Anda di halaman 1dari 11

Home

About
Contact

Makalah Mahasiswa IAIN Raden Intan


Lampung Jurusan MPI
Andi Suhendi Mahasiswa IAIN Raden Intan Manajemen Pendidikan Islam

Kamis, 30 Mei 2013


Hakikat Pengetahuan filsafat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat adalah merupakan ilmu pengetahan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu
untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu
pengetahuan tentang hakikat menanyakan tentang apa hakikat atau sari atau inti atau
esensi segala sesuatu. Pada kenyataannya banyak sekali orang yang enggan untuk
berfilsafat bahkan berfikir filsafati. Dahal dengan kita berfikir filsafatt, maka kita akan
mengetahui kebenaran suatu hal yang sudah kita ketahui dengan kebenaran yang
hakiki. Sehingga pengetahuan manusia akan suatu kebenaran tersebut terbatas dan
tidak berkembang dengan pemikiran yang lain. Karna filsafat adalah suatu titik
penemuan tentang hakikat kebenaran yang sudah ada namun ingin dikebangkan lebih
mendalam tanpa adanya ujung dari kebenaran ayang ada karna penyelanyesaian
masalah dalam filsafat itu bersifat mendalam dan universal.
Jika dibandingkan antara filsafat dengan pengetahuan tentang suatu ilmu atau
pelajaran, maka berfikir filsafat adalah lebih unggul. Karena penarian kebenaran dari
filsafat tidak ada habisnya sedangkan berfikir tentang pengetahuan suatu ilmu itu hanya
berujung pada pengetahuan itu saja. Maka dari pada itu berfilsafat akan menjadikan
kita terus dan terus berfikir tentang suatu hakekat kebenaran yang sudah kita ketahui.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian filsafat dan berfikir filsafati itu?
2. Bagaimanakah karakteristik berfikir filsafati itu?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian filsafat dan berfikir filsafati
2. Mengetahui karakteristik berfikir filsafati.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Pengetahuan Filsafat


Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu,
nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan
sendirinya apa filsafat itu ( Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, 1:3 ). Langeveld juga
berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum
apa filsafat itu, maka dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu
( Langeveld, Menudju ke Pemikiran Filsafat, 1961:9 ).
Poedjawijatna ( Pembimbing ke Alam Filsafat, 1974: 11) mendefinisikan
filsafta sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalamdalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah Bkry (
Sistematik Filsafat, 1971:11) mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan
manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya
sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya
mencapai pengetahuan itu.
Apa yang diingatkan oleh Hatta dan Langeveld memang ada benarnya. Kita
sebenarnya tidak cukup hanya dengan mengatakan filsafat ialah hasil pemikiran yang
tidak empiris, karena pernyataan itu memang belum lengkap. Bertnard Russel
menyatakan bahwa filsafat adalah the attempt to answer ultimate question critically
( Joe Park, Selected Reading in the Philosophy of Education, 1960:3 ). D.C.
Mulder ( Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsafat, 1966: 10 ) mendefinisikan filsafat sebagai
pemikiran teorirtis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. 1[1]
Sedangkan filsafat menurut arti kata, terdiri atas kata philein yang artinya cinta
dan sophia yang artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Cinta
artinya hasrat yang besar, atau yang berkobar-kobar, atau yang sungguh-sungguh.
Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kenenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat
artinya hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Pengertian umum
filsafat adalah ilmu pengetahan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk
memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu
pengetahuan tentang hakikat menanyakan tentang apa hakikat atau sari atau inti atau
esensi segala sesuatu. Dengan cara ini, jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran
yang hakiki. Ini sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya. Sementara itu
pengertian khusus filsafat telah mengalami perkembangan yang cukup lama dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks sehingga menimbulkan berbagai
pendapat tentang arti filsafat dengan kekhususan masing-masing. Berbagai pendapat
khusus tentang filsafat anatara lain:
a. Rasionalisme yang mengagungkan akal
b. Materialisme yang mengagungkan materi
c. Idealisme yang mengagungkan idea
d. Hedolisme yang mengagungkan kesenangan
e. Stoikisme yang mengagungkan tabiat saleh
Aliran-aliran tersebut mempunyai kekhususan masing-masing, menekankan
kepada sesuatu yang dianggap merupakan inti dan harus di beri tempat yang tinggi
misalnya ketenangan, kesalehan, kebendaan, akal dan idea.
1[1] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
2004, Cet Pertama, hlm., 66-68

a.
b.
c.
d.
e.
f.
1.

