Pembimbing:
Oleh
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS REFERAT
DISTRES PERNAFASAN NEONATUS
Oleh
Disusun untuk memenuhi tugas
Diterima dan disahkan,
Purwokerto,
Mei 2016
Dosen Pembimbing,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem pernafasan merupakan salah satu sistem organ yang diperlukan
manusia untuk memberi suplai oksigen yang diperlukan dalam metabolisme tubuh
untuk menopang kehidupan. Namun tidak jarang kesehatan sistem pernafasan
mengalami gangguan terutama pada masa awal kehidupan manusia, salah satu
yang mungkin dialami adalah Respiratory Distress Syndrome. Respiratory
Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan
pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan
masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi
lahir dan akan bertambah berat. Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali
oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS.
Penyakit ini adalah penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada
bayi prematur.
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di
USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1986-1987. Sedangkan jaman
modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%. Di negara
berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS..
Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat
501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur
gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy
& Freeman 2000). Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.
Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau
komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
3
College
of
Medicine
dan
organisasi
besar
lainnya
telah
II. Tujuan
1. Mengetahui penyebab penyakit Distres Pernapasan Neonatus
2. Mengetahui mekanisme terjadinya Distres Pernapasan Neonatus
3. Mengetahui gejala klinis dari penyakit Distres Pernapasan Neonatus
4. Mengetahui terapi yang diberikan untuk penderita Distres Pernapasan
Neonatus
5. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit Distres Pernapasan
Neonatus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Penyakit membran hialin (PMH) merupakan gangguan pernapasan yang
disebabkan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada
neonatus usia gestasi <34 minggu atau berat lahir <1500 gram. Surfaktan mulai
dibentuk pada usia kehamilan 24-28 minggu .Oleh karena itu kejadian PMH
berbanding terbalik dengan usia gestasi. Angka kejadian PMH pada neonatus
dengan usia gestasi <30 minggu 60%, usia gestasi 30-34 minggu 25%, dan pada
usia gestasi 35-36 minggu adalah 5%. Faktor predisposisi lain adalah kelahiran
operasi sesar dan ibu dengan diabetes (Pudjiadi, et al., 2009).
B. Epidemiologi
PMH terutama terjadi pada bayi prematur, angka kejadiannya berbanding
terbalik dengan usia gestasi dan berat lahir. Angka kejadian pada neonatus dengan
usia gestasi < 28 minggu 60-80 %, usia gestasi 32-36 minggu 15-30 %, dan usia
di atas 37 minggu sekitar 5 %, dan jarang pada preterm. Peningkatan kejadian
terdapat pada bayi dengan ibu penderita diabetes, persalinan sebelum 37 minggu,
kehamilan multigravida, persalinan sesar, persalinan presipitatus, asfiksia, dan
riwayat bayi dengan PMH sebelumnya. Risiko PMH menurun pada kehamilan
dengan hipertensi kronis atau hipertensi pada kehamilan, adiksi opiate maternal,
prolonged rupture membran, dan penggunaan kortikosteroid antenatal (Kiegman
& Behrmann, 2007)
C. Etiologi
RDS terjadi setelah onset pernafasan dan berhubungan dengan defisisensi
surfaktan paru ( Nelson edisi lima). Defisiensi surfaktan merupakan penyebab
primer PMH. Kegagalan perkembangan paru dan kecenderungan paru yang
terkena untuk menjadi ateletaksis berkorelasi dengan tegangan permukaan yang
tinggi dan tidak adanya surfaktan paru. Konstituen utama surfaktan antara lain
dipalmitoyl phosphatidylcholine (lecithin), phosphatidylglycerol, apoproteins
6
(surfactant proteins SP-A, -B, -C, -D), and cholesterol ) (Kiegman & Behrmann,
2007).
D. Patofisiologi
Berbagai teori telah dikemukakan sebagai penyebab kelainan ini.
Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna dalam paru,
merupakan salah satu teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang
memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks
yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut
ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22 24 minggu dan mencapai
maksimum pada minggu ke-35 (Lawrance & Sam, 2011).
Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan membuat
stabil alveoli dan mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi dengan
mengurangi tegangan. Dipalmitoyl phophatidyl choline (DPPC) merupakan
komposisi utama dalam surfaktan yang mengurangi surface tension.Surfaktan
memiliki 4 surfactant-associated proteins yaitu SP - A,SP - B, SP C, dan SP D.
Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan proses multi-step dan
mensekresi lamellar bodies, yang memiliki kandungan fosfolipid yang tinggi.
Lamellar bodies ini berikutnya diubah menjadi lattice structure yang dinamakan
tubular myelin Penyebaran dan adsorpi dari surfaktan merupakan karakteristik
yang penting dalam pembentukan monolayer yang stabil dalam alveolus
(Mathew, 2011). Sintesis surfaktan bergantung pada pH, suhu, dan perfusi.
Afiksia, hipoksia, hipotensi, dan iskemik pulmonal, yang berhubungan dengan
hipovolemik, hipotensi, dan suhu dingin dapat mengurangi sintesis surfaktan
(Kiegman & Behrmann, 2007).
jaringan
menurun,
sehingga
akan
terjadi
metabolism
daridan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini
akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan (Abdul &
Antonius, 2007).
