LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. K
Usia
: 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status
: Duda
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Buruh
Alamat
: Purwanegara RT 2 RW 1
Tanggal masuk : 31 Maret 2016 pukul 19.40
Tanggal periksa : 04 April 2014 pukul 12.00
No. CM
: 00145778
II.
SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak lima jam sebelum masuk rumah sakit
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas 5 jam sebelum
masuk rumah sakit. Sesak nafas disertai dengan suara ngik-ngik. Pasien
mengaku sulit tidur karena sesak yang dirasakan. Sesak nafas dirasakan
terus menerus dan semakin memberat ketika pasien beraktivitas. Sesak
nafas berkurang ketika pasien istirahat dalam posisi duduk. Sesak nafas
disertai batuk berdahak berwarna putih. Pasien tidak mengeluhkan
demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, atau pilek. Pasien mengaku
terdapat keterbatasan aktivitas yang semakin memberat. Dulu pasien
masih bisa berjalan jauh, namun sekarang pasien sudah sesak nafas
walau hanya berjalan pada jarak dekat.
3.
4.
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan sama dan tidak ada
5.
1.
Pemeriksaan Fisik
a.
b.
c.
d.
e.
Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
Vital sign
- Tekanan Darah
- Nadi
- RR
- Suhu
d. Status Generalis
: baik
: compos mentis, GCS = E4M6V5
: 45 kg
: 156 cm
: 160/80 mmHg
: 86 x/menit
: 28 x/menit
: 36,4 oC
1) Kepala
- Bentuk
- Rambut
2) Mata
- Palpebra
- Konjungtiva
- Sklera
- Pupil
: mesochepal, simetris
: tidak mudah dicabut, tidak rontok
: edema (-/-) ptosis (-/-)
: anemis (-/-)
: ikterik (-/-)
: reflek cahaya (+/+), isokor,
diameter 2 mm/ 2mm
3)
4)
5)
6)
7)
- Exopthalmus
: (-/-)
- Lapang pandang
: tidak ada kelainan
- Lensa
: keruh (-/-)
- Gerak mata
: normal
- Tekanan bola mata
: nomal
- Nistagmus
: (-/-)
Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
Hidung
- nafas cuping hidung (+/+)
- deformitas (-/-)
- discharge (-/-)
Mulut
- bibir sianosis (-)
- bibir kering (-)
- lidah kotor (-)
Leher
- Trakhea
: deviasi trakhea (-/-)
- Kelenjar lymphoid
: tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid
: tidak membesar
JVP
: nampak, tidak kuat angkat
Dada
a) Paru
- Inspeksi
: barrel chest , ketinggalan gerak (-),
Nampak penggunaan otot bantu nafas abdomen
- Palpasi
: vocal fremitus kanan = kiri
- Perkusi
: hipersonor pada lapang paru kiri dan kanan
- Auskultasi : suara dasar vesikuler sama kanan dan kiri
dan didapatkan ronkhi basah halus dan wheezing
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V dua jari medial
LMCS, tidak kuat angkat.
- Perkusi : batas jantung kanan atas
Batas jantung kiri atas
Batas jantung kanan bawah
Batas jantung kiri bawah
: SIC II LPSD
: SIC II LPSS
:SIC IV LPSD
:2 jari medial
SIC V LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi
: datar
- Auskultasi
: bising usus (+) normal
- Perkusi
: timpani,tes pekak sisi (-), pekak beralih (-)
- Palpasi
: hepar dan lien tidak teraba.
2.
9) Ekstrimitas
- Superior
: deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-)
- Inferior
: deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-)
Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen thoraks 3 April 2016 (dilakukan di RSMS)
Hemoglobin
: 14,9 g/dl
Leukosit
: 21210 /uL
Hematokrit
: 43 %
Eritrosit
: 5,1 ^6/ uL
Trombosit
: 211.000/Ul H
MCV
: 84,6 Fl
MCH
: 29,1 pg
MCHC
: 34,4%
RDW
: 12,9%
MPV
: 10,3 fL
HitungJenis
Basofil
: 0,4%
Eosinofil
: 0,0%
Batang
: 0.3%
Segmen
: 88,9 %
Limfosit
: 5,1%
Monosit
: 5,3 %
Kimia Klinik
Ureum Darah : 27,6 mg/dL
Kreatinin Darah: 0,76 mg/dL L
GDS
: 136 mg/dL
4. DIAGNOSIS
1. CAP
2. PPOK
5. PLANNING
1.