a.
b.
c.

Dari beberapa pendapat tersebut, pengertian filsafat dapat dirangkum menjadi seperti
berikut:
Filsafat adalah hasil yang kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang sistematis
Filsafat adalah hasil fikiran manusia yang paling dalam
Filsafat adalah refleksi lebih lanjut dari pada ilmu pengetahuan atau pendalaman lebih
lanjut ilmu pengetahuan
Filsafat adalah hasil analisia dan abstraksi
Filsafat adalah pandangan hidup
Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia yang mendalam, mendasar, dan
memyeluruh. 2[2]
Struktur Filsafat
Hasil berfikir tentang yang ada dan mungkin ada itu tadi telah berkumpul banyak
sekali, dalam buku tepal maupun tipis. Setelah disusun secara sistematis, itulah yang
disebut sistematika filsafat. Filsafat terdiri atas tiga cabang besar, yaitu: ontoligi,
epistemologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan:
Ontologi, membicarakan hakikat ( segala sesuatu ) ini berupa pengetahuan tentang
hakikat segala sesuatu
Epistemologi cara memperoleh pengetahuan itu
Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.
Antologi mencakupi banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk disini,
misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat
Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistimologi hanya mencakup satu bidang
saja yang disebut Epistemologi yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan
filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat yaitu Aksiologi yang membicarakan guna
pengetahuan filsafat. Ini pun berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah kerangka
struktur filsafat.3[3]

B. Karakteristik Berfikir Filsafati: Sifat Menyeluruh, Sifat Mendasar Dan Sifat Spekulatif
1. Berfilsafat
Sejarah kefilsafatan di kalangan filsuf menjelaskan tentang tiga hal yang mendorong
manusia untuk berfilsafat, yaitu kekaguman atau keheranan, keraguan atau kegengsian,
dan kesadaran atas keterbatasan. Plato mengatakan:maka kita memberi pengamatanm
bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita
untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal filsafat.
Agustinus dan Descartes memulai berfilsafat dari keraguan atau kesangsian.
Manusia heran, tetapi kemudian ragu-ragu, apakah ia tidak ditipu oleh panca indranya
yang sedang heran? Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk
memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berfikir secara mendalam,
menyeluruh, dan kritis inilah yang kemudian disebut berfilsafat.
Berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada
diri manusia. Berfilsafat kadang-kadang dimulai apabila manusia menyadari bahwa
dirinya sangat kecil dan lemah, terutama dalam menghadapi kejadian-kejadian alam.
2[2] Prof. Dr. Ir. Soetriono, MP, Dr. Ir. SDm Rita Hanarief, Filsafat Ilmu dan
Metodologi Penelitian, CV Andi Offset, Yogyakarta, 2007, hlmn., 52
3[3][3] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Op.cit, hlmn., 68

