PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kelautan yang memiliki banyak kekayaan
hayati. Berbagai macam jenis ikan, udang dan hewan laut lainnya tersedia dalam
jumlah sangat melimpah di laut Indonesia. Dari data Irianto (2007), produksi
perikanan tangkap dari penangkapan ikan di laut dan perairan umum, pada
tahun 2006 masing-masing sekitar 4.468.010 ton dan 301.150 ton. Kekayaan
alam ini dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan diolah menjadi
berbagai jenis produk olahan dengan pengolahan yang tepat.
Untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan sebaik dan selama
mungkin, maka perlu dilakukan pengolahan dan pengawetan ikan. Pengawetan
dan pengolahan ikan bertujuan untuk menghambat atau menghentikan aktivitas
zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan kerusakan (Moeljanto,
1992).
Ikan kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah groupers
dan merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang mempunyai
peluang baik di pasar domestik maupun pasar internasional karena memiliki nilai
ekonomis tinggi. Permintaan pasar internasional akan ikan kerapu cenderung
meningkat, sehingga memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk
meningkatkan hasil tangkapannya serta dapat menambah devisa negara
(Moeljanto, 1992).
Akan tetapi, ikan juga memiliki kelemahan yaitu ikan merupakan bahan
pangan yang mudah mengalami kerusakan (perishable food) dan kesegarannya
mulai hilang jika tidak ditangani dengan cepat. Salah satu penanganannya yaitu
dengan memanfaatkan teknik pembekuan. Pembekuan berarti menyiapkan ikan
untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold storage).
Oleh karena itu, dengan dilakukannya praktek kerja lapang (PKL) di PT.
INTI LUHUR FUJA ABADI, perusahaan yang bergerak di bidang cold storage
dengan bahan baku hasil perikanan, diharapkan dapat memberikan pengetahuan
mengenai teknologi dan proses dalam pembekuan fillet ikan kerapu.
1.2.
Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
1. Mampu mengkorelasikan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama perkuliahan dengan realitas yang ada di lapangan.
2. Menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa mengenai kondisi
sesungguhnya dalam suatu industri pengolahan hasil pertanian dengan
mengetahui berbagai permasalahan praktis yang ada dan kemungkinan
penyelesaian.
3. Memperluas wawasan, pengetahuan, dan pengembangan cara berpikir
secara
logis
dan
sistematis
sehubungan
dengan
permasalahan-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Ikan Kerapu (Epinephelus sp)
Ikan Kerapu (Epinephelus sp) diklasifikasikan sebagai berikut:
Class
: Chondrichthyes
Sub class
: Ellasmobranchii
Ordo
: Percomorphi
Divisi
: Perciformes
Famili
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Species
: Epinephelus sp
tubuhnya
ditutupi
oleh
bintik-bintik
berwarna
cokelat
atau
Suseno
(2008)
menjelaskan
bahwa
faktor-faktor
yang
Jenis ikan, ada ikan yang mudah dan cepat sekali busuk, tetapi banyak
pula yang agak tahan seperti bandeng dan tuna.
Ukuran, umumnya ikan yang berukuran kecil lebih cepat membusuk.
Biologis, ikan yang kenyang saat ditangkap akan lebih cepat busuk.
b. Pengaruh cara penanganan (handling)
Cara penangkapan
Cara kematian ikan
Cara handling di kapal
Cara bongkar dan pendaratan
Cara handling di darat
Cara transportasi
Cara distribusi
Tabel 1. Ciri-ciri Utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Membusuk
Ikan Segar
Kulit
- Warna kulit terang dan jernih
berlendir banyak.
Sisik
- Sisik menempel kuat pada tubuh
cembung.
dan berkerut.
Insang
- Insang berwarna merah sampai
merah
tua,
terang
dan
lamella
insang terpisah.
-
Insang
tertutup
berdempetan.
oleh
lender
berbau busuk.
berbau segar.
bekas lekukan.
keluar.
Parameter
Uraian
a. Fish block adalah sayatan daging atau fillet ikan yang dibekukan menjadi
satu. Dapat juga berbentuk serpihan- serpihan ikan yang karena irisanya
kurang rapi harus dipotong atau irisanya terlalu tipis. Semua itu diatur
dalam pan beku dan disimpan dalam suhu -210C sampai -230C sesudah
dikemas seperlunya. Fillet ini dijadikan bahan mentah pada pengolahan
selanjutnya, misalnya untuk membuat untuk membuat fish stick atau fish
finger (yaitu potongan ikan berbentuk enpat persegi pan jang kira-kira
berukuran 2 x 3 x 10 cm) (Moeljanto, 2000).
