Disusun oleh :
Kelli Julianti
G4A014131
G4A015051
Weni
G4A014008
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Disusun oleh :
Kelli Julianti
G4A014131
G4A015051
Weni
G4A014008
Maret 2016
Dokter Pembimbing :
BAB I
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Status
Pekerjaan
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan
No CM
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ny. M
49 tahun
Perempuan
Plompong RT 06 RW 05 Sirampong-Brebes
Islam
Menikah
Petani
1 Maret 2016
3 Maret 2016
00991136
B. ANAMNESIS
1.
2.
Keluhan Utama
Kedua kaki terasa panas, bengkak, pegal, dan kaku
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSMS dengan keluhan kedua kaki terasa panas,
bengkak, pegal, dan kaku. Keluhan dirasakan semakin memberat sejak 4
bulan yang lalu. Keluhan sangat mengganggu pasien sampai berteriak
kesakitan. Keluhan dirasakan terus menerus sehingga mengganggu
aktivitas. Selain itu ibu jari kaki kanan pasien berwarna kehitaman. Pasien
juga merasakan kaki terasa kesemutan dan tebal. Baal disangkal. Pasien
juga mengeluhkan punggung yang terasa panas dan kedua tangan yang
kesemutan.
Pasien mempunyai riwayat diabetes sejak 5 tahun yang lalu. Empat
bulan yang lalu pasien dirawat di RS dengan keluhan bibir miring ke kiri,
namun gejala tersebut sekarang sudah hilang. Sejak saat itu kaki pasien
terasa pegal dan semakin memberat. Riwayat penyakit DM dan hipertensi
pada keluarga disangkal.
a.
4.
5.
Riwayat mondok
merot ke kiri
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat kencing manis
d. Riwayat pengobatan
Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat kencing manis
Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tinggal di rumahnya
: diakui
: diakui, lima tahun yang lalu
: mengkonsumsi obat diabetes
: disangkal
: disangkal
: disangkal
bersama suami dan kedua anaknya di
tidak
pernah
merokok,
alkohol,
ataupun
: Sedang
: Compos mentis, GCS E4M6V5 (15)
c. Vital sign
1) Tekanan Darah
2) Nadi
3) RR
4) Suhu
d. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk
-
Rambut
: 160/90 mmHg
: 88x/menit
: 20x/menit
: 36,1 oC
: mesochepal, simetris, venektasi
temporal (-)
: warna hitam, tidak mudah dicabut,
distribusi merata, tidak rontok
2) Mata
- Palpebra
: edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sclera
: ikterik (-/-)
- Pupil
: reflek cahaya (+/+) normal, isokor 3 mm
3) Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
- discharge (-/-)
4) Hidung
- nafas cuping hidung (-/-)
- deformitas (-/-)
- discharge (-/-)
- rinorhea (-/-)
5) Mulut
- bibir sianosis (-)
- bibir kaku (+)
- bibir kering (-)
- lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea
: deviasi trakhea (-/-)
- Kelenjar lymphoid
: tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid
: tidak membesar
JVP
: nampak, tidak kuat angkat
7) Dada
a) Paru
- Inspeksi
: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
- Palpasi
: vocal fremitus kanan = kiri
- Perkusi
: sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Batas paru hepar di SIC V LMCD
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronki basah kasar (-/-), ronki basah halus (-/-)
b) Jantung
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi
: cembung
- Auskultasi
: bising usus (+) normal
- Perkusi
: timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri
ketok costovertebrae (-)
- Palpasi
: supel, nyeri tekan (+), undulasi (-)
- Hepar
: tidak teraba
- Lien
: tidak teraba
a. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas inferior
superior
Dextra Sinistra
+
+
-
Edema
Sianosis
Akral dingin
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Dextra
+
-
Sinistra
+
-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah 1 Maret 2016
Hb
: 12 gr/dl
Normal : 12 16 gr/dl
Leukosit
: 6730 /ul
Hematokrit
: 35 %
Normal : 37 % - 47 %
Eritrosit
: 4,8 juta/ul
Trombosit
: 296.000/ul
MCV
: 80.2 fL
Normal : 79 - 99 fL
MCH
: 27,6 pg
Normal : 27 - 31 pg
MCHC
: 34,5 gr/dl
Normal : 33 37gr/dl
RDW
: 13,8 %
MPV
: 11,3 fL
Eosinofil
: 0,3 %
Normal : 2 4 %
Basofil
: 1,9 %
Normal : 0 1 %
Batang
: 0,3 %
Normal : 2 5 %
Segmen
: 70,6 %
Normal : 40 70%
Limfosit
: 22 % L
Normal : 25 - 40%
Monosit
: 4,9 %
Hitung Jenis
Normal : 2 8 %
Kimia Klinik
GDS
: 153 mg/dl
E. DIAGNOSIS KERJA
Atralgia
Neuropati DM
Ulkus Pedis
HT
F. TERAPI
a. Farmakologis:
IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj ketorolac 2x30 mg
Inj Vit B1 B12 1Amp
Inj Ranitidin 25 mg
Amitriptilin tab 25 mg
Novorapid flexpen
Levemir flexpen
b. Non farmakologis:
Tirah baring
Diet rendah garam dan protein
Hindari stres
G. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diabetes Melitus
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. 4
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA),
2005, yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing
(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita
DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda
dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah
tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II
ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
1.3 Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366
juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia
dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada
tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada
tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi,
hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita
diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.2
1.4 Patogenesis
1.4.1 Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah:
pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan
lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi
agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel yang
menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap
keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima
adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel
asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun
seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.5
1.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal
dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang
utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis
yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin
karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung
memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi
glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi
insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia
puasa dan diabetes yang nyata.5
2.5
Manifestasi Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan
mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi
dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan
gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu
makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa
2.6 Komplikasi
a.
Penyulit akut
1.
Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi
glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun
dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan
aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat
dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga
meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk
menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan
mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam.
Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang
mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis
KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO 3 rendah, anion gap tinggi dan
keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah,
sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul
2.
3.
gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada
berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik :
pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.
b.
1.
Penyulit menahun
Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
Retinopati Diabetik
retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens
vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik
mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok.
Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar
retina darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan
dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema
yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi
iskemia retina yang progresif yang merangsang neovaskularisasi yang
menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar.
Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus
vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi
perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak.
Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali
sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan
mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang
terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina.
Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit
pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi
proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat
glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication
product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan
mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi
peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan
Makroangiopati
Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata
keluarga PJK atau DM
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa
gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul.9
2.7
Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan
2.
Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang
sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada
prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status
gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
1.
Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a)
Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b)
Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c)
Kadar HbA1c < 7%
2.
Tekanan darah <130/80
3.
Profil lipid :
a)
Kolesterol LDL <100 mg/dl
b)
Kolesterol HDL >40 mg/dl
c)
Trigliserida <150 mg/dl
4.
Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola
makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status
kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor
fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan
pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi proses
katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi,
lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta
kemampuan petugas kesehatan yang ada.
buatan
seperti
sakarin,
aspartam,
acesulfam
dan
sukralosa.
Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100
mg/dl, maka maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.
B. Kebutuhan Kalori
Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah
atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan dan lain-lain.
PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI
Kebutuhan basal :
Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori
Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori
Koreksi :
umur
40-59 th
: -5%
60-69
: -10%
>70%
: -20
aktivitas
Istirahat
: +10%
Aktivitas ringan
: +20%
Aktivitas sedang
: +30%
Aktivitas berat
: +50%
berat badan
Kegemukan
: - 20-30%
Kurus
: +20-30%
stress metabolik
: + 10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang
30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi
badan kuadrat (m2).