Apabila seseoarang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu
mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadran akan
keterbatasan dirinya tadi manusia mulai berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar
manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan
kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki.
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu. Kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu.
Filsafat dimulai dari rasa ingin tahu dan keragu-raguan. Berfilsafat didorong untuk
mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Berfilsafat berarti
berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang
seakan tidak terbatas ini. Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk
beretrusterang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah dijangkau.
2. Sifat Menyeluruh Berfikir Filsafati
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berpijak
dibumi sedang tengadah kebintang-bintang, atau seseorang yang berdiri di puncak
tinggi, memandang ke ngarai dan lembah dibawahnya, masing-masing ingin
mengetahui hakikat dirinya atau menyimak kehadirannya dalam kesemestaan alam
yang ditatapnya.
Seorang ilmuan tidak akan pernah puas mengenal ilmu hanya dari sisi pandang
ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan lainnya.
Apa kaitan ilmu dengan moral, dengan agama, dan apakah ilmu itu membawa
kwbahagiaan pada dirinya.
3. Sifat Mendasar Berfikir Filsafati
Selain tengadah kebintang, orang yang berfilir filsafati juga membongkar tempat
berpijak secara fundamental. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar.
Mengapa ilmu dapat disrbut benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria
tersebut dilakukan? Lalu benar itu apa? Pertanyaan itu melingkar sebagai sebuah
lingkaran, yang untuk menyusunnya, harus dimulai dari sebuah titik, sebagai awal
sekaligus sebagai akhir. Lalu bagaimana menentukan titik awal yang benar?
4. Sikap Spekulatif Berfikir Filsafati
Tidakkah mungkin manusia menangguk pengetahuan secara keseluruhan,
bahkan manusia pun tidak yakin pada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang
mendasar. Itu hanya sebuah spekulasi. Menyusun sebuah lingkaran memang harus
dimulai dari sebuah titik, bagaimana pun spekulasinya. Yang penting, dalam prosesnya
nanti, dalam analisis maupun pembuktiannya, manusia harus dapat memisahkan
spekulasi mana yang paling dapat diandalkan. Tugas utama filsafat adalah menetapkan
dasar-dasar yang dapat diandalkan. Apakah yang disebut logis? Apakah yang disebut
benar? Apakah yang disebut sahih? Apakah alam ini teratur atau kacau? Apakah hidup
ini ada tujuan?
Semua pengetahuan yang ada, dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian
spekulasi dapat dipilih buah pikiran yang paling dapat diandalkan, yang merupakan titik
awal dari penjelajahan pengetahuan. Tanpa menerapkan kriteria tentang apa yang
disebut benar maka tidak mungkin pengetahuan lain berkembang atas dasar
kebenaran. Tanpa menetapkan apa yang disebut baik dan buruk, tidak mungkin bicara
tentang moral. Tanpa wawasan apa yang disebut indah atau jelek, tidak mungkin
berbicara tentang kesenian.4[4]
4[4] Prof. Dr. Ir. Soeratim, MP, Dr.ir. SRDm Rita Hanafie, MP, Op.cit, hlm., 53