b. Fish stick / fish finger dibuat dari fillet ikan segar masih beku dengan
gergaji khusus (band saw). Fish stick segar ini selanjutnya dapat
langsung digoreng atau lebih dahulu dilumuri adonan tepung roti. Setelah
dingin dikemas dengan karton berlapis lilin dan dibungkus lagi dengan
kertasberlapis lilin yang putih dan sulfite, lalu dibekukan / disimpan pada
suhu 180C (Moeljanto, 2000).
c. Bentuk fish stick hampir sama dengan fish block. Bedanya fish stick
dibuat dari ikanikan besar berdaging tebal, misalnya ikan layaran
(marlin). Dagingnya dipotong-potong tebal persegi empat lalu dibekukan,
dikemas dan disimpan dalam cold storage. Frozen fish steak juga dipakai
sebagai bahan mentah untuk pengolahan makanan yang siap dimasak
(Moeljanto, 2000).
2.5. Proses Pengolahan
2.5.1. Penerimaan Bahan Baku
Penerimaan bahan baku adalah sistem yang dimiliki oleh suatu
perusahaan pengolahan terhadap cara pengadaan dan
penanganan bahan
baku pokok maupun pembantu yang nantinya digunakan dalam proses produksi.
Proses penerimaan bahan baku merupakan rantai awal dari tahap-tahap
pengolahan. Oleh sebab itu, system penerimaan bahan baku sangat penting
dalam menentukan keberhasilan proses berikutnya, serta kualitas dan mutu
produk yang diolah (Hadiwiyoto, 1993).
2.5.2. Sortasi
Sortasi bertujuan untuk memisahkan produk-produk dari bagian grade
dari cacat-cacat mutu yang tidak boleh ada sesuai dengan ketentuan
(Annonymous, 2009).
Sortasi dibagi menurut ukuran, jenis, dan mutu komoditi. Sortasi jenis
dilakukan dengan cara memisahkan jenis komoditi. Sortasi mutu dilakukan saat
sortasi jenis dan ukur. Sortasi ukur bertujuan untuk menyortir komoditi
berdasarkan ukurannya. Sortasi ini dilakukan dengan secara manual juga
dengan mesin. Mesin yang digunakan adalah grader yang diatur sesuai dengan
size komoditi yang akan disortasi. Pada komoditi perikanan sortasi umumnya
disertai dengan pending es untuk mempertahankan kesegaran mutu komoditi
(Annonymous, 2009).
2.5.3. Pencucian
Pencucian dan penghilangan sisa es yang melekat pada produk setelah
icing bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat dan bahan lain yang
ikut tertinggal pada produk. Agar kotoran dan bahan-bahan asing lainnya benarbenar hilang, sebaiknya pencucian dilakukan dalam air mengalir, dengan
harapan dapat mengurangi kerusakan fisik dan dapat mengurangi kandungan
bakteri yang ada pada ikan. Umumnya untuk komoditi perikanan dilakukan
dengan cara disemprot dengan air ozon dan khlor (Murniyati dan Sunarman,
2000).
2.5.4. Scaling dan Skinning
Jika ikan dijual dengan kulitnya yang masih utuh, maka scaling
(menghilangakn sisik ikan) mungkin masih dibutuhkan. Sisik ikan dapat
dihilangkan dengan tangan, secara mekanik atau semi mekanik (dengan
peralatan yang disebut hand held electrical scaling).
Untuk jumlah ikan yang sedikit, fillet-fillet dapat dikuliti dengan pisau fillet
yang lentur. Skinning atau menghilangkan kulit ikan bisa dilakukan secara
manual atau dengan operasi mesin skinner yang ada, yang mana bisa
memproses hingga sepuluh ikan tiap menitnya.
Setelah dikuliti, daging ikan tidak boleh bersentuhan atau kontak dengan
es, air, atau kulit yang terbuang. Es dan air akan melepas nutrien-nutrien dan
flavor daging ikan.
2.5.5. Filleting
Filleting ialah metode popular dalam penanganan ikan untuk menjadi
daging ikan. Produk hasil filletan merupakan potongan-potongan ikan tanpa
tulang dan tanpa kulit yang siap untuk dimasak. Sehingga fillet ikan ialah
potongan, lembaran, atau irisan daging ikan tanpa tulang dan kulit.
Ikan difillet menggunakan pisau tipis yang fleksibel (elastic) dan juga
tajam untuk memudahkan menghilangkan tulang atau duri dari ikan. Ada
beberapa cara untuk filleting ikan, diantaranya:
Cutlet
Fillet dihasilkan dengan cara mengiris ikan dari belakang kepala, perut,
hingga ke ekor. Kemudian, salah satu sisi ikan yang lain diproses (difillet) lagi
untuk menghasilkan fillet double.
