Anda di halaman 1dari 5

Positivisme Logis dan Sains Bebas Tuhan

Usep Mohamad Ishaq


MAHASISWA CASIS-UTM

Metoda saintifik yang saat ini digunakan untuk menyelidiki gejala alam
adalah merupakan gabungan antara metoda empirik dan rasional. Ia diyakini
merupakan metoda paling unggul untuk mencapai kebenaran ilmiah dan
mampu menyingkap jawaban atas pertanyaan-pertanyaan manusia terhadap
fenomena alam yang dihadapinya. Pada dasarnya, dalam epistemologi Islm
panca indera dan rasio merupakan dua alat yang dapat digunakan untuk
meraih ilmu, dan bahkan para saintis muslim sudah menggunakan keduanya
untuk meneliti fenomena alam mendahului Roger dan Francis Bacon. Hal ini
diakui oleh banyak sarjana di Barat misalnya dituturkan Rossana Giorini:
According to the majority of the historians al-Haytham was the pioneer of
the modern scientific method. With his book he changed the meaning of
the term optics and established experiments as the norm of proof in the
field. His investigations are based not on abstract theories, but on
experimental evidences and his experiments were systematic and
repeatable
Robert

Briffault

(1876-1948)

seorang

sarjana

terkemuka

Barat

menyatakan, meskipun Roger Bacon (1214-1294) disebut sebagai sarjana


Barat paling awal yang membawa metoda empirik ke Barat, selain kemudian
juga diikuti oleh Francis Bacon (1521-1626), sesungguhnya Bacon hanyalah
pembawa tradisi keilmuan sains Muslim ke Kristen Eropa dan ia (Bacon) tidak
jemu-jemu menyatakan bahwa sains Arab (muslim pen.) adalah satusatunya jalan pada ilmu sejati. Masalah kemudian muncul ketika difahami
bahwa hanya dengan metoda empirik atau rasionallah kebenaran bisa
dicapai; kedua, lebih berbahaya lagi ketika ia memasuki wilayah-wilayah
yang menjadi domain sumber kebenaran lain seperti Wahyu.

Empirisisme dan rasionalisme bersama postitivisme berkembang lebih


jauh lagi. Positivisme memandang bahwa ilmu alamlah satu-satunya sumber
pengetahuan yang absah, sebab objek pengetahuannya dapat diamati dan
eksperimen dapat digunakan untuk membuktikannya. Karenanya ia sertamerta

menolak

metafisika

(seperti

juga

agama)

sebagai

sumber

pengetahuan, alasannya ia tak dapat diamati dan tidak ada eksperimen yang
dapat dilakukan untuk mengujinya. Misalnya, malaikat dan makhluk ghaib
lainnya yang disebutkan dalam kitab suci bagi positivisme adalah absurd
sebab mereka tidak dapat diamati dan tidak ada eksperimen yang bisa
dilakukan untuk membuktikan keberadaannya. Diantara tokoh positivism
yang terkemuka adalah Isidore Auguste Marie Fraois Xavier Comte (17981857), menurut masyarakat dunia berkembang dari teologis menjadi
metafisis akhirnya positif atau saintifik. Dalam tahap awal manusia harus
berpegang

pada

agama

karena

tidak

mampu

menjawab

berbagai

pertanyaan yang tidak dapat dijawab menyangkut alam dan realitas serta
kehidupannya dan harus merujuk pada kepercayaan pada suatu kekuatan
supranatural.

Pada

tahap

awal

ini

pun

manusia

berkembang

dari

kepercayaan bahwa benda-benda di alam memiliki jiwa (animism) kepada


keyakinan bahwa ada dewa-dewa yang mengatur kekuatan alam (politeisme)
menjadi keyakinan pada adanya satu tuhan (monoteisme). Kemudian setelah
manusia semakin menggunakan nalarnya, ia mulai mencari jawaban atas
berbagai pertanyaan dengan berspekulasi mencari hal-hal metafisik tanpa
merujuk pada kepercayaan tertentu untuk menjelaskan realitas; Ini adalah
Tahap Metafisis transisi dari Tahap Teologis. Tuhan masih diyakini namun
tuhan yang abstrak hasil fikiran manusia. Pada akhirnya setelah sains
berkembang dan mampu menjawab banyak pertanyaan manusia melalui
metoda saintifik yang empirik, manusia memasuki tahapan yang paling maju
yaitu Tahap Positivisme atau Tahap Saintifik. Artinya, secara tidak langsung
Comte menyatakan bahwa masyarakat yang masih percaya pada sumbersumber agama untuk menjelaskan realitas adalah masyarakat pada tahap
yang belum berkembang.

Para saintis tidak puas dengan metoda saintifik, pertama karena tidak ada
pembeda yang jelas antara ilmu yang bersifat spekulatif seperti filsafat,
metafisika, etika dengan ilmu yang benar seperti sains; kedua, diperlukan
suatu kriteria yang sama setiap disiplin ilmu agar dapat ditentukan
kebenarannya (verifiable). Jadi diperlukan penjelas (metadeskripsi) dari
deskripsi yang dihasilkan metoda saintifik terhadap alam, ia adalah
Positivisme Logis (Logical Positivism).