C. Epistemologi Filsafat
Epistemologi membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat ( yaitu yang difikirkan ),
cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran ( pengetahuan ) filsafat.
1. Objek Filsafat
Tujuan berfilsafat adalah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang
terdalam. Jika hasil pemikiran itu disusun, maka susunan itulah yang kita sebut
sistematika filsafat. Sistematika atau struktur filsafat dalam garis besar terdiri atas
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti ( dipikirkan)-nya.
Jika ia memikirkan pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan. Jiak yang difikirkannya
hukum maka hasilnya tentulah Filsafat Hukum, dan seterusnya. Seberapa luas yang
mungkin dapat dif\ikirkan? Luas sekali. Yaitu semua yang ada dan mungkin ada. Inilah
objek filsafat. Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia Flisafat Ilmu, jika memikirkan
etika jadilah Filsafat Etika, dan seterusnya.
Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian sain. Sain hanya meneliti
objek yang ada dan mungkin ada. Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek
formal yang menjelaskan sifat kemendalaman penelitian filsafat. Ini dibicarakan pada
epistemologi filsafat.
Perlu juga ditegaskan bahwa sain meneliti objek-objek yang ada dan empiris,
yang ada tetapi abstrak ( tidak empiris ) tidak dapat diteliti oleh sain. Sedangkan filsafat
meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun yang mungkin ada, sudah jelas abstrak,
itu pun jika ada.
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat
Pertama-tama filosof harus membicarakan ( mempertanggung jawabkan ) cara
mereka memperoleh pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada para
filosof antara lain ialah karena ketelitian mereka, sebelum mencari pengetahuan
mereka membicarakan lebih dahulu ( dan mempertanggung jawabkan cara
memperoleh pengetahuan tersebut.
Berfislafat ialah berfikir. Berfikir itu tentu menggunakan akal. Menjadi persoalan,
apa sebenarnya akal itu. John Locke ( Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, 11, 1973:111)
mempersoalkan hal ini. Ia melihat, pada zamannya akal telah digunakan secara terlalu
bebas, telah digunakan sampai diluar batas kemampuan akal. Hasilnya adalah
kekacauan pikiran pada masa itu. Bagaimana manusia memperoleh pengetahuan
filsafat? Dengan berfikir secara mendalam, tentang sesuatu yang abstrak. Mungkin juga
objek pemikirannya sesuatu yang konkret, tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian
dibelakang objek konkret itu.
Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian yang abstrak sesuatu itu,
ia mengetahui sedalam-dalamnya. Kapan pengetahuannya itu dikatakan mendalam?
Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti sampai tanda tanya. Dia tidak dapat
maju lagi, disitulah orang berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara
mendalam. Jadi jelas, mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam bagi orang lain.
Seperti telah disebut dimuka, sain mengetahui sebatas fakta empiris. Ini tidak
mendalam. Filsafat ingin mengetahui dibelakang sesuatu yang empiris itu. Ini lah yang
disebut mendalam. Tetapi itu pun mempunyai rentangan. Sejauh mana hal abstrak
dibelakang fakta empiris itu dapat diketahui oleh seseorang, akan banyak tergantung
pada kemampuan berfikir seseorang. Saya misalnya mengetahui bahwa gula rasanya
manis ( ini pengetahuan empirik ) dibelakangnya saya mengetahui bahwa itu

3.

4.

1.

2.

3.

disebabkan oleh adanya hukum yang mengatur demikian. Ini pengetahuan filsafat,
abstrak, tetapi baru satu langkahorang lain dapat mengetahui bahwa hukum itu dibuat
yang maha pintar. Ini sudah langkah kedua, lebih mendalam dari pada sekedar
mengetahui adanya hukum. Orang lain masih dapat melangkah kelangkah ketiga,
misalnya ia mengetahui sebagian hakikat tuhan. Demikianlah pengetahuan dibelakang
fakta empiris itu dapat bertingkat-tingkat, dan itu menjelaskan kemendalaman
pengetahuan filsafat seseorang. Untuk mudahnya mungkin dapat dikatakan begini:
berfikir mendalam ialah berfikir tanpa bukti empirik.
Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini
menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat ialah logis tidaknya pengetahan itu.
Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis tidaknya teori itu. Ukuran logis atau
tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen yang menghasilkan kesimpulan teori itu.
Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi data pada
pengetahaun sain. Aegumen itu menjadi satu kesatuan dengan konklusi, konklusi itulah
yang disebut teori filsafat. Bobot teori filsafat justru terletak pada kekuatan argumen,
bukan pada kehebatan konklusi. Karena argumenitu menjadi kesatuan dengan
konklusi, maka boleh juga diterima pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu
argumen. Kebenaran konklusi ditentukan 100% oleh argumennya. 5[5]
Persoalan Filsafat
Ada enam persoalan yang selalu menjadi perhatian para filsuf, yaitu ada,
pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan. Keenam persoalan
tersebut memerlukan jawaban secara radikal dan tiap-tiap persoalan menjadi salah
satu cabang filsafat.
Persoalan Ada
Persoalan tentang ada (being) menghasilkan cabang filsafat metafisika. Meta berarti
dibalik dan physika berarti benda-benda fisik. Pengertian sederhana dari metafisika
yaitu kajian tentang sifat paling dalam dalam dan radiakal dari kenyataan. Dalam kajian
ini para filusuf tidak mengacu kepada ciri-ciri khsus dari benda-benda tertentu, akan
tetapi mengacu kepadaciri-ciri universal dari semua benda. Metafisika sebagai salah
satu cabang filsafat mencakup persoalan ontologis, kosmologis, dan antropologis.
Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri. Ontologis merupakan teori
tentang sifat dasar dari kenyataan yang radikal dan sedalam-dalamnya. Kosmologi
merupakan teori tentang perkembangan kosmos ( alam semesta ) sebagai suatu sistem
yang teratur.
Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge )
Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat
epistemologi, yaitu filsafat pengetahuan. Istilah epistemologi berasal dari akar kata
episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Dalam rumusan yang
lebih rinci disebutkan bahwa epistemologi merupakan salah satu cabang fislsafat yang
mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur,
metode, dan validitas pengetahuan.
Persoalan tentang metode
Persoalan tentang metode menghasilkan cabang filsafat metodologi. Istilah ini berasal
dari metos dengan unsur meta yang berarti cara, perjalanan, sesudah, dan hodos yang
5[5] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Op.cit, hlm., 80-88