Terapi
a. Farmakologi
1) IVFD RL + 1 ampul aminofilin/ 8 jam
2) Inj. Ranitidin 2x1 amp
3) Levofloksasin drip 1 amp/8jam
4) MP 3 x 62,5 mg
5) Nebu 3x/hari
6) Terasma 3 x 1 cth
7) Cerefit
8) Spirifa
b. Non Farmakologi
1) Edukasi pasien dan keluarga mengenai PPOK dan CAP,
penyebab dan pengobatannya
2) Makan makanan yang bergizi
3) Edukasi untuk menghentikan rokok
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Penegakan Diagnosis
PPOK
a. Anamnesis
1) Pasien laki-laki berusia 57 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 5
jam sebelum masuk rumah sakit.
2) Gejala penyerta : batuk.
3) Pasien sebelumnya pernah mondok dengan keluhan batuk berdahak
berwarna kental keputihan, sesak nafas
4) Pasien tinggal di daerah yang cukup padat penduduk, jendela rumah
tidak selalu dibuka, dan pasien memiliki pola makan yang tidak terlalu
baik (nutrisi kurang).
5) Pasien memiliki kebiasaan merokok
b. Pemeriksaan Fisik
1) Antropometri
BB : 41 Kg
TB : 160 cm
BMI : 16,01 kg/m2 (Underweight).
2) Vital Sign
Tekanan Darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 88x/menit
RR
: 28x/menit
Suhu
: 36,4 oC
3) Pemeriksaan Pulmo
- Inspeksi
: bentuk dada barrel chest, ketinggalan gerak (-),
retraksi (-), jejas (-), penggunaan otot bantu nafas
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Pemeriksaan fisis
Inspeksi
-
SMRS. Selain itu, pasien bekerja di pasar dan terpapar asap kendaraan, debu
jalan raya. Rumah pasien berada di sebuah pemukiman yang padat penduduk,
disekeliling rumahnya adalah peternak kambing. Di rumah pasien memasak
dengan tungku menggunakan kayu bakar setiap harinya.
Pada pemeriksaan fisik terlihat bahwa pasien mengalami sesak nafas,
dibuktikan dengan RR : 28 x / menit, retraksi interkostal, eksperium
mepanjang. Pada pemeriksaan status lokalis pada daerah thoraks ditemukan
bentuk dada barrel chest, perkusi yang hipersonor di kedua lapang paru, dan
ekspirasi memanjang.
Pada pemeriksaan penunjang pemeriksaan laboratorium dalam batas normal
tampak apeks bergeser ke laterokaudal, gambaran jantung pendulum, corakan
bronkovaskuler yang meningkat, sela iga melebar, dan diafragma yang
mendatar. Hasil tersebut mendukung untuk diagnose penyakit paru obstruktif
kronis.
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (
slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon
makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati
ASMA CONTROL TEST
Asthma Control Test (ACT) diperkenalkan oleh National Institutes of
Health (NIH) pada pedoman asma tahun 2007, merupakan sebuah alat bantu
berupa kuesioner untuk menilai asma terkontrol, derajat asma, dan menilai
respons terapi. Kuesioner ACT merupakan tes yang terdiri dari lima buah
pertanyaan yang masing-masing pertanyaan terdiri dari lima buah pilihan jawaban
yang diberi angka dari satu sampai lima, kemudian skor dari masing-masing
pertanyaan tersebut dijumlahkan. Skor 25 dikatakan asma terkontrol sempurna,
skor 20-24 dikatakan asma terkontrol sebagian, dan skor kurang dari sama dengan
19 dikatakan asma tidak terkontrol. Parameter yang dinilai meliputi gangguan
aktivitas harian akibat asma, seringnya keluhan sesak napas, frekuensi gejala,
gejala malam, penggunaan obat pelega, dan persepsi terhadap kontrol asma
(Ramlie, et al., 2014)
BAB III
KESIMPULAN
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, emfisema paru, dan
asma bronkial membentuk satu keatuan yang disebut COPD. (Price,
2006).
2. Penegakan diagnosis penyakit PPOK berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
3. Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting pada
PPOK
4. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi, obat obatan,
terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi, rehabilitasi
DAFTAR PUSTAKA
Antariksa, Budhi dkk.. 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) Diagnosis
dan Penatalaksanaan Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Depkes RI, 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK), Jakarta: Kemenkes RI.
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2011. Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia
Jakarta : PDPI.
Ramlie, A., Soemarwoto, R.A.S., Wiyono, W.H. 2014. Korelasi antara Asthma
Control Test dengan VEP1% dalam Menentukan Tingkat Kontrol Asma. J
respire Indoe Vol. 34 No.2. Jakarta: RS Persahabatan.