Bagi seorang yang berpandangan

Positivisme Logis sebuah pernyataan yang disebut benar atau verifiable dan
bermakna (meaningful) ketika dia mematuhi dua prasyarat yaitu: pertama,
dapat dibuktikan secara empiris atau kedua, dapat diturunkan dari preposisi
yang bisa diverifikasi secara langsung (a priori) kebenarannya atau seperti
tautologi. Misalnya, pernyataan planet saturnus memiliki cincin, adalah
pernyataan yang benar sebab dapat diverifikasi melalui pengamatan. Juga
pernyataan matematis seperti 1+1=2 atau pernyataan setiap duda
pernah menikah adalah benar, sebab ia bersifat tautologis. Namun
pernyataan metafisis seperti Tuhan itu ada, tidaklah memiliki makna sebab
tidak dapat diverifikasi melalui pengamatan juga bukan tautologis, demikian
klaim mereka.
Suatu pernyataan yang tidak bisa diamati secara empirik dan tidak bisa
diverifikasi secara logis menurut Positivisme Logis adalah tidak punya makna
(meaningless) dan membuang waktu untuk membahasnya. Karenanya,
pernyataan-pernyataan dalam metafisika, (i.e. non empirik), moralitas juga
agama dalam pandangan Postivisme Logis adalah tidak bermakna dan
nonsense. Pemikiran Positivisme Logis berusaha menyatukan kriteria ilmiah
dari seluruh disiplin ilmu dan meniadakan pemikiran yang tidak sesuai
dengannya, karenanya Positivisme Logis cenderung ingin menghegemoni
metoda untuk mencapai kebenaran dan membatasi wilayah ilmu lain.
Positivisme Logis bermula dari suatu kumpulan diskusi di Universitas Wina
pada 1922, karena itulah kelompok ini sering disebut dengan Lingkaran Wina
(Vienna Circle). Lingkaran Wina dipimpin oleh seorang fisikawan Moritz

Schlick (1882-1936) yang juga penafsir otoritatif bagi teori relativitas


Einstein. Lingkaran Wina dianggotai umumnya oleh para saintis dan
matematikawan seperti Hans Hahn dan Kurt Gdel tokoh matematika, Moritz
Schlick sendiri, Friedrich Waismann dan Herbert Feigl dari kalangan
fisikawan, dan juga tokoh dari disiplin ilmu lain seperti Otto Neurath ahli
filsafat sains, ekonomi dan politik; Rudolf Carnap ahli filsafat, dan lain-lain.
Tujuan

utama

dari

Positivisme

Logis

adalah

jelas

yaitu:

pertama,

menyediakan dasar yang kokoh bagi sains; dan kedua, menunjukkan bahwa
seluruh metafisika (sesuatu yang tidak empirik) tidak memiliki makna
(meaningless). Bagi tokoh utamanya, Moritz Schlick,. Tujuan mereka dalam
mempelajari sains hanyalah:

Menemukan hukum-hukum alam.

Mensintesakan temuan-temuan sains (Fisika, Kimia, Biologi, dll) menjadi


satu kesatuan utuh.

Bertujuan untuk membangun pertahanan epistemologis sains.


Jelaslah bahwa filsafat sains dan ilmu sains modern bukan saja tidak

berhubungan dengan dengan Tuhan dan agama, namun juga memandang


rendah agama dan hal-hal metafisis sebagai meaningless. Cara pandang
modern ini kemudian merambah pada fikiran kaum muslimin bukan saja
yang lahir dari rahim pendidikan Barat, namun juga mereka yang lahir dari
Pendidikan di dunia muslim yang tidak awas dengan duri berbahaya dari
mawar yang indah. Tujuan sains semata-mata untuk pemuasan rasa ingin
tahu, scientia gratia scientiae (pengetahuan hanya demi pengetahuan),
perlombaan teknologi, pemenuhan hajat hidup masyarakat dan keperluan
praktis lainnya, lepas dari paradigma Islm yang dibangun para ulam
terdahulu. Dalam paradigma sains modern, tugas utama seorang saintis
adalah bagaimana menemukan hubungan antara besaran-besaran fisis yang
dapat diindera atau diukur, tidak ada tugas yang lebih jauh dari hal tersebut.
Ketertarikan manusia modern terhadap alam telah kehilangan ruhnya untuk

mengenal Pencipta, tergantikan oleh ruh ekspolitasi tiada henti. Mungkin


inilah yang dimaksud Iqbal dalam pesannya:
Pendidikan tak lagi mengenal tujuannya
Karena pupusnya kegairahan, terenggutlah jiwa dari keindahan alam
Tiada bunga bermekaran di rantingnya
Lihat para arsitek tidak tahu lagi apa yang harus dikerjakannya,
Kerjanya menyusun batu buat menyebrangi selokan
Anak-anak dididik menjadi itik!
Bila ilmu tidak membawa kehangatan pada hidup,
Maka hati tidak menemukan kegembiraan dalam ilham yang dibawa
ilmu
(Pesan Untuk Javid)

Anda mungkin juga menyukai