Kualifikasi status gizi :
Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi
resiko
kejadian
kardiovaskular
dimana
pada
diabetes
telah
terjadi
7-20x. Lemak
juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%
Intervensi Farmakologis
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang
fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia
pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
insuli campuran tetap (premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan
kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik,
operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat,
kontraindikasi atau alergi OHO.
3.
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk
kemudian
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO
dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari
atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin
PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk
mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi
program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan
kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan
memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas
yang memadai dalam upaya pencegahan primer6.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak
awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru,
yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan
berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan
kardiovaskular pada penyandang Diabetes.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut.
Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga
kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan
sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis
rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi
yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah
ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat
diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
2.Ulkus Diabetikum
A. Definisi
Ulkus diabetik atau ulkus gangrenosum adalah kondisi kerusakan epidermis
dan dermis yang memiliki dasar, dinding, tepi, dan isi, yang mana kondisi ini khas
terjadi pada penderita dengan keadaan umum buruk atau penderita penyakit
kronik yang berpotensi menjadi fokus infeksi (Siregar, 2005). Ulkus diabetik
adalah salah satu bentuk komplikasi jangka panjang dari DM (15% kasus
komplikasi) dan 12-24% diantaranya memerlukan tindakan amputasi. Selain itu,
630% pasien yang pernah mengalami amputasi dikemudian hari akan mengalami
risiko re-amputasi dalam waktu 1-3 tahun kemudian setelah amputasi pertama
(Clayton, 2009).
B. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi dari ulkus diabetik ini adalah kombinasi antara faktor endogen dan
eksogen. Faktor endogen yang dimaksud adalah genetik, metabolik, angiopati
diabetik, dan neuropati diabetik. Faktor eksogen yang terlibat adalah trauma,
infeksi, obat, dll (Wagner, 2013).
Faktor risiko terjadinya ulkus diabetic (Wagner, 2013) :
1. Lansia.
2. Lama DM 10 tahun.
3. Neuropati.
4. Obesitas.
5. Hipertensi.
6. HbA1c > 9%
7. Kebiasaan merokok.
8. Ketidakpatuhan diet DM
9. Kurangnya aktivitas fisik.
10. Pengobatan tidak teratur.
11. Kurang perhatian terhadap perawatan dan perlindungan kaki
C. Klasifikasi
Klasifikasi ulkus diabetik yang paling sering digunakan adalah dengan klasifikasi
(Wagner, 2013):
Grade
0
Deskripsi
Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan
D. Patofisiologi
Terbentuknya ulkus diabetik secara umum dipengaruhi oleh banyak faktor
(Kelkar, 2006). namun secara garis besar terdapat 2 faktor utama yang
menyebabkan terjadinya ulkus diabetik, yaitu neuropati perifer dan iskemi
vaskuler perifer (Bowering, 2011):
1. Neuropati perifer
Lebih dari 60% pasien dengan ulkus diabetik mengalami neuropati
(Bowering, 2011). terjadinya neuropati diabetik pada pasien Dm terjadi
secara
kronik
yang
diakibatkan
tingginya
kadar
gula
darah
lebih
kering,
hal
ini
menginduksi
peningkatan
risiko
berkembangnya infeksi.
Hilangnya sensasi nyeri pada pasien dengan neuropati perifer
mengakibatkan penurunan perhatian saat kaki terkena trauma sehingga
lambat berespon terhadap terjadinya luka tersebut. Hilangnya sensasi sebagai
bagian dari neuropati perifer kemudian dapat memperburuk perkembangan
ulserasi. Saat trauma terjadi di lokasi tersebut, pasien sering tidak dapat
mendeteksi terjadinya luka pada ekstremitas bawah mereka. Akibatnya,
banyak luka terjadi tanpa diketahui dan semakin parah karena daerah
tersebut mengalami tekanan secara terus menerus dan berulang-ulang, baik
oleh tekanan badan maupun gesekan dari luar (Amstrong, 2013).
