama dengan anestesi
inhalasi, blokade neuromuskuler diperkuat, gagal hati dan gagal ginjal serta
penggunaan steroid secara bersamaan dapat menyebabkan blokade
berkpenjangan walaupun obat telah distop.
Perhatian: pada miastenai gravis atau sindroma miastenik, dosis kecil
vekuronium akan memberikan efek yang kuat.
K. Pencegahan
Banyaknya masalah dalam penanganan dan penaggulangan tetanus serta
masih tingginya angkan kematian (30-60%) . tindakan pencegahan
merupakan usaha yang sangat penting dalam upaya menurunkan morbilitas
dan mortalitas akibat tetanus. Ada dua cara mencegah tetanus
( Sudoyo, Aru. W
(ATS)
atau
antitoksin
homolog
(imunogobulin
antitetanus)
24
Periode awal
Masa inkubasi
< 36 jam
6 hari
II
>36 jam
>6 hari
III
Tidak diketahui
Tidak diketahui
25
DAFTAR PUSTAKA
26