Single
Filleting jenis single lebih kompleks daripada dengan metode cutlet dan
menghasilkan 2 fillet yang terpisah, masing-masing dari tiap sisi ikan.
J Cut
Fillet ini dihasilkan dengan cara yang sama seperti single fillet, namun
tulang-tulang ikan dihilangkan dengan alat pemotong J yang tajam.
2.5.6. Pengemasan
Produk segar dikemas dalam kotak-kotak (box) bersama es, es
dipisahkan dari produk oleh pelapis plastic. Produk beku juga dapat dikemas
seperti itu. Fillet atau irisan daging ikan dapat dibekukan secara individu dan
dibungkus plastic, namun kebanyakan metode untuk pengemasan fillet yang
akan dibekukan dikemas dalam kemasan blok ukuran 6-11 kg dalam karton yang
dilapisi lilin. Kemasan blok yang digunakan harus khusus untuk pembekuan dan
mampu melindungi produk selama penyimpanan dingin (Hadiwiyoto, 1993).
Pengemasan produk ikan yang akan dibekukan melibatkan lebih daripada
kombinasi es dan ikan yang dikemas bersama-sama dalam jumlah peti yang
basah atau pendingin. Plastic atau pipa dari logam yang berisi 15 hingga 25
pound produk yang diproses (tidak termasuk es) disediakan secara komersial.
Kontainer yang dudah terisi dapat diisi es di sekeliling produk atau gel-gel es
yang terkemas (Hadiwiyoto, 1993).
2.5.7. Pembekuan
Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu
rendah yaitu jauh dibawah titik rendah ikan. Seperti pendinginan, pembekuan
bertujuan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan. Pembekuan mengubah
hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada waktu ikan beku
dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti
sebelum dibekukan. Pada prakteknya sangat sulit untuk membekukan seluruh
cairan di dalam tubuh ikan karena sebagian cairan itu mempunyai titik beku yang
sangat rendah yaitu antara -55C sampai dengan 65C. pada umumnya
pembekuan sampai -12C atau -30C dianggap telah cukup, tergantung pada
jangka waktu yang direncanakan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Alat yang digunakan untuk membekukan ikan disebut freezer. Pada
freezer proses pendinginan ikan dikendalikan dengan peralatan mekanis. Bahan
pendingin cair dari tangki penampung dimasukkan ke dalam evaporator melalui
sebuah katup ekspansi. Dalam evaporator bahan pendingin cair (refrigerant)
dipaksa menguap dengan jalan menurunkan tekanannya dengan kompresor.
Uap bahan pendingin yang terisap oleh kompresor kemudian dimampatkan ke
dalam kondensor. Bahan pendingin yang telah menjadi cairan kembali ditampung
di dalam sebuah tangki penampung untuk kemudian diuapkan kembali di dalam
evaporator. Begitu seterusnya, siklus itu berjalan berulang-ulang sehingga bahan
pendingin tidak perlu terbuang (Holdworth, 1968).
Berdasarkan alat yang dipakai, cara pembekuan dibagi menjadi 5
golongan seperti yang dijelaskan pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Alat pembekuan ikan
Nama alat pembeku ikan
Sharp freezer
Cara pembekuan
Meletakkan ikan di atas rak yang terbuat dari
pipa-pipa dingin
Menjepitkan ikan diantara plat-plat dingin
Meniupkan udara dingin secara kontinyu ke arah
Immersion freezer
Spray freezer
ikan
Mencelupkan ikan dengan cairan dingin
Menyemprotkan ikan dengan cairan dingin
2.5.8. Labelling
Labelling dilakukan untuk memberikan identifikasi pada produk yang
dihasilkan. Biasanya perusahaan memberi label yang menunjukkan isi kemasan,
tanggal produksi, dan informasi-informasi penting lainnya. Setiap perusahaan
mempunyai kode tertentu yang diterangkan pada tutup atau badan kaleng.
2.5.9. Penyimpanan dalam Cold Storage
Ruang penyimpanan dingin adalah ruang penyimpanan ikan yang
didinginkan dengan mesin pendingin dan suhunya diatur antara 5 hingga 50C.
Pengaturan suhu bekerja menggunakan sebuah thermostat yang bekerja
berdasarkan suhu ruang pendingin. Misalnya ditetapkan agar suhu ruang
pendingin 0C, maka kita menetapkan agar mesin pendingin berhenti bekerja jika
suhu ruang pendingin turun mencapai -20C, dan bekerja kembali jika suhu naik
kembali hingga 20C (Murniyati dan Sunarman, 2000).