berarti cara perjalanan, arah. Pengertian metodologi secara umum ialah kajian atau
telaah penyusunan secara sistematis dari beberapa proses dan asas-asas logis dan
percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah, atau
sebagai penysusun struktur ilmu-ilmu fak.
4. Persoalan tentang penyimpulan
Persoalan tentang penyimpulan menghasilkan cabang filsafat logika ( logis ). Logika
berasal dari kata logos ang berarti uraian, nalar. Secara umum, pengertian logika adalah
telaah mengenai aturan-aturan penalaran yang benar. Logika adalah ilmu pengetahuan
dan kecakapan untuk berfikir tepat dan benar. Berfikir adalah kegiatan pikiran atau akal
budi manusia. Dengan berfikir manusia telah mengerjakan pengolahan pengetahuan
yang telah didapat. Dengan mengerjakan, mengelola pengetahuan yang telah didapat
maka ia dapat memperoleh kebenaran. Apabila seseorang mengelola, mengerjakan,
berarti ia telah mempertimbangkan, membandingkan, menguraikan, serta
menghubungkan pengertian yang satu dengan lainya. Logika dapat dibagi menjadi
logika ilmiah dan logika kodrati. Logika merupakan suatu upaya untuk menjawab
pertanyaan.
5. Persoalan tentang moralitas ( morality )
Persoalan tentang moralitas menghasilkan cabang filsafat etika ( ethics ). Istilah etika
berasal dari kata ethos yang berati adat kebiasaan. Etika sebagai salah satu cabang
filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal. Dalam hal ini berarti
berlaku untuk semua orang dan setiap saat. Jadi tidak dibatasi dengan ruang dan waktu.
6. Persoalan tentang keindahan
Persoalan tentang keindahan menghasilkan cabang filsafat estetika ( aesthetics ).
Estetika berasal dari kata aesthetikos yang maknanya berhubungan dengan pecerapan
indra. Estetika merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidak indahan.
Faham pengertian yang lebih luas, estetika merupakan cabang filsafat yang menyangkut
bidang keindahan atau sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa,
norma-norma nilai dalam seni. 6[6]
D. Aksiologi Pengetahuan Filsafat
1. Kegunaan Pengtahuan Filsafat
Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat memulainya denmgan melihat
filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, kedua filsafat
sebagai metode pemecahan masalah, ketiga filsafat sebagai pandangan hidup
( philosophy of life ). Dan yang paling pentimg adalah filsafat sebagai methodology,
yaitu cara memecahkan masalah yang dihadapi. Disini filsafat digunakan sebagai suatu
cara atau model pemecahan masalah secara mendalam dan universal. Filsafat selalu
mencari sebab terakhir dan dari sudut pandang seluas-luasnya.
Berikut ini uraian yang membahas kegunaan filsafat dalam menentukan
philosophy of life. Banyak memiliki pandanagn hidup, banyak orang menganggap
philosophy of life itu sangat penting dalam menjalani kehidupan. 7[7]
6[6]Prof. Dr. Ir. Soeratim, MP, Dr.ir. SRDm Rita Hanafie, MP, Op.cit, hlm., 58
7[7] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Op.cit, hlm.88

