Anda di halaman 1dari 5

Nama : Moch.

Abdul Rokim
Nim

: B2A015007
KOMPLEMEN

Sistem komplemen adalah salah satu sistem pertahanan tubuh yang terdiri dari protein yg di
produksi dalam hati dan berada dalam peredaran darah.
Mekanisme Kerja Sistem Komplemen
Prinsip-prinsip berikut ini merupakan dasar untuk memahami fungsi komplemen
1. Sistem komplemen termasuk salah satu mediator reaksi radang. Sistem tersebut
merupakan interaksi dari komponen-komponen yang berwujud protein.
2. Komponen-komponen yang berinteraksi secara runtut (cascade), aktifasi tiap komponen
berlangsung setelah aktifasi komponen sebelumnya.
3. Interaksi pada jalur klasik berlangsung dengan urutan antigen antibodi C 142356789.
Sedangkan untuk jalur alternatif urutannya ialah aktifator (antibodi) sistem properdin
C356789.
4. Interaksi 5 komponen pertama (C14235) bersifat enzimatis, aktifasi berarti merubah
komponen menjadi enzim. Pada mulanya sebagai hasil interaksi dengan antibodi, C1
menjadi aktif. Selanjutnya C4, C2, C3, C5 dan begitu pula dengan B pada jalur alternatif
aktifasinya secara berurutan dilakukan oleh komponen sebelumnya yang telah aktif.
Adapun antara C5b, C6, C7, C8 dan C9 berinteraksi dengan saling berikatan satu sama
lain dalam bentuk ikatan nonkovalen atau ikatan hidrofobi; dengan demikian sifat molekul
yang terbentuk sebelumnya berubah.

Efek aktivasi sistem komplemen :


1. Merangsang inflamasi

Komplemen merangsang pengerahan elemen-elemen sel imun ke tempat benda asing atau
mikroorganisme yang masuk tubuh atau jaringan yang rusak tersebut dan perubahan
struktur lokal area terinfeksi.
2. Sebagai opsonin untuk membantu fagositosis
Komplemen berperan sebagai molekul yang dapat diikat di satu pihak oleh partikel
(kuman) dan dilain pihak oleh reseptornya pada sel fagosit sehingga memudahkan
fagositosis bakteri atau sel lain.
3. Eliminasi kompleks imun
Komplemen dapat diendapkan di permukaan sel imun dan merangsang eliminasi
kompleks imun. Kompleks imun adalah molekul yang terbentuk akibat interaksi Ag-Ab
yang larut dalam serum. Molekul ini akan mengaktifkan komplemen untuk mengikat
molekul tersebut di permukaan eritrosit. Eritrosit akan menghantarkan kompleks imun
untuk dimusnahkan oleh makrofag yang terdapat di hati dan ginjal tetapi eritrosit sendiri
tidak dirusak
4. Lisis osmotik bakteri, virus dan sel patogen lain
Aktivasi komplemen yang terjadi di permukaan sel bakteri akan membentuk Membran
Attack Complex (MAC) yang akan menimbulkan lisis osmotik sel bakteri. MAC adalah
gabungan C5, C6, C7, C8, C9) yang dapat menimbulkan lubang-lubang kecil pada
membran plasma bakteri dan mematikan sel bakteri. MAC ini dapat menyerang langsung
sel bakteri.
C3 dan C4 Pada Diabetes Melitus
Defisiensi komponen komplemen ketiga (C3) yang bertanggung jawab atas bertambahnya
kepekaan terhadap infeksi. Diduga defisiensi komponen komplemen (C4) juga memberi
pengaruh yang serupa. Adanya gangguan fungsi yang berkaitan dengan aktivitas komplemen
seperti fagositosis (opsonisasi), khemotaksis dan pembentukan anafilatoksin diduga yang
menjadi sebab turunnya pertahanan tubuh. Diabetes Mellitus (DM) yang terawat jelek (poorly
controlled) akan menurunkan efisiensi pertahanan tubuh.