E. Penegakan Diagnosis
1. Tanda dan Gejala
Gejala yang dapat terjadi dapat berupa Sesak, merintih, takipnea,
retraksi interkostal dan subkostal, napas cuping hidung, dan --sianosis yang
terjadi dalam beberapa jam pertama kehidupan. Bila gejala tidak timbul dalam
8 jam pertama kehidupan, adanya PMH dapat disingkirkan (Pudjiadi, et al.,
2009).
berkurang.
Gambaran --ground-glass, retikulogranuler menyeluruh serta perluasan
ke perifer
10
dilakukan Tata laksana PMH yang baik, seperti penggunaan surfaktan dan
pemberian --CPAP segera setelah bayi lahir menyebabkan gambaran tidak
klasik pada foto toraks (Pudjiadi, et al., 2009).
Menurut IDAI Klasifikasi beratnya PMH pada dibagi atas 4
derajat (Gambar 7), yaitu:
bronchogram
Derajat III: opasitas lebih jelas, dengan --air bronchogram lebih jelas
(PIE),
pneumotoraks.
pneumomediastinum,
11
hialin
yang
ditemukan
terdiri
dari
fibrin
dan
sel
eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel alveolus yang
nekrotik (Abdul & Antonius, 2007)
Menurut Vermont Oxford Neonatal Network definisi dari PMH selain
gambaran khas dari Rontgen Toraks juga memerlukan keadaan dimana bayi
mempunyai PaO2 < 50 mmHg pada udara ruangan, cyanosis sentral pada udara
ruangan atau keadaan dimana si bayi memerlukan suplimentasi oksigen tambahan
untuk mempertahankan PaO2 > 50 mmHg (Lawrance & Sam, 2011; David G, et al.,
2010)
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Dasar tindakan yang dilakukan ialah mempertahankan bayi dalam
suasana
fisiologis
sebaik-baiknya,agarbayi
mampu
melanjutkan
13
(Nasal
Continuous
Positive
AirwayPressure)
terindikasi. NCPAP merupakan metode ventilasi yang noninvasif. Penggunaan NCPAP sedini mungkin (early NCPAP)
untuk stabilisasi bayidengan berat lahir sangat rendah (1000
1500gram) di ruang persalinan jugadirekomendasikan untuk
mencegah kolaps alveoli. Penggunaan humidified high flow
nasal cannula therapy (HHFNC) sebagai pengganti NCPAP
sedangdigalakkan di beberapa negara karena memiliki
keefektivitasan yang sama denganNCPAP serta dapat
digunakan untuk bayi dengan semua usia gestasi.
3) Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat
atau komplikasiyang menimbulkan apneu persisten. Ventilator
mekanik
dihubungkan
bronchopulmonary
dysplasia
eratdengan
(BPD)
terjadinya
dan
juga
secarateratur
agar
pemberian
NaHCO3
dapat
pemeriksaan
NaHCO3dapat
keseimbangan
diberikan
dengan
asam-basa
tetesan.
tidak
Cairan
ada,
yang
15
50mg/kgBB
intravena
setiap
12
jam
dan
16
17
pneumothorax,
pneumomediastinum,
Emfisema
subkutan.
membrane
hialin
prognosisnya
tergantung
dari
tingkat
1. Komplikasi Akut
a. Ruptur Alveolar
b. Infeksi
c. Perdarahan Intrakranial
d. Leukomlalasia Intraventrikular
e. Patent ductus arteriosus
f. Perdarahan paru
g. Necrotizing Enterocolitis
h. Apneu pada bayi prematur
2. Komplikasi Kronik
a. Bronchopulmonary Dysplasia
b. Retinopati pada bayi premature
c. Gangguan Neurologis
19
BAB III
KESIMPULAN
1. Penyakit membran hialin (PMH) merupakan gangguan pernapasan yang
disebabkan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada
neonatus usia gestasi <34 minggu atau berat lahir <1500 gram.
2. PMH terjadi setelah onset pernafasan dan berhubungan dengan defisisensi
surfaktan paru
3. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang pernah menderita penyakit ini
sukarditentukan. Mortalitas diperkirakan antara 20 40%.
20
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, L. & Antonius, P., 2007. buku Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
brownfoot, F. C., Crowther, C. A. & Middletown , P., 2008. The Cochrane
Collaboration: Different corticosteroids and regimens for accelerating fetal lung
maturation for women at risk of preterm birth. Cochrane Database of
Systematic Reviews, pp. 1-32.
David G, S. et al., 2010. European Consensus Guidelineson the Management of
Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants. Neonatology, pp.
402-417.
Engle, W. A., 2008. Surfactant-Replacement Therapy for Respiratory Distress in the
Preterm and Term Neonate. pediatrics, pp. 419-432.
Kiegman, R. M. & Behrmann, R. E., 2007. Nelson Textbook of Pediatric.
philadelphia: Elvisier.
Lawrance, M. & Sam, W., 2011. The management of respiratory distress in the
moderatelypreterm newborn infant. Arch Dis Child Educ Pract Ed , 1(1), pp. 18.
Mathai, S. C. S. & Raju, C. U., 2007. Management of Respiratory Distressin the
Newborn. Emergency Medicine, pp. 269 - 272.
Mathew, O. P., 2011. Innovations in Neonatal-perinatal Medicine : Innovative
Technologies and Therapies That Have Fundamentally Changed the Way We
Deliver Care for the Fetus and the Neonate. philadelphia: World Scientific.
Pramanik, A. K., 2015. Respiratory DIstress Syndrom. [Online]
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview
[Accessed 28 April 2016].
Pudjiadi, A. H. et al., 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: IDAI.
21