a. Kegunaan Filsafat bagi Akidah


b. Kegunaan Filsafat bagi Hukum
c. Kegunaan Filsafat bagi Bahasa
2. Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah
Sesuai dengan sifatnymenyelesaikan masalah secara mendalam dan universal.
Penyelesaian filsafata, filsafat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah.
Universala artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar
nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Filsafat menurut arti kata, terdiri atas kata philein yang artinya cinta dan sophia yang
artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang
besar, atau yang berkobar-kobar, atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya
kebenaran sejati atau kenenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau
keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Pengertian umum filsafat adalah ilmu
pengetahan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran.
Sedangkan berfilsafat sendiri adalah berfikir secara mendalam, menyeluruh, dan kritis
inilah yang disebut berfilsafat. Kemudian, berfilsafat juga berarti berendah hati bahwa
tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas
ini. Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk beretrusterang,
seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah dijangkau. Dengan kita
berfilsafat maka kita akan lebih menggunakan akal dan fikiran kita untuk mencari suatu
hakikat dari kebenaran yang ada dan yang sudah kita ketahui.
Selanjutnya, karakteristik berfikir filsafat sendiri adalah meliputi karakteristik yang
bersifat menyeluruh, bersifat mendasar, dan bahkan bersifat spekulatif. Maksudnya
adalah bahwa seseorang dalam mereka berfilsafat itu tidak hanya ingin tahu pada satu
objek saja namun ingin mengetahui seluruh objek yang belum mereka ketahui secara
filsafati. Lalu seseorang yang berfikir filsafat itu tidak mau hanya sekedar menerima
pendapat dari satu objek, namun ia ingin mengkaji dengan sendirinya tentang hakikat
kebenaran dari suatu objek kajian. Dan dalam mereka menemukan hakikat kebenaran
yang sesungguhnya, mereka membutuhkan landasan atau patokan yang menguatkan
mereka dan menjadi dasar bagi mereka atas kebenaran yang mereka peroleh dari suatu
objek kajian.

DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu. PT Remaja Rosdakarya. Bnadung. 2004
Soetriono, Hanarief, Rita. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. CV Andi
Offset.
Yogyakarta. 2007

Diposkan oleh andy keren di 10.24


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Reaksi:
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Blog Archive

2013 (10)
o Juni (1)
o Mei (9)

Sumber Belajar

Asas Metode Pendidikan

Andy Suhendy

Hak Asasi Manusia

Konsep dasar Desentralisasi Pendidikan

Hakikat Pengetahuan filsafat

Kompetensi Guru

www.facebook.comwww.google.co.id detik.com

BAB IIPENDAHULUAN A. Latar BelakangDalam sejarah d...

Tentang Gue (AaHendy)

Lihat profil lengkapku

Makalah Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung Jurusan MPI | All Rights Reserved
Designed ByImuzcorner | Powered ByBlogger | FCB Blogger Template ByFree Blogger Template
ShareThis Copy and Paste

Related Searches:

?
Berjaya Redang Beach Resort

PHP Language

PHP Programmers

Ini File

PHP Programming

PHP Editor

PHP Tutorials

Makeup Coupons In Pekanbaru

Free Online Dating In Pekanbaru

Pekanbaru Online Printable Grocery Coupons

- See more at: http://hendymanajaerpendidikan.blogspot.com/2013/05/hakikat-pengetahuanfilsafat.html#sthash.DJCyQCSE.dpuf

Anda mungkin juga menyukai