Dengan perawata DM yang baik (well controlled) ketahanan penderita terhadap infeksi dapat
ditingkatkan. Adapun keseluruhan sebab yang menjelaskan tinggi insidens dan beratnya
infeksi pada penderita DM masih banyak belum terungkap. Terdapat laporan bahwa
fagositosis dan khemotaksis lekosit dan aktivitas opsonisasi serum penderita DM menurun.
Dalam hal ini terlihat adanya persamaan dengan gangguan aktivitas komplemen. Dengan
demikian, mungkin sistem komplemen ikut terlibat atau setidak-tidaknya merupakan salah
satu faktor yang ikut bertanggung jawab terhadap gangguan sistem pertahanan tubuh tersebut.
Pada penelitian yang telah dilakukan, mendapatkan bahwa aktivitas hemolitik total dari
komplemen serum penderita diabetes mellitus pada berbagai tingkat regulasi tidak berkurang.
Hal ini tidak berarti bahwa kadar tiap-tiap komponen komplemen tidak berkurang. Pada
penderita diabetes mellitus tipe I didapatkan bahwa kadar C3 yang mengindap diabetes
mellitus kurang dari satu tahun cenderung menurun dan meningkat pada penderita yang telah
sakit 13 tahun dan lebih 5 tahun. Kadar C4 menurun pada penderita yang mengidap kurang
dari 1 tahun dan cenderung turun pada penderita yang telah mengidap antara 13 tahun. Pola
tersebut dihubungkan dengan ICA (islet cell antibody) yang bersifat mengikat komplemen.
Dalam hal ini complement-fixing ICA dianggap yang bertanggung jawab terhadap
kerusakan sel beta. Tingginya prevalensi ICA pada diabetes mellitus tipe 1 ada hubungannya
dengan lama mengidap sakit; 60% untuk yang mengidap kurang dari 1 tahun; 20% untuk
yang 2 5 tahun dan hanya 5% untuk yang lebih dari 5 tahun.
Defisiensi insulin pada DM Tipe 1, ini disebabkan oleh karena pada jenis ini timbul reaksi
otoimun yang disebabkan karena adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan
timbulnya antibodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen
(sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta.

Sebuah penelitian menyebutkan ICA ini dapat berikatan IgG dan IgM, CIq, C4, C3 dan C9.
Pada penelitian itu disebutkan aktivasi komplemen menyebabkan lisis dari sel-sel pulau
pankreas.
Studi prospektif terhadap fungsi -sel menunjukkan bahwa pasien latent autoimune diabetes
of adults (LADA) dengan beberapa antibodi islet dapat mengembangkan kerusakan -cell
dalam waktu 5 tahun, sedangkan mereka yang hanya memiliki Glutamat Dekarboksilase
(GAD) antibodies (GADAs) atau hanya memiliki islet cell antibodies (ICAs) saja sebagian
besar membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun untuk mengembangkan kerusakan -cell
tersebut, bahkan bisa sampai 12 tahun. Meskipun begitu, gangguan dalam -cell response
terhadap intravenous glucose dan glucagon dapat dideteksi pada diagnosis diabetes.
Antibodi sel islet (ICA) mengikat komponen sitoplasma sel islet pada bagian pankreas
manusia.
Pada penderita diabetes mellitus dilaporkan terdapat penurunan fungsi lekosit seperti
khemotaksis, kemampuan menempel (adherence) pada endotel, fagositosis, bakterisida
intraseluler, penurunan aktivitas opsonisasi serum dan imunitas Cell mediated. Dalam
aktivitas khemotaksis, fagositosis dan opsonisasi tersebut diperlukan keterlibatan sistem
komplemen. Defisiensi komponen komplemen dapat mengakibatkan gangguan pada aktivitas
tersebut. Namun secara keseluruhan, apa yang menjadi sebab lebih rentannya penderita
diabetes mellitus pada infeksi masih belum jelas. Adapun untuk mendapatkan daya tahan
tubuh yang optimal, regulasi gula darah sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA

Gani, A., 2008, Peranan Kadar C3 dan C4 pada Penderita Diabetes Mellitus, Fakultas
Kedokteran UNSYIAH
Kurniyanto, Tanggo, Y., 2012, Diabetes Melitus Tipe 1 pada Orang Dewasa, Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UKI
Mohanthy, S.K., Laela, K.S., 2014, Immunology, Jaypee Brothers Medical Publishers
Tjernberg, J., Ekdahl, K. N., Lambris, J.D., Korsgren, O., Nilsson, B., 2008, Acute AntibodyMediated Complement Activation Mediates Lysis of Pancreatic Islets Cells and May
Cause Tissue Loss in Clinical Islet Transplantation, National Institutes of Health
Willcox, A., Richardson, S.J, Bone, A.J., Foulis, A.K., Morgan, N.G., 2010, Evidence of
increased islet cell proliferation in patients with recent-onset type 1 diabetes, SpringerVerlag

Anda mungkin juga menyukai