9
disimpan lama, antara lain disebabkan karena aktivitas enzim endogen (Lipase,
phospholipases, lipoxygenase, peroksidase) yang pada suhu -400 C belum
1
0
berhenti, terutama jika ada cahaya atau katalis lainnya (kelompok heme, logam
transisi) yang ada. Sehingga warna daging juga mempengaruhi terjadinya
oksidasi. Ikan yang berwarna merah atau gelap lebih cepat tengik dibandingkan
yang berdaging putih. Hal tersebut disebabkan aktivitas enzim yang terdapat
pada daging ikan berwarna gelap (Illyas, 1993).
2.6.3. Pengaruh Pembekuan terhadap Mikrobiologi
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), proses pembekuan dapat
menghambat atau menyebabkan kematian besar bakteri karena:
1. Proses pembekuan mengubah cairan tubuh ikan menjadi Kristal-kristal es,
sehingga bakteri terganggu dan mengalami kesulitan dalam menyerap
makanan.
2. Selain cairan tubuh ikan, cairan yang terdapat didalam sel bakteri juga
membeku. Akibat pembekuan ini, volume cairan bakteri menjadi besar dan
akan memecah dinding sel bakteri, sehingga mematikan bakteri.
3. Proses pembekuan juga akan menghambat aktivitas penyebab proses
pembusukan lainnya, seperti mikroorganisme, enzim-enzim, maupun oksidasi
lemak oleh oksigen (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
2.7. Standar Mutu Produk Akhir
Mutu produk akhir harus dicapai untuk memudahkan pemasaran,
pemasakan, maupun penyajian, beberapa jenis ikan tertentu yang harganya
mahal (dagingnya putih atau kemerah -merahan) diolah dan dibekukan dalam
bentuk filet (Moeljanto, 1992).
3
4
1
1
Jenis Uji
Organoleptik
Nilai min.
Cemaran Mikroba
ALT, maks.
E. Coli
Coliform
Salmonella
V. Cholerae
S. Aureus
Cemaran Kimia
Raksa (HG)
Fisika
1
2
BAB III
WAKTU DAN PELAKSANAAN
3.1.
Beji, Pasuruan 67154, Jawa Timur. Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan mulai
tanggal 2 Agustus 2012 sampai 1 September 2012.
3.2.
Metode Pelaksanaan
Bentuk kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan Praktek Kerja
Lapang adalah:
1.
secara langsung
Dokumentasi
Yaitu kegiatan pengambilan data dan foto objek yang diamati
2. Studi literatur atau Riset Pustaka
Yaitu kegiatan pengumpulan data dan informasi dari literatur buku
atau internet yang berkaitan dengan pengendalian mutu
kerapu.
1
3
fillet ikan
1.3.
Inti Luhur Fuja Abadi, Beji, Pasuruan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No
Tanggal
Kegiatan
2 Agustus 2012
3 Agustus 2012
4 Agustus 2012
Mempelajari
struktur
organisasi
yang
ada
di
perusahaan
4
5 Agustus 2012
6 Agustus 2012
7 Agustus 2012
8 Agustus 2012
9 Agustus 2012
10 Agustus 2012
10
11 Agustus 2012
11
12 Agustus 2012
12
13 Agustus 2012
13
14 Agustus 2012
14
15 Agustus 2012
15
16 Agustus 2012
16
18 Agustus 2012
17
19 Agustus 2012
18
20 Agustus 2012
19
21 Agustus 2012
20
22 Agustus 2012
21
23 Agustus 2012
22
24 Agustus 2012
23
25 Agustus 2012
24
1
4
26 Agustus 2012
ikan kerapu
25
27 Agustus 2012
26
28 Agustus 2012
27
29 Agustus 2012
28
30 Agustus 2012
1
5
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan Liviawaty E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Kanisius. Yogyakarta
Annonymous. 2009. Sortasi Bahan Baku. http://dkp.go.id/upload/JiCA/Book%.
Diakses tanggal 6 Januari 2012
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2710.1-1992:Persyaratan Mutu
Bahan Baku Fillet Ikan. http:/www.scribd.com/doc/54431979/Daftar-SNIDKP. Diakses tanggal 7 Januari 2012
Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan, 2006.Teknologi Pengolahan Fillet Ikan.
Satker Direktorat PPHP. Jakarta
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty.
Yogyakarta
Holdworth, S.D., 1968. Current Aspects of Preservation by Freezing. Food
Manuf, 43(7):38 Lembaga Refrigerasi Internasional, 2000. International
Institute of Refrigeration, Recommendation for The Processing and
Handling for Frozen Food, 6 Ed. Paris
Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV.
PARIPURNA. Jakarta
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar
Swadaya. Jakarta
Murniyati, A. S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan
Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Susanto, T. 1994. Teknologi Pengemasan Bahan Makanan. CV. Family. Blitar
Wardana, I.P. 1994. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Apung.
Penebar Swadaya. Jakarta
1
6