2. Gangguan Vaskular Perifer
Peripheral arterial disease (PAD) terjadi pada sekitar 50% pasien DM
dan menjadi risiko awal dalam terbentuknya ulkus diabetik (Huijberts et al.,
2008). Kondisi PAD biasanya terjadi pada arteri tibialis dan arteri peroneus.
Disfungsi sel endotel dan kelainan sel otot polos di pembuluh arteri perifer
berkembang akibat terjadinya hiperglikemi persisten pada pasien DM
(Zochodone, 2008). Terjadinya penurunan vasodilator yang dihasilkan sel
ini
menyebabkan
terjadinya
penyakit
arteri
oklusif
yang
adanya
neuropati
sensorik
(Mayfield &
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pasien dengan ulkus diabetik meliputi tes darah, rekaman pulsavolume,
ultrasonografi,
indeks
ankle-brachial,
radiografi,
computed
aneurisma, terutama dari aorta atau segmen poplitea. Penggunaan teknik ini
mungkin sebaiknya dilakukan oleh spesialis Jantung Pembuluh darah.
Sebuah Doppler scanner genggam dapat digunakan untuk menilai arteri,
melokalisasi dan mengukur pulsasinya (Wagner, 2013).
5) Ankle-Brachial Indeks (ABI)
Tekanan sistolik di dorsalis pedis atau arteri posterior dibagi dengan
tekanan sistolik ekstremitas atas disebut indeks ankle-brachial (ABI) dan
merupakan indeks dari keparahan arterial compromise. ABI yang normal
rata-rata 1,0. ABI kurang dari 0,9 menunjukkan penyakit aterosklerosis,
dengan sensitivitas sekitar 95%. Secara umum, ABI di bawah 0,3
menunjukkan peluang yang rendah untuk penyembuhan ulserasi iskemik
distal. Sayangnya, nilai ABI memiliki spesifisitas yang rendah, sehingga
sulit diandalkan jika pasien dalam kondisi arteri telah mengalami
kalsifikasi berat, terutama pada pasien DM (Wagner, 2013).
6) Plain Radiography
Studi
radiografi
dari
kaki
diabetik
dapat
menunjukkan
adanya
penelitian
terbaru
menunjukkan
Technetium-99m-berlabel
konvensional
terkait
dengan
injeksi
agen
kontras
Diagnosis Banding
1. Chronic Venous Insufficiency (CVI)
CVI adalah kondisi medis di mana pembuluh darah tidak dapat memompa
darah yang rendah oksigen kembali ke jantung atau kondisi "impaired
musculovenous pump" hal ini disebabkan gangguan katup pada vena, seperti
kondisi setelah terjadinya deep vein thrombosis atau phlebitis (Siregar, 2005).
2. Diabetik Foot Infections
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus diabetik dilakukan secara komprehensif melalui
upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban
(offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi,
20%,
lemak
20%
dan
karbohidrat
60%.
Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang
besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaiknya penderita dengan hiperglikemia
yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehinga kontrol gula darah
yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
4. Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus
ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan
benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila
masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang
memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus
diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan
dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu:
a) Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,
ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan
jaringan nekrotik
b) Debridemen enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara
topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu
secara merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga
memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang
(tumit).
6. Dressing
Teknik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode
moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka
akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar
luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres,
terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing
merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan
lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan
lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang
akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya
infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang
sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium
alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya
7. Kendalikan infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun
sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera
diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada ulkus
diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen
gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening
infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif
berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob)
antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi.
Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat
diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate, piperacillin/ tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime
+ clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat
seperti
piperacillin/tazobactam
berikut:
+
ampicillin/sulbactam
vancomycin,
+aztreonam,
vancomycin
DAFTAR PUSTAKA
1.
24. Wagner, F., 2013. The dysvascular foot: a system of diagnosis and treatment. Foot
Ankle, 2, p.64122.
25. Zochodone, D., 2008. Diabetic polyneuropathy: an update. Curr Opin Neurol, 21,
pp.527-33.